0% found this document useful (0 votes)
35 views12 pages

Isolasi Dan Karakterisasi Runutan Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Etil Asetat Dari Umbi Binahong Cord F L A Steen S)

This document discusses the isolation and characterization of secondary metabolite compounds from the ethyl acetate fraction of binahong (Anredera cordifolia) roots. Analytical HPLC showed major peaks in fractions Ef 1.2 and Ef 1.3. LC-ESI MS analysis of fraction Ef 1.2 determined a molecular weight of 296.22 Da. NMR analysis confirmed the compound in Ef 1.2 is a terpenoid called phenanthrene. Fractionation of the ethyl acetate extract using column chromatography yielded 8 fractions which were analyzed by HPLC and NMR to identify bioactive secondary metabolites.

Uploaded by

Fajar Manik
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
35 views12 pages

Isolasi Dan Karakterisasi Runutan Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Etil Asetat Dari Umbi Binahong Cord F L A Steen S)

This document discusses the isolation and characterization of secondary metabolite compounds from the ethyl acetate fraction of binahong (Anredera cordifolia) roots. Analytical HPLC showed major peaks in fractions Ef 1.2 and Ef 1.3. LC-ESI MS analysis of fraction Ef 1.2 determined a molecular weight of 296.22 Da. NMR analysis confirmed the compound in Ef 1.2 is a terpenoid called phenanthrene. Fractionation of the ethyl acetate extract using column chromatography yielded 8 fractions which were analyzed by HPLC and NMR to identify bioactive secondary metabolites.

Uploaded by

Fajar Manik
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 12

118

Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

ISOLASI DAN KARAKTERISASI RUNUTAN SENYAWA


METABOLIT SEKUNDER FRAKSI ETIL ASETAT DARI UMBI
BINAHONG (Anredera cordifolia [Tenore] steenis)

Wahyu Diah Proborini


PS. Teknik Kimia, Fak. Teknik. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Jl. Telaga Warna-Tlogomas Malang 65144

Abstract

Plant secondary metabolites, as products of secondary metabolism, are a tremendous available


resource for pharmacy whether traditional or modern medicine system. Binahong (Anredera
cordifolia [Tenore] steenis), also known as Madeira vine, is a medicinal plant that has been
empirically recognized for several pharmacological compounds. This plant has also been utilized
widely in the society for years as anti-oxidant, antiinflammation, anti-fungal, anti-bacteria, anti-
diabetic and anti-cancer. Specifically, the research is aiming to identify molecular structure of
secondary metabolite compound in ethyl acetate fraction of binahong roots using analytical
HPLC while structure elucidation was done by LC-ESI MS, H-NMR and C-NMR. Analytical
HPLC of ethyl acetate fraction has showed major peak on its separated derivative fraction, that
is coded Ef 1.2 and Ef 1.3, on time retention 37,7 and 37,4 respectively. Considering the
significant amount of Ef 1.2 fraction, then it is used in continued analysis rather than Ef 1.3
fraction. In addition, determination of molecular weight using LC-ESI MS resulted the number
of molecular weight of Ef 1.2 fraction which is 296,22 Da (m/z). The molecular weight has
closest possibility with empirical formula that is loaded from http://www.chemspider.com, is
C20H34O. Characterization through H-NMR and C-NMR for its carbon-hydrogen framework
was confirmed that the compound of Ef 1.2 is terpenoid named phenanthrena.
Keyword: binahong roots, ethyl acetate fraction, H-NMR, C-NMR

PENDAHULUAN mengandung 25% senyawa aktif hasil


Indonesia merupakan negara tropis dan ekstraksi dan isolasi tanaman obat
memiliki keanekaragaman spesies (Supriadi, 2011) dan 60% obat anti
tanaman. Tanaman merupakan sumber tumor dan anti infeksi yang secara
terbaik senyawaan metabolit sekunder komersial telah beredar atau masih
dimana perkiraan total jumlah metabolit dalam taraf uji coba klinis merupakan
sekunder secara keseluruhan adalah senyawa hasil isolasi dari tanaman
lebih dari 500.000 dan kurang lebih (Clardy and Walsh, 2014). Selain itu
100.000 senyawa metabolit sekunder tanaman masih menadi sumber utama
dengan berat molekul (BM) rendah telah bahan baklu obat yang sangat inovatif
screening menghasilkan penemuan terutama untuk kanker, lipid-disoders,
senyawaan obat yang terbukti klinis immunomodulatin dan penyakit-
memiliki peran penting dalam penyakit infeksi yang disebabkan oleh
pengobatan penyakit pada manusia. jamur atau bakteri (Muller, et.al., 2001)
Obat-obatan dari industri farmasi besar sehingga hal ini menunjukan bahwa
119
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

tanaman obat memberikan kontribusi 2007). Asam oleanolik merupakan


besar dalam perkembangan obat-obatan. golongan triterpenoid yang merupakan
Kebutuhan obat-obatan inovatif dalam antioksidan pada tanaman. Triterpenoid
industri farmasi masih sangat besar. adalah golongan senyawa terpenoid hasil
Penemuan struktur molekul baru dari metabolism sekunder pada tanaman
senyawaan metabolit sekunder tanaman dimana golongan terpenoid ini
yang bersifat bioaktif akan mendukung merupakan minyak atsiri yang dapat
perkembangan kimia medisinal. Oleh berfungsi sebagai pelindung bagi
diidentifikasi dari tanaman (Zhang, et.al., tanaman dari gangguan hama (Lenny,
2004). 2006). Chuang, et.al., 2007 menemukan
Analisis sifat farmakologis metabolit adanya protein ancordin dengan berat
sekunder dari tanaman dengan cara molekul (BM) besar sekitar 23 kDa pada
karena itu, identifikasi senyawa bioaktif tanaman binahong. Protein tersebut
tanaman serta analisis aktivitas dan mampu menstimulasi produksi nitrit
farmakologisnya masih merupakan oksida. Binahong mengandung
tantangan besar yang harus dilakukan triterpenoid saponin seperti
untuk mengembangkan keberagaman boussingoside A1 yang mempunyai
molekul yang bersifat farmakologis yang aktivitas hipoglikemik dimana beberapa
akan menjadi standar sediaan farmasi. boussingoside yang mengandung
Tanaman binahong (Anredera cordifolia triterpenoid lainnya adalah larreagenin A
[Tenore] steenis) — Madeira vine, sebagai merupakan derivate asam oleanolat dan
salah satu tanaman obat yang dikenal asam ursolat (Harborne, 2007). Hasil
luas oleh masyarakat Indonesia penelitian Nurhadiyanta 2008,
mengandung banyak senyawaan kimia disebutkan bahwa fraksi etil asetat dari
yang bersifat bioaktif. Penelitian Uchida umbi binahong memiliki bioaktivitas
2003, menjelaskan bahwa terdapat paling tinggi.
kandungan asam askorbat dan total
fenol yang cukup tinggi dan memiliki
METODE PENELITIAN
aktivitas sebagai antioksidan. Binahong
diketahui mampu melawan bakteri gram Ekstraksi dan Fraksinasi
positif seperti Bacillus cereus, Bacillus Fraksi etil asetat diperoleh dari fraksinasi
pumilus, Bacillus subtilis dan Staphylococcus ekstrak metanol pekat dari umbi
aureus, selain itu juga mampu melawan binahong. Fraksi etil asetat difraksinasi
bakteri gram negatif seperti Enterobacter menggunakan metode Kromatografi
cloacae, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Cair vakum (KCV) dengan fase diam
Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens silica gel dan fase gerak diklorometana :
dan Enterobacter aerogenes (Jadulco, 2002). isopropanol berdasarkan perbandingan
Hal ini disebabkan karena binahong eluen pada tabel 1.
memiliki kandungan asam oleanolik Tabel 1
(Harborne, 2007). Asam oleanolik
tersebut juga memiliki kemampuan
Fase gerak
sebagai anti inflamasi dan mengurangi Kode
No Eluen Perbandingan Volume
rasa nyeri pada luka bakar (Tshiklange, Fraksi (%) (L)
120
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

1 Ef 1 D 100 2 HNMR dan CNMR


2 Ef 2 D: I 98 : 2 2 Isolat dianalisis menggunakan HNMR
3 Ef 3 D: I 95 : 5 2
dan CNMR untuk mengetahui kerangka
karbon keseluruhan dari struktur
4 Ef 4 D: I 90 : 10 2
molekul senyawa metabolit sekunder.
5 Ef 5 D: I 80 : 20 2

6 Ef 6 D: I 70 : 30 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
7 Ef 7 D: I 50 : 50 2
Sebelum dilakukan fraksinasi lanjutan,
8 Ef 8 I 100 2
fraksi etil asetat dianalisis menggunakan
Keterangan : Ef = ethyl acetate fraction
HPLC analitik detector PDA dimana
D = diklorometana I = isopropanol
pada kromatogramnya muncul puncak
dominan pada waktu retensi 41,55 menit
Isolasi Senyawa Utama Eluat hasil
dimana waktu retensi tersebut digunakan
fraksinasi (Ef 1 — Ef 8) dianalisis
sebagai rujukan untuk runutan senyawa
dengan menggunakan HPLC analitik
utama, seperti ditunjukan gambar 1.
detektor PDA dimana fraksi yang
mengandung peak senyawa utama pada
ekstrak metanol akan digunakan dalam Etil asetat binahong
fraksinasi lanjutan.
Fraksinasi lanjutan menggunakan
kromatografi kolom sephadex LH-20
dan dikonfirmasi dengan kromatografi
lapis tipis (KLT) menggunakan el;uen
hasil optimasi yaitu diklorometana :
isopropanol : asam asetat 1% = 20 : 75 : Gambar 1. Profil HPLC fraksi etil asetat
5 kemudian dikelompokan berdasarkan
profil KLT. Fraksi gabungan dipekatkan
Fraksi etil asetat dipisahkan
menggunakan rotavapor dan dianalisis
menggunakan Kromatografi Cair
menggunakan HPLC analitik detektor
Vakum (KCV) sehingga diperoleh 8
PDA.Karakterisasi Hasil Isolasi
fraksi turunan dimana masing-masing
Spektrofotometri UV-Vis Isolat dianalisis
fraksi memiliki kepolaran yang berbeda
menggunakan metode spektrofotometri
berdasarkan eluen yang digunakan pada
UV-Vis untuk menentukan panjang
tabel 1. Hasil pemisahan dapat dilihat
gelombang serapan maksimum, ikatan
pada tabel 2.
rangkap, gugus kromofor dan
Analisis kualitatif HPLC analitik pada
keberadaan electron n terkonjugasi LC-
delapan fraksi menunjukan bahwa
MS. Isolat dianalisis menggunakan
puncak dominan fraksi etil asetat pada
metode LC-MS untuk mengetahui
waktu retensi 41,55 menit muncul
komponen senyawa dan berat
kembali pada fraksi Ef 1 dan Ef 2.
molekulnya.
D = diklorometana I = isopropanol
121
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Fase gerak

No Kode Hasil (gram)


Fraksi Eluen Perbandingan (%) Vol
(L)

1 Ef 1 D 100 2 0,5030

Ef 2 D:I 98 : 2 2 0,1015
2
\
3 Ef 3 D:I 95 : 5 2 0,2002

4 Ef 4 D: I 90 : 10 2 0,5468

5 Ef 5 D: I 80 : 20 2 1,1072

6 Ef 6 D: I 70 : 30 2 0,8499

7 Ef 7 D: I 50 : 50 2 1,9545

8 Ef 8 D: I 100 2 7,6075

Berdasarkan hasil tersebut maka analisis runutan senyawa utama dilakukan pada fraksi
Ef 1 dan Ef 2. Total berat fraksi Ef 2 terlalu sedikit untuk dilakukan pemisahan lanjutan
maka analisis hanya dilakukan pada fraksi Ef 1. Profil HPLC untuk fraksi Ef 1 dan Ef 2
dapat dilihat pada gambar 2
122
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Gambar 2. Profil HPLC fraksi Ef 1 dan Ef 2

Fraksi Ef 1 dipisahkan dengan Kode Berat


kromatografi kolom menggunakan fase Fraksi (g)
Bentuk, Warna

diam sephadex dan fase gerak metanol Cairan kental,


dimana senyawa-senyawa pada fraksi Ef Ef 1.1 0,0009 Putih
1 akan terpisah berdasarkan berat
Cairan kental,
molekulnya. Dimensi kolom yang Ef 1.2 0,0019 Merah kecoklatan
digunakan yaitu panjang kolom 30 cm
Cairan kental,
dengan diameter 2 cm. Hasil dari
Ef 1.3 0,0003
kromatografi kolom diperoleh 123 Hijau kekuningan

fraksi. Fraksi yang diperoleh Cairan kental,


Ef 1.4 0,0271
digabungkan berdasarkan hasil KLT plat Putih kehijauan
silica gel 60 F254 menggunakan eluen
hasil optimasi diklormetana :
Analisis secara kualitatif terhadap
isopropanol : asam asetat 1% = 20 : 75 :
keempat fraksi yang diperoleh dilakukan
5 menghasilkan 4 fraksi seperti pada
dengan HPLC analitik untuk melihat
Tabel 3.
kemurnian isolat. Komposisi eluen yang
Tabel 3 Hasil kolom sephadex fraksi
digunakan dalam analisis HPLC fraksi
Ef 1
Ef 1.2 dengan menggunakan detektor
PDA adalah seperti pada Tabel 4.
123
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Tabel 4. Komposisi eluen pada analisis HPLC analitik untuk fraksi Ef 1.2

Waktu Laju Alir Air Metanol

(Menit) ml/menit (%) (%) 37 0,5 15 85

0 0,5 80 20 45 0,5 15 85

5 0,5 80 20 47 0,5 0 100

7 0,5 70 30 55 0,5 0 100

10 0,5 70 30 57 0,5 80 20

12 0,5 55 45 65 0,5 80 20

20 0,5 55 45

22 0,5 40 60

27 0,5 40 60

30 0,5 30 70

35 0,5 30 70

Hasil HPLC dari 4 fraksi menunjukan sedangkan pada Ef 1.1 dan Ef 1.4
adanya puncak tunggal yang muncul di puncak tunggal tersebut tidak terlalu
Ef 1.2 dan Ef1.3 pada waktu retensi tampak. Berdasarkan hal tersebut maka
37,3 dan 37,4 menit dimana kelimpahan runutan senyawa dilakukan pada fraksi
(abundance) pada fraksi Ef 1.2 lbih Ef 1.2.
tinggi dibandingkan pada Ef 1.3
124
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Ef 1.3

Gambar 3. Profil HPLC fraksi Ef 1.2 dan Ef 1.3

Fraksi Ef 1.2 merupakan hasil Hasil pemisahan LC fraksi Ef 1.2


pemisahan Ef 1 pada gradient pelarut menunjukan adanya 5 puncak pada
diklorometana : isopropanol = 100 : 1. waktu retensi 1,8; 2,5; 2,9; 6,0 dan 8,49
Hal ini menunjukan bahwa puncak menit. Puncak utama ditunjukan pada
dominan pada fraksi Ef 1.2 adalah waktu retensi 2,9 menit, seperti
senyawa nonpolar sesuai dengan sifat ditunjukan pada gambar 4.
gradient pelarutnya.

BPI=>NR(2.00)

Gambar 4. Kromatogram LC fraksi Ef 1.2

Berdasarkan perunutan senyawa utama chromatogram hasil LC dapat dilihat


dari fraksi Ef 1.2 maka puncak ini pada gambar 5
dianalisis menggunakan metode ESI-MS
untuk mengetahui berat molekulnya.
Spektrum MS puncak utama pada
Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639]
297.22 9.6E+3
100

90

80

70

> 60
t/)
§ 50

s5 40

30

20

10 327.10 615.63 908.94


99.0 40
319.2 539.4 ' 759.6 979.8 1200.0
Mass (m/z)

Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639]

Mariner Spec /75:75 (T /2.86:2.86) -70:71 (T -2.86:2.86) ASC=>CT[BP = 297.2, 9639]

Gambar 5. Spektrum MS puncak dominan pada waktu retensi 2,9 menit dari
fraksi Ef 1.2

Ion molekul terprotonasi oleh ion H+ Spektrum m/z dari puncak dominan
memiliki rumus (M + H)+ atau (M +1)+ yang muncul pada waktu retensi 2,9
dalam bentuk ionisasi positif dan ion menit fraksi Ef 1.2 menunjukkan ion
molekul terprotonasi dengan rumus (M dominan (base puncak) pada m/z 297,22
— H)+ dalam bentuk ionisasi negative. Da dimana nilai ini sesuai dengan ion
126
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

molekul terprotonasi yang diharapkan Tabel 5


(M + H)+. Hal ini disebabkan karena Perkiraan
proses ionisasi dilakukan di bawah Jumlah Konstanta
8 (ppm)
kondisi positif. puncak Kopling
Ion molekul terprotonasi pada (J)
m/z 297,22 Da tersebut bermuatan Upfield
tunggal sehingga dapet diasumsikan (shielded)
3,7992 Singlet -
sebagai berat molekul (BM) dimana nilai
2,4449 Singlet -
z (jumlah muatan) adalah 1. Berdasarkan
hal tersebut, senyawa utama fraksi Ef 1.2 2,2347 Singlet -
memiliki BM 296,22 Da dimana nilai ini 0,7777 Doublet 22 Hz
merupakan nilai teoritis. Hasil analisis H- 0,9440 Triplet
NMR menunjukan keberadaan puncak- Downfield
puncak dengan pergeseran kimia dan (unshielded)
konstanta kopling yang khas, seperti Double
ditunjukkan pada tabel 5. 7,5821
doublet
Puncak-
singlet pad pergeseran
puncak

11.0 10 0 9 0 S O 7.0 6.0 5JO 40 3J0 2.0 1J0 0 0 ppm (a)

Gambar 6. Daerah pergeseran kimia proton pada analisis H-NMR

Gugus alkil menunjukan kisaran mengarah ke pergeseran kimia yang lebih


pergeseran kimia yang lebar tergantung kecil konsentrasinya. Hasil analisis
pada gugus fungsi yang diikat. Gugus spektroskopi LC-MS menunjukan berat
fungsional tersebut akan menyebabkan molekul senyawa utama tersebut adalah
pergeseran kimia posisi resonansi dari 296 Da(m/z) dengan perkiraan rumus
proton pada gugus alkil, dimana efek ini empiris adalah C20H34O.
dinamakan efek shielding (Daley and Daley,
2005). Semakin besar efek shielding maka
posisi resonansi proton akan semakin
127
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Berdasarkan data tersebut maka


dilakukan pencarian kemungkinan bahwa terdapat 3 tipe atom karbon pada
golongan dan struktur molekul dasar senyawa yang dirunut. Masing-masing
dari senyawa utama dengan sinyal pergeseran kimia mewakili
menggunakan instrumen search engine. kerangka satu atom karbon (C) atau 2
www.chemspider.com. Kemungkinan atau lebih atom karbon (C). Sinyal
struktur molekul yang mendekati adalah pergeseran kimia pada 10-40ppm
turunan phenantrena golongan (downfield — shielded) menunjukan tipe
terpenoid dengan nama sistematis kerangka karbon alkana yang terikat
(3S,5S,8R,9S,10S,13S,14S,17S)-3,10,13- pada atom C.
trimethyl-2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,14,15,16, Elektron-elektron pada alkana
17-tetradecahydro-1H-cyclopenta[a] melindungi nukleus atom C sehingga
phenanthren-17-ol seperti ditunjukan mengurangi efek medan magnet dan
gambar 7. membutuhkan frekuensi yang lebih
rendah untuk beresonansi. Sinyal
pergeseran kimia pada 57,40 ppm
menunjukan adanya kerangka atom
karbon yang terikat pada suatu atom
yang bersifat elektronegatif. Atom
elektronegatif menarik elektron atom C
sehingga nukleus atom C tidak
terlindungi (deshielded). Hal ini
menyebabkan nukleus atom C memiliki
Gambar 7. Kemungkinan struktur
efek medan magnet yang lebih besar
molekul
sehingga membutuhkan frekuensi yang
lebih tinggi untuk beresonansi. Tipe
Kemungkinan struktur molekul kerangka atom karbon dan pergeseran
hasil penelusuran melalui http:// kimianya dapat dilihat pada Tabel 6
chemspider.com didukung oleh data Tabel 6 Tipe kerangka atom karbon (C)
spektrum C13-NMR. Sinyal pergeseran dan pergeseran kimia pada spektrum C13
kimia pada 48,75; 48,92; 49,09; 49,27 - NMR
dan 49,44 ppm merupakan sinyal dari
Tipe Atom C Pergeseran Kimia (5 -ppm)
pelarut CDCK Senyawa utama dari — CH3 (metil) 10 - 40
fraksi Ef 1.2 yang dirunut muncul pada
— CH2 — 20 - 65
sinyal pergeseran kimia 17,23; 18,50;
(metilen)
57,40; 62,27 ppm. Hal ini menunjukan
C - OH 40 - 80
128
Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016

Daftar Pustaka
Muller, H., Brackhagen, O., Henkel, T.,
Chuang, MT., Lin, Y.S., and Hou, W.C.,
and Reichel, F., 2001, Natural
2007, Ancordin, The Major
Products in Drug Discovery,
Rhizome Protein of Madeira-
Ernst Schering Research
vine, with Trypsin Inhibitory
Foundation Workshop 32: The
and Stimulatory Activities in
Role of Natural Product in Drug
Nitric Oxide Produstions,
Discovery, p. 205 — 216, Springer-
J.Peptides (Elsevier) 28, p. 1311 –
Verlag Germany
1316
Supriadi, dkk., 2011, Tumbuhan Obat
Harborne, J.B.,2007, Metode
Indonesia: Penggunaan dan
Fitokimia, ITB, Bandung
Khasiatnya, Yayasan Obor
Jadulco, R.C.,2002, Isolation and Indonesia: xi-xxvii, Jakarta
Structure Elucidation of
Tshikalange, T.E., 2007, In vitro anti-
Bioactive Secondary
HIV-1 Properties of
Metabolites from Marine
Ethnobotanically elected South
Sponges and Sponge-derived
African Plants used in the
Fungi, Dissertation,
Treatment of Sexually
Naturwissenschaftlichen
Transmitted Diseases,
Doktorgrades, Bayerischen Julius-
University of Pretoria, 2: 21-5
Maximilians-Universitat
Wurzburg, Wurzburg Uchida, S., 2003, Production of a
Digital Map of the hazardeous
Lenny, S., 2006, Senyawa Terpenoida
Condition of Soil Erosion for
dan Steroida, Karya Ilmiah,
the Sloping Lands of West Java.
Jurusan Kimia, FMIPA-USU,
Indonesia using Geographic
Medan
Information System (GIS),
JIRCAS

You might also like