KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK
Anopheles sp. YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR
MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HANURA
KABUPATEN PESAWARAN
(Skripsi)
Oleh
Septilia Sugiarti
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Anopheles sp.
YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
SEPTILIA SUGIARTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Abstract
CHARACTERISTIC OF POTENTIAL Anopheles sp. BREEDING PLACE
AS MALARIA VECTOR IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS
HANURA KABUPATEN PESAWARAN
By
SEPTILIA SUGIARTI
Background: Malaria is an infectious disease transmitted through mosquitoes and
has become a health problem both in the world and Indonesia especially in
Lampung. The population of the malaria vector is strongly influenced by the
location of the breeding place. This study will examine the characteristics of
breeding place of Anopheles sp. as the malaria vector.
Method: This was an observational descriptive study conducted in the work area
of Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran. The physical characteristics has
done by measuring temperature and water depth, the chemical characteristics by
measuring pH and water salinity, and the biological characteristics by looking at
organisms found at the sampling site. The identification was performed by
identification key and the density of the larvae was calculated by the formula of
the density of the larvae.
Result: The breeding places are damaged boat, lagun, ditch, rice fields and
abandoned ponds. The characteristics of the breeding palces are water temperature
29.5-32.4°C, water depth 10.1-28.6 cm, pH 5-6.6, salinity 0-9.3. Predators found
in the breeding place are Aplocheilus panchax (tin head fish), Gambusia affinis
(Cere Fish), Aedes sp. (larvae stage), Culex sp. (larvae stages), and water plants
Ocsillatoria sp. (alga), Spirogyra (alga). The most species found were Anopheles
annularis (16.4%), whereas the least were Anopheles gigas (1.4%).
Conclusion: Physical, chemical, and biological characteristics of Anopheles sp.
breeding place in Puskesmas Hanura working area are optimum characteristics for
Anopheles sp. breeding. The highest larvae density was found in abandoned pond
is 5,0 ekor/250ml. The most commonly species found is Anopheles annularis
16,4%.
Keywords: Anopheles sp., breeding place, malaria
Abstrak
KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Anopheles sp.
YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
SEPTILIA SUGIARTI
Latar belakang: Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui
nyamuk dan telah menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia
khususnya di daerah Lampung. Populasi vektor malaria sangat dipengaruhi oleh
lokasi tempat perindukannya. Pada penelitian ini akan dikaji karakteristik tempat
perindukan spesies nyamuk Anopheles sp., sebagai vektor malaria.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional, yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran.
Karakteristik fisik dilakukan dengan mengukur suhu dan kedalaman air,
karakteristik kimia dengan mengukur pH dan salinitas air, dan karakteristik
biologi dengan melihat organisme yang ditemukan di tempat pengambilan sampel.
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi dan kepadatan
larva dihitung dengan rumus kepadatan larva.
Hasil: Tempat perindukan yaitu perahu rusak, lagun, selokan, sawah dan tambak
terlantar. Karakteristik dari tempat perindukan adalah suhu air 29,5–32,4°C,
kedalaman air 10,1–28,6 cm, pH 5–6,6, salinitas 0–9,3. Predator yang ditemukan
di tempat perindukan adalah Aplocheilus panchax (ikan kepala timah), Gambusia
affinis (Ikan cere), Aedes sp. (stadium larva), Culex sp. (stadium larva), dan
tumbuhan air Ocsillatoria sp. (alga), Spirogyra (alga). Spesies Anopheles sp.
terbanyak yang ditemukan adalah Anopheles annularis (16,4%), sedangkan yang
paling sedikit adalah Anopheles gigas (1,4%).
Simpulan: Karakteristik fisik, kimia, dan biologi tempat perindukan nyamuk
Anopheles sp. di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura merupakan karakteristik yang
optimum untuk perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. Kepadatan larva
tertinggi didapatkan di tambak terlantar 5,0 ekor/250ml. Spesies yang ditemukan
terbanyak adalah spesies Anopheles annularis 16,4%.
Kata kunci: Anopheles sp., malaria, tempat perindukan
RIWAYAT HIDUP
Peneliti, Septilia Sugiarti, dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 10 September
1995, sebagai anak kedua dari Ayahanda Sugiyono dan Ibunda Parti.
Pendidikan peneliti dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Perwanida pada tahun
2000, Sekolah Dasar yang diselesaikan di SD Negeri 3 Metro Pusat pada tahun
2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 3 Metro
pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA
Negeri 1 Metro pada tahun 2013. Pada tahun 2014, peneliti diterima di Program
Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswi, peneliti aktif organisasi Perhimpunan Mahasiswa
Pencinta Alam & Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team periode 2014-
2017 sebagai bendahara Divisi Organisasi, Forum Studi Islam Ibnu Sina periode
2014-2015 sebagai anggota Bidang Media dan Syiar (Medis).
Persembahan untuk
Bapak,Ibu,Kakak,keluarga,sahabat dan
semua orang yang berarti dalam hidupku.
Terimakasih untuk semuanya
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama
kesulitan itu ada kemudahan.”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Karakteristik Tempat Perindukan Nyamuk Anopheles sp.
yang Potensial sebagai Vektor Malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Penulis menyampaikan rasa hormat, cinta, kasih sayang dan terimakasih kepada
kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta bapak Sugiyono yang selalu
mendukung serta mendoakan penulis dan ibunda tercinta ibu Parti yang doa dan
ridhonya selalu menjadi alasan Allah SWT untuk mengabulkan semua doa, cita-
cita, mempermudah dan memberi kelancaran dalam setiap urusan penulis. Penulis
juga menyampaikan rasa kasih dan sayang kepada kakak penulis Singgih Suhan
Nanto yang selalu mengajarkan, mendoakan dan memberikan semangat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked, M.Kes selaku Pembimbing Pertama
yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan
bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Riyan Wahyudo, S.Ked selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, kritik,
saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Dr.dr. Betta Kurniawan, S.Ked. M.Kes. selaku Pembahas yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, kritik,
saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked. selaku Pembimbing Akademik penulis atas
waktu dan bimbingannya;
7. Terimakasih kepada Bapak Dodi Setiawan, SKM.,MM dan Ibu Nazlina
Mayanti.SKM.,MM serta Seluruh Staff Puskesmas Hanura atas bantuan dan
dukungannya;
8. Terimakasih kepada Bapak Aris sebagai Kader malaria yang telah membantu
peneliti dalam proses penelitian;
9. Seluruh Staff Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis
untuk menambah wawasan yang menjadi landasan utama untuk mencapai
cita-cita;
10. Seluruh Staff dan Civitas FK Unila yang telah membantu dalam proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini;
ii
11. Tim penelitian Anggun Budi Wardani dan Ayu Wulandari atas kerjasama
dalam melakukan penelitian ini;
12. Sahabat–sahabat (Uci, Ririn, Dani, Dini, Ocha, Qori, Agstri) terimakasih atas
dukungan, semangat, dan doa’ yang setiap saat diberikan;
13. Teman sejawat (Ina, Ebet, Afi, Ayu, Anggi, Anggun, Rinda) terimakasih atas
semua doa dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan di FK Unila.
14. Terimakasih kepada Farras, Mbak nuha, Mbak Ronna, Osy, Fefe, Ade, Ayu
Indah yang tak lelah membantu peneliti dalam penelitian, terimakasih atas
semuanya;
15. Teman-teman 2014 terimakasih atas kebersamaan kita selama menempuh
pendidikan pre-klinik, semoga kita selalu diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam menggapai cita-cita;
16. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat, terimakasih telah membantu penulis
dalam semua proses belajar selama menempuh pendidikan di FK Unila.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi,
semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Aamiin
Bandar Lampung, 23 Februari 2018
Penulis,
Septilia Sugiarti
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
1.4.1. Manfaat bagi peneliti ......................................................................... 5
1.4.2. Manfaat bagi ilmu kajian parasitologi ............................................... 5
1.4.3. Manfaat bagi dinas kesehatan ........................................................... 5
1.4.4. Manfaat bagi masyarakat ................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria ........................................................................................................ 6
2.1.1 Epidemiologi Malaria ........................................................................ 6
2.1.2 Etiologi Malaria ................................................................................. 7
2.1.3 Gejala Malaria.................................................................................. 11
2.1.4 Pencegahan Malaria ......................................................................... 12
2.2 Nyamuk Anopheles sp. .............................................................................. 15
2.2.1 Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. ................................................... 15
2.2.2 Spesies Anopheles ........................................................................... 15
2.2.3 Morfologi nyamuk Anopheles sp. .................................................... 16
2.2.4 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp. ................................................ 23
2.2.5 Perilaku nyamuk Anopheles sp. ....................................................... 24
2.3 Tempat Perindukan Nyamuk Malaria ....................................................... 25
2.4 Karakteristik Lingkungan Tempat Perindukan Nyamuk........................... 27
2.4.1 Lingkungan Fisik ............................................................................. 27
2.4.2 Lingkungan Kimia ........................................................................... 30
2.4.3 Lingkungan Biologis........................................................................ 32
2.5 Kerangka Penelitian .................................................................................. 33
iv
2.5.1 Kerangka Teori ................................................................................ 33
2.5.2 Kerangka konsep.............................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 35
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 35
3.3 Sampel Penelitian ...................................................................................... 35
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ................................................................. 36
3.4.1 Variabel Bebas (Independen)........................................................... 36
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen) ........................................................... 36
3.5 Definisi Operasional .................................................................................. 37
3.6 Alat dan Bahan .......................................................................................... 38
3.6.1 Alat ….............................................................................................. 38
3.6.2 Bahan ............................................................................................... 38
3.7 Prosedur dan Alur Penelitian..................................................................... 39
3.7.1 Penentuan tempat perindukan vektor malaria .................................. 39
3.7.2 Karakteristik tempat perindukan nyamuk ........................................ 39
3.8 Analisis Data ............................................................................................. 41
3.8.1 Pengolahan Data Kuantitatif ............................................................ 41
3.8.2 Analisis Univariat ............................................................................ 42
3.9 Etik Penelitian ........................................................................................... 42
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian ..................................................................... 43
4.2 Hasil .......................................................................................................... 44
4.2.1 Karakteristik Lingkungan Fisik dan Kimia ..................................... 44
4.2.2 Karakteristik Lingkungan Biologi ................................................... 46
4.2.3 Identifikasi Larva Nyamuk Pada ..................................................... 47
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.................................................................................................... 61
5.2 Saran .......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. ................................................................................ 15
2. Tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. .................................................................. 25
3. Kepadatan larva nyamuk Anopheles sp. ....................................................................... 26
4. Definisi Operasional Variabel ....................................................................................... 37
5. Hasil pengukuran karakteristik lingkungan fisik .......................................................... 45
6. Hasil pengukuran karakteristik lingkungan kimia ........................................................ 46
7. Hasil pengamatan karakteristik lingkungan biologi. ..................................................... 46
8. Jumlah larva Anopheles sp., Aedes sp., dan Culex sp. .................................................. 47
9. Jumlah kepadatan larva Anopheles sp.. ......................................................................... 47
10. Jumlah spesies Larva Anopheles sp ............................................................................ 48
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidup Plasmodium sp. ............................................................................. 9
2. Morfologi Telur Anopheles sp. ......................................................................... 16
3. Morfologi Larva Anopheles sp. ......................................................................... 17
4. Morfologi Pupa Anopheles sp. .......................................................................... 17
5. Morfologi Nyamuk Anopheles sp. .................................................................... 19
6. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex .................................................... 20
7. Kerangka Teori Penelitian................................................................................. 33
8. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 34
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit malaria menjadi salah satu masalah kesehatan global. Di seluruh
dunia pada tahun 2015, tercatat adanya 212 juta kasus baru malaria. Pada
tahun 2015 angka kematian akibat penyakit malaria diperkirakan mencapai
429.000 jiwa. Persentase terbesar terjadi di wilayah Afrika (92%), Asia
Tenggara (6%), dan Wilayah Timur Mediterania (3%). Tingkat insidensi
malaria terhitung menurun sekitar 21% dari tahun 2010-2015, selain itu
angka kematian akibat malaria pun menurun cukup signifikan, yaitu 58% di
Kawasan Pasifik Barat, 46% di Wilayah Asia Tenggara, 37% di Wilayah
Amerika dan 6% di Wilayah Mediterania Timur. Penyakit malaria sangat
rentan terhadap balita. Pada tahun 2015, malaria membunuh sekitar
303.000 balita di seluruh dunia, termasuk 292.000 di Wilayah Afrika.
Antara tahun 2010 dan 2015, tingkat kematian malaria pada anak–anak di
bawah 5 tahun menurun sekitar 3%. Meskipun demikian, malaria tetap
merupakan pembunuh kehidupan utama balita, yaitu terdapat kematian
setiap 1 anak dalam 2 menit (World Health Organization, 2016).
Malaria juga masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Annual
Parasite Incidence (API) per tahun digunakan untuk melihat morbiditas
2
malaria di wilayah Indonesia. Nilai API merupakan jumlah kasus positif
terhadap malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Pada tahun 2011-
2015 API di Indonesia terus mengalami penurunan, sehingga menunjukkan
keberhasilan program pengendalian malaria, baik yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Setiap wilayah di Indonesia
mempunyai nilai API yang berbeda-beda. Pada tahun 2015 wilayah timur
Indonesia memiliki angka API tertinggi, diikuti oleh Papua Barat, NTT,
Maluku Utara dan seterusnya. Sedangkan di DKI Jakarta dan Bali memiliki
angka API nol dan masuk kedalam kategori provinsi bebas malaria. Dari
seluruh provinsi di Indonesia, Lampung merupakan salah satu daerah
endemis malaria yang menduduki peringkat ke-12 (Kementrian Kesehatan
RI, 2016).
Kasus positif malaria tertinggi pada tahun 2015 di Lampung terdapat di
Kabupaten Pesawaran. Kasus ini berhubungan erat dengan tingginya angka
gigitan nyamuk Anopheles yang diukur dengan indikator Man Biting Rate
(MBR). Dari hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kementrian
Kesehatan pada tahun 2014 terdapat sekitar 80 gigitan per orang per jam.
(Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2015). Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti karakteristik tempat perindukan nyamuk yang
potensial untuk vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran.
Angka API di Kabupaten Pesawaran selama rentang waktu 5 tahun (2011-
2015) telah tercatat dengan hasil fluktuatif. Pada tahun 2011, angka API
3
tercatat 4,76 per 1.000 penduduk, menurun menjadi 1 per 1.000 penduduk
pada tahun 2012. Meningkat kembali menjadi 4,77 per 1.000 penduduk -
pada tahun 2013, tahun 2014 meningkat menjadi 7,26 per 1.000 penduduk,
dan pada tahun 2015 menurun menjadi 6,36 per 1.000 penduduk (Dinas
Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2016).
Angka API yang fluktuatif tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti: morbiditas, perilaku, dan lingkungan (Dinas Kesehatan Kabupaten
Pesawaran, 2016). Lingkungan yang berpengaruh terhadap penyakit
malaria yaitu lingkungan fisik (suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,
sinar matahari, arus air dan tempat perindukan), lingkungan biologi
(tumbuhan bakau, lumut, ikan pemakan larva), dan lingkungan kimia (pH
air, salinitas air) (Hermawan, 2016). Faktor lingkungan memberikan
konstribusi besar terhadap penyebaran penyakit malaria. Tempat perindukan
nyamuk Anopheles sp. dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang terdiri dari
tempat perindukan (breeding site), suhu, kedalaman air, kelembaban, curah
hujan yang berhubungan dengan kehidupan nyamuk dalam penyebaran
malaria maupun kehidupan parasit Anopheles sp. (Yamko, 2009).
Lingkungan fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi populasi nyamuk
di alam. Lingkungan fisik yang berpengaruh pada perkembangbiakan
nyamuk malaria yaitu suhu air, curah hujan, kedalaman air, kelembaban,
sinar matahari, sedangkan lingkungan kimia, yaitu pH air, salinitas serta
lingkungan biologi, yaitu hewan pemangsa dan tumbuhan air. Bila tidak
4
terjadi pengaturan lingkungan, maka akan terjadi perubahan fruktuasi
kepadatan populasi (Depkes RI, 2001).
Lingkungan mempengaruhi baik buruknya status derajat kesehatan
masyarakat. Penyakit malaria mengalami peningkatan kasus yang cukup
signifikan disebabkan karena rusaknya lingkungan mangrove yang berakibat
meluasnya tempat perindukan nyamuk vektor malaria. Selain itu, tingginya
kasus malaria di daerah Pesawaran dikarenakan kondisi alam yang
memungkinkan banyaknya tempat perindukan nyamuk seperti hutan, lagun,
dan tambak terlantar, dimana semakin banyak lingkungan yang mendukung
maka vektor semakin meningkat. Sehingga, menyebabkan peningkatan
angka API pada daerah tersebut (Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran,
2016).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp.
yang potensial sebagai vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. sebagai
vektor malaria yang potensial di wilayah kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian dapat dijadikan informasi untuk mengetahui
karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. dan sebagai
pengendalian penyebaran nyamuk vektor malaria.
1.4.2. Manfaat bagi ilmu kajian parasitologi
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pustaka tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi tempat perindukan larva Anopheles sp.
1.4.3. Manfaat bagi Pemerintah Daerah
Sebagai dasar ilmiah dalam penanggulangan penyakit malaria secara
terpadu melibatkan berbagai pihak, seperti Dinas kesehatan dan Dinas
pertanian.
1.4.4. Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang karakteristik tempat perindukan, dan titik lokasi
dari pola penyebaran nyamuk Anopheles sp. sehingga masyarakat
lebih peduli dalam menjaga lingkungannya dengan baik terhindar dari
tempat-tempat potensial sebagai vektor malaria, supaya bebas akan
penyakit malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Epidemiologi Malaria
Malaria masih menjadi persoalan kesehatan yang besar di daerah
tropis dan subtropis seperti di Brasil, Asia Tenggara, dan seluruh Sub
Sahara Afrika. Di Indonesia angka morbiditas dan mortalitas malaria
masih tinggi terutama di daerah luar Jawa dan Bali (Widoyono, 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih beresiko terhadap
malaria. Penyebaran malaria di Indonesia lebih tinggi di daerah
perhutanan, terutama Indonesia bagian timur sekitar 113 juta
penduduk dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (214 juta) berada
di daerah beresiko tertular malaria (Soedarto, 2011).
Di Indonesia, Provinsi Lampung termasuk dalam endemisitas rendah
tetapi sebagian daerah Lampung merupakan daerah endemis yang
berpotensi untuk mengembangkan penyakit malaria. Daerah endemis
yang berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti
pedesaan yang mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut
dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus. Angka kesakitan malaria
di Kabupaten/Kota pada tahun 2014 tertinggi berada di Kota Bandar
7
Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Penyebaran penyakit malaria
melalui bantuan nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria. Vektor
malaria yang terdapat di Provinsi Lampung sebanyak 12 spesies
nyamuk Anopheles sp. yaitu Anopheles vagus, Anopheles sundaicus,
Anipheles barbirotris, Anopheles acconitus, Anopheles indefinitus,
Anopheles kochi, Anopheles subpictus, Anopheles tesselatus,
Anopheles minimus, Anopheles maculatus (Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung, 2015). Di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kecamatan
Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung vektor
malaria Anopheles sp. yang dominan adalah Anopheles sundaicus
(Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2014).
2.1.2 Etiologi Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Protozoa dari
genus Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah
merah manusia, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Perilaku nyamuk Anopheles dipengaruhi oleh
kelembaban udara dan suhu sekitar. Nyamuk Anopheles ini aktif
menghisap darah hospes mulai dari senja sampai dini hari. Jarak
terbang nyamuk ini antara 0,5-3 km dapat dipengaruhi oleh
transportasi seperti kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal
terbang, serta kencangnya angin dimana nyamuk ini berada (Safar,
2010).
8
Penyakit malaria ini ditandai dengan adanya demam,
hepatosplenomegali, dan anemia. Terdapat lima spesies Plasmodium
yang menyebabkan terjadinya penyakit malaria pada manusia yaitu
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi. Spesies
plasmodium menyebabkan infeksi malaria yang berbeda-beda yaitu
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika,
Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax/tertiana, Plasmodium
ovale menyebabkan malaria ovale, Plasmodium malariae
menyebabkan malaria malariae dan Plasmodium knowlesi
menyebabkan malaria knowlesi. Penyebab terbanyak di Indonesia
adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium
falciparum menyebabkan komplikasi yang berbahaya sehingga
disebut dengan malaria berat (Kemenkes RI, 2015).
2.1.2.1 Klasifikasi Plasmodium sp.
Klasifikasi Plasmodium sp. termasuk dalam kingdom
protozoa; fillum sporozoa; kelas telosporea; ordo
haemosporina, dan famili plasmodium (Sutanto et al., 2013).
Siklus hidup Plasmodium terjadi dalam dua siklus yaitu
aseksual (skizogoni) terjadi pada tubuh manusia dan seksual
(sporogoni) terjadi pada nyamuk. Fase aseksual mempunyai
2 daur yaitu daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit),
9
dan daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit)
yang secara umum dapat dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium sp. (CDC, 2016)
Siklus hidup Plasmodium sp. terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus
sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan
siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia
(Safar, 2010). Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu
ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi
malaria yang mengandung plasmodium pada stadium
gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9).
Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10).
Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11).
Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya
10
akan pecah (12). dan sporozoit keluar dari ookista. Sporozoit
ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di
kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah
selesai (Widoyono, 2011).
Skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia
sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia
melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti
aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2)
dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase
dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4). mengeluarkan merozoit
(5). yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi
eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu
matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi
merozoit lagi (6). Diantara bentuk merozoit-merozoit tersebut
ada yang menjadi gametosit untuk kembali memulai siklus
seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet
(betina) (7). Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang
11
bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang
menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang
ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan
demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian
seterusnya penularan malaria (Soedarmo, et al., 2010).
2.1.3 Gejala Malaria
Menurut Sutanto (2013), keluhan utama yang khas pada malaria
disebut “trias malaria”. Trias malaria merupakan tiga gejala klinis
yang sering bahkan hampir dialami semua penderita malaria. Gejala
yang termasuk dalam trias malaria adalah demam periodik, anemia
dan splenomegali. Demam periodik yang terjadi dalam malaria
terbagi menjadi tiga periode yaitu:
a. Stadium menggigil
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga menggigil.
Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit kering
dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan kejang. Stadium ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium puncak demam
Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi panas
sekali. Suhu tubuh naik hingga 41°C sehingga menyebabkan
pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit kering dan panas seperti
terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi
berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.
12
c. Stadium berkeringat
Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis bahkan
mencapai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur
nyenyak dan saat bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 4 jam.
2.1.4 Pencegahan Malaria
Agar terhindar dari penyakit malaria perlu dilakukan pencegahan
sebagai berikut:
a. Berbasis masyarakat
1). Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus
selalu ditingkatkan dengan cara penyuluhan kesehatan,
pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui
kampanye masal untuk mengurangi tempat serangan nyamuk
(pemberantasan serangan nyamuk/ PSN). Kegiatan ini meliputi
menghilangkan genangan air kotor, di antaranya dengan
mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau
wadah yang memungkinkan sebagai tempat air tergenangan.
2). Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin sangat
membantu mencegah penularan malaria.
3). Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang
bionomik Anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak
terbang dan resistensi terhadap insektisida (Widoyono, 2011).
b. Berbasis pribadi
1. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain:
13
1) Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila
terpaksa keluar sebaiknya mengenakan kemeja dan celana
panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai
warna gelap;
2) Menggunakan obat anti nyamuk yang dapat dioleskan di
tangan dan kaki;
3) Membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan
memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan
jendela;
4) Menggunakan kelambu;
5) Menyemprot kamar dengan anti nyamuk atau anti nyamuk
bakar.
2. Penggunaan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik,
meliputi:
Pada daerah di mana plasmodiumnya masih sensitif terhadap
klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg
klorokuin fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1 tablet, dimulai
1 minggu sebelum masuk daerah sampai 4 minggu setelah
meninggalkan tempat tersebut. Pada daerah dengan resistensi
klorokuin, pasien memerlukan pengobatan supresif yaitu dengan
meflokuin 5 mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 100mg/hari atau
sulfadoksin 500 mg/hari atau pirimetamin 25 mg (3 tablet sekali
minum) (Soedarmo et al., 2010).
14
3. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil
meliputi:
1) Klorokuin bukan kontraindikasi
2) Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan
proguanil 3 mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitif
klorokuin
3) Metflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan
keempat kehamilan untuk daerah dimana plasmodiumnya
resisten klorokuin
4) Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan
4. Informasi tentang donor darah. Calon donor yang datang ke
daerah endemik dan berasal dari daerah non endemik serta tidak
menunjukkan keluhan dan gejala klinis malaria, boleh
mendonorkan darahnya selama 6 bulan sejak dia datang. Calon
donor tersebut apabila telah diberi pengobatan profilaksis
malaria dan telah menetap didaerah itu 6 bulan atau lebih serta
tidak menunjukkan gejala klinis, maka diperbolehkan menjadi
donor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa
donor dari daerah endemik malaria merupakan sumber infeksi
(Widoyono, 2011).
15
2.2 Nyamuk Anopheles sp.
2.2.1 Klasifikasi nyamuk Anopheles sp.
Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles dijelasakan
dalam tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp.
Kingdom : Animalia Famili : Culicidae
Filum : Arthopoda Genus : Anopheles
Kelas : Insecta Spesies : Anopheles sp.
Ordo : Diptera
2.2.2 Spesies Anopheles
Di Indonesia ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai
vektor malaria. Di lingkungan pantai banyak ditemukan Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus, di lingkungan persawahan
terdapat Anopheles barbirostris dan Anopheles aconitus, di
lingkungan rawa dan sungai berbatuan terdapat Anopheles maculatus
dan Anopheles farauti dan di lingkungan perbukitan terdapat
Anopheles balabacencis (Depkes RI, 2001).
Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu
pukul 17.00-18.00WIB adalah Anopheles tesellatus, sebelum jam
24.00 WIB (20.00-23.00WIB) adalah Anopheles aconitus, Anopheles
annularis, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles
sinensis, dan Anopheles vagus. Kemudian yang menggigit setelah
pukul 24.00WIB (00.00-04.00WIB) yaitu Anopheles farauti,
Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis, dan Anopheles
unctullatus. Wilayah pantai Sukamaju Teluk Betung Barat Kota
16
Bandar Lampung terdapat Anopheles sundaicus, Anopheles
longilostris, Anopheles leucosphyrus, Anopheles maculatus,
Anopheles ramsayi, dan Anopheles subpictus (Rosa et al., 2009).
2.2.3 Morfologi nyamuk Anopheles sp.
Morfologi nyamuk Anopheles sp. terdiri dari telur, larva, pupa, dan
nyamuk dewasa.
a. Telur
Telur Anopheles sp. biasanya disimpan di permukaan air satu
per satu. Menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30°C dan 7
hari jika suhu 16°C. Telur berbentuk oval, salah satu atau kedua
ujungnya meruncing, disisi kanan dan kiri ada berbentuk spiral
transparan yang menyerupai pelampung. Telur Anopheles sp.
tidak tahan dalam keadaan kekurangan air (Safar, 2010).
Gambar 2. Morfologi Telur Anopheles sp.(CDC, 2015)
b. Larva
Larva nyamuk Anopheles ini memiliki bagian ekor yang tidak
mengalami percabangan. Setiap segmen abdomen (perut)
terdapat rambut palma di sisi kanan dan kiri (tampak warna
lebih gelap), memiliki tegral plate di bagian dorsal abdomen,
pada segmen terakhir terdapat spirakel dan gigi sisir. Posisi
17
istirahat nayamuk ini sejajar dengan permukaan air (Sutanto et
al, 2013).
Gambar 3. Morfologi Larva Anopheles sp. (CDC, 2015)
c. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir di akuatik. Pupa berbentuk
koma bila dilihat dari samping. Pada stadium ini terbentuk
cephalothorax (kepala dan dada bergabung). Untuk bernapas
pupa harus mencapai permukaan. Pertumbuhan hanya
berlangsung 2-3 hari di daerah tropis dan mencapai 1-2 hari
minggu di cuaca dingin. Setelah beberapa hari terjadi
perpecahan cephalothorax dan akan muncul nyamuk dewasa.
Perjalanan telur hingga dewasa bervariasi antara spesies, karena
sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Nyamuk dapat
berkembang dari telur hingga dewasa dalam waktu 10-14 hari
dalam kondisi tropis (CDC, 2015).
Gambar 4. Morfologi Pupa Anopheles sp. (CDC, 2015)
18
d. Nyamuk dewasa
Morfologi nyamuk dewasa Anopheles jantan, yaitu terdapat
probosis/alat penghisap yang berada di posisi tengah kepala atau
diantara palpus maksilaris, di ujung probosis terdapat labella,
bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles
jantan, yaitu pada ujung palpus maksilaris mengalami
perlebaran, antena berambut lebat disebut plumose.
Morfologi nyamuk dewasa Anopheles betina, yaitu terdapat
probosis/alat penghisap yang berada di posisi tengah kepala atau
diantara palpus maksilaris, di ujung probosis terdapat labella,
bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles
betina, yaitu pada ujung palpus maksilaris tidak mengalami
perlebaran, antena berambut jarang disebut pilose (Sutanto et
al., 2013).
Stadium dewasa Nyamuk Anopheles sp. jantan dan betina
memiliki tubuh yang kecil dengan 3 bagian yaitu kepala, torak,
dan abdomen (perut). Pada kepala terdapat mata dan sepasang
antena. Antena nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau
host dari tempat perindukan dimana nyamuk anopheles betina
meletakkan telurnya (CDC, 2015).
19
Gambar 5. Morfologi Nyamuk Anopheles sp. (CDC, 2015)
e. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex mulai dari telur,
larva, pupa, dan nyamuk dewasa.
Jenis nyamuk yang terdapat di Indonesia bermacam-macam
diantaranya adalah nyamuk Anopheles, Aedes, Culex.
Perbedaan ketiga nyamuk ini sebagai berikut.
20
Gambar 6. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex (Safar, 2010)
Morfologi nyamuk Culex diamati dari stadium telur, larva, pupa,
serta stadium dewasa.
1. Telur
Berbentuk lonjong seperti peluru senapan, beroperkulum
tersusun seperti bentuk saling melekat satu sama lain. Biasanya
telur ini diletakkan di permukaan air.
21
2. Larva
Larva nyamuk culex berbentuk siphon langsing dan kecil yang
terdapat pada abdomen terakhir dengan rambut siphon yang
berkelompok-kelompok, bentuk comb scale lebih dari satu baris,
larva nyamuk culex membentuk sudut di tumbuhan air
(menggantung).
3. Pupa
Air tube berbentuk seperti tabung dengan pasa paddle tidak
berduri.
4. Nyamuk culex dewasa
Pada bagian kepala terdapat sepasang antena. Culex betina
memiliki antena yang berambut pendek dan berkelompok,
palpus lebih pendek dari probosis, cerci yang pendek, dan
spermateka 3 buah. Sedangkan Culex jantan memiliki sepasang
antena dengan rambut lebat dan panjang, palpus lebih panjang
dari probosis. Memiliki kuku melengkung tidak bertaju.
Morfologi nyamuk Aedes diamati dari stadium telur, larva, pupa,
serta stadium dewasa.
1. Telur
Nyamuk meletakan telur di tempat yang berisi air jernih, tenang,
dan tidak mengalir. Telur Aedes berbentuk lonjong, seperti telur
diletakkan satu per satu diatas permukaan air.
22
2. Larva
Larva memiliki siphon yang pendek dan hanya ada sepasang
sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari
pangkal siphon dengan satu kumpulan rambut. Pada saat
istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. Ada empat
tahapan dalam perkembangan larva yang disebut dengan instar.
Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri
atas empat instar, tahap ini selesai dalam waktu 4 hari sampai 2
minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air
persediaan makanan. Larva menjadi pupa membutuhkan waktu
sekitar 6-8 hari.
3. Pupa
Pada fase ini disebut fase inaktif dimana fase yang tidak
membutuhkan makan, tapi tetap membutuhkan oksigen untuk
bernafas. Lama fase pupa tergantung pada suhu air dan spesies
nyamuk yang lainnya dapat berkisar antara satu hari sampai
beberapa minggu. Setelah ini, pupa membuka dan melepaskan
kulit nya kemudian imago keluar ke permukaan air dalam waktu
singkat siap terbang. Pupa sangat sensitif terhadap pergerakan
air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina. Bentuk
pada stadium ini seperti bentuk terompet panjang dan ramping.
4. Nyamuk dewasa
Pada bagian kepala nyamuk Aedes betina terdapat sepasang
antena dengan rambut lebat dan berkelompok. Palpi lebih
23
pendek dibandingkan dengan probosis. Cerci panjang dengan
spermateka 3 buah. Sedangkan pada bagian kepala nyamuk
Aedes jantan terdapat antena dengan rambut lebat dan
berkelompok. Palpi dan probosis sama panjang, tapi ada palpi
yang tidak mengalami pelebaran seperti nyamuk Anopheles sp.,
kuku melengkung dan bertaju.
2.2.4 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp.
Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfosis sempurna, yaitu
stadium telur, larva, pupa, dan dewasa yang berlangsung selama 10-
14 hari. Tahap ini di bagi menjadi dua habitatnya yaitu lingkungan
air (aquatik) dan di daratan (terrestrial). Nyamuk dewasa muncul
dari lingkungan aquatik ke lingkungan terrestrial setelah daur
hidupnya selesai. Sehingga keberadaan air sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup nyamuk terutama masa telur, larva dan pupa.
Nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu
persatu di dalam air. Telur tersebut tidak dapat bertahan di tempat
kering dan dapat merusak telur dan bahkan sampai mati dan dalam
2-3 hari akan menetas menjadi larva (CDC, 2015).
Pertumbuhan dari larva dipengaruhi oleh suhu, nutrien, ada tidaknya
binatang predator yang akan berlangsung sekitar 7-20 hari
tergantung pada suhu. Pupa adalah stadium akhir dilingkungan
aquatik dan tidak membutuhkan makanan. Stadium pupa ini terjadi
proses pembentukan alat kelamin, sayap, dan kaki nyamuk. Lama
24
stadium ini pada nyamuk jantan antara 1-2 jam lebih pendek dari
nyamuk betina, karena nyamuk jantan akan muncul satu hari lebih
cepat dari nyamuk betina yang muncul dari satu kelompok telur.
Pada stadium pupa ini berlangsung 2-4 hari (Rinidar, 2010).
2.2.5 Perilaku nyamuk Anopheles sp.
Perilaku nyamuk umumnya berbeda-beda tergantung dengan
spesiesnya, berdasarkan objek yang digigit, nyamuk dibedakan
menjadi antropofilik (menghisap darah manusia), zoofilik
(menghisap darah hewan), dan antropozoofilik (lebih senang
menghisap darah hewan dari pada darah manusia) (Sopi dan
Muhammad, 2014).
Pada malam hari nyamuk Anopheles aktif menghisap darah hospes.
Nyamuk Anopheles menghisap darah berbeda-beda tergantung
spesiesnya. Nyamuk Anopheles sundaicus paling sering menggigit
pada waktu dini hari jam 22.00-01.00WIB (Ariati et al., 2008).
Anopheles maculatus mulai menggigit pada jam 21.00-03.00WIB
dan nyamuk Anopheles barbirostris sering menggigit pada jam
23.00-05.00WIB (Yudhastuti, 2008). Nyamuk yang biasa menggigit
pada jam 17.00-18.00WIB adalah Anopheles tesselatus. Nyamuk
yang menggigit sebelum jam 00.00 (20.00-23.00 WIB) adalah
Anopheles aconitus, Anopheles annularis, Anopheles kochi,
Anopheles sinensis, Anopheles vagus, sedangkan nyamuk yang
menggigit diatas jam 00.00 WIB adalah Anopheles farauti,
25
Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis dan Anopheles
unctullatus (Depkes RI, 2004).
2.3 Tempat Perindukan Nyamuk Malaria
Tempat perindukan nyamuk Anopheles terdiri dari tiga zona, yaitu zona
pantai, zona pedalaman, dan zona kaki gunung dan gunung. Pada zona pantai
dengan tanaman bakau, danau dipantai atau laguna (lagun), rawa dan empang
yang terdapat di sepanjang pantai ditemukan Anopheles sundaicus dan
Anopheles subpictus. Pada zona pedalaman seperti sawah, rawa, empang,
dan saluran air irigasi ditemukan Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris,
Anopheles subpictus, Anopheles nigerrimus, dan Anopheles sinensis. Pada
zona kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan Anopheles
balabacensis sedangkan di daerah gunung ditemukan Anopheles maculatus
(Safar, 2010).
Berdasarkan Tabel 2 terdapat tujuh tempat perindukan nyamuk Anopheles
yang terdapat di Kenagarian Sungai Pinang yaitu kolam bekas kurungan ikan,
lagoon, rawa-rawa, kubangan kerbau, tambak, sawah dan sungai.
Tabel 2. Tempat perindukan nyamuk Anopheles berdasarkan survei larva di
Kenagarian Sungai Pinang.
No Tempat Perindukan Jumlah
1 Kolam bekas kurungan ikan 1607
2 Lagun 2307
3 Rawa-rawa 1399
4 Kubangan kerbau 1023
5 Tambak 1399
6 Sawah 805
7 Sungai 321
26
Pada tabel 3 terlihat bahwa Anopheles subpictus dan Anopheles sundaicus
lebih dominan dibanding spesies lain dengan rata rata kepadatan larva
tertinggi yaitu Anopheles subpictus dengan 4,95 ekor/cidukan. Nyamuk
Anopheles subpictus berkembangbiak di zona pantai yang berair payau yang
memiliki ganggang ataupun lumut. Walaupun pada penelitian ini Anopheles
subpictus ditemukan pada semua jenis tempat perindukan tetapi kolam bekas
kurungan ikan dan lagun merupakan tempat perindukannya yang memiliki
rata-rata kepadatan larva tertinggi. Pada umumnya tempat perindukan
Anopheles subpictus merupakan tempat terbuka yang terkena sinar matahari.
Kepadatan larva masing masing spesies Anopheles yang ditemukan
berdasarkan tempat perindukannya yaitu dengan rata rata kepadatan larva
tertinggi terdapat di kolam bekas kurungan ikan dengan 27.93 ekor/cidukan.
Tabel 3. Kepadatan larva nyamuk Anopheles berdasarkan tempat perindukan dan
jenis spesies di Kenagarian Sungai Pinang.
Larva Anopheles Spesies Anopheles
Tempat Jumlah Larva An. An. An. An.
An.
Perindukan Cidukan Jumlah (ekor/ci Aco barbir Subpi Sund
Kochi
dukan) nitus ostris ctus aicus
Kolam
kurungan 60 1674 27,93 248 112 157 120 168
ikan
Lagun 120 2307 19,23 0 53 97 78 93
Rawa-rawa 120 1399 11,66 156 92 143 64 138
Kubangan
60 593 9,88 0 0 0 1394 913
kerbau
Tambak 120 1023 8,53 112 0 87 433 391
Sawah 120 805 6,71 0 67 21 635 676
Sungai 120 321 2,68 0 0 0 842 832
Jumlah 720 8122 11,28 516 324 505 3566 3211
Kepadatan larva (ekor/cidukan) 0,72 0,45 0,70 4,95 4,46
27
2.4 Karakteristik Lingkungan Tempat Perindukan Nyamuk
2.4.1 Lingkungan Fisik
Keadaan lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada
perkembangbiakan vektor malaria adalah suhu, kelembaban udara,
curah hujan, sinar matahari, dan arus air.
a. Suhu
Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu
makin panjang masa inkubasi ekstrinsik (CDC, 2015). Suhu
mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimal berkisaran antara 20°C dan 30°C. Suhu udara sangat
mempengaruhi perkembangan parasit dan siklus hidup nyamuk,
nyamuk termasuk binatang berdarah dingin. Ada dua suhu yang
mempengaruhi, yaitu :
1. Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi siklus hidup nyamuk, nyamuk
merupakan binatang berdarah dingin dimana suhu lingkungan
dapat mempengaruhi proses metabolisme dan siklus
kehidupannya. Semakin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan semakin rendah
suhu masa inkubasi ekstrinsik semakin panjang. Pertumbuhan
nyamuk akan berhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C-
40°C (Santjaka, 2013).
28
2. Suhu air
Pada perkembangbiakan larva suhu air ini sangat berpengaruh
biasanya larva lebih menyenangi tempat yang hangat, sehingga
nyamuk Anopheles banyak ditemukan di daerah tropis. Telur
Anopheles sp. menetas tergantung dari suhu air dalam batas
tertentu akan lebih cepat menetas menjadi instar. Pada hasil
percobaan menunjukan pada suhu 20°C telur menetas selama
3,5 hari, sedangkan jika suhu dinaikkan sampai suhu 35°C, telur
menetas dalam waktu 2 hari, percobaan ini dilakukan pada
An.minimus (Takken dan Knols, 2009).
b. Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban udara adalah banyak kandungan uap air yang terdapat
dalam udara, daerah pantai kelembaban udara relatif tinggi, karena
terjadi penguapan air laut relatif besar. Umur nyamuk dapat
menjadi pendek akibat adanya kelembaban yang rendah. Batasan
kelembaban udara untuk memungkinkan hidupnya nyamuk yaitu
60%. Cara hidup nyamuk dapat diatur oleh faktor kelembaban.
Jika kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria
(Yudhastuti, 2008).
c. Curah hujan
Curah hujan dapat mempengaruhi jumlah perkembangbiakan
(breeding places) larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa dan
epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis
29
dan derasnya hujan, jenis tempat perindukan dan jenis vektor.
Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sp. (Suwito et al., 2010).
d. Sinar Matahari
Sinar matahari sangat berpengaruh bagi makhluk hidup karena
sebagai sumber energi alam. Pengaruh sinar matahari yaitu
meningkatkan suhu dan mengurangi kelembaban sehingga
berpengaruh terhadap perkembangbiakan larva dan nyamuk.
Pengaruh sinar matahari dapat berbeda-beda terhadap pertumbuhan
larva nyamuk Anopheles sundaicus lebih suka berkembang biak di
tempat yang teduh, Anopheles punctulatus dan Anopheles hyrcanus
lebih suka berkembang biak di tempat yang terbuka, sedangkan
Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh
maupun tempat yang terang (Yudhastuti, 2008).
e. Kedalaman air
Kedalaman air ini berhubungan dengan volume air dan cara
pemberantasan jentik nyamuk. Larva Anopheles sp. hanya mampu
berenang pada kedalaman permukan air paling dalam 1 meter dan
tingkat volume air akan dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup
tinggi meningkatkan kesempatan nyamuk untuk berkembang biak
pada kedalaman air kurang dari 3 meter secara optimal (Depkes RI,
2001).
30
f. Arus Air
Anopheles barbirotris, Anopheles karwari menyukai tempat
perindukan yang airnya mengalir lambat, sedangkan Anopheles
minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles letifer
menyukai air tergenang, dan ada jentik yang suka pada genangan
air yang tidak mengalir, misalnya Aedes aegypti dan Aedes
albopictus (Depkes RI, 2004).
2.4.2 Lingkungan Kimia
Kejadian malaria dipengaruhi oleh lingkungan kimia, yang mendukung
perkembangbiakan vektor malaria adalah pH, salinitas air. pH
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang
berkembangbiak di akuatik. pH air tergantung kepada suhu air, oksigen
terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium
organisme (Takken dan Knols, 2009).
Penelitian yang dilakukan Hermendo (2008) pH 6,4-6,7 merupakan
kondisi tempat perindukan yang sangat mendukung perkembangbiakan
vektor malaria. Menurut septiani (2012) larva Anopheles sp. memiliki
pH optimum antara 7,91–8,09. Batas toleransi asam terendah bagi
perkembangan larva Anopheles sp. adalah pH 4, sedangkan batas
toleransi basa tertinggi adalah pH 11.
Faktor yang berpengaruh terhadap perindukan vektor malaria pada
lingkungan kimia yaitu:
31
a. Salinitas air
Salinitasi merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah
garam-garam yang larut dalam suatu volume air. Ada tidaknya
nyamuk malaria disuatu daerah dapat dilihat dari salinitas air.
Tinggi rendahnya salinitas dapat di tentukan dari banyaknya
garam-garam yang larut dalam air. Danau, genangan air,
persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan
tempat perindukan nyamuk meningkatkan kemungkinan timbulnya
penularan malaria. Nyamuk Anopheles sundaicus menyukai
genangan air payau yang berkisar antara 0,5-30‰. Kategori
perairan berdasarkan salinitas yaitu perairan tawar jika salinitas
kurang dari 0,5‰, perairan payau jika salinitas antara 0,5‰-30‰,
perairan laut jika salinitas antara 30‰-40‰ dan perairan
hipersaline jika nilai salinitas antara 40‰-80‰ (Sopi dan
Muhammad, 2014).
b. Derajat keasaman (pH air)
Dalam melakukan respirasi dan fotosintesis perlu pengaturan akan
pH air. pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan.
Dengan bertambahnya kedalaman, maka pH air cenderung
menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2.
Suatu kehidupan mempunyai pH air normal sekitar 6,5-7,5. Bila
pH dibawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam.
Kehidupan pH biota aquatik akan terganggu apabila ada air limbah
32
dan industri. Sebagian besar biota aquatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai pH antara 7-8,5 (Effendi, 2003).
2.4.3 Lingkungan Biologis
Karakteristik lingkungan biologi mempengaruhi tempat perindukan
nyamuk untuk berkembang, tumbuhan air juga mempengaruhi
perkembangbiakan nyamuk malaria, misalnya lumut dan ganggang
(Achmadi, 2012). Zona pantai yang berair payau yang memiliki
ganggang ataupun lumut dapat sebagai tempat berkembangbiak
nyamuk Anopheles subpictus. Selain tumbuhan air, tumbuhan yang ada
di darat juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria
misalnya tumbuhan yang besar yang menghalangi masuknya sinar
matahari ke tempat perindukan, sehingga menyebabkan pencahayaan
akan rendah, suhu rendah dan kelembaban akan tinggi. Kondisi seperti
inilah yang sangat disenangi oleh nyamuk untuk beristirahat setelah
menghisap darah hospes sambil menunggu proses pematangan telurnya
(Santjaka, 2013).
Hewan air yang umumnya sebagai predator (hubungan antara
pemangsa dan yang dimangsa) larva nyamuk terdiri dari vertebrata dan
intervertebrata seperti kepala timah (Panchax sp.), ikan cere (Gambusia
affinis), ikan mujair (Tilapia mossambrica), dan anak katak yang akan
mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah (Hadi et al., 2009).
33
2.5 Kerangka Penelitian
2.5.1 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian dapat dibuat
kerangka teori dalam penelitian ini sebagai berikut.
Vektor malaria
Nyamuk Anopheles sp.
Telur Larva Pupa
Tempat perindukan nyamuk Anopheles yang
potensial Nyamuk
dewasa / imago
Lingkungan Fisik (suhu, Lingkungan kimia Lingkungan Biologi
kelembaban udara, curah (tumbuhan air dan hewan
hujan, sinar matahari, (salinitas air, pH air ). air).
kedalaman air, dan arus
air).
Gambar 7. Kerangka Teori Penelitian.
(CDC, 2015; Depkes RI, 2004; Ernamaiyanti et al., 2010)
34
2.5.2 Kerangka konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian dapat dibuat
kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut.
Variabel bebas
Karakterisitik tempat perindukan
nyamuk Anopheles
Lingkungan Fisik : Lingkungan Kimia : Lingkungan Biologi :
Suhu air, kedalaman Salinitas air, pH air. Tumbuhan air dan
air. hewan air.
Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kuantitatif dengan metode
deskriptif. Karena dalam penelitian ini hanya observasi keadaan
karakteristik perindukan nyamuk Anopheles tanpa di berikan perlakuan
terhadap variabel dependen dari penelitian. Rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan survei cross-sectional. Karena
penelitian ini dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data
sekaligus dalam waktu yang sama.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada bulan November 2017–Januari 2018 di
wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran. Larva kemudian
diidentifikasi di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
3.3 Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah nyamuk Anopheles sp. Stadium
nyamuk yang dipakai dalam penelitian ini adalah stadium larva.
36
Pengambilan larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan
cidukan, kemudian dituangkan ke dalam wadah plastik.
Untuk memudahkan dalam penentuan sampel, maka peneliti menggunakan
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu lokasi
tempat pengambilan sampel pada (1). Perahu rusak; (2). Lagun; (3).
Selokan; (4). Sawah; dan (5). Tambak terlantar. Kriteria eksklusi pada
penelitian ini meliputi (1). Pemberian larvasida di tempat perindukan vektor
malaria; (2). Pembuangan limbah yang sudah di tutup oleh pemiliknya dan
sudah tidak ada genangan air; (3). Kolam kurungan ikan berisi
penampungan air baru; dan (4). Tempat perindukan potensial tidak dapat di
jangkau.
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
3.4.1 Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik tempat
perindukan nyamuk Anopheles sp. yang terdiri dari lingkungan fisik
(suhu air dan kedalaman air), lingkungan kimia (salinitas air dan pH
air) dan lingkungan biologi (tumbuhan air dan hewan air) yang
terdapat di tempat potensial sebagai vektor malaria.
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan larva
nyamuk Anopheles sp.
37
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian ini seperti tampak pada tabel 4.
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Alat dan Cara ukur Skala Hasil ukur
Operasional
1. Karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. adalah suatu tempat dengan kondisi
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk.
1.1 Karakteristik lingkungan fisik
Suhu air Derajat Termometer air raksa Interval Celcius(°C)
temperature Mencelupkan bagian ujung
yang terdapat bintik perak
kedalam air, tunggu selama 5
menit
Kedalaman Perkembangbiakan Meteran dan kayu Nominal Senti meter
air larva dapat Kayu dimasukkan ke dalam air (cm)
berenang di bawah lalu beri tanda kedalaman air
permukaan air dan diukur dengan
paling dalam 1 m. menggunakan meteran.
1.2 Karakteristik lingkungan kimia
Salinitas air Ukuran dinyatakan Refrakrometer Rasio Per mil
dengan jumlah Meneteskan air pada kaca (‰)
garam – garam refraktometer lalu ditutup dan
yang larut dalam di arahkan ke sumber cahaya
volume air. matahari
pH air Derajat asam dan pH stick Kategorik <7 asam
basa jenis air ukur dengan pH stick pada air =7 netral
selama 3 menit dan cocokan >7 basa
dengan pH standar.
1.3 Karakteristik lingkungan biologi
Tumbuhan Keberadaan jenis Pencatatan Kategorik 1 = Ada
Air tumbuhan air yang Pengamatan langsung 0 = Tidak
tedapat di tempat ada
perindukan
nyamuk.
Hewan air Keberadaan jenis Jaring ikan Kategorik 1 = Ada
hewan air yang ada Pencatatan dan Pengamatan 0 = Tidak
di tempat langsung ada
perindukan
Kepadatan Jumlah larva pada Cidukan Kategorik (ekor/250m
Larva tempat perindukan Perhitungan langsung l)
1 = > 20
larva
0 = < 20
larva
2. Keberadaan larva Anopheles sp.
Larva Untuk mengetahui Alat ciduk Kategorik 1 = Ada
Anopheles tempat perindukan Mikroskop 0 = Tidak
sp. yang potensial Mengidentifikasi larva sesuai ada
terhadap larva dengan kunci identifikasi
anopheles sp.
38
3.6 Alat dan Bahan
3.6.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Cidukan untuk mengambil larva nyamuk yang terdapat di
genangan air;
2. Senter untuk menerangi larva nyamuk yang telah diambil dari
tempat perindukan;
3. Wadah plastik untuk meletakkan larva yang akan dihitung;
4. Alat pengukur suhu air (termometer air raksa) untuk mengukur
kedalaman suhu air di tempat perindukan;
5. pH stick digunakan untuk mengukur derajat keasaman (pH air)
pada tempat perindukan;
6. Kayu untuk mengukur kedalaman air, lalu diberi tanda sebagai
batas kedalaman air, dan diukur menggunakan meteran;
7. Refraktometer untuk mengukur salinitas air;
8. Jaring ikan untuk menangkap hewan air yang berada disekitar
tempat perindukan;
9. Pipet tetes untuk mengambil alkohol 70%.
3.6.2 Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu:
1. Air 250 ml untuk meletakkan larva yang akan diidentifikasi;
2. Alkohol 70% untuk mengawetkan larva.
39
3.7 Prosedur dan Alur Penelitian
Penelitian ini di lakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
3.7.1 Penentuan tempat perindukan vektor malaria
Tujuan awal ketika melakukan survei yaitu untuk mengetahui titik
lokasi perindukan nyamuk Anopheles sp. yang disebut stasiun
pengamatan. Stasiun pengamatan ini dapat ditentukan dengan ada
atau tidaknya larva Anopheles sp. pada lokasi yang potensial sebagai
tempat perindukan nyamuk. Bila tidak ditemukan larva nyamuk,
maka stasiun pengamatan dipindahkan kelokasi terdekat.
3.7.2 Karakteristik tempat perindukan nyamuk
Karakteristik tempat perindukan nyamuk diukur satu kali dalam
seminggu selama tiga minggu.
Karakteristik tempat perindukan terdiri dari:
1. Karakteristik Lingkungan Fisik
a. Suhu air
Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa,
dengan cara mencelupkan bagian ujung kedalam air,
ditunggu selama 5 menit sehingga menunjukkan angka
konstan (Ernamaiyanti et al., 2010).
b. Kedalaman air
Untuk mengukur kedalaman air dilakukan dengan cara
memasukkan kayu kedalam air sampai dasar, batas
kedalaman air diberi tanda dan diukur kedalamannya
menggunakan meteran (Ernamaiyanti et al., 2010).
40
2. Karakteristik Lingkungan Kimia
Karakteristik lingkungan kimia yang diamati, yaitu:
a. Salinitas air
Salinitas air diukur dengan menggunakan refraktometer, yaitu
dengan cara mengambil satu tetes air sampel dan kemudian di
teteskan pada kaca refraktometer kemudian ditutup. Skala
dibaca lewat sebuah lubang pengintai dan diarahkan ke
sumber cahaya matahari untuk melihat hasilnya
(Ernamaiyanti et al., 2010).
b. pH air (Derajat keasaman)
pH diukur dengan menggunakan kertas pH stick yang
dimasukkan kedalam air ditunggu 3 menit sampai mengalami
perubahan warna dan kemudian dicocokkan dengan pH
standar. Warna yang sama menujukkan besarnya pH air
(Ernamaiyanti et al., 2010).
3. Karakteristik lingkungan biologi tempat perindukan
Karakteristik lingkungan biologi yang diamati, yaitu:
a. Jenis tumbuhan air
Jenis tumbuhan air pada tempat perindukan di
dokumentasikan dan dicatat.
b. Jenis ikan dan hewan air pada tempat perindukan di
dokumentasikan dan dicatat.
c. Penentuan kepadatan larva nyamuk Anopheles sp.
41
Larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan
cidukan lalu dituangkan kedalam wadah plastik dan kemudian
dihitung kepadatannya. Angka kepadatan dinyatakan tinggi
apabila ditemukan 20 larva dalam 1 kali cidukan. Sampel
diambil 3 kali pengulangan pada setiap titik pengamatan yang
sudah ditentukan. Larva nyamuk yang diperoleh dari tiap titik
dihitung dengan menggunakan rumus yang dipergunakan
Depkes RI (1999) :
Kepadatan Larva = Jumlah Larva yang didapat (ekor/250ml)
Jumlah cidukan
Volume 1 cidukan = 250 ml
Pada hasil perhitungan rumus tersebut angka kepadatan larva
dinyatakan tinggi jika ditemukan 20 larva 1 kali cidukan.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Pengolahan Data Kuantitatif
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah ke
dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan
program komputer. Proses pengolahan data menggunakan program
komputer ini terdiri beberapa langkah:
a. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk
keperluan analisis.
b. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
42
c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap
data yang telah dimasukkan kedalam komputer.
d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer
kemudian dicetak.
3.8.2 Analisis Univariat
Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi angka
rerata, angka maksimum, angka minimum, dan standar deviasi.
Data-data tersebut ditampilkan dalam tabel distribusi. Tabel
distribusi digunakan untuk menggambarkan kondisi masing-masing
karakteristik tempat perindukan larva nyamuk Anopheles sp. di
wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran.
3.9 Etik Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan kaji etik dari bagian etik
penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
4585/UN26.8/DL/2017.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Karakteristik tempat perindukan nyamuk yang di dapat meliputi 6 aspek
yaitu:
a. Jenis tempat perindukan nyamuk yaitu perahu rusak, lagun, selokan,
sawah dan tambak terlantar;
b. Karakteristik fisik dengan suhu air berkisar antara 29,5–32,4°C dan
kedalaman air 10,1–28,6 cm;
c. Karakteristik kimia dengan pH berkisar antara 5–6,6, dan salinitas 0–9,3;
d. Karakteristik biologi ditemukannya Aplocheilus panchax (ikan kepala
timah), Gambusia affinis (Ikan cere), Aedes sp. (stadium larva), Culex sp.
(stadium larva), Ocsillatoria sp. (alga) dan Spirogyra (alga);
e. Kepadatan larva tertinggi di tambak terlantar dengan rata-rata 5,0
ekor/250 ml dan jumlah larva terendah di sawah 1,1 ekor/250ml;
f. Ditemukan jumlah spesies terbanyak yaitu Anopheles annularis (16,4%),
sedangkan jumlah yang paling sedikit yaitu Anopheles gigas (1,4%), dan
terdapat 23 spesimen (34,3%) yang spesies nya tidak dapat
terindentifikasi.
62
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan:
1. Peneliti lain sebaiknya dilakukan identifikasi dengan konfirmasi
entomologi terstandar.
2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan menghubungkan karakteristik
tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. dengan tingkat kejadian
malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran
3. Konfirmasi hasil pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan alat
Polimerase Chain Reaction (PCR).
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi F. 2012. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ariati Y, Andris H, Sukowati S. 2011. Bioekologi vektor malaria nyamuk
Anopheles sundaicus di Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 10(1):29–37.
Campbell, Neil A. 2004. Biologi. Edisi ke-5. Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Boewono DT, Ristiyanto. 2005. Studi Bioekologi Vektor Malaria Di Kecamatan
Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 33(2): 62-
72.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Anopheles mosquitoes.
Georgia: CDC.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Malaria disease.
Georgia: CDC.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2016. Malaria disease.
Georgia: CDC.
Depkes RI. 2001. Pedoman ekologi dan aspek perilaku vektor. Jakarta: Direktorat
Jendr al Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (DITJEN PPM dan PLP).
Depkes RI. 2004. Pedoman ekologi dan aspek perilaku vektor. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pemberantas Penyakit Menularr dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran. 2016. Profil kesehatan Kabupaten
Pesawaran. Pesawaran: Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil kesehatan Provinsi Lampung.
Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Ernamaiyanti, Adnan K, Zainal A. 2010. Faktor-faktor ekologis habitat larva
nyamuk anopheles di Desa Muara Kelantan Kecamatan Sungai Mandau
Kabupaten Siak Provinsi Riau. Journal of Enviromental Sicience. 2(4):92–102.
Ernawati K, Achmadi UF, Soemardi TP, Thoyyib H, R, Sri Mutia. 2012. Tambak
terlantar sebagai tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria (penyebab
dan penanganannya). Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(2):54-63.
Hakim L. 2011. Malaria: epidemiologi dan diagnosis. Aspirator. 3(2):107–16.
Hadi M, Tarwotjo U, Rahadian R. 2009. Biologi insekta entamologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Harijanto. 2009. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC.
Harmendo, 2008. Faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas
Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka [thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro Semarang.
Hermawan D. 2016. Hubungan keberadaan tempat perindukan nyamuk dan
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kejadian malaria di Desa Sukajaya
Lempasing Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung tahun 2015. J Medika
Malahayati. 3(4):190-6.
Hiswani. 2004. Gambaran penyakit dan vektor malaria di Indonesia. USU digital
library. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Huynh M, Serediak N. 2006. Algae identification field guide. Canada: Agriculture
and Agri-Food.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lestari S, Adrial, Rasyid R. 2016. Identifikasi nyamuk anopheles sebagai vektor
malaria dari survei larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI
Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(3):656–60.
Mardiana, Perwitsari D. 2010. Habitat Potensial Anopheles Vagus di Kecamatan
Labuan dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. J Ekologi
Kesehatan. 9(1):1139-43.
Munif A, Sudomo M, Soekirno. 2007. Bionomik Anopheles sp di daerah endemis
malaria Kec. Lengkong, Sukabumi. Bul. Penel. Kes. 35(2): 57-80.
Noshirma M, Ruben W, DA Ni Wayan. 2011. Beberapa aspek perilaku nyamuk
Anopheles barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah. Media Litbang Kesehatan,
22(4).
Pebrianto AM. 2008. Hubungan pekerjaan yang menginap di hutan dengan
kejadian malaria di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kota Waringin Timur,
Kalimantan Tengah [thesis]. Jakarta: Pascasarjana IKM Universitas Indonesia.
Prabowo A. 2004. Malaria, mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
Pratama GY. 2015. Nyamuk Anopheles sp. dan faktor yang mempengaruhi di
Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan. J Majority. 4(1): 20-7.
Raharjo M, Sutikno SJ, Mardihusodo. 2003. Karakteristik wilayah sebagai
determinan sebaran anopheles aconitus di Kabupaten Jepara. Yogyakarta.
Reid JA. 1968. Anopheline Mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from The
Institute for Medical Research Malaysia, Government of Malaysia. (31):72-9.
Rinidar. 2010. Pemodelan kontrol malaria melalui pengelolaan terintegrasi di
Kemukiman Lamteuba, Nangroe Aceh Darussalam [thesis]. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Rosa E, Setyaningrum E, Murwani S, Halim I. 2009. Identifikasi dan aktivitas
menggigit nyamuk vektor malaria di daerah pantai Puri Gading Kelurahan
Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung.
Safar R. 2010. Parasitologi kedokteran protozoologi, helmintologi, entomologi.
Bandung: Yrama Widya.
Santjaka A. 2013. Malaria pendekatan model kausalitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Septiani L. 2012. Studi ekologi tempat perindukan vektor malaria di Desa
Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
[skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.
Setyaningrum E, Rosa E, Muwarni S, Andananta K. 2008. Studi ekologi
perindukan nyamuk vektor malaria di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa
Lampung Selatan. PROSIDING:295-7.
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2010. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Jakarta: IDAI.
Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.
Sopi IIPB, Kazwaini M. 2014. Bionomik Anopheles sp. di Desa Konda Maloba,
Kecamatan Katikutana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi NTT. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 13(3):240–54.
Sugiarto, Upik KH, Soviana S, Hakim L. 2016. Karakteristik habitat larva
Anopheles sp. di Desa Sungai Nyamuk, daerah endemik malaria di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Utara. BALABA 12(1):47-54.
Sukowati S, Andris H, Sondakh, Shinta. 2004. Penelitian spesies sibling nyamuk
Anopheles barbirostris van der wulp di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 4(1):
172-80.
Sukowati S, Shinta. 2009. Habitat perkembangbiakan dan aktivitas menggigit
nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo, Jawa
Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan. 8(1) : 915-25.
Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. 2011. Parasitologi kedokteran.
Edisi ke-4. Jakarta: FK UI.
Suwito, Upik KH, Singgih HS, Supratman S. 2010. Hubungan iklim, kepadatan
nyamuk Anopheles sp dan kejadian malaria. J. Entomol. Indonesia. 7(1): 42-53.
Takken W, Knols BGJ. 2009. Malaria vector control : current and future
strategies. Trends in Parasitology. 25(3):101–4.
Widoyono. 2011. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga.
Word Health Organization. 1975. Manual on practical entomology in malaria.
Geneva: World Health Organization.
Word Health Organization. 2016. World Malaria Report. Geneva: World Health
Organization.
Yamko R. 2009. Pola spasial daerah perindukan nyamuk malaria dengan aplikasi
sistem informasi geografis (SIG) di Kabupaten Halmahera Tengah [thesis].
Makasar. Universitas Hasanuddin.
Yudhastuti R. 2008. Gambaran faktor lingkungan daerah endemis malaria di
daerah berbatasan (Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Trenggalek).
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2):9–20.