0% found this document useful (0 votes)
129 views14 pages

Jurnal: PERBANYAKAN AKASIA HIBRIDA (Acacia Mangium × Acacia

This document summarizes a study on the mass propagation of hybrid acacia (Acacia mangium × Acacia auriculiformis) through repeated subculture. The study tested different concentrations of benzyl adenine (BA) on modified MS, WPM, and Gamborg media. The best treatment for shoot induction, multiplication, and growth was found to be 0.7 mg/L BA on modified MS medium. This treatment produced an average of 2.6, 5.0, and 7.7 shoots in the first, second, and third subculture respectively, demonstrating the potential of in vitro culture for rapid mass propagation of this high-value plant hybrid.

Uploaded by

TT ZmDES
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
129 views14 pages

Jurnal: PERBANYAKAN AKASIA HIBRIDA (Acacia Mangium × Acacia

This document summarizes a study on the mass propagation of hybrid acacia (Acacia mangium × Acacia auriculiformis) through repeated subculture. The study tested different concentrations of benzyl adenine (BA) on modified MS, WPM, and Gamborg media. The best treatment for shoot induction, multiplication, and growth was found to be 0.7 mg/L BA on modified MS medium. This treatment produced an average of 2.6, 5.0, and 7.7 shoots in the first, second, and third subculture respectively, demonstrating the potential of in vitro culture for rapid mass propagation of this high-value plant hybrid.

Uploaded by

TT ZmDES
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

VOLUME 7 NOMOR 1 JUNI 2020 ISSN 2548–611X

JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA

Homepage Jurnal:http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

PERBANYAKAN AKASIA HIBRIDA (Acacia mangium × Acacia


auriculiformis) MELALUI SUBKULTUR BERULANG

Multiplication of Acacia Hybrid (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)


through Repeated Subculture
Yelnititis*, Sri Sunarti
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta - 55582
*Email:yelnititis@yahoo.com

ABSTRACT
In vitro culture is a promising technique for mass propagation of high-value plant species. This
study was conducted to obtain the best treatment for mass propagation of hybrid acacia shoots (A.
mangium × A. auriculiformis) through in vitro culture. Single-node stem from seedlings was used
as explants to be grown on the modified Murashige and Skoog (MS) medium, the Woody Plant
Medium (WPM), and Gamborg (B5) medium. The study was conducted in two stages namely,
shoot induction and shoot propagation. The treatments tested were the use of benzyl adenine (BA)
with a concentration of 0.3; 0.7 and 1.0 mg L-1. Visual observations were made on shoot induction
time, the number of shoots, shoot height, and culture morphology. The results showed that BA 0.7
mg L-1 treatment on modified MS medium was the best for shoot induction, shoot multiplication,
shoot height, and culture morphology. This treatment produced an average of 2.6; 5.0 and 7.7
shoots in the first, second, and third subculture, respectively. The use of different base media in
the fourth subculture showed that the BA treatment of 0.7 mg L-1 was the best with 12.60 shoots,
an average shoot height of 6.97 cm, as well as good and normal culture morphology.

Keywords: acacia hybrid, benzyl adenine, in vitro, multiplication, subculture

ABSTRAK
Kultur in vitro merupakan teknik yang menjanjikan untuk perbanyakan massal spesies tanaman
bernilai tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik pada perbanyakan
tunas akasia hibrida (A. mangium × A. auriculiformis) melalui kultur in vitro. Batang satu buku dari
anakan digunakan sebagai eksplan dengan media tumbuh berupa media dasar Murashige dan
Skoog (MS) yang sudah dimodifikasi, media dasar Woody Plant Medium (WPM), dan Gamborg
(B5). Penelitian dilakukan dua tahap yaitu induksi tunas dan perbanyakan tunas. Perlakuan yang
diuji adalah penggunaan benzyl adenine (BA) dengan konsentrasi 0,3; 0,7 dan 1,0 mg L-1.
Pengamatan visual dilakukan terhadap waktu induksi tunas, jumlah tunas, tinggi tunas, dan
penampilan biakan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan BA 0,7 mg L-1 pada media MS modifikasi
merupakan yang terbaik untuk induksi tunas, perbanyakan tunas, tinggi tunas, dan kondisi biakan.
Perlakuan ini menghasilkan rata-rata 2,6; 5,0 dan 7,7 tunas pada subkultur pertama, kedua dan
ketiga. Penggunaan media dasar berbeda pada subkultur keempat menunjukkan bahwa
perlakuan BA 0,7 mg L-1 adalah yang terbaik dengan 12,60 tunas, rata-rata tinggi tunas 6,97 cm,
serta penampilan biakan yang baik dan normal.

Kata Kunci: akasia hibrida, benzyl adenine, in vitro, perbanyakan, subkultur

Received: 26 October 2018 Accepted: 28 June 2019 Published: 22 June 2020

72
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

PENDAHULUAN Secara konvensional perbanyakan


tanaman akasia dilakukan dengan
Acacia mangium Wild. merupakan menggunakan biji. Shahinozzaman et al.
salah satu jenis tanaman hutan yang (2012) menyatakan bahwa penggunaan biji,
banyak dikembangkan dalam cutting dan grafting dalam perbanyakan
pembangunan hutan tanaman industri (HTI) skala massal mengalami keterbatasan
di Sumatera dan Kalimantan. Jenis ini karena kemampuan berakar yang kurang
merupakan tanaman cepat tumbuh yang baik, sedangkan sifat unggul dari suatu
banyak digunakan untuk kayu, pulp dan tanaman dapat diturunkan lebih baik
produksi kertas serta beberapa produk melalui perbanyakan vegetatif.
akhir seperti furniture (Akeng et al. 2014; Perbanyakan tanaman secara vegetatif
Nambiar et al. 2014; Asif et al. 2017; Sunarti merupakan teknik yang penting dalam
2018). A. mangium mempunyai batang perbanyakan tanaman hasil pemuliaan.
lurus, bebas cabang yang tinggi tetapi tidak Banerjee (2013) menyatakan bahwa
toleran terhadap serangan penyakit. multiplikasi klon merupakan alternatif untuk
Sebaliknya A. auriculiformis bersifat toleran perbanyakan pohon elit dengan
terhadap penyakit tetapi memiliki mempertahankan sifat-sifat yang
penampilan morfologi yang kurang baik diinginkan. Lebih lanjut Shahinozzaman et
karena batangnya tidak lurus, tinggi bebas al. (2012) menyatakan bahwa teknik in vitro
cabangnya pendek dan bercabang banyak. merupakan teknik yang sama dengan teknik
Jenis ini cocok digunakan untuk perbanyakan konvensional yang secara
penanaman skala besar di Indonesia ekstensif diaplikasikan dalam perbanyakan
(Hendrati dan Nurrohmah 2018). skala massal pada beberapa spesies
Akasia hibrida merupakan hasil tanaman hutan. Teknik in vitro merupakan
persilangan antara bunga betina dari pohon salah satu solusi untuk perbanyakan
induk A. mangium dengan bunga jantan dari massal secara cepat tanpa dipengaruhi
pohon induk A. auriculiformis. Persilangan oleh musim dan tempat dengan tingkat
antara dua spesies tanaman bertujuan untuk proliferasi yang tinggi (Naik et al. 2017;
mendapatkan hibrid yang lebih baik dari Koszeghi et al. 2014) material tanaman
kedua tetuanya. Menurut Sein dan Mitlöhner yang dihasilkan seragam dan bebas dari
(2011) akasia hibrid mempunyai beberapa mikroba (Hassan dan Zayed 2018).
perbedaan dengan A. mangium dan A. Perbanyakan untuk produksi skala massal
auriculiformis. Selanjutnya Sunarti et al. mempunyai genetik yang sama, dicapai
(2013) melaporkan bahwa akasia hibrid lebih melalui kultur in vitro dan menguntungkan
produktif dari kedua tetuanya sebanyak 17 %. khususnya untuk tanaman yang bernilai
Menurut Dinh dan Ha (2017) persilangan tinggi dan sulit diperbanyak melalui teknik
antara A. mangium × A. auriculiformis konvensional (Babaei et al. 2014).
menghasilkan tanaman hibrid yang Perbanyakan klonal dari tanaman hutan
mempunyai perpaduan sifat keduanya yang bernilai tinggi melalui organogenesis
terutama tahan terhadap penyakit. Kriteria mempunyai potensi untuk mempercepat
tersebut merupakan syarat tanaman yang hasil persilangan tanaman dan
diinginkan sebagai bahan pulp dan kertas memperbaiki kualitas serta keseragaman
(Aimin et al. 2014). tanaman yang dihasilkan.
Beberapa keunggulan dari akasia Perbanyakan akasia melalui kultur in
hibrida dibandingkan dengan tetuanya antara vitro sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti
lain batang bulat dan lurus, pertumbuhan sebelumnya antara lain pada A. nilotica
yang cepat serta bebas cabang yang tinggi (Samake et al. 2011) pada A. caesia
(Kha et al. 2012), tahan terhadap penyakit (Thambiraj dan Paulsamy, 2012); pada A.
busuk hati serta kandungan selulosa yang aurioculiformis (Banerjee 2013; Ismail et al.
tinggi. Selanjutnya Praptoyo (2015) 2012) dan lain-lain. Menurut Akeng et al.
menyatakan bahwa kayu juvenil mempunyai (2014), perbanyakan in vitro dapat
kontribusi besar dalam penentuan kualitas memfasilitasi perbanyakan massal dari
kayu. Dilihat dari ukuran pembuluhnya, kayu individu terseleksi untuk sifat yang diinginkan
akasia hibrida mempunyai tekstur kayu halus dan sangat berpotensi untuk memecahkan
sampai sedang. masalah.

73
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

Perbanyakan melalui kultur in vitro digunakan dalam pembuatan media untuk


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kegiatan kultur jaringan, peralatan pembantu
media tumbuh dan zat pengatur tumbuh. seperti alumunium foil, cling wrap dan
Menurut Poothong dan Reed, (2014) medium peralatan yang digunakan pada saat
tumbuh merupakan salah satu faktor yang penanaman di dalam laminar air flow cabinet
sangat penting dalam mikropropagasi (LAFC) seperti pinset dan scalpel.
tanaman. Mineral nutrisi adalah komponen
utama medium tumbuh dan penting dalam Prosedur kerja
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bagian batang yang masih muda
Selanjutnya Arab et al. (2014) menyatakan dibersihkan dengan menggunakan sabun cair
bahwa salah satu faktor penting dalam kultur lalu dibilas dengan air bersih. Kemudian
in vitro khususnya pada tahap perbanyakan direndam dalam larutan fungisida Antracol
adalah zat pengatur tumbuh sitokinin. BA 0,1% selama 10 menit dan dibilas dengan air
merupakan salah satu dari kelompok sitokinin sampai bersih. Selanjutnya disterilisasi di
sintetis yang banyak digunakan dalam dalam laminar air flow dengan menggunakan
perbanyakan beberapa jenis tanaman alkohol 70 %, larutan HgCl2 dan Bayclin
berkayu. Sitokinin berperan dalam masing-masing selama 5, 7 dan 10 menit.
perbanyakan pada tahap perkembangan Setiap tahapan sterilisisasi diikuti dengan
tanaman seperti merangsang pembelahan pembilasan dengan air steril biasa sebanyak
sel dan ekspansi sel dalam sintesa protein tiga kali. Penelitian terdiri dari dua tahap
tanaman dan aktifitas beberapa enzim. kegiatan yaitu induksi tunas dan perbanyakan
Berdasarkan hal diatas dilakukan tunas.
penelitian perbanyakan akasia hibrida melalui
kultur in vitro yang bertujuan untuk Induksi tunas
mendapatkan perlakuan terbaik untuk Bahan tanaman sumber eksplan yang
perbanyakan tunas dari akasia hibrida (A. sudah disterilisasi dipotong dengan ukuran
mangium × A. auriculiformis). 2–3 cm dan terdiri dari 1 buku dan kemudian
digunakan sebagai eksplan. Eksplan
BAHAN DAN METODE ditumbuhkan pada medium dasar Murashige
dan Skoog (MS) yang ditambah dengan 0,1
Waktu dan tempat penelitian mg L-1 Thyamine-HCl; 0,5 mg L-1 Nicotinic
Bahan tanaman yang digunakan acid; 0,5 mg L-1 Pyridoxine; 2,0 mg L-1 glysin
diambil dari klon hibrida A. mangium × A. dan 100 mg L-1 myoinositol. Kemasaman atau
auriculiformis yang ditempatkan di rumah pH media dijadikan 5,8 dengan
kaca. Penelitian dilakukan di Laboratorium menambahkan 1 N HCl atau 1 N NaOH dan
Kultur Jaringan, Balai Besar Penelitian dan selanjutnya dilakukan sterilisasi medium
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu
Tanaman Hutan, Yogyakarta yang dimulai 121 ºC selama 20 menit. Perlakuan yang
dari bulan April 2016 sampai bulan Desember diberikan adalah penambahan zat pengatur
2017. tumbuh BA dengan konsentrasi 0,3; 0,7 dan
1,0 mg L-1. Setiap pelakuan dibuat 10 botol
Bahan dan alat dan setiap botol terdiri dari 1 eksplan. Setiap
Potongan batang satu buku dari klon A. perlakuan dibuat ulangan sebanyak 3 kali.
mangium × A. auriculiformis dijadikan Pengamatan dilakukan terhadap waktu
sebagai eksplan. Bahan kimia yang inisiasi tunas, jumlah tunas dan keadaan
digunakan terdiri dari komposisi hara makro visual biakan.
dan mikro media dasar Murashige dan Skoog
(MS), Woody Plant Medium (WPM) dan Perbanyakan tunas
Gamborg (B5) yang ditambah dengan vitamin Tahap perbanyakan tunas dilakukan
dan agar. Zat pengatur tumbuh yang melalui dua kegiatan berbeda yaitu
digunakan adalah benzyl adenine (BA). perbanyakan tunas melalui subkultur (SK)
Bahan-bahan lain yang digunakan adalah berulang (SK1 sampai dengan SK3) dan
aquades, alkohol, spiritus. perbanyakan tunas dengan menggunakan
Alat-alat yang digunakan dalam media dasar berbeda pada subkultur
penelitian terdiri dari alat-alat yang umum keempat (SK4).

74
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

Tabel 1. Waktu induksi dan jumlah tunas

Perlakuan Induksi Tunas Rata-Rata


Visual Biakan
(mg L-1) (hari) Jumlah Tunas

MS + BA 0,3 5,4c 1,0ª Daun hijau, batang sedang, pangkal berkalus


MS + BA 0,7 3,8ª 1,2ª Daun hijau, batang sedang, pangkal berkalus
MS + BA 1,0 4,3b 1,0ª Daun hijau, batang sedang, pangkal berkalus

Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1 % uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; BA: benzyl adenine

Perbanyakan tunas melalui subkultur berulang batang satu buku memberikan respon yang
Tunas yang dihasilkan pada tahap sangat baik dalam pembentukan tunas baru
induksi dipotong-potong dan mempunyai satu (true-to-type). Umumnya untuk merangsang
buku atau mata tunas selanjutnya dijadikan induksi dan perbanyakan tunas digunakan
sebagai eksplan pada tahap perbanyakan. zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin.
Perbanyakan tunas dilakukan secara berulang Akeng et al. (2014) menyatakan bahwa BA
pada media dasar MS dengan perlakuan yang merupakan zat pengatur tumbuh yang
sama yaitu penambahan BA 0,3; 0,7 dan 1,0 berfungsi dalam mengontrol pembentukan
mgLˉ1. Masing-masing perlakuan terdapat 10 tunas melalui aktifitas enzimatik diantaranya
botol dan masing-masing botol berisi 1 eksplan. mengontrol pembelahan sel. Selanjutnya
Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Chang et al. (2015) menyatakan bahwa BA
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas merupakan faktor penting dalam pemecahan
dan penampilan biakan secara visual. dormansi tunas.
Kegiatan ini menghasilkan kecepatan
Perbanyakan tunas pada media dasar berbeda induksi tunas mulai pada hari ke-dua sampai
Media dasar yang digunakan pada hari ke-sembilan setelah dikulturkan dengan
tahap ini adalah media dasar MS, WPM dan rata-rata antara 3,8 sampai dengan 5,4 hari
B5 dengan perlakuan penambahan zat setelah inokulasi. Dari tiga konsentrasi BA yang
pengatur tumbuh BA 0,3; 0,7 dan 1,0 mgL‫־‬1. digunakan, menunjukkan hanya pada 0,7 mg L-1
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah merupakan perlakuan yang memberikan
tunas, tinggi tunas dan penampilan biakan respon paling cepat dibandingkan dengan dua
secara visual. perlakuan lainnya. Nakasha et al. (2016)
menyatakan bahwa pada konsentrasi rendah
Analisa data BA dapat merangsang induksi dan diferensiasi
Data yang diperoleh dianalisa dengan tunas. Induksi tunas dari perlakuan ini terjadi
analisis sidik ragam (ANOVA) dengan pada rata-rata 3,8 hari setelah dikulturkan
menggunakan program SPSS dan apabila (Tabel 1) dan berbeda nyata dengan perlakuan
terdapat perbedaan dilanjutkan dengan yang lain.
DMRT pada tingkat 1 %. Eksplan yang ditumbuhkan pada
semua perlakuan dapat membentuk tunas
HASIL DAN PEMBAHASAN mencapai 100 %. Hal ini diduga disebabkan
karena penggunaan BA dengan konsentrasi
Induksi tunas antara 0,3 dan 1,0 mg L-1 merupakan kisaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang baik untuk induksi tunas akasia hibrida.
pada tahap induksi semua eksplan batang Sedangkan Akeng et al. (2014) melaporkan
satu buku dari anakan klon hibrid A. mangium bahwa inisiasi tunas pada jenis A. mangium
× A. auriculiformis yang ditumbuhkan pada diperoleh dengan menggunakan zat pengatur
perlakuan BA 0,3–1,0 mg L-1 dapat tumbuh BA pada kisaran yang tinggi yaitu
menghasilkan tunas. Stevens dan Pijut, antara 0,0–20,0 mg L-1.
(2018) menyatakan bahwa sitokinin eksogen Tunas yang dihasilkan pada tahap
dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas dan induksi berjumlah antara 1 sampai 2 tunas
konsentrasinya berpengaruh terhadap jumlah per eksplan yang dikulturkan. Rata-rata tunas
tunas yang dihasilkan. Eksplan potongan yang paling banyak diperoleh adalah dari

75
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

1 cm 1 cm
A B

1 cm 1 cm
C D

Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada perlakuan penambahan BA pada umur 3 minggu (A), 6 minggu (B), 8 minggu
(C), dan 16 minggu (D)

76
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

Tabel 2. Jumlah tunas dari perlakuan BA pada tahap subkultur berulang

Jumlah Tunas Pada Tahap


Perlakuan (mg L-1)
SK 1 SK 2 SK 3
MS + BA 0,3 2,07c 3,13c 2,87c
MS + BA 0,7 2,60ª 5,00ª 7,70ª
MS + BA 1,0 2,40b 4,30b 7,00b

Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1 % uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; SK: subkultur; BA: benzyl adenine

perlakuan BA 0,7 mg L-1 yaitu sebanyak 1,2 dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.
tunas (Tabel 1). Tunas yang dihasilkan Selain itu tunas yang diperoleh mempunyai
memperlihatkan penampilan yang baik ruas yang lebih panjang dan secara visual
dengan batang berukuran sedang dan kuat. biakan memperlihatkan penampilan yang
Pada tahap induksi dihasilkan tunas dengan lebih baik. Sedangkan dari penelitian Akeng
daun telapak, lebar, tebal dan berwarna hijau et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan
kekuningan (Gambar 1a) dan dalam BA dengan konsentrasi yang relatif tinggi (1,0
pertumbuhannya secara perlahan berubah mg L-1) efektif untuk merangsang tunas
menjadi hijau (Gambar 1b - d). aksilar A. carssicarpa. Selanjutnya Lodha et
Penambahan zat pengatur tumbuh ke al. (2015) melaporkan bahwa penggunaan
dalam medium tumbuh merupakan salah satu BA dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3,0
faktor keberhasilan dalam kultur in vitro. mg L-1) merupakan perlakuan terbaik untuk
Penambahan zat pengatur tumbuh eksogen induksi tunas pada tanaman Cadaba
akan meningkatkan kandungan hormon fruticosa (L.).
endogen pada sel dan jaringan sehingga
menjadi faktor pencetus (“trigerring factor”) Perbanyakan tunas melalui subkultur berulang
dalam proses pertumbuhan dan Biakan tunas steril yang diperoleh pada
perkembangan jaringan yang dikulturkan. tahap induksi masih dalam jumlah yang
Menurut Nursetiadi et al. (2016), zat pengatur terbatas pada tahap percobaan ini. Hal ini
tumbuh BA yang ada di dalam media tumbuh disebabkan karena terbatasnya jumlah
mempunyai pengaruh dan merangsang tanaman yang digunakan sebagai sumber
jaringan meristem dari eksplan untuk tumbuh eksplan sehingga dilakukan upaya
dan berkembang membentuk tunas. perbanyakan melalui tahap subkultur
Penggunaan BA 0,7 mg L-1 merupakan berulang yang bertujuan untuk mendapatkan
perlakuan yang paling baik dari ketiga jumlah tunas yang cukup. Subkultur biakan
perlakuan yang diujikan untuk induksi tunas. dilakukan dengan menggunakan perlakuan
Hasil yang hampir sama dengan penelitian yang sama dengan masa kultur selama 14
Markovic et al. (2013) pada tanaman D. minggu.
deltoideus L. juga menunjukkan bahwa tunas Tabel 2 memperlihatkan rata-rata
paling banyak dihasilkan dari perlakuan BA jumlah tunas yang diperoleh pada kegiatan
dengan konsentrasi rendah. Hal senada perbanyakan melalui tahap subkultur
dilaporkan oleh Cui et al. (2019) bahwa berulang. Peningkatan konsentrasi BA dari
penggunaan sitokinin konsentrasi rendah 0,3 menjadi 0,7 mg L-1 sejalan dengan
merangsang tingkat perbanyakan optimum peningkatan jumlah tunas yang dihasilkan
pada tanaman Davidia involucrata. pada masing-masing tahap subkultur yang
Sedangkan pada tanaman Ficus carica cv. dilakukan. Siddique et al. (2015) melaporkan
Japanese BTM 6, Ling et al. (2018) bahwa peningkatan konsentrasi sitokinin
melaporkan bahwa jumlah tunas pada tahap dari 0,5–5,0 µM pada media tumbuh dapat
induksi paling banyak dihasilkan dari meningkatkan jumlah tunas dan juga
perlakuan BA dengan konsentrasi yang lebih meningkatkan tinggi tunas yang dihasilkan
tinggi yaitu 2,0 mg L-1. Tunas yang dihasilkan pada tanaman Casia angustifolia. Hasil yang
dari perlakuan BA 0,7 mg/l memperlihatkan berbeda dengan penelitian Shen et al.
laju pertumbuhan yang lebih cepat (2010) dari eksplan tunas juvenil asal

77
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

cabang tanaman Casuarina cunninghamiana meningkat pada tahap subkultur selanjutnya


Miq berumur lebih dari 40 tahun menunjukkan (Tabel 2, Gambar 2). Dari tiga konsentrasi BA
bahwa peningkatan konsentrasi BA dari 0 yang diuji, memperlihatkan bahwa perlakuan
sampai 16 µM tidak dapat menghasilkan BA 0,7 mg L-1 merupakan perlakuan terbaik
tunas. untuk perbanyakan tunas. Perlakuan ini
Tingkat perbanyakan tunas pada tahap memberikan rata-rata jumlah tunas paling
subkultur pertama masih rendah kemudian banyak pada semua tahap subkultur (SK1–

1 cm
A

1 cm
B

Gambar 2. Tunas hasil subkultur kedua (A) dan subkulur ketiga (B) pada umur 14 minggu

78
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

Tabel 3. Jumlah tunas pada subkultur keempat dari media berbeda

Perlakuan (mg L-1) Rata-Rata Jumlah Tunas Penampilan Visual Biakan


MS + BA 0,7 12,60a Batang kuat, sedang, daun hijau, pangkal berkalus
WPM + BA 0,7 4,46b Batang kuat, sedang, daun hijau, pangkal berkalus
B5 + BA 0,7 2,20c Batang kuat, sedang, daun hijau, pangkal berkalus

Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; WPM: Woody Plant Medium; B5: Gamborg’s; BA: benzyl adenine

SK3) yang diteliti. Rata-rata jumlah tunas (2014), aktifitas BA yang terjadi pada inti sel
yang diperoleh dari masing-masing tahap atau pada membran sitoplasma dapat
subkultur adalah berturut-turut sebanyak menjadi toksik pada konsentrasi tertentu
2,60; 5,00 dan 7,7 tunas. Rata-rata jumlah sehingga jumlah tunas yang dihasilkan
tunas yang paling banyak diperoleh pada menurun. Sedangkan pada tanaman agave,
tahap subkultur ketiga (7,7 tunas) berbeda peningkatan konsentrasi BA dari 0,5 mg L-1
nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini sampai 1,5 mg L-1 tidak meningkatkan
menunjukkan bahwa semakin sering jumlah tunas (Ridhawati et al. 2017).
dilakukan subkultur diikuti oleh peningkatan
rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan. Perbanyakan tunas pada media dasar berbeda
Penelitian perbanyakan Ficus carica yang Subkultur tunas sebagai upaya
diteliti oleh Mustafa dan Taha (2012) perbanyakan tunas akasia hibrid juga
mendukung data kami bahwa jumlah tunas dilakukan dengan menggunakan media dasar
paling banyak dihasilkan pada tahap yang berbeda. Menurut Cui et al. (2019)
subkultur ketiga. Hal ini berbeda dengan medium dasar merupakan salah satu faktor
penelitian Vujovic et al. (2012) yang penting dalam kultur jaringan. Kegiatan ini
melaporkan bahwa tingkat multiplikasi tunas dilakukan pada tahap subkultur tunas yang
menurun tajam pada subkultur kedua dan keempat (SK4). Tiga jenis media dasar yang
ketiga dan terlebih lagi pada subkultur digunakan adalah media dasar MS, WPM
kelima. dan B5. Masing-masing media dasar
Peningkatan konsentrasi BA dari 0,7 mempunyai komposisi hara yang berbeda
mg L-1 menjadi 1,0 mg L-1 cendrung terutama pada kandungan hara makro (Reed
menurunkan jumlah rata-rata tunas yang et al. 2013). Sedangkan zat pengatur tumbuh
dihasilkan, baik pada subkultur pertama, ke- yang digunakan adalah konsentrasi terbaik
dua maupun ke-tiga. Hal ini menunjukkan dari tahap kegiatan sebelumnya yaitu BA 0,7
bahwa konsentrasi BA optimum yang mg L-1. Menurut Cui et al. (2019) penggunaan
dibutuhkan untuk perbanyakan tunas dari sitokinin pada konsentrasi rendah
akasia hibrida ini adalah BA 0,7 mg L-1. merangsang tingkat perbanyakan yang
Nursetiadi et al. (2016) melaporkan bahwa optimal. Di dalam Mustafa dan Taha (2012)
tingkat multiplikasi tunas pada beberapa dinyatakan bahwa BA merupakan ZPT yang
tanaman akan menurun dengan peningkatan paling baik untuk perbanyakan tunas melalui
konsentrasi sitokinin pada medium. Hasil tahapan subkultur berulang pada Ficus
kultur jaringan tanaman Dianthus deltoideus carica.
oleh Markovic et al. (2013) menyatakan Penggunaan tiga jenis media dasar
bahwa jumlah tunas yang paling banyak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
dihasilkan dari perlakuan BAP dengan perbanyakan tunas akasia hibrida. Rata-
konsentrasi yang lebih rendah dari 1,0 mg L- rata jumlah tunas yang dihasilkan adalah
1
dan tidak tumbuh pada media dengan antara 2,20–12,60 tunas (Tabel 3).
adanya peningkatan konsentrasi BAP. Penggunaan media dasar MS yang
Selanjutnya Mehta et al. (2012) melaporkan ditambah dengan BA 0,7 mg L-1 merupakan
bahwa jumlah tunas paling banyak dari perlakuan yang terbaik untuk perbanyakan
tanaman Bacopa monnieri diperoleh pada tunas. Hasil ini sejalan dengan penelitian
perlakuan kombinasi BA 1,0 mg L-1 dan Ismail et al. (2016) dan Nowakowska (2019)
kinetin 0,5 mg L-1. Menurut Akeng et al. yang menyatakan bahwa dari 3 jenis media

79
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

Tabel 4. Tinggi tunas pada subkultur ke 4 dari perlakuan BA dengan konsentrasi berbeda

Perlakuan (mg L-1) Rata-Rata Jumlah Tunas Penampilan Visual Biakan


MS + BA 0,3 2,65c Daun hijau, batang kuat, ruas sedang
MS + BA 0,7 4,92ª Daun hijau, batang kuat, ruas panjang
MS + BA 1,0 3,53b Daun hijau, batang pendek, ruas pendek

Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; BA: benzyl adenine

dasar yang digunakan (MS, WPM dan B5) pemanjangan tunas akasia hibrida. Berbeda
penggunaan media dasar MS merupakan dari penelitian Hagos dan Gebremdhin,
media terbaik untuk perbanyakan A. (2015) pada tanaman karorima (Aframomum
auriculiformis dan Daphne mezereum L. corrorima (Braun) P.C.M. Jansen)
‘Alba’. Rata-rata jumlah tunas yang menunjukkan bahwa tunas paling tinggi
dihasilkan dari perlakuan ini adalah diperoleh dari perlakuan media tanpa zat
sebanyak 12,60 tunas dan berbeda nyata pengatur tumbuh. Selain itu diduga jaringan
dengan perlakuan yang lain. Hal ini diduga akasia hibrida mempunyai kandungan
disebabkan karena media dasar MS sitokinin endogen yang optimal untuk
mempunyai kandungan hara makro yang pertumbuhan dan pemanjangan tunas
lebih tinggi dibanding media dasar WPM sehingga penambahan BA dengan
dan media dasar B5 terutama kandungan konsentrasi 1,0 mg L-1 menyebabkan laju
NH4NO3 dan KNO 3. Hara makro memainkan pertumbuhan tunas menjadi terhambat. Hal
peranan penting sebagai katalis dalam ini berbeda dengan hasil penelitian Mehta et
perbaikan tingkat regenerasi tanaman. al. (2012) pada kultur jaringan tanaman
Menurut Mehaboob et al. (2019) dan Wada Bacopa monnieri yang menunjukkan bahwa
et al. (2015), keberhasilan perbanyakan tunas paling tinggi diperoleh dari perlakuan
dipengaruhi oleh komposisi kimia medium penggunaan kombinasi BA 0,5 mg L-1 dengan
kultur dan optimasi mineral nutrisi. Hal yang kinetin 2,0 mg L-1.
berbeda dilaporkan Poothong et al. (2018) Perlakuan BA 0,7 mg L -1 merupakan
pada tanaman stevia bahwa jumlah tunas perlakuan terbaik untuk parameter tinggi
paling banyak diperoleh dari perlakuan tunas yang diamati. Rata-rata tinggi tunas
media tumbuh dengan hara makro rendah dari perlakuan ini adalah 6,97 cm dan
dan hara mikro yang tinggi. Sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan yang
penggunaan media dasar B5 dihasilkan lain. Hasil ini berbeda dengan penelitian
tunas dengan jumlah paling sedikit yaitu Djumat (2014) yang melaporkan bahwa
2,20 tunas. Di dalam Gantait et al. (2018) tunas paling tinggi dari eksplan tunas
dilaporkan bahwa media dasar B5 jarang terminal maupun dari eksplan tunas aksilar
digunakan dalam perbanyakan tunas. jabon merah dihasilkan dari perlakuan BA
1,0 mg L -1. Selanjutnya (Siddique et al.
Tinggi tunas 2015) melaporkan bahwa laju
Tabel 4 memperlihatkan rata-rata tinggi pertumbuhan tunas paling cepat pada
tunas yang dihasilkan pada perlakuan BA tanaman Casia angustifolia diperoleh pada
0,3–1,0 mg L-1. Dari perlakuan yang perlakuan kombinasi 5,0 µM BA + 0,5 µM
digunakan diperoleh tunas dengan tinggi IAA. Demikian juga Vujovic et al. (2012)
rata-rata antara 3,26–6,97 cm. Peningkatan melaporkan bahwa subkultur biakan dapat
konsentrasi BA dari 0,3 mg L-1 menjadi 0,7 mg menambah panjang tunas setelah 30 atau
L-1 sejalan dengan peningkatan tinggi tunas 45 hari masa inkubasi. Lebih lanjut
yang diperoleh namun peningkatan Santoso (2012) menyatakan bahwa tunas
-1
konsentrasi BA dari 0,7 mg L menjadi 1,0 mg hasil kultur jaringan tanaman kina paling
L-1 ternyata menghasilkan tunas yang lebih tinggi diperoleh dari penggunaan media
pendek, lebih besar dan lebih kuat. Hal ini dasar MS yang ditambah dengan BA
menunjukkan bahwa konsentrasi BA yang dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3,0
digunakan sangat berpengaruh terhadap mg L -1).

80
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

Pada penelitian ini belum dilakukan berukuran kecil dengan bulu-bulu akar yaitu
kegiatan tahap perakaran tetapi akar dapat pada perlakuan BA 1,0 mg L-1. Persentase
tumbuh secara spontan pada perlakuan biakan yang menghasilkan akar dari
perbanyakan yang mengandung BA (Gambar perlakuan BA 1,0 mg L-1 tersebut mencapai
3). Dari tiga perlakuan konsentrasi BA yang 50 % (Gambar 3a) yang diperoleh dalam
digunakan menunjukkan terdapat satu waktu tujuh belas minggu. Hal ini
perlakuan yang menghasilkan sejumlah akar menunjukkan bahwa kandungan auksin

1 cm
A

1 cm 1 cm
B C

Gambar 2. Tunas hasil subkultur kedua (A) dan subkulur ketiga (B) pada umur 14 minggu

81
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

endogen dari eksplan yang digunakan relatif KESIMPULAN


lebih tinggi dibanding sitokinin yang
ditambahkan sehingga dapat membentuk Penambahan BA 0,7 mg L-1 pada
akar. Selain itu juga diduga disebabkan oleh modifikasi media MS merupakan perlakuan
sumber eksplan yang digunakan mempunyai paling baik untuk perbanyakan tunas akasia
kandungan auksin endogen yang berbeda. hibrida dimana induksi tunas paling cepat
Akar yang diperoleh pada penelitian ini terjadi rata-rata pada 3,8 hari setelah
berukuran kecil dan mempunyai bulu-bulu ditanam. Rata-rata jumlah tunas paling
akar yang banyak. Bulu-bulu akar yang banyak pada perlakuan ini diperoleh pada
banyak lebih menguntungkan pada saat tahap SK4 yaitu sebanyak 12,60 tunas.
aklimatisasi plantlet karena bidang serapan Tunas yang dihasilkan memperlihatkan
hara dan nutrisi dari media akan semakin luas penampilan visual yang baik, berwarna hijau
sehingga hara dan nutrisi yang terserap akan dengan batang yang kuat. Pada perlakuan
semakin banyak. BA dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu
1,0 mg L-1 dapat dihasilkan plantlet dengan
Penampilan visual biakan akar berukuran kecil dan panjang serta bulu-
Pengamatan biakan secara visual bulu akar halus dan banyak.
memperlihatkan bahwa biakan yang
dihasilkan pada penelitian ini mempunyai UCAPAN TERIMA KASIH
penampilan yang baik dan normal. Selain itu
pada bagian pangkal tunas yang dihasilkan Ucapan terima kasih disampaikan
terdapat kalus. Penambahan ZPT BA ke kepada semua teknisi di laboratorium kultur
dalam media tumbuh akan mempengaruhi jaringan atas bantuannya dalam pelaksanaan
kandungan hormon endogen dari jaringan sampai selesainya penelitian ini.
tanaman yang dikultur sehingga terjadi
diferensiasi sel. Perubahan kandungan ZPT DAFTAR PUSTAKA
tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan
In vitro kandungan auksin dan sitokinin dalam Aimin AAS, Abdullah MZ, Muhammad N,
jaringan. Diduga akasia hibrida mempunyai Ratnam W (2014) Early growth
kandungan hormon auksin endogen yang performance of full-sib Acacia
relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan auriculiformis × Acacia mangium F1
sitokinin sehingga terbentuk kalus. Menurut hybrid progenies at three different sites.
Reed et al. (2013b) pertumbuhan kalus pada In AIP Conf Proc 1614:769–771. doi:
perbanyakan tunas merupakan respon 10.1063/1.4895299
pertumbuhan yang tidak dimengerti. Pada Akeng G, Muniandi SK, Shukor NAA (2014)
beberapa penelitian menunjukkan indikasi regeneration of Acacia crassicarpa A.
hubungan antara mineral nutrisi dan produksi Cunn ex Benth through organogenesis
kalus bila kalus adalah hasil yang diinginkan. from juvenile sources. J Food Agric
Kalus yang terbentuk bervariasi dan Environ 12:375–382. doi:
mempunyai tekstur kompak sampai remah 10.1234/4.2014.5415
(friable). Kalus kompak berwarna putih dan Arab MM, Yadollahi A, Shojaeiyan A, Shokri
kecoklatan sedangkan kalus remah berwarna S, Ghojah SM (2014) Effects of nutrient
kekuningan (kuning muda). Kalus yang media, different cytokinin types and their
terbentuk pada bagian pangkal pada umumnya concentrations on in vitro multiplication
dapat mempengaruhi translokasi nutrisi dari of G × N15 (hybrid of almond × peach)
media kultur ke dalam jaringan yang vegetative rootstock. J Genet Eng
ditumbuhkan, sehingga dapat mempengaruhi Biotechnol 12:81–87. doi:
pertumbuhan biakan dan oleh karena itu perlu 10.1016/j.jgeb.2014.10.001
dilakukan pemotongan bagian kalus tersebut Javed AM, Deivaseeno D, Ratnam W (2017)
pada saat dilakukan subkultur. Hasil ini Characterization of natural provenances
berbeda dengan penelitian Siddique et al. of Acacia mangium Willd. and Acacia
(2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada auriculiformis A. Cunn. ex Benth. in
pembentukan kalus pada pangkal tunas yang Malaysia based on phenotypic traits. J
dihasilkan pada media dengan penambahan For Sci 63:562–576. doi:
0,5–10 µM BA, thidiazuron atau kinetin. 10.17221/82/2016-JFS

82
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

Babaei N, Abdullah NAP, Saleh G, Abdullah 10.7226/jtfm.24.3.136


TL (2014) An efficient in vitro plantlet Ismail H, Muniandi SK, Yusoff AM, Hassan
regeneration from shoot tip cultures of NH, Shukor NAA (2016) In vitro
Curculigo latifolia, a medicinal plant. Sci micropropagation of Acacia
World J 2014:1–9. doi: auriculiformis from selected juvenile
10.1155/2014/275028 sources. Dendrobiol 75:157–165. doi:
Banerjee P (2013) Rapid in vitro propagation 10.12657/denbio.075.015
of Acacia auriculiformis on solid and Ismail H, Noraini AS, Aziah MY, Hassan NH,
liquid media: Role of organic additive, Zainudin F, Abdullah N, Rahman SSA
antioxidant and plant growth regulators. (2012) In vitro shoot induction of Acacia
Cibtech J Bio-Protoc 2:39–49 auriculiformis from juvenile and mature
Chang S, Wu C, Chen F, Tsay J, CheShoot sources. J Biotechnol Pharm Res 3:88–93
induction from axillary shoot tip explants Kha LD, Harwood CE, Kien N, Baltunis BS,
of fig (Ficus carica) n J, Ho C (2015) Thinh HH (2012) Growth and wood basic
Micropropagation through axillary bud density of acacia hybrid clones at three
culture and cultivation of Davidia locations in Vietnam. New For 43:13–29.
involucrata Bail . Taiwan J For Sci doi: 10.1007/s11056-011-9263-y
30:15–29 Koszeghi S, Bereczki C, Balog A, Benedek K
Cui Y, Deng Y, Zheng K, Hu X, Zhu M, Deng (2014) Comparing the effects of
X, Xi R (2019) An efficient benzyladenine and meta-topolin on
micropropagation protocol for an sweet basil (Ocimum basilicum)
endangered ornamental tree species micropropagation. Not Scientia Biol
(Magnolia sirindhorniae Noot. & 6:422–427. doi: 10.1583/nsb649464
Chalermglin) and assessment of genetic Ling WT, Liew FC, Lim WY, Subramaniam S,
uniformity through DNA markers. Sci Chew BL (2018) cv. Japanese BTM 6.
Rep 9:1–10. doi: 10.1038/s41598-019- Tropical Life Sci Res 29:165–174. doi:
46050-w 10.21315/tlsr2018.29.2.11
Le DK, Ha HT (2017) Research and Lodha D, Patel AK, Shekhawat NS (2015) A
development of acacia hybrids for high-frequency in vitro multiplication,
commercial planting in Vietnam. Life Sci micromorphological studies and ex vitro
59:36–42 rooting of Cadaba fruticosa (L.) Druce
La Djumat J (2014) Multiplikasi in vitro (Bahuguni): A multipurpose endangered
Samama (Anthocephalus macrophyllus medicinal shrub. Physiol Mol Biol Plants
(Robx). Havil) melalui tunas pucuk dan 21:407–415. doi: 10.1007/s12298-015-
tunas aksilar. Bimafika 5:607–613 0310-6
Gantait S, Kundu S, Das PK (2018) Acacia : An Markovic M, Popovic M, Vilotic D (2013)
exclusive survey on in vitro propagation. J Micropropagation of Dianthus deltoideus
Saudi Soc Agric Sci 17:163–177. doi: L. through shoot tip and nodal cuttings
10.1016/j.jssas.2016.03.004 culture. Arch Biol Sci Belgrade 65:17–
Hagos R, Gebremdhin H (2015) Effects of 22. doi: 10.2298/ABS1301017M
cytokinin types and their concentration Mehaboob VM, Faizal K, Raja P, Aslam A,
on in vitro shoot induction and Shajahan A (2019) Effect of nitrogen
multiplication of korarima. Int J Genet sources and 2,4-D treatment on indirect
Mol Biol 7:8–14. doi: regeneration of ginger (Zingiber
10.5897/IJGMB2015.0108 officinale Rosc.) using leaf base
Hassan SAM, Zayed NS (2018) Review explants. J Plant Biotechnol 46:17–21.
article factor controlling doi: 10.5010/JPB.2019.46.1.017
micropropagation of fruit trees : A Mehta J, Ansari R, Syedy M, Khan S, Sharma
review. Sci Int 6:1–10. doi: S, Gupta N, Rathore R, Vaishnav K
10.17311/sciintl.2018.1.10 (2012) An effective method for high
Hendrati RL, Nurrohmah SH (2018) Quality of frequency multiple shoots regeneration
genetically-improved Acacia and callus induction of Bacopa monnieri
auriculiformis for renewable short- (L.) Pennel.: An important medicinal
rotation wood-energy. J Manaj Hutan plant. Asian J Plant Sci Res 2:620–626
Tropika 24:136–143. doi: Mustafa N, Taha RA (2012) Influence of plant

83
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti

growth regulators and subculturing on in Prosiding Seminar Nasional XVIII


vitro multiplication of some fig (Ficus carica) Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
cultivars. J Appl Sci Res 8:4038–4044 (MAPEKI), Bandung, pp 11–18
Naik PM, Godbole M, Nagella P, Murthy HN Reed BM, Wada S, Denoma J, Niedz RP
(2017) Influence of different media, (2013a) Improving in vitro mineral
medium strength and carbon sources on nutrition for diverse pear germplasm. In
adventitious shoot cultures and Vitro Cell Dev Biol Plant 49:343–355.
production of bacoside A in Bacopa doi: 10.1007/s11627-013-9504-1
monnieri (L.). Ceylon J Sci 46:97–104. Reed BM, Wada S, Denoma J, Niedz RP
doi: 10.4038/cjs.v46i4.7472 (2013b) Mineral nutrition influences
Nakasha JJ, Sinniah UR, Kemat N, Swamy physiological responses of pear in vitro.
MK (2016) Induction, subculture cycle, In Vitro Cell Dev Biol Plant 49:699–709.
and regeneration of callus in safed musli doi: 10.1007/s11627-013-9556-2
(Chlorophytum borivilianum) using Ridhawati A, Anggraeni TDA, Purwati RD
different types of phytohormones. (2017) Pengaruh komposisi media
Phamacogn Mag 12:5460–5464. doi: terhadap induksi tunas dan akar lima
10.4103/0973-1296.191457 genotipe tanaman agave pada kultur in
Nambiar ES, Harwood CE, Kien ND (2014) vitro. Buletin Tanam Tembakau Serat
Acacia plantations in Vietnam : Minyak Industri 9:1–9. doi:
Research and knowledge application to 10.21082/btsm.v9n1.2017.1-9
secure a sustainable future. South For: Samake G, Folega F, Senou H, Wang H,
J For Sci 77:1–10. doi: Sciences B, Forestry, B (2011) In vitro
10.2989/20702620.2014.999301 regeneration of Acacia nilotica (L.) Willd.
Nowakowska K, Pacholczak A, Tepper W ex Del from nodes on B5 medium. J
(2019) The effect of selected growth Agric Biotechnol Sustain Dev 3:85–89.
regulators and culture media on doi: 10.5897/AJB11.515
regeneration of Daphne mezereum L. Samake G, Traore BM, Senou H, Wang H
'Alba'. Rend Lincei Sci Fis Nat 30:197– (2011) In vitro regeneration of Acacia
205. doi: 10.1007/s12210-019-00777-w nilotica from nodes on MS medium. Afr J
Nursetiadi EKA, Yuniastuti E, Putri RBA Biotechnol 10:11493–11501. doi:
(2016) Pengaruh macam media dan 10.5897/AJB11.516
konsentrasi BAP terhadap multiplikasi Santoso J (2012) The effect of benzyl amino
tanaman manggis (Garcinia purin (BAP) and indole butyric acid (IBA)
mangostana) secara in vitro. Bioteknol concentrations on the growth of shoot
13:63–72. doi: 10.13057/biotek/c130203 and root of Chincona ledgeriana Moens
Poothong S, Khen T, Chumphukam O (2018) in vitro propagation. J Penelit Teh Kina
In vitro mineral nutrition for improving 15:40–49
growth and multiplication of stevia. Agric Sein CC, Mitlöhner R (2011) Acacia hybrid:
Nat Resour 52:477–483. doi: Ecology and silviculture in Vietnam.
10.1016/j.anres.2018.11.007 Center for International Forestry
Poothong S, Reed BM (2014) Modeling the Research (CIFOR), Bogor. doi:
effects of mineral nutrition for improving 10.17528/cifor.003693
growth and development of Shen X, Castle WS, Gmitter JFG (2010) In
micropropagated red raspberries. Sci vitro shoot proliferation and root
Hortic 165:132–141. doi: induction of shoot tip explants from
10.1016/j.scienta.2013.10.040 mature male plants of Casuarina
Praptoyo H (2015) Studi kualitas kayu akasia cunninghamiana Miq . Hort Sci 45:797–
hibrida (Acacia hybrid) hasil persilangan 800. doi: 10.21273/HORTSCI.45.5.797
Acacia mangium dengan Acacia Shahinozzaman M, Abul M, Azad K, Amin MN
auriculiformis dari aspek sifat anatomi (2012) In vitro clonal propagation of a
dan fisika kayu. In: Hermiati E, Dwianto fast growing legume tree - Acacia
W, Fatriasari W, Yanto DHY, Anita SH, mangium Willd. employing cotyledonary
Kurniawan YD, Zulfitri A, Astari L, node explants. Not Scientia Biol 4:79–
Zulfiana D, Pramasari DA, Nurhamiyah 85. doi: 10.15835/nsb427553
Y, Oktaviani M, Sumarno A (eds) Siddique I, Bukhari NAW, Perveen K, Siddiqui

84
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020

I (2015) Influence of plant growth auriculiformis) to increase forest


regulators on in vitro shoot multiplication plantation productivity in Indonesia. J
and plantlet formation in Cassia Manaj Hutan Tropika 19:128–137. doi:
angustifolia Vahl. Braz Arch Biol Technol 10.7226/jtfm.19.2.128
58:686–691. doi: 10.1590/S1516- Thambiraj J, Paulsamy S (2012) Rapid in vitro
89132015050290 multiplication of the ethnomedicinal
Stevens ME, Pijut PM (2018) Rapid in vitro shrub, Acacia caesia (L.) Willd
shoot multiplication of the recalcitrant (Mimosaceae) from leaf explants. Asian
species Juglans nigra L . In Vitro Cell Pac J Tropical Biomed 2:S618–S622.
Dev Biol Plant 54:309–317. doi: doi: 10.1016/S2221-1691(12) 60284-6
10.1007/s11627-018-9892-3 Vujovic T, Ružić D, Cerović R (2012) In vitro shoot
Sunarti S (2018) Review : Peran biodiversitas multiplication as influenced by repeated
dalam pemuliaan tanaman kehutanan: subculturing of shoots of contemporary fruit
Studi kasus pada pengembangan rootstocks. Hort Sci 39:101–107. doi:
varietas baru hibrid Acacia (Acacia 10.17221/208/2011HortSci
mangium × Acacia auriculiformis). Pros Wada S, Niedz RP, Reed BM (2015)
Semin Nas Masy Biodivers Indones 4: Determining nitrate and ammonium
28–34. doi: 10.13057/psnmbi/m040104 requirements for optimal in vitro
Sunarti S, Nai’em M, Hardiyanto EB, Indrioko response of diverse pear species. In
S (2013) Breeding strategy of Acacia Vitro Cell Dev Biol Plant:19–27. doi:
hybrid (Acacia mangium × A. 10.1007/s11627-015-9662-4

85

You might also like