0% found this document useful (0 votes)
223 views65 pages

Copas

This document is a thesis written by Septilia Sugiarti titled "Characteristics of Potential Anopheles sp. Breeding Places as Malaria Vectors in the Working Area of Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran". It discusses the characteristics of Anopheles sp. mosquito breeding places that can be potential malaria vectors in the working area of Puskesmas Hanura, Pesawaran Regency. The study examined the physical, chemical and biological characteristics of the breeding places. The most common species found was Anopheles annularis at 16.4% of the total, and the highest larval density was 5.0 larvae/250ml in abandoned ponds.

Uploaded by

Tomy
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
223 views65 pages

Copas

This document is a thesis written by Septilia Sugiarti titled "Characteristics of Potential Anopheles sp. Breeding Places as Malaria Vectors in the Working Area of Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran". It discusses the characteristics of Anopheles sp. mosquito breeding places that can be potential malaria vectors in the working area of Puskesmas Hanura, Pesawaran Regency. The study examined the physical, chemical and biological characteristics of the breeding places. The most common species found was Anopheles annularis at 16.4% of the total, and the highest larval density was 5.0 larvae/250ml in abandoned ponds.

Uploaded by

Tomy
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 65

KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK

Anopheles sp. YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR


MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HANURA
KABUPATEN PESAWARAN

(Skripsi)

Oleh
Septilia Sugiarti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Anopheles sp.
YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

SEPTILIA SUGIARTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Abstract

CHARACTERISTIC OF POTENTIAL Anopheles sp. BREEDING PLACE


AS MALARIA VECTOR IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS
HANURA KABUPATEN PESAWARAN

By

SEPTILIA SUGIARTI

Background: Malaria is an infectious disease transmitted through mosquitoes and


has become a health problem both in the world and Indonesia especially in
Lampung. The population of the malaria vector is strongly influenced by the
location of the breeding place. This study will examine the characteristics of
breeding place of Anopheles sp. as the malaria vector.
Method: This was an observational descriptive study conducted in the work area
of Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran. The physical characteristics has
done by measuring temperature and water depth, the chemical characteristics by
measuring pH and water salinity, and the biological characteristics by looking at
organisms found at the sampling site. The identification was performed by
identification key and the density of the larvae was calculated by the formula of
the density of the larvae.
Result: The breeding places are damaged boat, lagun, ditch, rice fields and
abandoned ponds. The characteristics of the breeding palces are water temperature
29.5-32.4°C, water depth 10.1-28.6 cm, pH 5-6.6, salinity 0-9.3. Predators found
in the breeding place are Aplocheilus panchax (tin head fish), Gambusia affinis
(Cere Fish), Aedes sp. (larvae stage), Culex sp. (larvae stages), and water plants
Ocsillatoria sp. (alga), Spirogyra (alga). The most species found were Anopheles
annularis (16.4%), whereas the least were Anopheles gigas (1.4%).
Conclusion: Physical, chemical, and biological characteristics of Anopheles sp.
breeding place in Puskesmas Hanura working area are optimum characteristics for
Anopheles sp. breeding. The highest larvae density was found in abandoned pond
is 5,0 ekor/250ml. The most commonly species found is Anopheles annularis
16,4%.

Keywords: Anopheles sp., breeding place, malaria


Abstrak

KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Anopheles sp.


YANG POTENSIAL SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

SEPTILIA SUGIARTI

Latar belakang: Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui


nyamuk dan telah menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia
khususnya di daerah Lampung. Populasi vektor malaria sangat dipengaruhi oleh
lokasi tempat perindukannya. Pada penelitian ini akan dikaji karakteristik tempat
perindukan spesies nyamuk Anopheles sp., sebagai vektor malaria.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional, yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran.
Karakteristik fisik dilakukan dengan mengukur suhu dan kedalaman air,
karakteristik kimia dengan mengukur pH dan salinitas air, dan karakteristik
biologi dengan melihat organisme yang ditemukan di tempat pengambilan sampel.
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi dan kepadatan
larva dihitung dengan rumus kepadatan larva.
Hasil: Tempat perindukan yaitu perahu rusak, lagun, selokan, sawah dan tambak
terlantar. Karakteristik dari tempat perindukan adalah suhu air 29,5–32,4°C,
kedalaman air 10,1–28,6 cm, pH 5–6,6, salinitas 0–9,3. Predator yang ditemukan
di tempat perindukan adalah Aplocheilus panchax (ikan kepala timah), Gambusia
affinis (Ikan cere), Aedes sp. (stadium larva), Culex sp. (stadium larva), dan
tumbuhan air Ocsillatoria sp. (alga), Spirogyra (alga). Spesies Anopheles sp.
terbanyak yang ditemukan adalah Anopheles annularis (16,4%), sedangkan yang
paling sedikit adalah Anopheles gigas (1,4%).
Simpulan: Karakteristik fisik, kimia, dan biologi tempat perindukan nyamuk
Anopheles sp. di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura merupakan karakteristik yang
optimum untuk perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. Kepadatan larva
tertinggi didapatkan di tambak terlantar 5,0 ekor/250ml. Spesies yang ditemukan
terbanyak adalah spesies Anopheles annularis 16,4%.

Kata kunci: Anopheles sp., malaria, tempat perindukan


RIWAYAT HIDUP

Peneliti, Septilia Sugiarti, dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 10 September

1995, sebagai anak kedua dari Ayahanda Sugiyono dan Ibunda Parti.

Pendidikan peneliti dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Perwanida pada tahun

2000, Sekolah Dasar yang diselesaikan di SD Negeri 3 Metro Pusat pada tahun

2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 3 Metro

pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA

Negeri 1 Metro pada tahun 2013. Pada tahun 2014, peneliti diterima di Program

Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Peneliti terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswi, peneliti aktif organisasi Perhimpunan Mahasiswa

Pencinta Alam & Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team periode 2014-

2017 sebagai bendahara Divisi Organisasi, Forum Studi Islam Ibnu Sina periode

2014-2015 sebagai anggota Bidang Media dan Syiar (Medis).


Persembahan untuk
Bapak,Ibu,Kakak,keluarga,sahabat dan
semua orang yang berarti dalam hidupku.

Terimakasih untuk semuanya

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama


kesulitan itu ada kemudahan.”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Karakteristik Tempat Perindukan Nyamuk Anopheles sp.

yang Potensial sebagai Vektor Malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura

Kabupaten Pesawaran” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Penulis menyampaikan rasa hormat, cinta, kasih sayang dan terimakasih kepada

kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta bapak Sugiyono yang selalu

mendukung serta mendoakan penulis dan ibunda tercinta ibu Parti yang doa dan

ridhonya selalu menjadi alasan Allah SWT untuk mengabulkan semua doa, cita-

cita, mempermudah dan memberi kelancaran dalam setiap urusan penulis. Penulis

juga menyampaikan rasa kasih dan sayang kepada kakak penulis Singgih Suhan

Nanto yang selalu mengajarkan, mendoakan dan memberikan semangat.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked, M.Kes selaku Pembimbing Pertama

yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan

bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

4. dr. Riyan Wahyudo, S.Ked selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia

meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, kritik,

saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Dr.dr. Betta Kurniawan, S.Ked. M.Kes. selaku Pembahas yang telah bersedia

meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, kritik,

saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked. selaku Pembimbing Akademik penulis atas

waktu dan bimbingannya;

7. Terimakasih kepada Bapak Dodi Setiawan, SKM.,MM dan Ibu Nazlina

Mayanti.SKM.,MM serta Seluruh Staff Puskesmas Hanura atas bantuan dan

dukungannya;

8. Terimakasih kepada Bapak Aris sebagai Kader malaria yang telah membantu

peneliti dalam proses penelitian;

9. Seluruh Staff Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis

untuk menambah wawasan yang menjadi landasan utama untuk mencapai

cita-cita;

10. Seluruh Staff dan Civitas FK Unila yang telah membantu dalam proses

penelitian dan penyusunan skripsi ini;

ii
11. Tim penelitian Anggun Budi Wardani dan Ayu Wulandari atas kerjasama

dalam melakukan penelitian ini;

12. Sahabat–sahabat (Uci, Ririn, Dani, Dini, Ocha, Qori, Agstri) terimakasih atas

dukungan, semangat, dan doa’ yang setiap saat diberikan;

13. Teman sejawat (Ina, Ebet, Afi, Ayu, Anggi, Anggun, Rinda) terimakasih atas

semua doa dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan di FK Unila.

14. Terimakasih kepada Farras, Mbak nuha, Mbak Ronna, Osy, Fefe, Ade, Ayu

Indah yang tak lelah membantu peneliti dalam penelitian, terimakasih atas

semuanya;

15. Teman-teman 2014 terimakasih atas kebersamaan kita selama menempuh

pendidikan pre-klinik, semoga kita selalu diberikan kemudahan dan

kelancaran dalam menggapai cita-cita;

16. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat, terimakasih telah membantu penulis

dalam semua proses belajar selama menempuh pendidikan di FK Unila.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi,

semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Aamiin

Bandar Lampung, 23 Februari 2018


Penulis,

Septilia Sugiarti

iii
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
1.4.1. Manfaat bagi peneliti ......................................................................... 5
1.4.2. Manfaat bagi ilmu kajian parasitologi ............................................... 5
1.4.3. Manfaat bagi dinas kesehatan ........................................................... 5
1.4.4. Manfaat bagi masyarakat ................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Malaria ........................................................................................................ 6
2.1.1 Epidemiologi Malaria ........................................................................ 6
2.1.2 Etiologi Malaria ................................................................................. 7
2.1.3 Gejala Malaria.................................................................................. 11
2.1.4 Pencegahan Malaria ......................................................................... 12
2.2 Nyamuk Anopheles sp. .............................................................................. 15
2.2.1 Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. ................................................... 15
2.2.2 Spesies Anopheles ........................................................................... 15
2.2.3 Morfologi nyamuk Anopheles sp. .................................................... 16
2.2.4 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp. ................................................ 23
2.2.5 Perilaku nyamuk Anopheles sp. ....................................................... 24
2.3 Tempat Perindukan Nyamuk Malaria ....................................................... 25
2.4 Karakteristik Lingkungan Tempat Perindukan Nyamuk........................... 27
2.4.1 Lingkungan Fisik ............................................................................. 27
2.4.2 Lingkungan Kimia ........................................................................... 30
2.4.3 Lingkungan Biologis........................................................................ 32
2.5 Kerangka Penelitian .................................................................................. 33

iv
2.5.1 Kerangka Teori ................................................................................ 33
2.5.2 Kerangka konsep.............................................................................. 34

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 35
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 35
3.3 Sampel Penelitian ...................................................................................... 35
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ................................................................. 36
3.4.1 Variabel Bebas (Independen)........................................................... 36
3.4.2 Variabel Terikat (Dependen) ........................................................... 36
3.5 Definisi Operasional .................................................................................. 37
3.6 Alat dan Bahan .......................................................................................... 38
3.6.1 Alat ….............................................................................................. 38
3.6.2 Bahan ............................................................................................... 38
3.7 Prosedur dan Alur Penelitian..................................................................... 39
3.7.1 Penentuan tempat perindukan vektor malaria .................................. 39
3.7.2 Karakteristik tempat perindukan nyamuk ........................................ 39
3.8 Analisis Data ............................................................................................. 41
3.8.1 Pengolahan Data Kuantitatif ............................................................ 41
3.8.2 Analisis Univariat ............................................................................ 42
3.9 Etik Penelitian ........................................................................................... 42

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Penelitian ..................................................................... 43
4.2 Hasil .......................................................................................................... 44
4.2.1 Karakteristik Lingkungan Fisik dan Kimia ..................................... 44
4.2.2 Karakteristik Lingkungan Biologi ................................................... 46
4.2.3 Identifikasi Larva Nyamuk Pada ..................................................... 47
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan.................................................................................................... 61
5.2 Saran .......................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. ................................................................................ 15

2. Tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. .................................................................. 25

3. Kepadatan larva nyamuk Anopheles sp. ....................................................................... 26

4. Definisi Operasional Variabel ....................................................................................... 37

5. Hasil pengukuran karakteristik lingkungan fisik .......................................................... 45

6. Hasil pengukuran karakteristik lingkungan kimia ........................................................ 46

7. Hasil pengamatan karakteristik lingkungan biologi. ..................................................... 46

8. Jumlah larva Anopheles sp., Aedes sp., dan Culex sp. .................................................. 47

9. Jumlah kepadatan larva Anopheles sp.. ......................................................................... 47

10. Jumlah spesies Larva Anopheles sp ............................................................................ 48

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidup Plasmodium sp. ............................................................................. 9

2. Morfologi Telur Anopheles sp. ......................................................................... 16

3. Morfologi Larva Anopheles sp. ......................................................................... 17

4. Morfologi Pupa Anopheles sp. .......................................................................... 17

5. Morfologi Nyamuk Anopheles sp. .................................................................... 19

6. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex .................................................... 20

7. Kerangka Teori Penelitian................................................................................. 33

8. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 34

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clearance

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria menjadi salah satu masalah kesehatan global. Di seluruh

dunia pada tahun 2015, tercatat adanya 212 juta kasus baru malaria. Pada

tahun 2015 angka kematian akibat penyakit malaria diperkirakan mencapai

429.000 jiwa. Persentase terbesar terjadi di wilayah Afrika (92%), Asia

Tenggara (6%), dan Wilayah Timur Mediterania (3%). Tingkat insidensi

malaria terhitung menurun sekitar 21% dari tahun 2010-2015, selain itu

angka kematian akibat malaria pun menurun cukup signifikan, yaitu 58% di

Kawasan Pasifik Barat, 46% di Wilayah Asia Tenggara, 37% di Wilayah

Amerika dan 6% di Wilayah Mediterania Timur. Penyakit malaria sangat

rentan terhadap balita. Pada tahun 2015, malaria membunuh sekitar

303.000 balita di seluruh dunia, termasuk 292.000 di Wilayah Afrika.

Antara tahun 2010 dan 2015, tingkat kematian malaria pada anak–anak di

bawah 5 tahun menurun sekitar 3%. Meskipun demikian, malaria tetap

merupakan pembunuh kehidupan utama balita, yaitu terdapat kematian

setiap 1 anak dalam 2 menit (World Health Organization, 2016).

Malaria juga masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Annual

Parasite Incidence (API) per tahun digunakan untuk melihat morbiditas


2

malaria di wilayah Indonesia. Nilai API merupakan jumlah kasus positif

terhadap malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Pada tahun 2011-

2015 API di Indonesia terus mengalami penurunan, sehingga menunjukkan

keberhasilan program pengendalian malaria, baik yang dilakukan oleh

pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Setiap wilayah di Indonesia

mempunyai nilai API yang berbeda-beda. Pada tahun 2015 wilayah timur

Indonesia memiliki angka API tertinggi, diikuti oleh Papua Barat, NTT,

Maluku Utara dan seterusnya. Sedangkan di DKI Jakarta dan Bali memiliki

angka API nol dan masuk kedalam kategori provinsi bebas malaria. Dari

seluruh provinsi di Indonesia, Lampung merupakan salah satu daerah

endemis malaria yang menduduki peringkat ke-12 (Kementrian Kesehatan

RI, 2016).

Kasus positif malaria tertinggi pada tahun 2015 di Lampung terdapat di

Kabupaten Pesawaran. Kasus ini berhubungan erat dengan tingginya angka

gigitan nyamuk Anopheles yang diukur dengan indikator Man Biting Rate

(MBR). Dari hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kementrian

Kesehatan pada tahun 2014 terdapat sekitar 80 gigitan per orang per jam.

(Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2015). Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk meneliti karakteristik tempat perindukan nyamuk yang

potensial untuk vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura

Kabupaten Pesawaran.

Angka API di Kabupaten Pesawaran selama rentang waktu 5 tahun (2011-

2015) telah tercatat dengan hasil fluktuatif. Pada tahun 2011, angka API
3

tercatat 4,76 per 1.000 penduduk, menurun menjadi 1 per 1.000 penduduk

pada tahun 2012. Meningkat kembali menjadi 4,77 per 1.000 penduduk -

pada tahun 2013, tahun 2014 meningkat menjadi 7,26 per 1.000 penduduk,

dan pada tahun 2015 menurun menjadi 6,36 per 1.000 penduduk (Dinas

Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2016).

Angka API yang fluktuatif tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti: morbiditas, perilaku, dan lingkungan (Dinas Kesehatan Kabupaten

Pesawaran, 2016). Lingkungan yang berpengaruh terhadap penyakit

malaria yaitu lingkungan fisik (suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin,

sinar matahari, arus air dan tempat perindukan), lingkungan biologi

(tumbuhan bakau, lumut, ikan pemakan larva), dan lingkungan kimia (pH

air, salinitas air) (Hermawan, 2016). Faktor lingkungan memberikan

konstribusi besar terhadap penyebaran penyakit malaria. Tempat perindukan

nyamuk Anopheles sp. dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang terdiri dari

tempat perindukan (breeding site), suhu, kedalaman air, kelembaban, curah

hujan yang berhubungan dengan kehidupan nyamuk dalam penyebaran

malaria maupun kehidupan parasit Anopheles sp. (Yamko, 2009).

Lingkungan fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi populasi nyamuk

di alam. Lingkungan fisik yang berpengaruh pada perkembangbiakan

nyamuk malaria yaitu suhu air, curah hujan, kedalaman air, kelembaban,

sinar matahari, sedangkan lingkungan kimia, yaitu pH air, salinitas serta

lingkungan biologi, yaitu hewan pemangsa dan tumbuhan air. Bila tidak
4

terjadi pengaturan lingkungan, maka akan terjadi perubahan fruktuasi

kepadatan populasi (Depkes RI, 2001).

Lingkungan mempengaruhi baik buruknya status derajat kesehatan

masyarakat. Penyakit malaria mengalami peningkatan kasus yang cukup

signifikan disebabkan karena rusaknya lingkungan mangrove yang berakibat

meluasnya tempat perindukan nyamuk vektor malaria. Selain itu, tingginya

kasus malaria di daerah Pesawaran dikarenakan kondisi alam yang

memungkinkan banyaknya tempat perindukan nyamuk seperti hutan, lagun,

dan tambak terlantar, dimana semakin banyak lingkungan yang mendukung

maka vektor semakin meningkat. Sehingga, menyebabkan peningkatan

angka API pada daerah tersebut (Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran,

2016).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp.

yang potensial sebagai vektor malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura

Kabupaten Pesawaran.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. sebagai

vektor malaria yang potensial di wilayah kerja Puskesmas Hanura

Kabupaten Pesawaran.
5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian dapat dijadikan informasi untuk mengetahui

karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. dan sebagai

pengendalian penyebaran nyamuk vektor malaria.

1.4.2. Manfaat bagi ilmu kajian parasitologi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pustaka tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi tempat perindukan larva Anopheles sp.

1.4.3. Manfaat bagi Pemerintah Daerah

Sebagai dasar ilmiah dalam penanggulangan penyakit malaria secara

terpadu melibatkan berbagai pihak, seperti Dinas kesehatan dan Dinas

pertanian.

1.4.4. Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang karakteristik tempat perindukan, dan titik lokasi

dari pola penyebaran nyamuk Anopheles sp. sehingga masyarakat

lebih peduli dalam menjaga lingkungannya dengan baik terhindar dari

tempat-tempat potensial sebagai vektor malaria, supaya bebas akan

penyakit malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Epidemiologi Malaria

Malaria masih menjadi persoalan kesehatan yang besar di daerah

tropis dan subtropis seperti di Brasil, Asia Tenggara, dan seluruh Sub

Sahara Afrika. Di Indonesia angka morbiditas dan mortalitas malaria

masih tinggi terutama di daerah luar Jawa dan Bali (Widoyono, 2011).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih beresiko terhadap

malaria. Penyebaran malaria di Indonesia lebih tinggi di daerah

perhutanan, terutama Indonesia bagian timur sekitar 113 juta

penduduk dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (214 juta) berada

di daerah beresiko tertular malaria (Soedarto, 2011).

Di Indonesia, Provinsi Lampung termasuk dalam endemisitas rendah

tetapi sebagian daerah Lampung merupakan daerah endemis yang

berpotensi untuk mengembangkan penyakit malaria. Daerah endemis

yang berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti

pedesaan yang mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut

dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus. Angka kesakitan malaria

di Kabupaten/Kota pada tahun 2014 tertinggi berada di Kota Bandar


7

Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Penyebaran penyakit malaria

melalui bantuan nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria. Vektor

malaria yang terdapat di Provinsi Lampung sebanyak 12 spesies

nyamuk Anopheles sp. yaitu Anopheles vagus, Anopheles sundaicus,

Anipheles barbirotris, Anopheles acconitus, Anopheles indefinitus,

Anopheles kochi, Anopheles subpictus, Anopheles tesselatus,

Anopheles minimus, Anopheles maculatus (Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung, 2015). Di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kecamatan

Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung vektor

malaria Anopheles sp. yang dominan adalah Anopheles sundaicus

(Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2014).

2.1.2 Etiologi Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Protozoa dari

genus Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah

merah manusia, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina. Perilaku nyamuk Anopheles dipengaruhi oleh

kelembaban udara dan suhu sekitar. Nyamuk Anopheles ini aktif

menghisap darah hospes mulai dari senja sampai dini hari. Jarak

terbang nyamuk ini antara 0,5-3 km dapat dipengaruhi oleh

transportasi seperti kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal

terbang, serta kencangnya angin dimana nyamuk ini berada (Safar,

2010).
8

Penyakit malaria ini ditandai dengan adanya demam,

hepatosplenomegali, dan anemia. Terdapat lima spesies Plasmodium

yang menyebabkan terjadinya penyakit malaria pada manusia yaitu

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,

Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi. Spesies

plasmodium menyebabkan infeksi malaria yang berbeda-beda yaitu

Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika,

Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax/tertiana, Plasmodium

ovale menyebabkan malaria ovale, Plasmodium malariae

menyebabkan malaria malariae dan Plasmodium knowlesi

menyebabkan malaria knowlesi. Penyebab terbanyak di Indonesia

adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium

falciparum menyebabkan komplikasi yang berbahaya sehingga

disebut dengan malaria berat (Kemenkes RI, 2015).

2.1.2.1 Klasifikasi Plasmodium sp.

Klasifikasi Plasmodium sp. termasuk dalam kingdom

protozoa; fillum sporozoa; kelas telosporea; ordo

haemosporina, dan famili plasmodium (Sutanto et al., 2013).

Siklus hidup Plasmodium terjadi dalam dua siklus yaitu

aseksual (skizogoni) terjadi pada tubuh manusia dan seksual

(sporogoni) terjadi pada nyamuk. Fase aseksual mempunyai

2 daur yaitu daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit),


9

dan daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit)

yang secara umum dapat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium sp. (CDC, 2016)

Siklus hidup Plasmodium sp. terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus

sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan

siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia

(Safar, 2010). Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu

ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi

malaria yang mengandung plasmodium pada stadium

gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi

mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9).

Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10).

Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11).

Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya


10

akan pecah (12). dan sporozoit keluar dari ookista. Sporozoit

ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di

kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah

selesai (Widoyono, 2011).

Skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan

siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia

sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia

melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti

aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2)

dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus

eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan

Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus

eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase

dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.

Selanjutnya, skizon akan pecah (4). mengeluarkan merozoit

(5). yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi

eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut

akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu

matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi

merozoit lagi (6). Diantara bentuk merozoit-merozoit tersebut

ada yang menjadi gametosit untuk kembali memulai siklus

seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet

(betina) (7). Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah yang


11

bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang

menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang

ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan

demikian, siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian

seterusnya penularan malaria (Soedarmo, et al., 2010).

2.1.3 Gejala Malaria

Menurut Sutanto (2013), keluhan utama yang khas pada malaria

disebut “trias malaria”. Trias malaria merupakan tiga gejala klinis

yang sering bahkan hampir dialami semua penderita malaria. Gejala

yang termasuk dalam trias malaria adalah demam periodik, anemia

dan splenomegali. Demam periodik yang terjadi dalam malaria

terbagi menjadi tiga periode yaitu:

a. Stadium menggigil

Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga menggigil.

Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit kering

dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan kejang. Stadium ini

berlangsung 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium puncak demam

Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi panas

sekali. Suhu tubuh naik hingga 41°C sehingga menyebabkan

pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit kering dan panas seperti

terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi

berdenyut keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.


12

c. Stadium berkeringat

Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis bahkan

mencapai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur

nyenyak dan saat bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini

berlangsung 2 sampai 4 jam.

2.1.4 Pencegahan Malaria

Agar terhindar dari penyakit malaria perlu dilakukan pencegahan

sebagai berikut:

a. Berbasis masyarakat

1). Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus

selalu ditingkatkan dengan cara penyuluhan kesehatan,

pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui

kampanye masal untuk mengurangi tempat serangan nyamuk

(pemberantasan serangan nyamuk/ PSN). Kegiatan ini meliputi

menghilangkan genangan air kotor, di antaranya dengan

mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau

wadah yang memungkinkan sebagai tempat air tergenangan.

2). Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin sangat

membantu mencegah penularan malaria.

3). Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang

bionomik Anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak

terbang dan resistensi terhadap insektisida (Widoyono, 2011).

b. Berbasis pribadi

1. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain:


13

1) Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila

terpaksa keluar sebaiknya mengenakan kemeja dan celana

panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai

warna gelap;

2) Menggunakan obat anti nyamuk yang dapat dioleskan di

tangan dan kaki;

3) Membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan

memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan

jendela;

4) Menggunakan kelambu;

5) Menyemprot kamar dengan anti nyamuk atau anti nyamuk

bakar.

2. Penggunaan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik,

meliputi:

Pada daerah di mana plasmodiumnya masih sensitif terhadap

klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg

klorokuin fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1 tablet, dimulai

1 minggu sebelum masuk daerah sampai 4 minggu setelah

meninggalkan tempat tersebut. Pada daerah dengan resistensi

klorokuin, pasien memerlukan pengobatan supresif yaitu dengan

meflokuin 5 mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 100mg/hari atau

sulfadoksin 500 mg/hari atau pirimetamin 25 mg (3 tablet sekali

minum) (Soedarmo et al., 2010).


14

3. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil

meliputi:

1) Klorokuin bukan kontraindikasi

2) Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan

proguanil 3 mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitif

klorokuin

3) Metflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan

keempat kehamilan untuk daerah dimana plasmodiumnya

resisten klorokuin

4) Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan

4. Informasi tentang donor darah. Calon donor yang datang ke

daerah endemik dan berasal dari daerah non endemik serta tidak

menunjukkan keluhan dan gejala klinis malaria, boleh

mendonorkan darahnya selama 6 bulan sejak dia datang. Calon

donor tersebut apabila telah diberi pengobatan profilaksis

malaria dan telah menetap didaerah itu 6 bulan atau lebih serta

tidak menunjukkan gejala klinis, maka diperbolehkan menjadi

donor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa

donor dari daerah endemik malaria merupakan sumber infeksi

(Widoyono, 2011).
15

2.2 Nyamuk Anopheles sp.

2.2.1 Klasifikasi nyamuk Anopheles sp.

Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles dijelasakan

dalam tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp.


Kingdom : Animalia Famili : Culicidae
Filum : Arthopoda Genus : Anopheles
Kelas : Insecta Spesies : Anopheles sp.
Ordo : Diptera

2.2.2 Spesies Anopheles

Di Indonesia ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai

vektor malaria. Di lingkungan pantai banyak ditemukan Anopheles

sundaicus dan Anopheles subpictus, di lingkungan persawahan

terdapat Anopheles barbirostris dan Anopheles aconitus, di

lingkungan rawa dan sungai berbatuan terdapat Anopheles maculatus

dan Anopheles farauti dan di lingkungan perbukitan terdapat

Anopheles balabacencis (Depkes RI, 2001).

Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu

pukul 17.00-18.00WIB adalah Anopheles tesellatus, sebelum jam

24.00 WIB (20.00-23.00WIB) adalah Anopheles aconitus, Anopheles

annularis, Anopheles barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles

sinensis, dan Anopheles vagus. Kemudian yang menggigit setelah

pukul 24.00WIB (00.00-04.00WIB) yaitu Anopheles farauti,

Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis, dan Anopheles

unctullatus. Wilayah pantai Sukamaju Teluk Betung Barat Kota


16

Bandar Lampung terdapat Anopheles sundaicus, Anopheles

longilostris, Anopheles leucosphyrus, Anopheles maculatus,

Anopheles ramsayi, dan Anopheles subpictus (Rosa et al., 2009).

2.2.3 Morfologi nyamuk Anopheles sp.

Morfologi nyamuk Anopheles sp. terdiri dari telur, larva, pupa, dan

nyamuk dewasa.

a. Telur

Telur Anopheles sp. biasanya disimpan di permukaan air satu

per satu. Menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30°C dan 7

hari jika suhu 16°C. Telur berbentuk oval, salah satu atau kedua

ujungnya meruncing, disisi kanan dan kiri ada berbentuk spiral

transparan yang menyerupai pelampung. Telur Anopheles sp.

tidak tahan dalam keadaan kekurangan air (Safar, 2010).

Gambar 2. Morfologi Telur Anopheles sp.(CDC, 2015)

b. Larva

Larva nyamuk Anopheles ini memiliki bagian ekor yang tidak

mengalami percabangan. Setiap segmen abdomen (perut)

terdapat rambut palma di sisi kanan dan kiri (tampak warna

lebih gelap), memiliki tegral plate di bagian dorsal abdomen,

pada segmen terakhir terdapat spirakel dan gigi sisir. Posisi


17

istirahat nayamuk ini sejajar dengan permukaan air (Sutanto et

al, 2013).

Gambar 3. Morfologi Larva Anopheles sp. (CDC, 2015)

c. Pupa

Pupa merupakan stadium terakhir di akuatik. Pupa berbentuk

koma bila dilihat dari samping. Pada stadium ini terbentuk

cephalothorax (kepala dan dada bergabung). Untuk bernapas

pupa harus mencapai permukaan. Pertumbuhan hanya

berlangsung 2-3 hari di daerah tropis dan mencapai 1-2 hari

minggu di cuaca dingin. Setelah beberapa hari terjadi

perpecahan cephalothorax dan akan muncul nyamuk dewasa.

Perjalanan telur hingga dewasa bervariasi antara spesies, karena

sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Nyamuk dapat

berkembang dari telur hingga dewasa dalam waktu 10-14 hari

dalam kondisi tropis (CDC, 2015).

Gambar 4. Morfologi Pupa Anopheles sp. (CDC, 2015)


18

d. Nyamuk dewasa

Morfologi nyamuk dewasa Anopheles jantan, yaitu terdapat

probosis/alat penghisap yang berada di posisi tengah kepala atau

diantara palpus maksilaris, di ujung probosis terdapat labella,

bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles

jantan, yaitu pada ujung palpus maksilaris mengalami

perlebaran, antena berambut lebat disebut plumose.

Morfologi nyamuk dewasa Anopheles betina, yaitu terdapat

probosis/alat penghisap yang berada di posisi tengah kepala atau

diantara palpus maksilaris, di ujung probosis terdapat labella,

bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada Anopheles

betina, yaitu pada ujung palpus maksilaris tidak mengalami

perlebaran, antena berambut jarang disebut pilose (Sutanto et

al., 2013).

Stadium dewasa Nyamuk Anopheles sp. jantan dan betina

memiliki tubuh yang kecil dengan 3 bagian yaitu kepala, torak,

dan abdomen (perut). Pada kepala terdapat mata dan sepasang

antena. Antena nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau

host dari tempat perindukan dimana nyamuk anopheles betina

meletakkan telurnya (CDC, 2015).


19

Gambar 5. Morfologi Nyamuk Anopheles sp. (CDC, 2015)

e. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex mulai dari telur,

larva, pupa, dan nyamuk dewasa.

Jenis nyamuk yang terdapat di Indonesia bermacam-macam

diantaranya adalah nyamuk Anopheles, Aedes, Culex.

Perbedaan ketiga nyamuk ini sebagai berikut.


20

Gambar 6. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes, Culex (Safar, 2010)

Morfologi nyamuk Culex diamati dari stadium telur, larva, pupa,

serta stadium dewasa.

1. Telur

Berbentuk lonjong seperti peluru senapan, beroperkulum

tersusun seperti bentuk saling melekat satu sama lain. Biasanya

telur ini diletakkan di permukaan air.


21

2. Larva

Larva nyamuk culex berbentuk siphon langsing dan kecil yang

terdapat pada abdomen terakhir dengan rambut siphon yang

berkelompok-kelompok, bentuk comb scale lebih dari satu baris,

larva nyamuk culex membentuk sudut di tumbuhan air

(menggantung).

3. Pupa

Air tube berbentuk seperti tabung dengan pasa paddle tidak

berduri.

4. Nyamuk culex dewasa

Pada bagian kepala terdapat sepasang antena. Culex betina

memiliki antena yang berambut pendek dan berkelompok,

palpus lebih pendek dari probosis, cerci yang pendek, dan

spermateka 3 buah. Sedangkan Culex jantan memiliki sepasang

antena dengan rambut lebat dan panjang, palpus lebih panjang

dari probosis. Memiliki kuku melengkung tidak bertaju.

Morfologi nyamuk Aedes diamati dari stadium telur, larva, pupa,

serta stadium dewasa.

1. Telur

Nyamuk meletakan telur di tempat yang berisi air jernih, tenang,

dan tidak mengalir. Telur Aedes berbentuk lonjong, seperti telur

diletakkan satu per satu diatas permukaan air.


22

2. Larva

Larva memiliki siphon yang pendek dan hanya ada sepasang

sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari

pangkal siphon dengan satu kumpulan rambut. Pada saat

istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. Ada empat

tahapan dalam perkembangan larva yang disebut dengan instar.

Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri

atas empat instar, tahap ini selesai dalam waktu 4 hari sampai 2

minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air

persediaan makanan. Larva menjadi pupa membutuhkan waktu

sekitar 6-8 hari.

3. Pupa

Pada fase ini disebut fase inaktif dimana fase yang tidak

membutuhkan makan, tapi tetap membutuhkan oksigen untuk

bernafas. Lama fase pupa tergantung pada suhu air dan spesies

nyamuk yang lainnya dapat berkisar antara satu hari sampai

beberapa minggu. Setelah ini, pupa membuka dan melepaskan

kulit nya kemudian imago keluar ke permukaan air dalam waktu

singkat siap terbang. Pupa sangat sensitif terhadap pergerakan

air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina. Bentuk

pada stadium ini seperti bentuk terompet panjang dan ramping.

4. Nyamuk dewasa

Pada bagian kepala nyamuk Aedes betina terdapat sepasang

antena dengan rambut lebat dan berkelompok. Palpi lebih


23

pendek dibandingkan dengan probosis. Cerci panjang dengan

spermateka 3 buah. Sedangkan pada bagian kepala nyamuk

Aedes jantan terdapat antena dengan rambut lebat dan

berkelompok. Palpi dan probosis sama panjang, tapi ada palpi

yang tidak mengalami pelebaran seperti nyamuk Anopheles sp.,

kuku melengkung dan bertaju.

2.2.4 Siklus hidup nyamuk Anopheles sp.

Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfosis sempurna, yaitu

stadium telur, larva, pupa, dan dewasa yang berlangsung selama 10-

14 hari. Tahap ini di bagi menjadi dua habitatnya yaitu lingkungan

air (aquatik) dan di daratan (terrestrial). Nyamuk dewasa muncul

dari lingkungan aquatik ke lingkungan terrestrial setelah daur

hidupnya selesai. Sehingga keberadaan air sangat dibutuhkan untuk

kelangsungan hidup nyamuk terutama masa telur, larva dan pupa.

Nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu

persatu di dalam air. Telur tersebut tidak dapat bertahan di tempat

kering dan dapat merusak telur dan bahkan sampai mati dan dalam

2-3 hari akan menetas menjadi larva (CDC, 2015).

Pertumbuhan dari larva dipengaruhi oleh suhu, nutrien, ada tidaknya

binatang predator yang akan berlangsung sekitar 7-20 hari

tergantung pada suhu. Pupa adalah stadium akhir dilingkungan

aquatik dan tidak membutuhkan makanan. Stadium pupa ini terjadi

proses pembentukan alat kelamin, sayap, dan kaki nyamuk. Lama


24

stadium ini pada nyamuk jantan antara 1-2 jam lebih pendek dari

nyamuk betina, karena nyamuk jantan akan muncul satu hari lebih

cepat dari nyamuk betina yang muncul dari satu kelompok telur.

Pada stadium pupa ini berlangsung 2-4 hari (Rinidar, 2010).

2.2.5 Perilaku nyamuk Anopheles sp.

Perilaku nyamuk umumnya berbeda-beda tergantung dengan

spesiesnya, berdasarkan objek yang digigit, nyamuk dibedakan

menjadi antropofilik (menghisap darah manusia), zoofilik

(menghisap darah hewan), dan antropozoofilik (lebih senang

menghisap darah hewan dari pada darah manusia) (Sopi dan

Muhammad, 2014).

Pada malam hari nyamuk Anopheles aktif menghisap darah hospes.

Nyamuk Anopheles menghisap darah berbeda-beda tergantung

spesiesnya. Nyamuk Anopheles sundaicus paling sering menggigit

pada waktu dini hari jam 22.00-01.00WIB (Ariati et al., 2008).

Anopheles maculatus mulai menggigit pada jam 21.00-03.00WIB

dan nyamuk Anopheles barbirostris sering menggigit pada jam

23.00-05.00WIB (Yudhastuti, 2008). Nyamuk yang biasa menggigit

pada jam 17.00-18.00WIB adalah Anopheles tesselatus. Nyamuk

yang menggigit sebelum jam 00.00 (20.00-23.00 WIB) adalah

Anopheles aconitus, Anopheles annularis, Anopheles kochi,

Anopheles sinensis, Anopheles vagus, sedangkan nyamuk yang

menggigit diatas jam 00.00 WIB adalah Anopheles farauti,


25

Anopheles koliensis, Anopheles leucosphyrosis dan Anopheles

unctullatus (Depkes RI, 2004).

2.3 Tempat Perindukan Nyamuk Malaria

Tempat perindukan nyamuk Anopheles terdiri dari tiga zona, yaitu zona

pantai, zona pedalaman, dan zona kaki gunung dan gunung. Pada zona pantai

dengan tanaman bakau, danau dipantai atau laguna (lagun), rawa dan empang

yang terdapat di sepanjang pantai ditemukan Anopheles sundaicus dan

Anopheles subpictus. Pada zona pedalaman seperti sawah, rawa, empang,

dan saluran air irigasi ditemukan Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris,

Anopheles subpictus, Anopheles nigerrimus, dan Anopheles sinensis. Pada

zona kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan Anopheles

balabacensis sedangkan di daerah gunung ditemukan Anopheles maculatus

(Safar, 2010).

Berdasarkan Tabel 2 terdapat tujuh tempat perindukan nyamuk Anopheles

yang terdapat di Kenagarian Sungai Pinang yaitu kolam bekas kurungan ikan,

lagoon, rawa-rawa, kubangan kerbau, tambak, sawah dan sungai.

Tabel 2. Tempat perindukan nyamuk Anopheles berdasarkan survei larva di


Kenagarian Sungai Pinang.
No Tempat Perindukan Jumlah
1 Kolam bekas kurungan ikan 1607
2 Lagun 2307
3 Rawa-rawa 1399
4 Kubangan kerbau 1023
5 Tambak 1399
6 Sawah 805
7 Sungai 321
26

Pada tabel 3 terlihat bahwa Anopheles subpictus dan Anopheles sundaicus

lebih dominan dibanding spesies lain dengan rata rata kepadatan larva

tertinggi yaitu Anopheles subpictus dengan 4,95 ekor/cidukan. Nyamuk

Anopheles subpictus berkembangbiak di zona pantai yang berair payau yang

memiliki ganggang ataupun lumut. Walaupun pada penelitian ini Anopheles

subpictus ditemukan pada semua jenis tempat perindukan tetapi kolam bekas

kurungan ikan dan lagun merupakan tempat perindukannya yang memiliki

rata-rata kepadatan larva tertinggi. Pada umumnya tempat perindukan

Anopheles subpictus merupakan tempat terbuka yang terkena sinar matahari.

Kepadatan larva masing masing spesies Anopheles yang ditemukan

berdasarkan tempat perindukannya yaitu dengan rata rata kepadatan larva

tertinggi terdapat di kolam bekas kurungan ikan dengan 27.93 ekor/cidukan.

Tabel 3. Kepadatan larva nyamuk Anopheles berdasarkan tempat perindukan dan


jenis spesies di Kenagarian Sungai Pinang.
Larva Anopheles Spesies Anopheles
Tempat Jumlah Larva An. An. An. An.
An.
Perindukan Cidukan Jumlah (ekor/ci Aco barbir Subpi Sund
Kochi
dukan) nitus ostris ctus aicus
Kolam
kurungan 60 1674 27,93 248 112 157 120 168
ikan
Lagun 120 2307 19,23 0 53 97 78 93
Rawa-rawa 120 1399 11,66 156 92 143 64 138
Kubangan
60 593 9,88 0 0 0 1394 913
kerbau
Tambak 120 1023 8,53 112 0 87 433 391
Sawah 120 805 6,71 0 67 21 635 676
Sungai 120 321 2,68 0 0 0 842 832
Jumlah 720 8122 11,28 516 324 505 3566 3211
Kepadatan larva (ekor/cidukan) 0,72 0,45 0,70 4,95 4,46
27

2.4 Karakteristik Lingkungan Tempat Perindukan Nyamuk

2.4.1 Lingkungan Fisik

Keadaan lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada

perkembangbiakan vektor malaria adalah suhu, kelembaban udara,

curah hujan, sinar matahari, dan arus air.

a. Suhu

Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa

inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu

makin panjang masa inkubasi ekstrinsik (CDC, 2015). Suhu

mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimal berkisaran antara 20°C dan 30°C. Suhu udara sangat

mempengaruhi perkembangan parasit dan siklus hidup nyamuk,

nyamuk termasuk binatang berdarah dingin. Ada dua suhu yang

mempengaruhi, yaitu :

1. Suhu Udara

Suhu udara sangat mempengaruhi siklus hidup nyamuk, nyamuk

merupakan binatang berdarah dingin dimana suhu lingkungan

dapat mempengaruhi proses metabolisme dan siklus

kehidupannya. Semakin tinggi suhu (sampai batas tertentu)

semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan semakin rendah

suhu masa inkubasi ekstrinsik semakin panjang. Pertumbuhan

nyamuk akan berhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C-

40°C (Santjaka, 2013).


28

2. Suhu air

Pada perkembangbiakan larva suhu air ini sangat berpengaruh

biasanya larva lebih menyenangi tempat yang hangat, sehingga

nyamuk Anopheles banyak ditemukan di daerah tropis. Telur

Anopheles sp. menetas tergantung dari suhu air dalam batas

tertentu akan lebih cepat menetas menjadi instar. Pada hasil

percobaan menunjukan pada suhu 20°C telur menetas selama

3,5 hari, sedangkan jika suhu dinaikkan sampai suhu 35°C, telur

menetas dalam waktu 2 hari, percobaan ini dilakukan pada

An.minimus (Takken dan Knols, 2009).

b. Kelembaban udara (relative humidity)

Kelembaban udara adalah banyak kandungan uap air yang terdapat

dalam udara, daerah pantai kelembaban udara relatif tinggi, karena

terjadi penguapan air laut relatif besar. Umur nyamuk dapat

menjadi pendek akibat adanya kelembaban yang rendah. Batasan

kelembaban udara untuk memungkinkan hidupnya nyamuk yaitu

60%. Cara hidup nyamuk dapat diatur oleh faktor kelembaban.

Jika kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih

sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria

(Yudhastuti, 2008).

c. Curah hujan

Curah hujan dapat mempengaruhi jumlah perkembangbiakan

(breeding places) larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa dan

epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis


29

dan derasnya hujan, jenis tempat perindukan dan jenis vektor.

Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sp. (Suwito et al., 2010).

d. Sinar Matahari

Sinar matahari sangat berpengaruh bagi makhluk hidup karena

sebagai sumber energi alam. Pengaruh sinar matahari yaitu

meningkatkan suhu dan mengurangi kelembaban sehingga

berpengaruh terhadap perkembangbiakan larva dan nyamuk.

Pengaruh sinar matahari dapat berbeda-beda terhadap pertumbuhan

larva nyamuk Anopheles sundaicus lebih suka berkembang biak di

tempat yang teduh, Anopheles punctulatus dan Anopheles hyrcanus

lebih suka berkembang biak di tempat yang terbuka, sedangkan

Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh

maupun tempat yang terang (Yudhastuti, 2008).

e. Kedalaman air

Kedalaman air ini berhubungan dengan volume air dan cara

pemberantasan jentik nyamuk. Larva Anopheles sp. hanya mampu

berenang pada kedalaman permukan air paling dalam 1 meter dan

tingkat volume air akan dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup

tinggi meningkatkan kesempatan nyamuk untuk berkembang biak

pada kedalaman air kurang dari 3 meter secara optimal (Depkes RI,

2001).
30

f. Arus Air

Anopheles barbirotris, Anopheles karwari menyukai tempat

perindukan yang airnya mengalir lambat, sedangkan Anopheles

minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles letifer

menyukai air tergenang, dan ada jentik yang suka pada genangan

air yang tidak mengalir, misalnya Aedes aegypti dan Aedes

albopictus (Depkes RI, 2004).

2.4.2 Lingkungan Kimia

Kejadian malaria dipengaruhi oleh lingkungan kimia, yang mendukung

perkembangbiakan vektor malaria adalah pH, salinitas air. pH

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang

berkembangbiak di akuatik. pH air tergantung kepada suhu air, oksigen

terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium

organisme (Takken dan Knols, 2009).

Penelitian yang dilakukan Hermendo (2008) pH 6,4-6,7 merupakan

kondisi tempat perindukan yang sangat mendukung perkembangbiakan

vektor malaria. Menurut septiani (2012) larva Anopheles sp. memiliki

pH optimum antara 7,91–8,09. Batas toleransi asam terendah bagi

perkembangan larva Anopheles sp. adalah pH 4, sedangkan batas

toleransi basa tertinggi adalah pH 11.

Faktor yang berpengaruh terhadap perindukan vektor malaria pada

lingkungan kimia yaitu:


31

a. Salinitas air

Salinitasi merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah

garam-garam yang larut dalam suatu volume air. Ada tidaknya

nyamuk malaria disuatu daerah dapat dilihat dari salinitas air.

Tinggi rendahnya salinitas dapat di tentukan dari banyaknya

garam-garam yang larut dalam air. Danau, genangan air,

persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan

tempat perindukan nyamuk meningkatkan kemungkinan timbulnya

penularan malaria. Nyamuk Anopheles sundaicus menyukai

genangan air payau yang berkisar antara 0,5-30‰. Kategori

perairan berdasarkan salinitas yaitu perairan tawar jika salinitas

kurang dari 0,5‰, perairan payau jika salinitas antara 0,5‰-30‰,

perairan laut jika salinitas antara 30‰-40‰ dan perairan

hipersaline jika nilai salinitas antara 40‰-80‰ (Sopi dan

Muhammad, 2014).

b. Derajat keasaman (pH air)

Dalam melakukan respirasi dan fotosintesis perlu pengaturan akan

pH air. pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan.

Dengan bertambahnya kedalaman, maka pH air cenderung

menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO2.

Suatu kehidupan mempunyai pH air normal sekitar 6,5-7,5. Bila

pH dibawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam.

Kehidupan pH biota aquatik akan terganggu apabila ada air limbah


32

dan industri. Sebagian besar biota aquatik sensitif terhadap

perubahan pH dan menyukai pH antara 7-8,5 (Effendi, 2003).

2.4.3 Lingkungan Biologis

Karakteristik lingkungan biologi mempengaruhi tempat perindukan

nyamuk untuk berkembang, tumbuhan air juga mempengaruhi

perkembangbiakan nyamuk malaria, misalnya lumut dan ganggang

(Achmadi, 2012). Zona pantai yang berair payau yang memiliki

ganggang ataupun lumut dapat sebagai tempat berkembangbiak

nyamuk Anopheles subpictus. Selain tumbuhan air, tumbuhan yang ada

di darat juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria

misalnya tumbuhan yang besar yang menghalangi masuknya sinar

matahari ke tempat perindukan, sehingga menyebabkan pencahayaan

akan rendah, suhu rendah dan kelembaban akan tinggi. Kondisi seperti

inilah yang sangat disenangi oleh nyamuk untuk beristirahat setelah

menghisap darah hospes sambil menunggu proses pematangan telurnya

(Santjaka, 2013).

Hewan air yang umumnya sebagai predator (hubungan antara

pemangsa dan yang dimangsa) larva nyamuk terdiri dari vertebrata dan

intervertebrata seperti kepala timah (Panchax sp.), ikan cere (Gambusia

affinis), ikan mujair (Tilapia mossambrica), dan anak katak yang akan

mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah (Hadi et al., 2009).


33

2.5 Kerangka Penelitian

2.5.1 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian dapat dibuat

kerangka teori dalam penelitian ini sebagai berikut.

Vektor malaria

Nyamuk Anopheles sp.

Telur Larva Pupa

Tempat perindukan nyamuk Anopheles yang


potensial Nyamuk
dewasa / imago

Lingkungan Fisik (suhu, Lingkungan kimia Lingkungan Biologi


kelembaban udara, curah (tumbuhan air dan hewan
hujan, sinar matahari, (salinitas air, pH air ). air).
kedalaman air, dan arus
air).

Gambar 7. Kerangka Teori Penelitian.


(CDC, 2015; Depkes RI, 2004; Ernamaiyanti et al., 2010)
34

2.5.2 Kerangka konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian dapat dibuat

kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut.

Variabel bebas

Karakterisitik tempat perindukan


nyamuk Anopheles

Lingkungan Fisik : Lingkungan Kimia : Lingkungan Biologi :

Suhu air, kedalaman Salinitas air, pH air. Tumbuhan air dan


air. hewan air.

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kuantitatif dengan metode

deskriptif. Karena dalam penelitian ini hanya observasi keadaan

karakteristik perindukan nyamuk Anopheles tanpa di berikan perlakuan

terhadap variabel dependen dari penelitian. Rancangan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah rancangan survei cross-sectional. Karena

penelitian ini dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data

sekaligus dalam waktu yang sama.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada bulan November 2017–Januari 2018 di

wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran. Larva kemudian

diidentifikasi di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

3.3 Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah nyamuk Anopheles sp. Stadium

nyamuk yang dipakai dalam penelitian ini adalah stadium larva.


36

Pengambilan larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan

cidukan, kemudian dituangkan ke dalam wadah plastik.

Untuk memudahkan dalam penentuan sampel, maka peneliti menggunakan

kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu lokasi

tempat pengambilan sampel pada (1). Perahu rusak; (2). Lagun; (3).

Selokan; (4). Sawah; dan (5). Tambak terlantar. Kriteria eksklusi pada

penelitian ini meliputi (1). Pemberian larvasida di tempat perindukan vektor

malaria; (2). Pembuangan limbah yang sudah di tutup oleh pemiliknya dan

sudah tidak ada genangan air; (3). Kolam kurungan ikan berisi

penampungan air baru; dan (4). Tempat perindukan potensial tidak dapat di

jangkau.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

3.4.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik tempat

perindukan nyamuk Anopheles sp. yang terdiri dari lingkungan fisik

(suhu air dan kedalaman air), lingkungan kimia (salinitas air dan pH

air) dan lingkungan biologi (tumbuhan air dan hewan air) yang

terdapat di tempat potensial sebagai vektor malaria.

3.4.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan larva

nyamuk Anopheles sp.


37

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian ini seperti tampak pada tabel 4.

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Alat dan Cara ukur Skala Hasil ukur
Operasional
1. Karakteristik tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. adalah suatu tempat dengan kondisi
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk.
1.1 Karakteristik lingkungan fisik
Suhu air Derajat Termometer air raksa Interval Celcius(°C)
temperature Mencelupkan bagian ujung
yang terdapat bintik perak
kedalam air, tunggu selama 5
menit
Kedalaman Perkembangbiakan Meteran dan kayu Nominal Senti meter
air larva dapat Kayu dimasukkan ke dalam air (cm)
berenang di bawah lalu beri tanda kedalaman air
permukaan air dan diukur dengan
paling dalam 1 m. menggunakan meteran.
1.2 Karakteristik lingkungan kimia
Salinitas air Ukuran dinyatakan Refrakrometer Rasio Per mil
dengan jumlah Meneteskan air pada kaca (‰)
garam – garam refraktometer lalu ditutup dan
yang larut dalam di arahkan ke sumber cahaya
volume air. matahari
pH air Derajat asam dan pH stick Kategorik <7 asam
basa jenis air ukur dengan pH stick pada air =7 netral
selama 3 menit dan cocokan >7 basa
dengan pH standar.
1.3 Karakteristik lingkungan biologi
Tumbuhan Keberadaan jenis Pencatatan Kategorik 1 = Ada
Air tumbuhan air yang Pengamatan langsung 0 = Tidak
tedapat di tempat ada
perindukan
nyamuk.
Hewan air Keberadaan jenis Jaring ikan Kategorik 1 = Ada
hewan air yang ada Pencatatan dan Pengamatan 0 = Tidak
di tempat langsung ada
perindukan
Kepadatan Jumlah larva pada Cidukan Kategorik (ekor/250m
Larva tempat perindukan Perhitungan langsung l)
1 = > 20
larva
0 = < 20
larva
2. Keberadaan larva Anopheles sp.
Larva Untuk mengetahui Alat ciduk Kategorik 1 = Ada
Anopheles tempat perindukan Mikroskop 0 = Tidak
sp. yang potensial Mengidentifikasi larva sesuai ada
terhadap larva dengan kunci identifikasi
anopheles sp.
38

3.6 Alat dan Bahan

3.6.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Cidukan untuk mengambil larva nyamuk yang terdapat di

genangan air;

2. Senter untuk menerangi larva nyamuk yang telah diambil dari

tempat perindukan;

3. Wadah plastik untuk meletakkan larva yang akan dihitung;

4. Alat pengukur suhu air (termometer air raksa) untuk mengukur

kedalaman suhu air di tempat perindukan;

5. pH stick digunakan untuk mengukur derajat keasaman (pH air)

pada tempat perindukan;

6. Kayu untuk mengukur kedalaman air, lalu diberi tanda sebagai

batas kedalaman air, dan diukur menggunakan meteran;

7. Refraktometer untuk mengukur salinitas air;

8. Jaring ikan untuk menangkap hewan air yang berada disekitar

tempat perindukan;

9. Pipet tetes untuk mengambil alkohol 70%.

3.6.2 Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu:

1. Air 250 ml untuk meletakkan larva yang akan diidentifikasi;

2. Alkohol 70% untuk mengawetkan larva.


39

3.7 Prosedur dan Alur Penelitian

Penelitian ini di lakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

3.7.1 Penentuan tempat perindukan vektor malaria

Tujuan awal ketika melakukan survei yaitu untuk mengetahui titik

lokasi perindukan nyamuk Anopheles sp. yang disebut stasiun

pengamatan. Stasiun pengamatan ini dapat ditentukan dengan ada

atau tidaknya larva Anopheles sp. pada lokasi yang potensial sebagai

tempat perindukan nyamuk. Bila tidak ditemukan larva nyamuk,

maka stasiun pengamatan dipindahkan kelokasi terdekat.

3.7.2 Karakteristik tempat perindukan nyamuk

Karakteristik tempat perindukan nyamuk diukur satu kali dalam

seminggu selama tiga minggu.

Karakteristik tempat perindukan terdiri dari:

1. Karakteristik Lingkungan Fisik

a. Suhu air

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa,

dengan cara mencelupkan bagian ujung kedalam air,

ditunggu selama 5 menit sehingga menunjukkan angka

konstan (Ernamaiyanti et al., 2010).

b. Kedalaman air

Untuk mengukur kedalaman air dilakukan dengan cara

memasukkan kayu kedalam air sampai dasar, batas

kedalaman air diberi tanda dan diukur kedalamannya

menggunakan meteran (Ernamaiyanti et al., 2010).


40

2. Karakteristik Lingkungan Kimia

Karakteristik lingkungan kimia yang diamati, yaitu:

a. Salinitas air

Salinitas air diukur dengan menggunakan refraktometer, yaitu

dengan cara mengambil satu tetes air sampel dan kemudian di

teteskan pada kaca refraktometer kemudian ditutup. Skala

dibaca lewat sebuah lubang pengintai dan diarahkan ke

sumber cahaya matahari untuk melihat hasilnya

(Ernamaiyanti et al., 2010).

b. pH air (Derajat keasaman)

pH diukur dengan menggunakan kertas pH stick yang

dimasukkan kedalam air ditunggu 3 menit sampai mengalami

perubahan warna dan kemudian dicocokkan dengan pH

standar. Warna yang sama menujukkan besarnya pH air

(Ernamaiyanti et al., 2010).

3. Karakteristik lingkungan biologi tempat perindukan

Karakteristik lingkungan biologi yang diamati, yaitu:

a. Jenis tumbuhan air

Jenis tumbuhan air pada tempat perindukan di

dokumentasikan dan dicatat.

b. Jenis ikan dan hewan air pada tempat perindukan di

dokumentasikan dan dicatat.

c. Penentuan kepadatan larva nyamuk Anopheles sp.


41

Larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan

cidukan lalu dituangkan kedalam wadah plastik dan kemudian

dihitung kepadatannya. Angka kepadatan dinyatakan tinggi

apabila ditemukan 20 larva dalam 1 kali cidukan. Sampel

diambil 3 kali pengulangan pada setiap titik pengamatan yang

sudah ditentukan. Larva nyamuk yang diperoleh dari tiap titik

dihitung dengan menggunakan rumus yang dipergunakan

Depkes RI (1999) :

Kepadatan Larva = Jumlah Larva yang didapat (ekor/250ml)

Jumlah cidukan

Volume 1 cidukan = 250 ml

Pada hasil perhitungan rumus tersebut angka kepadatan larva

dinyatakan tinggi jika ditemukan 20 larva 1 kali cidukan.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Pengolahan Data Kuantitatif

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah ke

dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan

program komputer. Proses pengolahan data menggunakan program

komputer ini terdiri beberapa langkah:

a. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

b. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.


42

c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap

data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer

kemudian dicetak.

3.8.2 Analisis Univariat

Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi angka

rerata, angka maksimum, angka minimum, dan standar deviasi.

Data-data tersebut ditampilkan dalam tabel distribusi. Tabel

distribusi digunakan untuk menggambarkan kondisi masing-masing

karakteristik tempat perindukan larva nyamuk Anopheles sp. di

wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran.

3.9 Etik Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan kaji etik dari bagian etik

penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

4585/UN26.8/DL/2017.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Karakteristik tempat perindukan nyamuk yang di dapat meliputi 6 aspek

yaitu:

a. Jenis tempat perindukan nyamuk yaitu perahu rusak, lagun, selokan,

sawah dan tambak terlantar;

b. Karakteristik fisik dengan suhu air berkisar antara 29,5–32,4°C dan

kedalaman air 10,1–28,6 cm;

c. Karakteristik kimia dengan pH berkisar antara 5–6,6, dan salinitas 0–9,3;

d. Karakteristik biologi ditemukannya Aplocheilus panchax (ikan kepala

timah), Gambusia affinis (Ikan cere), Aedes sp. (stadium larva), Culex sp.

(stadium larva), Ocsillatoria sp. (alga) dan Spirogyra (alga);

e. Kepadatan larva tertinggi di tambak terlantar dengan rata-rata 5,0

ekor/250 ml dan jumlah larva terendah di sawah 1,1 ekor/250ml;

f. Ditemukan jumlah spesies terbanyak yaitu Anopheles annularis (16,4%),

sedangkan jumlah yang paling sedikit yaitu Anopheles gigas (1,4%), dan

terdapat 23 spesimen (34,3%) yang spesies nya tidak dapat

terindentifikasi.
62

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan:

1. Peneliti lain sebaiknya dilakukan identifikasi dengan konfirmasi

entomologi terstandar.

2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan menghubungkan karakteristik

tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. dengan tingkat kejadian

malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran

3. Konfirmasi hasil pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan alat

Polimerase Chain Reaction (PCR).


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi F. 2012. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Ariati Y, Andris H, Sukowati S. 2011. Bioekologi vektor malaria nyamuk


Anopheles sundaicus di Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 10(1):29–37.

Campbell, Neil A. 2004. Biologi. Edisi ke-5. Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Boewono DT, Ristiyanto. 2005. Studi Bioekologi Vektor Malaria Di Kecamatan


Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 33(2): 62-
72.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Anopheles mosquitoes.
Georgia: CDC.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Malaria disease.
Georgia: CDC.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2016. Malaria disease.
Georgia: CDC.

Depkes RI. 2001. Pedoman ekologi dan aspek perilaku vektor. Jakarta: Direktorat
Jendr al Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (DITJEN PPM dan PLP).

Depkes RI. 2004. Pedoman ekologi dan aspek perilaku vektor. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pemberantas Penyakit Menularr dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran. 2016. Profil kesehatan Kabupaten


Pesawaran. Pesawaran: Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil kesehatan Provinsi Lampung.


Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Ernamaiyanti, Adnan K, Zainal A. 2010. Faktor-faktor ekologis habitat larva
nyamuk anopheles di Desa Muara Kelantan Kecamatan Sungai Mandau
Kabupaten Siak Provinsi Riau. Journal of Enviromental Sicience. 2(4):92–102.

Ernawati K, Achmadi UF, Soemardi TP, Thoyyib H, R, Sri Mutia. 2012. Tambak
terlantar sebagai tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria (penyebab
dan penanganannya). Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(2):54-63.

Hakim L. 2011. Malaria: epidemiologi dan diagnosis. Aspirator. 3(2):107–16.

Hadi M, Tarwotjo U, Rahadian R. 2009. Biologi insekta entamologi. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Harijanto. 2009. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis dan


Penanganan. Jakarta: EGC.

Harmendo, 2008. Faktor resiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas


Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka [thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro Semarang.

Hermawan D. 2016. Hubungan keberadaan tempat perindukan nyamuk dan


tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kejadian malaria di Desa Sukajaya
Lempasing Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung tahun 2015. J Medika
Malahayati. 3(4):190-6.

Hiswani. 2004. Gambaran penyakit dan vektor malaria di Indonesia. USU digital
library. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Huynh M, Serediak N. 2006. Algae identification field guide. Canada: Agriculture


and Agri-Food.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Lestari S, Adrial, Rasyid R. 2016. Identifikasi nyamuk anopheles sebagai vektor


malaria dari survei larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI
Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(3):656–60.

Mardiana, Perwitsari D. 2010. Habitat Potensial Anopheles Vagus di Kecamatan


Labuan dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. J Ekologi
Kesehatan. 9(1):1139-43.

Munif A, Sudomo M, Soekirno. 2007. Bionomik Anopheles sp di daerah endemis


malaria Kec. Lengkong, Sukabumi. Bul. Penel. Kes. 35(2): 57-80.
Noshirma M, Ruben W, DA Ni Wayan. 2011. Beberapa aspek perilaku nyamuk
Anopheles barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah. Media Litbang Kesehatan,
22(4).

Pebrianto AM. 2008. Hubungan pekerjaan yang menginap di hutan dengan


kejadian malaria di Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kota Waringin Timur,
Kalimantan Tengah [thesis]. Jakarta: Pascasarjana IKM Universitas Indonesia.

Prabowo A. 2004. Malaria, mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.

Pratama GY. 2015. Nyamuk Anopheles sp. dan faktor yang mempengaruhi di
Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan. J Majority. 4(1): 20-7.

Raharjo M, Sutikno SJ, Mardihusodo. 2003. Karakteristik wilayah sebagai


determinan sebaran anopheles aconitus di Kabupaten Jepara. Yogyakarta.

Reid JA. 1968. Anopheline Mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from The
Institute for Medical Research Malaysia, Government of Malaysia. (31):72-9.

Rinidar. 2010. Pemodelan kontrol malaria melalui pengelolaan terintegrasi di


Kemukiman Lamteuba, Nangroe Aceh Darussalam [thesis]. Medan: Universitas
Sumatra Utara.

Rosa E, Setyaningrum E, Murwani S, Halim I. 2009. Identifikasi dan aktivitas


menggigit nyamuk vektor malaria di daerah pantai Puri Gading Kelurahan
Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung.

Safar R. 2010. Parasitologi kedokteran protozoologi, helmintologi, entomologi.


Bandung: Yrama Widya.

Santjaka A. 2013. Malaria pendekatan model kausalitas. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Septiani L. 2012. Studi ekologi tempat perindukan vektor malaria di Desa


Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
[skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.

Setyaningrum E, Rosa E, Muwarni S, Andananta K. 2008. Studi ekologi


perindukan nyamuk vektor malaria di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa
Lampung Selatan. PROSIDING:295-7.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2010. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Jakarta: IDAI.

Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Sopi IIPB, Kazwaini M. 2014. Bionomik Anopheles sp. di Desa Konda Maloba,
Kecamatan Katikutana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi NTT. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 13(3):240–54.

Sugiarto, Upik KH, Soviana S, Hakim L. 2016. Karakteristik habitat larva


Anopheles sp. di Desa Sungai Nyamuk, daerah endemik malaria di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Utara. BALABA 12(1):47-54.

Sukowati S, Andris H, Sondakh, Shinta. 2004. Penelitian spesies sibling nyamuk


Anopheles barbirostris van der wulp di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 4(1):
172-80.

Sukowati S, Shinta. 2009. Habitat perkembangbiakan dan aktivitas menggigit


nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo, Jawa
Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan. 8(1) : 915-25.

Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. 2011. Parasitologi kedokteran.


Edisi ke-4. Jakarta: FK UI.

Suwito, Upik KH, Singgih HS, Supratman S. 2010. Hubungan iklim, kepadatan
nyamuk Anopheles sp dan kejadian malaria. J. Entomol. Indonesia. 7(1): 42-53.

Takken W, Knols BGJ. 2009. Malaria vector control : current and future
strategies. Trends in Parasitology. 25(3):101–4.

Widoyono. 2011. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga.

Word Health Organization. 1975. Manual on practical entomology in malaria.


Geneva: World Health Organization.

Word Health Organization. 2016. World Malaria Report. Geneva: World Health
Organization.

Yamko R. 2009. Pola spasial daerah perindukan nyamuk malaria dengan aplikasi
sistem informasi geografis (SIG) di Kabupaten Halmahera Tengah [thesis].
Makasar. Universitas Hasanuddin.

Yudhastuti R. 2008. Gambaran faktor lingkungan daerah endemis malaria di


daerah berbatasan (Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Trenggalek).
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(2):9–20.

You might also like