Health Sciences and Pharmacy Journal
UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL DAUN BAYAM
MERAH (Amaranthus tricolor L.) PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR
apt. Candra Junaedi, S.Far., M.Kes1, Widia Puspita Fajri2
1
Program Studi Farmasi Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
ABSTRACT
Red spinach (Amaranthus tricolor L.) is a plant that has the potential to be a natural antipyretic
preparation. The flavonoids contained in red spinach leaves can inhibit prostaglandins so that
they have an antipyretic effect. This study aims to prove the antipyretic effect of the ethanol extract
of red spinach leaves on male white rats (Rattus norvergicus) wistar strain induced by DPT
vaccine. This research is an experimental study with a completely randomized design. The test
animals used were 25 male Wistar rats. The test animals were divided into 5 groups, namely the
negative group (Na CMC 1%), the positive control group (paracetamol) and the test group,
namely the administration of red spinach leaf extract 28 mg / 200; 42 mg / 200 and 56 mg / 200
gBB. Rats were induced with the DPT vaccine intramuscularly for fever. The rats' rectal
temperature was measured every 30 minutes for 2 hours after oral administration. The results
showed that the red spinach leaf extract (Amaratnhus tricolor L.) had antipyretic activity. The
dosage of red spinach leaf extract (Amaratnhus tricolor L.) which has the optimum effect as an
antipyretic is red spinach leaf extract 56 mg / 200g BW.
Keywords: Amaranthus tricolor L., Flavonoids, Antipyretics
ABSTRAK
Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi
sebagai sediaan alami antipiretik. Zat flavonoid yang terkandung dalam daun bayam merah
(Amaranthus tricolor L.) mampu menghambat prostaglandin sehingga mempunyai efek antipiretik.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antipiretik dari ekstrak etanol daun bayam merah
terhadap tikus putih (Rattus norvergicus) jantan galur wistar yang diinduksi vaksin DPT.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancang acak lengkap. Hewan uji yang
digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar sebanyak 25 ekor. Hewan uji dibagi 5 kelompok
yaitu kelompok negatif (Na CMC 1%), kelompok kontrol positif (parasetamol) dan kelompok uji
yaitu pemberian ekstrak daun bayam merah 28 mg/200; 42 mg/200 dan 56 mg/200 gBB. Tikus
diinduksi dengan vaksin DPT secara intramuscular agar demam. Suhu rektal tikus diukur setiap 30
menit selama 2 jam setelah pemberian per oral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun
bayam merah (Amaratnhus tricolor L.) memiliki efek antipiretik. Dosis ekstrak daun bayam merah
(Amaratnhus tricolor L.)yang memiliki efek optimum sebagai antipiretik adalah ekstrak daun
bayam merah 56 mg/200g BB.
Kata Kunci: Amaranthus tricolor L., Flavonoid, Antipiretik.
Korespondensi: apt. Candra Junaedi, S.Far, Nama Institusi, alamat, Kota, Provinsi, Negara, telp, e-mail
PENDAHULUAN demam. Demam ditandai dengan meningkatnya
Manusia tumbuh dan berkembang disertai suhu tubuh melebihi variasi normal, disebabkan
dengan berbagai macam gejala penyakit yang tidak karena peningkatan set point hipotalamik (Dinarello
bisa lepas dari kehidupan. Salah satunya adalah & Porat, 2008). Demam juga bisa merupakan tanda
1
Health Sciences and Pharmacy Journal
bahwa tubuh terjangkit suatu penyakit tertentu. pengembangan obat tradisional ke arah fitofarmaka
Oleh karena itu demam merupakan indikasi adanya (Hargono, 1992).
suatu penyakit dalam tubuh. Salah satu tanaman yang dapat digunakan
Peningkatan suhu biasanya merupakan tanda sebagai obat tradisional adalah daun bayam merah
bahwa tubuh terserang infeksi. Setelah infeksi (Amaranthus tricolor L.). Daun bayam merah (A.
sembuh, suhu tubuh akan kembali turun. Infeksi tricolor L.) memiliki kandungan senyawa kimia
bisa terjadi akibat bakteri atau virus yang masuk yang beragam seperti vitamin, niacin, mineral
dalam tubuh. Antipiretik digunakan untuk (kalsium, mangan, fosfor dan zat besi), serat,
membantu mengembalikan suhu set point ke karetenoid, klorofil, alkaloid, flavonoid, saponin,
kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan polifenol. Flavonoid yang terkandung dalam
dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi daun bayam merah (A. tricolor L.) mampu
oleh pirogen endogen pada hipotalamus menghambat enzim siklooksigenase yang berperan
(Sweetman, 2008). Obat antipiretik menurunkan dalam metabolisme asam arakidonat menjadi
suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun prostaglandin sehingga mempunyai efek antipiretik
pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan (Amili et al., 2008).
secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping Perlu dilakukan pengujian potensi ekstrak
yang sering ditimbulkan setelah penggunaan daun bayam merah sebagai antipiretik, karena
antipiretik adalah respon hemodinamik seperti adanya kandungan flavonoid untuk membuktikan
hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, kebenaran dari dugaan tersebut. Berdasarkan
oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and keterangan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk
Boyle, 2011). Oleh sebab itu, untuk mengurangi mengetahui efek antipiretik ekstrak daun bayam
segala resiko yang mungkin ditimbulkan dari efek merah (A. tricolor L.) pada tikus putih yang
samping obat kimia, maka tanaman obat merupakan diinduksi demam dengan vaksin DPT..
salah satu jalan alternatif dalam mengurangi resiko
obat kimia. Sebagian orang di Indonesia lebih METODE
percaya untuk menggunakan pengobatan Waktu dan Tempat
tradisional, karena dianggap bersifat alami, Penelitian ini dilakukan mulai pada bulan
sehingga bebas dari efek samping yang tidak Januari - Juni 2020, di Laboratorium Terpadu
diinginkan. Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan, Universitas
Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan Mathla’ul Anwar (FSFK-UNMA) Banten.
tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan Alat dan Bahan
yang diakui masyarakat dunia dan menandai Alat yang digunakan antara lain adalah bejana
kesadaran kembali ke alam (back to nature) untuk maserasi, blender, oven, rotary evaporator,
mencapai kesehatan yang optimal dan mengatasi timbangan analitik, termometer, beckerglass,
berbagai penyakit secara alami (Wijayakusuma, kandang, arloji, jarum suntik, sonde oral, batang
2002). Pengembangan obat tradisional perlu pengaduk. Bahan yang digunakan dalam penelitian
dilaksanakan dengan tepat sehingga baik keamanan ini adalah daun bayam merah (Amaranthus tricolor
maupun khasiatnya secara medik dapat L.), etanol 96%, aquadest, Parasetamol, Na. CMC 1
dipertanggungjawabkan dalam upaya %, vaksin DPT, kapas, Tikus putih (Rattus
2
Health Sciences and Pharmacy Journal
norvegicus) jantan, alkohol. akan digunakan dalam penelitian adalah pada
Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Bayam parasetamol 500 mg. Konversi dosis dari manusia
Merah dengan berat badan 70 kg ke tikus 200 g adalah
Persiapkan alat dan bahan yang akan 0,018. Maka dosis untuk tikus adalah = (500 mg x
digunakan dalam proses penelitian. Bayam merah 0,018)/200 g = 9 mg/200 g.
(Amaranthus tricolor L.) segar yang didapatkan dari Penentuan Dosis Vaksin DPT
Kabupaten Serang sebanyak 6.000 gram, Dosis vaksin DPT untuk bayi adalah 0,5 ml.
dibersihkan dari pengotor. Bayam merah Bayi Indonesia ketika pemberian vaksin DPT
(Amaranthus tricolor L.) dikeringkan di udara diasumsikan 4 kg, jadi 4 kg = 0,5 ml. Dosis vaksin
terbuka tidak terkena sinar matahari langsung. untuk manusia dengan berat badan 70kg =
Simplisia yang telah kering dihaluskan dan diayak 70kg/4kg x 0,5 ml = 8,75 ml. Maka dosis untuk
dengan ayakan 20 mesh. Serbuk kering daun bayam tikus dengan berat 200 gram adalah 8,75 ml x 0,018
merah (Amaranthus tricolor L.) di maserasi dengan = 0,1575 ml/200 g ~ 0,2 ml/ 200 g.
pelarut etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh Langkah Pengujian Efek Antipiretik Terhadap
kemudian disaring dengan kertas saring Whatman Tikus
No. 40. Ekstrak daun bayam merah (Amaranthus Setelah diaklimatisasi selama 1 minggu di
tricolor L.) yang telah disaring lalu diuapkan tempat percobaan, tikus putih dipuasakan 6 jam
dengan rotary evaporator pada suhu 50 °C. sebelum perlakuan. Tikus putih kemudian dibagi
Penentuan Dosis Ekstrak Daun Bayam Merah menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok
Sebagai Antipiretik terdiri atas 5 ekor tikus putih.
Volume cairan maksimal yang dapat Temperatur rektal tikus putih diukur terlebih
diberikan per oral pada tikus putih adalah 5 ml/200 dahulu untuk mengetahui temperatur normal
g BB. Disarankan takaran dosis tidak sampai kemudian tikus putih disuntik vaksin DPT 0,2 cc
melebihi setengah kali volume maksimalnya secara intramuskular. Penentuan ini berdasarkan
(Imono dan Nurlaila, 1986). Berdasarkan hasil hasil orientasi dosis pada tikus putih jantan.
penelitian Ashok Kumar et.al. pada tumbuhan Untuk mengetahui berapa derajat peningkatan
bayam (Amaranthus viridis L.) terhadap hewan uji suhu tubuh setelah penyuntikan vaksin, maka 2 jam
mencit menunjukkan adanya efek antipiretik pada setelah dilakukan penyuntikan, suhu rektal tikus
dosis 200mg/kg dan 400mg/kg. putih diukur terlebih dahulu.
Faktor konversi dosis dari mencit dengan Dua jam setelah pemberian vaksin, masing-
berat badan 20 g pada tikus dengan berat badan 200 masing kelompok mendapat perlakuan sebagai
g adalah 7,0. Maka dosis yang diberikan pada tikus berikut:
putih yaitu : Dosis I 200 mg/kg = 4 mg/20 gBB 1. K1 =Kontrol negatif mendapat 2 ml larutan
mencit; Dosis II 300 mg/kg = 6 mg/20 gBB mencit; Na.CMC 1% peroral.
dan Dosis III 400 mg/kg = 8 mg/20 gBB mencit. 2. K2 =Kontrol positif mendapat larutan
Penentuan Dosis Parasetamol asetaminofen 9 mg/200 g/2 ml peroral.
Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg – 1 g 3. P1=Perlakuan 1 mendapat ekstrak daun bayam
per kali dengan maksimum 4 g/hari (Ganiswarna, merah dengan dosis 28 mg/200 g/2 ml.
1995). Dosis parasetamol sebagai antipiretik yang 4. P2=Perlakuan 2 mendapat ekstrak daun bayam
3
Health Sciences and Pharmacy Journal
merah dengan dosis 42 mg/200 g/2 ml. disaring dengan kertas saring untuk didapatkan
5. P3=Perlakuan 3 mendapat ekstrak daun bayam ekstrak encer yang kemudian diuapkan
merah dengan dosis 56 mg/200 g/2 ml. menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C.
Tiga puluh menit setelah perlakuan, suhu Hasil dari proses rotary diperoleh ekstrak kental
rektal diukur lagi, sampai percobaan pada menit ke daun bayam merah (Amaranhus tricolor L.)
120 dengan interval 30 menit. sebanyak 40,3 g atau rendemen 4,03%.
Analisis Data Hasil Pengujian Antipiretik
Data ditabulasi dan ditampilkan dalam bentuk Tabel 3. Hasil Pengukuran Rata-rata Suhu
Rektal Tikus
grafik. Data yang diperoleh dari penelitian
dianalisis secara statistik. Metode analisis data Suhu Rektal (oC)
Kelompo Sebelum
statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan Sesudah Perlakuan
k Perlakuan
Ta T0 30’ 60’ 90’ 120’
antar formula yang datanya bersifat parametrik
Kontrol 37,04 38,36 38,1 37,92 37,64 37,34
menggunakan Anova One Way (α=0.05), Negatif 6
Kontrol 37 38,54 37,9 37,42 37,08 36,44
sedangkan untuk data yang bersifat nonparametrik Positif 2
menggunakan Kruskal-Wallis. Dosis I 36,36 38,44 38,1 37,94 37,74 37,36
2
Dosis II 36,26 38,54 38,2 37,88 37,56 37,26
2
HASIL Dosis III 36,38 38,66 38,2 37,84 37,36 36,54
2
Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Bayam
Merah 39
Tabel 1. Pembuatan Simplisia Daun Bayam 38.5
Merah 38
1. Kontrol 2. Kontrol
Daun Simplisia Serbuk 37.5 Negatif Positif
Bayam Kering Simplisia 37
Merah 3. Dosis I 4. Dosis II
36.5
6.000 g 1.232 g 1.125 g 5. Dosis III
36
35.5
Daun bayam merah yang digunakan dalam 35
penelitian ini adalah daun bayam segar yang Gambar 1. Grafik Suhu Rektal Tikus Setelah
Perlakuan
diperoleh dari Kabupaten Serang sebanyak 15.000
g. Lalu dipisahkan daun bayam merah dengan Ada tidaknya penurunan suhu diketahui
batangnya, dan didapatkan daun bayam merah dengan menghitung selisih suhu setelah pemberian
sebanyak 6.000 g. perlakuan pada titik waktu tertentu dengan suhu
Tabel 2. Pembuatan Ekstrak Daun Bayam setelah penyuntikan vaksin DPT HB dapat dilihat
Merah pada Tabel 4.
Serbuk Ekstrak Rendemen
Simplisia Kental % (b/b) Tabel 4. Rata-Rata Persentase Penurunan Suhu
1.000 g 40,3 g 4,03 % Rektal Tikus
Rata-rata Persentase Penurunan
Kelompok Suhu Rektal (%)
Ekstrak daun bayam merah (Amaratnhus
30’- t0 60’- t0 90’- t0 120’- t0
tricolor L.) yang diperoleh dibuat dari 1.000 g
Kontrol Negatif 0,52 1,15 1,88 2,66
simplisia serbuk kering kemudian di maserasi
Kontrol Positif 1,60 2,90 3,78 5,44
menggunakan etanol 96% sebanyak 7.000 mL Dosis I 0,83 1,30 1,82 2,81
selama 3 x 24 jam dengan sesekali diaduk-aduk dan Dosis II 0,83 1,71 2,54 3,32
4
Health Sciences and Pharmacy Journal
Dosis III 1,14 2,12 3,36 5,48 buatan dengan metode induksi vaksin DPT.
Pengukuran suhu rektal tikus menggunakan
PEMBAHASAN termometer digital yang diukur sebelum
Sebelum pengujian antipiretik dilakukan penyuntikan vaksin dan setelah penyuntikan vaksin
perhitungan dosis ekstrak daun bayam merah DPT. Penyuntikkan vaksin DPT menyebabkan
berdasarkan berat badan hewan uji (tikus putih demam tertinggi (demam optimal) pada jam ke-2.
jantan) pada dosis ekstrak daun bayam merah 28 Semua tikus uji mengalami peningkatan suhu tubuh
mg/200kgBB dengan berat rata-rata tikus 178,2 g sebesar atau sama dengan 0,6ºC dapat
didapatkan perhitungan jumlah ekstrak sebesar . dikategorikan demam.
24,948 mg. Dosis ekstrak daun bayam merah 42 Hasil pengujian yang diperoleh, didapatkan
mg/200kgBB dengan berat rata-rata tikus 152,6 g perbedaan suhu dari tiap tikus. Adapun suhu awal
didapatkan perhitungan jumlah ekstrak sebesar . sebelum diberi bahan uji yang diperoleh pada
32,046 mg. Dosis ekstrak daun bayam merah 56 penelitian adalah berkisar antara 36,26 oC sampai
mg/200kg BB dengan berat rata-rata tikus 134,2 g dengan 37,04 oC dan dua jam setelah induksi
didapatkan perhitungan jumlah ekstrak sebesar . vaksin DPT adalah berkisar antara 38,36 oC
37,576 mg. sampai dengan 38,66 oC. Hewan uji dalam
Perhitungan dosis ekstrak daun bayam merah penelitian ini sudah dapat dikatakan demam, karena
berdasarkan berat badan hewan uji (tikus putih menurut pendapat John et al dalam Wulan dkk
jantan) didapatkan volume ekstrak daun bayam (2015) mengatakan bahwa suhu normal tubuh tikus
merah yang diberikan secara oral sesuai berat badan yaitu 37,4oC.
masing masing tikus dan dosis perlakuan. Vaksin DPT adalah suspensi homogen yang
Pada perlakuan parasetamol pemberian secara mengandung toksid tetanus dan difteri murni,
oral dilakukan dengan melakukan perhitungan bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis
rata-rata berat badan tikus yaitu dilakukan dengan B (HBsAg) murni yang tidak infeksius, dan
menghitung berat rata-rata tikus yaitu 174,4 g untuk komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit
5 tikus kemudian di hitung dosisnya dan diberikan berupa kapsul polisakarida Haemophilus influenza
oral sebanyak 2,5 mL. Metode ini berbeda dengan tipe b tidak infeksius.
perlakuan ekstrak daun bayam merah karena dosis Sebagai respon vaksin DPT-Hb-Hib terhadap
pada ekstrak angkanya tepat di 28; 48 dan 56 rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag,
mg/200kgBB sedangkan pada parasetamol dan selsel kupffer mengeluarkan suatu zat kimia
memiliki rentang dosis lazim di 300 mg – 1 g per yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-
kali dengan maksimum 4 g/hari (Ganiswarna, 1995) 1(interleukin-1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α),
sehingga jika pemberian perlakuan parasetaom IL-6 (interleukin-6), dan INF (interferon) yang
secara oral menggunakan bobot rata-rata tikus bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
masih dalam rentang dosis. meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus
Uji antipiretik ekstrak daun bayam merah mempertahankan suhu di titik patokan yang baru
terhadap penurunan suhu tikus, harus dilakukan dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen
pada hewan coba tikus yang kondisinya dalam endogen meningkatkan titik patokan menjadi
keadaan demam, sehingga diperlukan demam 38,9°C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal
5
Health Sciences and Pharmacy Journal
prademam sebesar 37°C terlalu dingin, dan organ pemberian ekstrak pada hewan uji agar
ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin konsentrasi sesuai dengan dosis yang diberikan.
untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2003). Na CMC bukan merupakan obat antipiretik, namun
Vaksin DPT dapat menimbulkan demam berguna sebagai suspending agent yaitu suatu zat
dengan merangsang tubuh membentuk antibodi yang dapat mendispersikan ekstrak daun bayam
terhadap penyakit dipteri, pertusis, tetanus, hepatitis merah dalam air karena ekstrak daun bayam merah
B dan Haemophilus influenzae tipe b. tidak larut dalam air. Karena kontrol positif dan
Hasil pengamatan suhu normal badan tikus kontrol perlakuan menggunakan larutan Na CMC
dan setelah 60 menit pemberian vaksin DPT terjadi 1% b/v maka digunakan juga untuk kontrol negatif.
kenaikan suhu rektal tubuh tikus. Adanya kenaikan Hasil pengukuran suhu badan tikus setiap 30
suhu tersebut berarti pemberian vaksin DPT HB menit menjelaskan bahwa penurunan suhu rektal
dapat menimbulkan keadaan demam. Keadaan tikus setelah diinduksi dengan vaksin DPT Hb
demam dapat terjadi sebagai akibat pirogen terlihat bahwa kontrol negatif menurunkan suhu
terangkut di dalam darah dan berikatan dengan paling kecil, sedangkan pada perlakuan ekstrak
reseptor di dalam nucleus preoptik hipothalamik bayam merah 28 mg/200gBB, 42 mg/200gBB dan
anterior, sehingga kadar prostaglandin meningkat 56 mg/200gBB hampir sama dengan perlakuan
dan mengakibatkan hipothalamik set point. kontrol positif (parasetamol) menunjukkan bahwa
Kenaikan suhu tubuh tikus ditandai piloereksi dan parasetamol sebagai pembanding mampu
penggigilan. menurunkan suhu badan yang demam begitu
Penurunan suhu yang bervariasi tersebut juga dengan kontrol perlakuan ekstrak.
diduga disebabkan oleh faktor endogen masing- Kelompok Kontrol Positif, diberi Parasetamol
masing tikus putih jantan yang bersifat individual sebagai pembanding dari kelompok perlakuan.
terhadap agen penyebab demam dan banyak Parasetamol digunakan sebagai kontrol positif
dipengaruhi oleh beberapa faktor non fisik dan dikarenakan parasetamol sudah teruji dan dipakai
lingkungan. Adanya stres pada tikus akibat dimasyarakat dan di lihat dari segi strukturnya yang
perlakuan dalam pengukuran suhu rektal yang mirip dengan flavonoid yaitu terdiri dari sebuah
berulangulang merupakan salah satu faktor cincin benzen yang tersubstitusi oleh gugus
pengganggu yang menyebabkan kenaikan suhu hidroksil (-OH). Penurunan suhu yang paling besar
tikus terjadi pada kelompok perlakuan dengan
Berdasarkan data tersebut, dari suhu awal menggunakan parasetamol.
sampai suhu badan tikus setelah induksi vaksin Parasetamol sebagai pembanding mampu
DPT terjadi kenaikan suhu rectal tikus 2 - 2,40C. menurunkan suhu badan yang demam, sesuai
Adanya kenaikan suhu tersebut berarti pemberian dengan mekanisme dari parasetamol yaitu dapat
vaksin DPT dapat menimbulkan keadaan demam. menghambat pengikatan pirogen dengan reseptor
Ekstrak daun bayam merah dan parasetamol didalam nukleus preoptik hipothalamus anterior,
dalam pengujian antipiretik pada hewan uji tikus sehingga tidak terjadi peningkatan prostaglandin
menggunakan larutan Natrium– Carboxymethyle melalui siklus enzim siklooksigenase yang
Cellulose (Na CMC) 1% b/v untuk melarutkan berakibat pada penghambatan kerja pirogen di
ekstrak daun bayam merah dan mempermudah hypothalamus. Parasetamol termasuk kelompok
6
Health Sciences and Pharmacy Journal
obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai digunakan adalah Na CMC 1% yang menunjukkan
analgesik antipiretik. Parasetamol menghambat tidak adanya penurunan suhu rektal tikus.
lemah baik COX-1 atau COX-2 dan berdasarkan Mengindikasikan bahwa kontrol yang digunakan
penelitian diketahui bahwa mekanisme kerjanya tidak berpengaruh terhadap uji efek antipiretik.
melalui penghambatan terhadap COX-3, yaitu Hasil analisis Kruskal Wallis didapat nilai
derivat dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem signifikan = 0,001 (sig <0,05), berarti antar
saraf pusat. perlakuan berbeda nyata antara kelima kelompok
Aktivitas antipiretik pada bayam merah perlakuan. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan
dikarenakan adanya kandungan flavonoid pada bahwa kontrol negatif berbeda nyata terhadap dosis
ekstrak daun bayam merah. Penelitian Mauliandani III (Ekstrak Daun Bayam Merah 56 mg/200 gBB)
dkk (2017) menunjukkan bahwa bayam merah dan kontrol negatif tidak berbeda nyata terhadap
mengandung senyawa flavonoid golongan dosis I dan II. Dosis III juga tidak berbeda nyata
antosianidin. terhadap kontrol positif artinya dosis III sebanding
Menurut (Robinson, 2001) flavonoid dapat efek antipiretik dengan kontrol positif
menghambat enzim siklooksigenase khususnya (parasetamol).
siklooksigenase-2 yang berperan dalam biosintesis Berdasarkan hasil analisis statistik Mann-
prostaglandin sehingga proses terjadinya demam Whitney dapat disimpulkan bahwa bkstrak daun
terhambat. Hal tersebut juga didukung dengan hasil bayam merah 56 mg/200gBB merupakan dosis
penelitian (Kalay dkk, 2014) dan penelitian yang paling baik karena memiliki rata-rata efek
(Suwertayasa dkk., 2013) yang menyatakan bahwa antipiretik paling tinggi dibandingkan dengan
flavonoid memiliki aktivitas antipiretik. Sifat ekstrak bayam merah 28 mg/200gBB dan 42
antipiretik flavanoid berasal dari mekanismenya mg/200gBB.
yang menghambat pelepasan asam arakhidonat dan Ekstrak daun bayam merah 56 mg/200gBB
sekresi enzim lisosim dari sel neutrofil dan sel merupakan kelompok uji dengan penurunan suhu
endhotelial dan juga menghambat fase proliferasi rektal atau efek antipiretik yang paling besar
dan fase eksudasi dari proses inflamasi. dibandingkan dengan dosis 28 dan 42 mg/200gBB
Terhambatnya pelepasan asam arakhidonat dari sel dan memiliki efek antipiretik yang hampir
inflamasi akan menyebabkan kurang tersedianya sebanding dengan kelompok parasetamol dan bisa
substrat arakhidonat bagi jalur siklooksigenase dan disebabkan karena Ekstrak daun bayam merah 56
lipooksigenase, yang pada akhirnya akan menekan mg/200gBB berada dalam konsentrasi terbaik
jumlah prostaglandin, prostasiklin, endoperoksida, untuk berikatan dengan reseptor sehingga reseptor
asam hidroksatetraienoat, dan leukotrin. Disisi lain dapat berikatan dengan obat dalam durasi yang
penekanan jumlah tersebut mempengaruhi proses lebih lama. Menurut Katzung (2012) intensitas efek
radang, dan juga migrasi leukosit, yang akan obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang
berpengaruh pada penekanan peningkatan jumlah didudukinya atau diikatnya, dan intensitas efek
limfosit (Sabir, 2013). mencapai maksimal bila seluruh reseptor diduduki
Pada data kontrol negatif paling rendah oleh obat.
persentase penurunan suhu rektal dibandingkan
perlakuan yang lain. Kontrol negatif yang SIMPULAN
7
Health Sciences and Pharmacy Journal
Ekstrak daun bayam merah (Amaratnhus Bandung.
10. Hargono D. 1992. Tumbuhan obat dan
tricolor L.) memiliki efek antipiretik. Kelompok
pelayanan kesehatan. Antropologi Kesehatan
ekstrak daun bayam merah (Amaratnhus tricolor L.) Indonesia. Jilid ke-1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
dengan dosis 56 mg/200gBB memiliki efek
11. Husni, E., N. Suharti, & A.P.T. Atma. 2018.
optimum sebagai antipiretik dibandingkan dosis 28 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun
Pacar Kuku (Lawsonia inermis Linn) serta
dan 42 mg/200gBB.
Penentuan Kadar Fenolat Total dan Uji
Aktivitas Antioksidan. Jurnal Sains Farmasi &
Klinis. 5(1): 12-16.
SARAN
12. Imono AD, Nurlaila. 1986. Obat Tradisional
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dan Fisioterapi Uji Toksikologi. Fakultas
Farmasi UGM, Yogyakarta.
meneliti efek farmakologi yang lain dari ekstrak
13. Iriany, Irsa S, Salwa J.G. 2017. Model Kinetika
daun bayam merah seperti antidiuretik, Ekstraksi Flavonoid Dari Bayam Merah
(Alternanthera amoena voss). Jurnal Teknik
antiinflamasi, antikolesterol, antidiabetes dan
Kimia USU 6 (4).
antidiare. Melakukan uji toksisitas ekstrak daun 14. Kumar BSA, Lakshman K, Jayaveera KKN et
al. 2009. Antinociceptive and antipyretic
bayam merah sebagai antipiretik. Mencoba
activities of Amaranthus viridis Linn. in
mengembangkan menjadi bentuk sediaan obat lain different experimenta models. Avicenna J Med
Biotechnol 1(3): 167-171.
seperti tablet dan sirup.
15. Lubis, Namora Lumongga. 2009. Depresi
Tinjauan Psiologi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
DAFTAR PUSTAKA
16. Luditasari, D.F.A., A. Puspitasari & I. Lestari.
1. Afdhal A. 1996. Pengembangan dan prospek 2019. Aktivitas Antioksidan Daun Bayam
industri jamu di Indonesia. Warta Tanaman Merah (Amaranthus tricolor L.) Dan Daun
Obat Indonesia 3(1). Kelor (Moringa oleifera Lamk) Segar Dan
2. Aiache JM. 1993. Farmasetika 2. Airlangga Dengan Pengolahan. Analisis Kesehatan Sains.
University Press, Surabaya. 8(2): 710-716.
3. Amili, Rusnaidi, Lukmayani Y. 2008. Uji efek 17. Mauliandani, Yani Lukmayani, & Esti
antipiretik jus jeruk nipis pada tikus putih galur Rachmawati Sadiyah. 2017. Isolasi dan
Sprague Dawley sel kelamin. MIMBAR 24(1): Identifikasi Senyawa Flavonoid yang
27-35. Berpotensi sebagai
4. Anief, Mohammad. 2004. Prinsip Umum dan 18. Antioksidan dari Herba Bayam Merah
Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University (Amaranthus tricolor L.). Prosiding Farmasi
Press. Yogyakarta. SPESIA. 3(2): 294-302.
5. Anonim. 2000. Parameter Standard Umum 19. Murti B. 1994. Penerapan Metode Statistik
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Non Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan.
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
6. Freddy, I.W. 2007. Analgesik, Antipiretik, 20. Nelwan, R.H.H., Sudoyo, A.W. Demam: Tipe
Anti Inflamasi Non Steroid dan Obat Pirai. dan Pendekatan Dalam:, Editor. Buku Ajar
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Indonesia. Jakarta. Ilmu Penyakit Dalam. 2006.
7. Ganiswarna S.G. 2003. Farmakologi dan 21. Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium,
Terapi. Bagian Farmakologi, Universitas Metode Laboratorium dalam Toksikologi.
Indonesia, Jakarta. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
8. Guyton A.C. 2007. Suhu tubuh, pengaturan 22. Ningsih D, Endang S.R. 2018. Uji Aktivitas
suhu tubuh, dan demam. Buku Ajar Fisiologi Antipiretik dan Kandungan Flavonoid Total
Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Ekstrak Daun Pepaya. Jurnal Farmasi
Kedokteran EGC, Jakarta. Indonesia 15 (2): 101-108.
9. Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia 23. Ningsih, D.R. 2019. Aktivitas sitotoksik
Penuntut Cara Modern Menganalisis ekstrak etanol daun bayam merah (Amaranthus
Tumbuhan. Terbitan kedua. Penerjemah: K. gangeticus) Terhadap Sel Hela Dan W. Naskah
Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB, Publikasi. Program Studi Farmasi Fakultas
8
Health Sciences and Pharmacy Journal
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta di Indonesia. Edisi Kedua. Satgas Imunisasi
24. Notosiswoyo M, Supardi S, Winarsih. 1998. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit
Pengobatan sendiri terhadap demam, batuk, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia,
pilek, dan pusing dengan obat kimia dan Jakarta.
tradisional di pedesaan. Media Litbangkes. 39. Wijayakusuma H. 1995. Tanaman Berkhasiat
Vol. 7(2). Obat di Indonesia. Pustaka Kartini, Jakarta.
25. Nurhasnawati,H, Sukarmi dan Fitri Handayani. 40. Wulan S., U. Rininingsih EM., &
2017. Perbandingan Metode Ekstraksi I.Puspitaningrum. 2015. Uji Efek Analgetik
Maserasi Dan Sokletasi Terhadap Aktivitas Antipiretik Ekstrak Etanol Alfalfa (Medicago
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Bol sativa) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.
(Syzygium malaccense L.). Jurnal Ilmiah Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal
Manuntung, Vol. 3(1), 91-95 Sebagai Alternatif Medicine Tahun 2015.
26. Owoyele BV, Oguntoye SO, Dare K et al. Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
2008. Analgesic, anti-inflammatory and
antipyretic activities from flavonoid fractions
of Chromolaena odorata. J Med Plants
Research 2(9): 219-225.
27. Kalay S., Bodhi W., & Yamlean P. 2014. Uji
Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Daun Prasman
(Eupatorium tripinerve Vahl.) pada Tikus
Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.)
yang Diinduksi Vaksin DTP-Hb. Pharmacon
28. Robinson T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB, Bandung.
29. Sabir, A. 2013. Pemanfaatan Flavonoid di
Bidang Kedokteran Gigi. Dental Journal.
30. Sajuthi D. 2003. Efek Antipiretik Ekstrak
Cacing Tanah. www.kompas.com. [4
September 2019].
31. Saifudin A., 2014, Senyawa Alam Metabolit
Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik
Pemurnian, Deepublish, Yogyakarta
32. Setiyawan D. 2005. Efek Antipiretik Air
Perasan Umbi Bawang Merah (Allium
ascalonicum Linn.) pada Tikus Putih Jantan.
[Skripsi]. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
33. Sherwood L. 2001. Keseimbangan tubuh dan
pengaturan suhu. Fisiologi Manusia: Dari Sel
ke Sistem. Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
34. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1998.
Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Indonesia
University Press, Jakarta.
35. Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan
Laboratorium. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
36. Suwertayasa, I., Bodhy, W., & Edy, H. 2013.
Uji Antipiretik Ekstrak Etanol Daun
Tembelekan (Latana camara L.) pada Tikus
Jantan Galur Wistar. Manado: Universitas Sam
Ratulangi.
37. Tjay, T.H., & Rahardja K., 2007. Obat-Obat
Penting, Khasiat dan Penggunaannya, Edisi V.
Gramedia. Jakarta.
38. Tumbelaka AR, Hadinegoro SRS. 2005.
Difteria, pertusis, tetanus. Pedoman Imunisasi