Asthma Education Impact in Belitung
Asthma Education Impact in Belitung
29185
ABSTRACT: Asthma is one of the diseases that can reduce the health, quality of life and productivity of patients which is generally
characterized by symptoms of coughing, episodic wheezing and even tightness in the chest due to airway obstruction. One of the
contributions of pharmacists in pharmaceutical care is by providing counseling and educating patients. Based on the above
background, the formulation of the problem in this study is how the effect of education on the quality of life of asthmatics in Belitung
Regency. The research was conducted using the Snowball sampling formula, namely by taking an approach. The population in this
study were people with asthma in Belitung Regency, amounting to 30 people with Non-Probility Sampling sampling technique,
because the size of the population is unknown. Data collection techniques using the Asthma Quality of Life Questionnaire
(AQLQ(S)) and interviews. The data collection technique is observational analytic. The results of this study showed an increase in the
category of good quality of life which initially amounted to 2 people (6.67%) to 10 people (33.3%). Meanwhile, the category with
moderate quality of life decreased from 28 people (93.9%) to 20 people (66.7%). Based on the demographic category there is no
significant difference except in the demographic category based on age. In the domain aspect, it can be seen that there is an influence
of pharmacist education in each domain, except for the emotional function domain, there is no difference before and after pharmacist
education.
Keywords: Asthma, quality of life, education, AQLQ(s).
ABSTRAK: Asma merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan kesehatan, kualitas hidup dan produktivitas pasien yang
umumnya ditandai dengan gejala batuk, mengi episodik bahkan rasa sesak di dada akibat obstruksi jalan napas. Konstribusi farmasis
dalam pharmaceutical care salah satunya yaitu dapat dilakukan dengan cara memberi konseling serta edukasi terhadap pasien.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh edukasi terhadap kualitas hidup
penderita asma di Kabupaten Belitung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus Snowball sampling yaitu dengan
melakukan pendekatan. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita asma di Kabupaten Belitung yang berjumlah 30 orang dengan
tehnik pengambilan sampel Non-Probility Sampling, karena besar populasinya tidak diketahui. Tehnik pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner Asma Quality of Life Questionnaire (AQLQ(S)) dan wawancara. Adapun tehnik pengumpulan data dengan
observasional analitik. Hasil dari penelitian ini terdapat peningkatan dalam kategori kualitas hidup baik yang awalnya berjumlah 2
orang (6,67%) menjadi 10 orang (33,3%). Sedangkan kategori dengan kualitas hidup sedang mengalami penurunan yang awalnya
berjumlah 28 orang (93,9%) menjadi 20 orang (66,7%). Berdasarkan kategori demografi tidak terdapat perbedaan yang signifikan
kecuali pada katagori demografi berdasarkan umur. Pada aspek domain dapat dilihat bahwa adanya pengaruh edukasi farmasis pada
setiap domainnya, kecuali pada domain fungsi emosis tidak ditemukan perbedaan sebelum dan setelah edukasi farmasis.
Kata Kunci: Asma, kualitas hidup, edukasi, AQLQ (s).
1 PENDAHULUAN usia, sebanyak 7,4% penderita asma terjadi pada
orang dewasa sedangkan 8,6% pada anak-anak
Di dunia, asma merupakan salah satu penyakit
(World Health Organization, 2016). Prevalansi
yang dapat menurunkan kesehatan, kualitas hidup
asma di negara Indonesia pada tahun 2017
dan produktivitas pasien (Tafdhila et al, 2019)
sebanyak 4,5% yang setara dengan 11,8 juta
yang umumnya ditandai dengan gejala batuk,
pasien. Sedangkan pada daerah Provinsi Bangka
mengi episodik bahkan rasa sesak di dada akibat
Belitung, prevalensi asma dilihat dari beberapa
obstruksi jalan napas yang sering dialami oleh
tahun terakhir mengalami peningkatan secara terus
anak-anak, dewasa dan orang tua. Keadaan seperti
menerus. Penilaian kualitas hidup penderita asma
ini dapat membatasi kehidupan dalam melakukan
dapat dilakukan dengan menggunakan
aktivitas produktivitas yang dapat mempengarhi
Standardized Asthma Quality Of Life
kualitas hidup pasien (Sykes, et al, 2008).
Questionnaire (AQLQ-S), Kuesioner ini dibuat
Berdasarkan data World Health Organization
oleh Elizabeth Juniper, MCSP, MSc,diterbitkan
(WHO) pada tahun 2016 terdapat sekitar 235 juta
oleh QOL Technologies dan diterjemahkan oleh
jiwa, disusul dengan angka kematian melebihi
Mapi Research Institute.
80% di negara berkembang. Dilihat dari data
Dilihat dari banyaknya konstribusi farmasis
prevalensi asma di Amerika Serikat berdasarkan
dalam pharmaceutical care salah satunya yaitu
334
Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Asma di Kabupaten Belitung| 335
dapat dilakukan dengan cara memberi konseling mempunyai riwayat penyakit asma, dalam
serta edukasi terhadap pasien dengan tujuan keadaan tidak eksaserbasi, usia mulai dari 13
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan sampai 75 tahun, bersedia menjadi responden
keterampilan serta dapat memotivasi pasien agar untuk dilakukan wawancara dan bersikap
mengikuti regimen terapi dan memantau kooperatif. Sedangkan kriteria eksklusinya:
keberhasilan terapi pasien dimana dengan pasien yang sedang dalam serangan asma akut,
demikian dapat meningkatkan kualitas hidup mengalami gangguan psikologis dan menjalani
pasien (ASHP, 1997: Siregar et al., 2006). perawatan di rumah sakit, wanita hamil.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat Pengumpulan data primer diperoleh langsung dari
disimpulkan bahwa rumusan masalah dalam responden melalui pertanyaan-pertanyaan yang
penelitian ini adalah, bagaimana pengaruh terdapat dalam kuesioner yang telah disiapkan
pendidikan terhadap kualitas hidup penderita asma (Notoadmojdi, 2010).
di Kabupaten Belitung. Penelitian ini bertujuan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup 32 pertanyaan Standardized Asthma Quality of
penderita asma sebelum dan sesudah edukasi Life Questionnaire (AQLQ-S) untuk mengetahui
farmasis. Harapannya terdapat perbedaan kualitas kualitas hidup penderita asma. Kuesioner ini
hidup pasien asma sebelum dan sesudah edukasi dibuat oleh Elizabeth Juniper, MCSP, MSc,
farmasis. Penelitian ini diharapkan dapat diterbitkan oleh QOL Technologies dan
bermanfaat bagi berbagai pihak dan bidang ilmu diterjemahkan oleh Mapi Research Institute.
lainnya. Bagi penderita asma, untuk menambah Setelah semua kuisioner terisi dengan lengkap dan
pengetahuan, serta pertimbangan bagi penderita benar maka dilakukan tahap processing kemudian
asma lainnya untuk mengubah gaya hidup dan diproses dalam aplikasi pengolahan data pada
perilaku penderita serta meningkatkan kepatuhan komputer yaitu menggunakan SPSS V.23
terapi penderita guna mencapai tujuan terapeutik (Statistical Product and Solution Services Version
dan meningkatkan kualitas hidup penderita asma. 23) (Notoadmodjo, 2010). Penelitian
Selain itu juga diharapkan dapat menjadi acuan menggunakan tes awal, agar dapat diketahui
terkait kualitas hidup dalam melaksanakan secara pasti besarnya efek atau pengaruh
“aplikasi Pharmaceutical care” bagi penderita konseling yang telah diberikan oleh farmasis.
asma di Kabupaten Belitung. Serta memberikan Sebelum memberikan konseling terlebih dahulu
informasi terkait terapi asma, obat-obatan yang responden diberikan tes awal (pretest).
dapat digunakan bagi penderita asma dan cara Selanjutnya, responden tersebut diberikan
mengatasi gejala yang muncul saat serangan asma perlakuan, yaitu edukasi terkait terapi asma.
terjadi. Kemudian responden diberikan tes akhir (posttest)
pada kunjungan selanjutnya, perlakuan ini
bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh
2 METODOLOGI
edukasi farmasis terhadap kualitas hidup pasien
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan asma.
metode observasional analitik. Sampel yang Hasil pottest dibandingkan dengan hasil
digunakan adalah penderita asma yang ada di pretest menggunakan uji statistik yang sesuai
Kabupaten Belitung, penelitian dilakukan mulai untuk kelompok berpasangan, hal ini dimaksudkan
dari bulan Maret sampai Mei 2021. Sampel akan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara
dipilih dengan menggunakan rumus Snowball nilai A1 dengan nilai A2. Analisis data untuk
sampling yaitu dengan melakukan berbagai melihat ada atau tidaknya perbedaan antara
macam pendekatan untuk menentukan informan- sebelum dan sesudah edukasi dilakukan dengan
informan sebagai kunci dalam memeperoleh dilakukan uji t berpasangan (Paired T-test) jika
informasi, responden yang diambil sebanyak 30 datanya parametrik. dan uji Wilocoxon (Wilocoxon
orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan test). Sedangkan jika data untuk mengetahui
tehnik Non-Probility Sampling, karena besar perbedaan kualitas hidup pasien dilihat
populasinya tidak diketahui (Imas, 2018). berdasarkan karakteristik demografi, maka data
Pemilihan sampel dilakukan dengan diuji dengan t Independent (Indenpendent T-test)
pertimbangan tertentu, disesuaikan pada tujuan dilakukan terhadap uji Mann Whitney pada data
dalam penelitian, yaitu dengan kriteria inklusi
Farmasi
336 | Nur Indah Lestari, et al.
nonparametik. terjadi karena wanita lebih rentan terhadap
paparan dari lingkungan luar, sehingga lebih
rentan terhadap faktor pencetus seperti reaksi
3 PEMBAHASAN DAN DISKUSI
hipersensitivitas dengan memberikan reaksi yang
Penelitian ini dilakukan terhadap program evaluasi lebih buruk dari pada pria. Faktor lainnya yaitu
kualitas hidup penderita asma di Kabupaten kegiatan aktivitas dan stress hal yang berperan
Belitung yang dilakukan pada masyarakat dalam perburukan serta kekambuhan dalam asma
Kabupaten Belitung. Hal ini bertujuan untuk yang rentan terjadi pada kaum perempuan. Hasil
mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas hidup yang didapat hampir sama dengan penelitian yang
penderita asma sebelum dan sesudah edukasi. dilakukan oleh Jessica (2011), menyatakan bahwa
Menurut World Health Organization, 2012. Istilah kejadian ini ditemukan meningkat pada
kualitas hidup adalah persepsi individu tentang perempuan dibandingkan laki-laki. Terjadi jumlah
posisinya dalam kehidupan, seperti sistem nilai peningkatan pada perempuan karena dapat
yang dimiliki setiap orang dan terkait dengan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu perempuan
tujuan hidupnya, konteks budaya dan hal-hal lain mengalami menstruasi, kehamilan bahkan
yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Kualitas menopouse.
hidup juga merupakan konsep multidimensi yang Karakteristik demografi berdasarkan umur
kompleks (RADF, 2009). Salah satu tujuan utama Hasil yang diperoleh dari 30 responden, kelompok
dari penilaian kualitas hidup ini yaitu untuk pasien dengan katagori usia dewasa (18 - <60
memperoleh penilaian secara objektif tentang tahun) berjumlah 19 orang (63,33%) dan pasien
seberapa besar suatu penyakit dapat dengan katagori lanjut usia (60 tahun atau lebih)
mempengaruhi hidup pasien dan bagaimana cara berjumlah 11 orang (36,67%). Rata–rata umur
pasien untuk menghadapi hal tersebut. pasien adalah 53,4 dengan nilai minimum-
Karakteristik Demografi Pasien maksimumnya yaitu 21-75 tahun. Usia pasien
Tabel 1. Gambaran karakteristik demografi rata-rata pada penelitian ini yaitu 53 tahun pada
penderita asma di Kabupaten Belitung rentang 21-75 tahun. Usia terbanyak yang
ditemukan adalah 40 tahun. Serangan asma rentan
Karakteristik Demografi Jumlah Responden terjadi pada usia dewasa, dapat disebabkan
beberapa faktor seperti status pekerjaan berat yang
Jenis Kelamin dilakukan oleh penderita asma, obesitas, alergen,
a) Laki-laki 14 orang (46,67%)
kebiasaan berolahraga, aanya riwayat merokok,
b) Perempuan 16 orang (53,33%)
Umur
stress dan lainnya. Pada usia dewasa biasanya
a) Dewasa 19 orang (63,3%) lebih sering melakukan aktivitas diluar lingkungan
b) Lansia 11 orang (36,67%) yang rentan terkena asap rokok, polusi udara serta
Riwayat Pendidikan cuaca yang kurang baik untuk kesehatan sehingga
a) Di bawah/sederajat SMA 29 orang (96,67%) dapat memicu timbulnya serangan asma.
b) Perguruan tinggi 1 orang (3,33%) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
Status Pekerjaan penelitian menurut Center for Health Statistics
a) Bekerja 16 orang (53,33%) (CDC) tahun 2010 dan National Center for Health
b) Tidak bekerja 14 orang (46,67%) Statistics (NCHS) tahun 2009, disebutkan bahwa
prevalensi asma terbesar adalah pada rentang usia
Karakteristik demografi berdasarkan jenis 18 hingga 64 tahun dengan tingkat kejadian 50 per
kelamin 1000. Sistem pernapasan Pertumbuhan dan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 30 perkembangan normal mencapai usia maksimum
responden, lebih banyak ditemukan pasien 20 hingga 25 tahun. Berdasarkan usia, hasil
perempuan dibandingkan pasien laki-laki. Ada 16 statistik yang diperoleh dalam penelitian ini
pasien perempuan (53,33%) dan 14 pasien laki- menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
laki (46,67%). Perubahan kadar estrogen dapat signifikan (<0,05) antara orang dewasa dan orang
terjadi karena hal tersebut, sehingga menimbulkan tua. Hal ini dapat terjadi karena perubahan
respon inflamasi lalu menyebabkan munculnya berbagai struktur dan fungsi paru-paru yang
serangan asma. Selain itu, peningkatan dapat berhubungan dengan usia, yang juga disertai
Volume 7, No. 2, Tahun 2021 ISSN: 2460-6472
Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Asma di Kabupaten Belitung| 337
dengan perubahan sistem kekebalan tubuh. atau cara berpikir seseorang, dimana pada setiap
Meskipun immunosenescence lebih mungkin orang yang biasanya mengenyam pendidikan
untuk memiliki peran yang sangat penting, ada dasar, pendidikan menengah atau dengan jenjang
variasi yang cukup besar dalam fungsi kekebalan pendidikan yang lebih tinggi, masing-masing
pada orang tua, yang mungkin tidak hanya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini
ditentukan oleh genetika tetapi juga dipengaruhi karena pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir
oleh perubahan epigenetik acak dalam ekspresi seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang
gen yang terjadi selama hidup seseorang. Sistem ditempuh, biasanya pikiran dan perilaku orang
pernapasan normal pada orang dewasa yang sehat, tersebut akan semakin baik, karena orang dengan
yaitu saluran udara, paru-paru dan otot-otot pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan
pernapasan, akan membawa oksigen ke alveoli kesehatan pribadinya.
untuk diambil sel-sel untuk menghasilkan ATP Karakteristik demografi berdasarkan status
mitokondria dan untuk mengeluarkan karbon pekerjaan
dioksida (CO2) dari tubuh. Dari 30 orang responden, kelompok pasien dengan
Karakteristik demografi berdasarkan riwayat katagori bekerja yaitu berjumlah 16 orang
pendidikan (53,33%) lebih banyak dibandingkan dengan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 30 orang katagori tidak bekerja yang berjumlah 14 orang
responden dengan pendidikan dibawah/sederajat (46,67%). Berdasarkan pekerjaan, hasil statistik
SMA sebanyak 29 orang (96,67%) dan yang Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak
berpendidikan diatas SMA/perguruan tinggi ada perbedaan yang signifikan (>0,05) antara
berjumlah 1 orang (3,33%). Rincian pendidikan penderita asma yang bekerja dan penderita yang
responden antara lain lulusan sekolah dasar yaitu 5 tidak bekerja baik sebelum maupun setelah
orang (16,67%) dan Sekolah Menengah Pertama edukasi farmasis. Hal ini dikarenakan, meskipun
berjumlah 13 orang (43,33%), Sekolah Menengah memiliki latar belakang pekerjaan yang berbeda,
Atas yaitu berjumlah 11 orang (36,67%) dan setiap penderita asma memiliki keinginan yang
responden dengan lulusan Perguruan Tinggi (PT) sama untuk memperoleh kualitas hidup yang baik.
1 orang (3,33%). Dalam penelitian ini jenjang Aktivitas fisik yang sering menimbulkan
pendidikan digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu gejala asma, seperti berolahraga dan melakukan
jenjang pendidikan di bawah/sederajat SMA dan pekerjaan berat, sehingga penderita asma
jenjang pendidikan di atas SMA. terkadang tidak bisa mentolerir rasa lelah yang
Ada beberapa penelitian yang menyatakan dirasakannya. Jika tubuh merasa lelah akibat
bahwa penderita asma dengan tingkat pendidikan aktivitas fisik, tubuh akan mengimbanginya
menengah lebih tinggi dibandingkan dengan dengan bernapas lebih cepat yang bertujuan untuk
tingkat pendidikan rendah dan tinggi, namun pada menghasilkan lebih banyak oksigen untuk
penelitian ini diperoleh hasil yang lebih tinggi kepentingan metabolisme. Akibat aktivitas fisik
pada tingkat menengah pertama. Hasil penelitian yang berlebihan, gejala asma akan semakin parah
di Kabupaten Belitung menunjukkan bahwa dengan penambahan iritan dari faktor risiko asma
pasien dengan riwayat pendidikan SLTA ke lainnya, seperti udara dingin (Nursalam et al,
bawah memiliki persentase kejadian asma 2009).
tertinggi yaitu 96,67% dan 3,33% pasien dengan Evaluasi Kualitas Hidup Responden
riwayat pendidikan di atas SLTA. 1. Gambaran umum kualitas hidup responden
Hasil yang diperoleh sebagian besar terdapat Gambaran umum kualitas hidup responden baik
pada responden dengan tingkat pendidikan di sebelum diberikan edukasi maupun setelah
bawah/setara SMA, dimana hal ini dapat terjadi diberikan edukasi dapat dilihat dari hasil yang
karena riwayat pendidikan di bawah/sederajat diperoleh berdasarkan pengukuran pretest dan
SMA biasanya memiliki pola pikir atau perilaku posttest dengan menggunakan kuesioner AQLQ.
yang berbeda, sehingga menyebabkan kurangnya Rentang skor total dari jawaban kuesioner yaitu 1-
pemahaman tentang bagaimana menerapkan pola 7. Katagori kualitas hidup buruk dilihat dari
hidup yang baik untuk memperoleh kualitas hidup rentang skor 1 - <3, sedang 3 - <6 dan dikatakan
yang baik bagi dirinya. Pendidikan adalah sesuatu baik jika rentang skor 6-7.
yang dapat mempengaruhi tindakan, sikap, pola Pengukuran kualitas hidup responden
Farmasi
338 | Nur Indah Lestari, et al.
dilakukan dengan menggunakan Standardized menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kejadian
Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ-S) ini membuktikan bahwa pendidikan memiliki
yang merupakan salah satu kuesioner yang telah pengaruh besar terhadap kualitas hidup penderita
tervalidasi, reliabel, dan responsif untuk menilai asma.
kualitas hidup pasien asma. Kuesioner ini dibuat Setelah dilakukan edukasi dengan berbagai
oleh Elizabeth Juniper, MCSP, MSc,diterbitkan aspek meliputi gejala, emosi, ransangan
oleh QOL Tecnologies dan diterjemahkan oleh lingkungan dan keterbatasan aktivitas yang
Mapi Research Institute. Untuk melihat ada atau dilakukan dengan memberikan berbagai materi
tidaknya pengaruh edukasi farmasi terhadap tentang asma dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup responden, maka dilakukan uji pengetahuan responden terkait dengan apa itu
perbedaan skor kualitas hidup sebelum edukasi definisi dari penyakit asma, gejala yang dapat
farmasi (pretest) dengan skor kualitas hidup ditimbulkan oleh asma, diagnosis asma serta
setelah edukasi farmasi (posttest). Uji statistik faktor-faktor yang dapat memicu munculnya
yang digunakan adalah uji beda rata-rata dua asma, terapi asma serta obat-obat yang dapat
kelompok menggunakan Wilcoxon Sign Range digumanakan pada penderita asma. Hasil yang
Test untuk data non parametrik. diperoleh terjadi penurunan kualitas hidup sedang
Skor pretest dan posttest kualitas hidup untuk yang awalnya 28 orang menjadi 20 orang,
masing-masing responden dapat dilihat pada sedangkan kualitas hidup baik mengalami
lampiran Tabel 2 Gambaran umum kualitas hidup peningkatan dari 2 orang menjadi 10 orang. Skor
responden sebelum edukasi (pretest) dan setelah kualitas hidup yang diperoleh bervariasi pada
diberikan edukasi (posttest). Kategori kualitas setian individunya, ada yang meningkat dan ada
hidup mengalami penurunan yaitu sebesar 20 yang menurun. Walau terkadang hasil keseluruhan
orang (66,67%) yang semula berjumlah 28 orang yang diperoleh tidak terlalu berpengaruh.
(93,3%). Berdasarkan pengamatan dari jawaban kuesioner
masing-masing responden, hal ini dapat terjadi
Tabel 2. Gambaran umum dan hasil Uji Wilcoxon
karena perbedaan suasana hati responden yang
untuk kualitas hidup responden sebelum edukasi
gampang berubah pada saat wawancara, sehingga
farmasis (pretest) dan sesudah edukasi farmasis
mempengaruhi skor kualitas hidupnya. Oleh sebab
(posttest).
itu selain memberikan konseling tugas seorang
farmasis juga memberikan edukasi terhadap
Pretest Kualitas Posttest Kualitas pengendalian emosi dan lingkungan tepat tinggal
Data P-value
Hidup Hidup kepada penderita asma, sehingga bisa merubah
cara pandang mereka terhadap keadaannya dengan
Jumlah responden 30 orang 30 orang demikian diharapkan dapat menimbulkan tingkat
kepatuhan terapi yang akhirnya derajat kesehatan
Skor rerata ± SD 5,32 ± 0,64 5,58 ± 0,65 optimal dapat terwujud.
Skor maksimum 3,06 6,34 0,000 Perbedaan kualitas hidup responden pada
berbagai karakteristik demografi sebelum dan
Kategori kualitas hidup sedang 28 orang (93,3%) 20 orang (66,7%) sesudah edukasi
Kategori kuaitas hidup baik 2 orang (6,67%) 10 orang (33,3%) Tabel 3. dibawah menunjukkan bahwa pada
berbagai karakteristik demografi, baik sebelum
maupun sesudah pendidikan apoteker, tidak
Sedangkan pasien dengan kualitas hidup baik
terdapat perbedaan kualitas yang signifikan
mengalami peningkatan yang awalnya berjumlah
(p>0,05) kecuali karakteristik berdasarkan usia
2 orang (6,67%) setelah edukasi farmasis menjadi
(p<0,05). Hasil uji statistik responden diperoleh
10 orang (33,3%). Sebelum dilakukan edukasi
nilai p-value dari masing-masing karakteristik
farmasis skore rerata kualitas hidup responden
demografi > 0,05 yang artinya terdapat perbedaan
diperoleh 5,3 ± 0,64. Rerata skor kualitas hidup
nyata terhadap kualitas hidup responden sebelum
penderita asma setelah edukasi farmasis diperoleh
edukasi farmasis (pretest) dengan setelah edukasi
hasil 5,58 ± 0,65. Hal ini membuktikan bahwa
farmasis (posttest).
adanya peningkatan rerata skor dari sebelum
edukasi farmasis. Uji statistik yang dilakukan
Volume 7, No. 2, Tahun 2021 ISSN: 2460-6472
Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Asma di Kabupaten Belitung| 339
Tabel 3. Perbedaan kualitas hidup responden pada Tabel 4. Perbedaan kualitas hidup responden pada
berbagai karakteristik demografi sebelum dan berbagai karakteristik berdasarkan domain
sesudah edukasi farmasis yang dianalisis dengan sebelum dan sesudah edukasi farmasis yang
U Mann Whitney dianalisis dengan paired sample test
Pretest Kualitas Hidup Postest Kualitas Hidup Domain Kualitas Hidup Pretest Kualitas Hidup Posttest Kualitas Hidup P-value
Karakteristik Demografi
X ± SD P-value X ± SD P-value
X ± SD X ± SD
Jenis Kelamin
a) Laki-laki 17,18 ± 0,64 15,31 ± 0,65
0,327 2,19 ± 0,25 2,23 ± 0,23 0,012
b) Perempuan 14,03 ± 0,64 15,71 ± 0,65 0,901 Gejala-gejala (S)
Umur
a) Dewasa 18,00 ± 0,64 19,45 ± 0,65 Aktivitas terbatas (A) 1,77 ± 0,32 1,88 ± 0,35 0,000
0,04
b) Lansia 11,18 ± 0,64 8,68 ± 0,65 0,001
Riwayat Pendidikan Fungsi emosi (EM) 0,84 ± 0,16 0,88 ± 0,16 0,103
a) Di bawah/sederajat SMA 15,10 ± 0,64 15,28 ± 0,65
b) Perguruan tinggi 27 ± 0,64
0,183
22 ± 0,65 0,452
Rangsangan lingkungan (EN) 0,51 ± 0,08 0,58 ± 0,78 0,000
Status Pekerjaan
a) Bekerja 16,28 ± 0,64 16,42 ± 0,65
0,532
b) Tidak bekerja 14,18 ± 0,64 13,91 ± 0,65 0,451 Berdasarkan hasil yang tercantum pada Tabel
4. diatas dapat diketahui bahwa diperoleh pada
Salah satu kontribusi farmasis dalam kualitas hidup berdasarkan domain gejala nilai
pelayanan kefarmasian adalah melalui pemberian rata-rata pada pretest yaitu 2,19 sedangkan nilai
konseling dan edukasi kepada pasien dengan rata-rata yang diperoleh pada posttest sebesar 2,23
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, dan diikuti dengan nilai p-value 0,012. Nilai ini
pemahaman dan keterampilan pasien serta mampu menunjukkan bahwa p-value yang dihasilkan
memotivasi pasien untuk mengikuti regimen <0,05 sehingga bisa dikatakan adanya perbedaan
terapeutik dan memantau keberhasilan terapi nilai yang dihasilkan pada pretest dan posttest.
pasien sehingga pada akhirnya dapat Hal ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi
meningkatkan kualitas hidup pasien (ASHP, terhadap gejala-gejala yang dapat menyebabkan
2003). 1997: Siregar dkk., 2006). Sehingga terjadinya serangan asma.
dengan adanya edukasi yang dilakukan dalam Ranah gejala merupakan sesuatu yang sangat
penelitian ini diharapkan dapat memotivasi pasien dipengaruhi oleh besarnya persepsi individu
dan membantu pasien memahami penyakitnya terhadap akibat penyakitnya, yang berkaitan
sendiri dan terapinya sehingga pengendalian dengan berapa lama responden menderita asma,
penyakit dan terapinya sendiri, hal ini dapat memiliki pengendalian diri, emosi yang buruk dan
membuat pengendalian penyakit menjadi lebih kemampuan untuk mampu mengidentifikasi
baik, kepatuhan minum obat dapat meningkatkan tingkat keparahan gejala yang timbul akibat
dan berpartisipasi serta dalam meningkatkan serangan asma. Namun, persepsi penderita tentang
kualitas hidup pasien (Cohn et al,2006). kondisi asma mereka sangat bervariasi dan
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa beradaptasi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,
penderita asma di Kabupaten Belitung memiliki perlu adanya pemahaman dan persepsi yang
rata-rata skor kualitas hidup yang tergolong dalam positif terhadap penyakit yang dideritanya, dengan
katagori sedang (3-<6). Rerata skor kualitas hidup tujuan untuk berusaha mencegah dan mengobati
penderita asma sebelum pendidikan (pretest) penyakit tersebut (Eko, 2019).
adalah 5,3 ± 0,64 dan setelah pendidikan (posttest) Hasil yang diperoleh pada kualitas hidup
adalah 5,58 ± 0,65. Rerata skor kualitas hidup berdasarkan domain aktivitas terbatas, nilai rata-
penderita asma yang menjadi responden pada rata pretest adalah 1,77 dan nilai rata-rata posttest
penelitian ini juga mengalami peningkatan setelah adalah 1,88 diikuti dengan p-value 0,000 (<0,05).
diberikan perlakuan berupa edukasi farmasis yang Hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan nilai
terkait dengan terapi asma. Hal ini menunjukkan yang dihasilkan dari sebelum mendidik ke setelah
bahwa adanya pengaruh edukasi yang dilakukan mendidik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya
oleh farmasis terhadap kualitas hidup penderita pengaruh aktivitas terbatas yang dilakukan oleh
asma yang terdapat di Kabupaten Belitung. penderita asma setelah dilakukan edukasi.
Karakteristik berdasarkan domain Keterbatasan aktivitas juga merupakan domain
yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
Farmasi
340 | Nur Indah Lestari, et al.
asma. Persepsi sebagian responden menyatakan salah satunya adalah pajanan dari luar lingkungan.
bahwa semakin lama menderita asma maka akan
semakin sering mengalami serangan asma yang 4 KESIMPULAN
dapat menimbulkan berbagai gangguan. Menurut
Maspero et al., 2013 menyatakan sebagian besar Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
responden (70%) menyebutkan bahwa asma penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya
terkadang atau bahkan sering membuat seorang pengaruh dari edukasi farmasis terhadap kualitas
penderita menjadi lelah dan 30% responden hidup penderita asma di Kabupaten Belitung.
mengatakan asma membuat seseorang merasakan Terdapat peningkatan dalam kategori kualitas
takut. hidup baik yang awalnya berjumlah 2 orang
Selanjutnya, pada domain fungsi emosi. Hasil (6,67%) menjadi 10 orang (33,3%). Sedangkan
yang diperoleh pada pretest yaitu 0,84 dengan kategori dengan kualitas hidup sedang mengalami
nilai posttest yaitu sebesar 0,88 yang diikuti penurunan yang awalnya berjumlah 28 orang
dengan nilai p adalah 0,103 (>0,05). Hasil yang (93,9%) menjadi 20 orang (66,7%). Berdasarkan
diperoleh (>0,05), sehingga dapat dikatakan tidak kategori demografi tidak terdapat perbedaan yang
ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan signifikan kecuali pada katagori demografi
sesudah pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan umur. Pada aspek domain dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dilihat bahwa adanya pengaruh edukasi farmasis
adanya kendala dalam melakukan konseling pada setiap domainnya, kecuali pada domain
dimana konseling tidak sepenuhnya terbuka fungsi emosis tidak ditemukan perbedaan sebelum
kepada konselor terhadap masalah yang sedang dan setelah edukasi farmasis.
dijelaskan, konseling tidak terasa bebas karena
suasana di sekitar tempat pelayanan kurang
nyaman. atau kurang aman. Faktor lain juga dapat ACKNOWLEDGE
terjadi karena ketidakmampuan seorang konselor Penulis mengucapkan terima kasih kepada
untuk membangun hubungan yang baik dengan Bapak Dr. apt., Suwendar, S.Si., M.Si., dan Ibu
konseling pada saat konseling, sehingga hal ini apt. Fetri Lestari, M.Si., selaku dosen pembimbing
dapat menyebabkan konseling merasa tidak bebas yang telah memberikan bimbingan dan saran
untuk mengungkapkan masalahnya. Oleh karena selama penulis melakukan penyusunan serta
itu, dalam melakukan konseling diharapkan penulisan artikel ini. Penulis juga berterimakasih
konselor dan konseling dapat membina hubungan kepada keluarga, teman-teman, dan pihak yang
baik (kerjasama) dalam diri masing-masing agar sudah membantu serta mendukung dalam proses
tercipta suasana yang nyaman sehingga timbul penelitian ini.
perasaan bebas ketika memberikan pendidikan
khususnya dalam konseling untuk
mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. DAFTAR PUSTAKA
Pada kualitas hidup berdasarkan domain American Society of Helath-System Pharmacist
stimulasi lingkungan, nilai rata-rata untuk pretest (ASHP). 1997. ASHP Guidelines on
adalah 0,51 dan nilai rata-rata untuk posttest Pharmacist-Coducted Patient Education
adalah 0,58, diikuti dengan p-value 0,000 (<0,05). and Counseling. Washington, DC: ASHP.
Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara Cohn, R.D., Arbes, S.J., Jaramillo, R., Reid, L.H.,
sebelum diberikan pendidikan dan setelah & Zeldin, D.C. National Prevalence and
diberikan pendidikan. Berdasarkan hasil yang Exposure Risk for Cockroach Allergen in
diperoleh sebagian responden mempunyai persepsi U.S. Households. Environ Health Perspect.
yang positif terhadap pemahaman tentang 2006;114(4):52
penyakit yang dideritanya, dimana responden Eko. R., 2019. Hubungan Persepsi Penyakit dengan
mampu menjaga dirinya dari ransangan luar Kualitas Hidup Penderita Asma di Balai
lingkungan, menerapkan prilaku yang baik dan Kesehatan Paru Masyarakat (MKPM)
berusaha untuk sembuh. Menurut Hasma et al., Wilayah Pati. Indonesia Jurnal Farmasi
(2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang Vol. 4 No.1. Universitas Muhammadiyah
signifikan antara cuaca dengan alergen, hal ini Kudus: Semarang.
Volume 7, No. 2, Tahun 2021 ISSN: 2460-6472
Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Asma di Kabupaten Belitung| 341
Hasma, Hasanuddin, Bahar H., 2012. Faktor Sadiyah Esti Rachmawati. (2021). Uji
Pencetus Serangan Asma Bronchial di Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Angsana
Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo (Pterocarpus Indicus Willd) sebagai
Makassar. Vol.1. No.3. Biolarvasida terhadap Larva Nyamuk
Jessica AK, Jhon GM, Jennifer WM. Asthma, the Culex Sp. Jurnal Riset Farmasi, 1(1), 33-37.
sex difference. Curr Opin Pulm Med.
2011;17(1): 6-11.
Juniper EF, Sonia B, Fred MC, Penelope JF, Derek
RK. Development and validation of a
standardized asthma quality of life
(AQLQ(S). J Allergy Clin Immunol. 2001;
101.
Juniper, Elizabeth F. Asthma Quality of Life
Questionaires (AQLQ, AQLQ(S), Mini
AQLQ, and Acute AQLQ). United
Kingdom: Dept of Clinical Epidemiology
and Biostatistics, McMaster University.
2012.
MosperoJF.,Jardim JR.,Aranda A.,C.Tassinari
P.,Diaz-Gonzalez SN.,Sansores RH.,Cantu-
Moreno JJ.,Fish JE.,2013. Insight, attitude,
and perceptions about asthma and its
treatment: findings from multinational
survey of patients from Latin America.
J.World Allergy Org, 6:19
Nursalam., Laily. H., Ni Putu. W. P. S., 2009.
Faktor Risiko Asma dan Perilaku
Pencegahan Berhubungan dengan Tingkat
Kontrol Penyakit Asma. Jurnal Ners Vol.4
No.1. Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga: Surabaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Sykes, and Johnston, 2008. Etiology of Asthma
Exacerbations,(online),(http://www.aaaai.or
g, diakses pada tanggal 8 April 2009, Jam
12.01 WIB).
Tafdhila dan Ayu K., 2019. Pengaruh Latihan
Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer
Terhadap Penurunan Frekuensi Pernafasan
pada Asma di Instalasi Gawat Darurat.
Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan,
Volume 11 Hal 117-12. Program Studi Ilmu
Keperawata, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Siti Khadijah: Palembang.
WHO (World Health Organization), 2016. Cronic
Respiratory Disease, Retrieved.
http//www.who.int/respiratory/astma/definit
ion/en (diakses 24 April 2018).
Abdurrozak Mohammad Ihsan, Syafnir Livia,
Farmasi