Jurnal: PERBANYAKAN AKASIA HIBRIDA (Acacia Mangium × Acacia
Jurnal: PERBANYAKAN AKASIA HIBRIDA (Acacia Mangium × Acacia
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage Jurnal:http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI
ABSTRACT
In vitro culture is a promising technique for mass propagation of high-value plant species. This
study was conducted to obtain the best treatment for mass propagation of hybrid acacia shoots (A.
mangium × A. auriculiformis) through in vitro culture. Single-node stem from seedlings was used
as explants to be grown on the modified Murashige and Skoog (MS) medium, the Woody Plant
Medium (WPM), and Gamborg (B5) medium. The study was conducted in two stages namely,
shoot induction and shoot propagation. The treatments tested were the use of benzyl adenine (BA)
with a concentration of 0.3; 0.7 and 1.0 mg L-1. Visual observations were made on shoot induction
time, the number of shoots, shoot height, and culture morphology. The results showed that BA 0.7
mg L-1 treatment on modified MS medium was the best for shoot induction, shoot multiplication,
shoot height, and culture morphology. This treatment produced an average of 2.6; 5.0 and 7.7
shoots in the first, second, and third subculture, respectively. The use of different base media in
the fourth subculture showed that the BA treatment of 0.7 mg L-1 was the best with 12.60 shoots,
an average shoot height of 6.97 cm, as well as good and normal culture morphology.
ABSTRAK
Kultur in vitro merupakan teknik yang menjanjikan untuk perbanyakan massal spesies tanaman
bernilai tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik pada perbanyakan
tunas akasia hibrida (A. mangium × A. auriculiformis) melalui kultur in vitro. Batang satu buku dari
anakan digunakan sebagai eksplan dengan media tumbuh berupa media dasar Murashige dan
Skoog (MS) yang sudah dimodifikasi, media dasar Woody Plant Medium (WPM), dan Gamborg
(B5). Penelitian dilakukan dua tahap yaitu induksi tunas dan perbanyakan tunas. Perlakuan yang
diuji adalah penggunaan benzyl adenine (BA) dengan konsentrasi 0,3; 0,7 dan 1,0 mg L-1.
Pengamatan visual dilakukan terhadap waktu induksi tunas, jumlah tunas, tinggi tunas, dan
penampilan biakan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan BA 0,7 mg L-1 pada media MS modifikasi
merupakan yang terbaik untuk induksi tunas, perbanyakan tunas, tinggi tunas, dan kondisi biakan.
Perlakuan ini menghasilkan rata-rata 2,6; 5,0 dan 7,7 tunas pada subkultur pertama, kedua dan
ketiga. Penggunaan media dasar berbeda pada subkultur keempat menunjukkan bahwa
perlakuan BA 0,7 mg L-1 adalah yang terbaik dengan 12,60 tunas, rata-rata tinggi tunas 6,97 cm,
serta penampilan biakan yang baik dan normal.
72
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
73
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
74
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1 % uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; BA: benzyl adenine
Perbanyakan tunas melalui subkultur berulang batang satu buku memberikan respon yang
Tunas yang dihasilkan pada tahap sangat baik dalam pembentukan tunas baru
induksi dipotong-potong dan mempunyai satu (true-to-type). Umumnya untuk merangsang
buku atau mata tunas selanjutnya dijadikan induksi dan perbanyakan tunas digunakan
sebagai eksplan pada tahap perbanyakan. zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin.
Perbanyakan tunas dilakukan secara berulang Akeng et al. (2014) menyatakan bahwa BA
pada media dasar MS dengan perlakuan yang merupakan zat pengatur tumbuh yang
sama yaitu penambahan BA 0,3; 0,7 dan 1,0 berfungsi dalam mengontrol pembentukan
mgLˉ1. Masing-masing perlakuan terdapat 10 tunas melalui aktifitas enzimatik diantaranya
botol dan masing-masing botol berisi 1 eksplan. mengontrol pembelahan sel. Selanjutnya
Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Chang et al. (2015) menyatakan bahwa BA
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas merupakan faktor penting dalam pemecahan
dan penampilan biakan secara visual. dormansi tunas.
Kegiatan ini menghasilkan kecepatan
Perbanyakan tunas pada media dasar berbeda induksi tunas mulai pada hari ke-dua sampai
Media dasar yang digunakan pada hari ke-sembilan setelah dikulturkan dengan
tahap ini adalah media dasar MS, WPM dan rata-rata antara 3,8 sampai dengan 5,4 hari
B5 dengan perlakuan penambahan zat setelah inokulasi. Dari tiga konsentrasi BA yang
pengatur tumbuh BA 0,3; 0,7 dan 1,0 mgL־1. digunakan, menunjukkan hanya pada 0,7 mg L-1
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah merupakan perlakuan yang memberikan
tunas, tinggi tunas dan penampilan biakan respon paling cepat dibandingkan dengan dua
secara visual. perlakuan lainnya. Nakasha et al. (2016)
menyatakan bahwa pada konsentrasi rendah
Analisa data BA dapat merangsang induksi dan diferensiasi
Data yang diperoleh dianalisa dengan tunas. Induksi tunas dari perlakuan ini terjadi
analisis sidik ragam (ANOVA) dengan pada rata-rata 3,8 hari setelah dikulturkan
menggunakan program SPSS dan apabila (Tabel 1) dan berbeda nyata dengan perlakuan
terdapat perbedaan dilanjutkan dengan yang lain.
DMRT pada tingkat 1 %. Eksplan yang ditumbuhkan pada
semua perlakuan dapat membentuk tunas
HASIL DAN PEMBAHASAN mencapai 100 %. Hal ini diduga disebabkan
karena penggunaan BA dengan konsentrasi
Induksi tunas antara 0,3 dan 1,0 mg L-1 merupakan kisaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang baik untuk induksi tunas akasia hibrida.
pada tahap induksi semua eksplan batang Sedangkan Akeng et al. (2014) melaporkan
satu buku dari anakan klon hibrid A. mangium bahwa inisiasi tunas pada jenis A. mangium
× A. auriculiformis yang ditumbuhkan pada diperoleh dengan menggunakan zat pengatur
perlakuan BA 0,3–1,0 mg L-1 dapat tumbuh BA pada kisaran yang tinggi yaitu
menghasilkan tunas. Stevens dan Pijut, antara 0,0–20,0 mg L-1.
(2018) menyatakan bahwa sitokinin eksogen Tunas yang dihasilkan pada tahap
dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas dan induksi berjumlah antara 1 sampai 2 tunas
konsentrasinya berpengaruh terhadap jumlah per eksplan yang dikulturkan. Rata-rata tunas
tunas yang dihasilkan. Eksplan potongan yang paling banyak diperoleh adalah dari
75
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
1 cm 1 cm
A B
1 cm 1 cm
C D
Gambar 1. Pertumbuhan tunas pada perlakuan penambahan BA pada umur 3 minggu (A), 6 minggu (B), 8 minggu
(C), dan 16 minggu (D)
76
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1 % uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; SK: subkultur; BA: benzyl adenine
perlakuan BA 0,7 mg L-1 yaitu sebanyak 1,2 dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.
tunas (Tabel 1). Tunas yang dihasilkan Selain itu tunas yang diperoleh mempunyai
memperlihatkan penampilan yang baik ruas yang lebih panjang dan secara visual
dengan batang berukuran sedang dan kuat. biakan memperlihatkan penampilan yang
Pada tahap induksi dihasilkan tunas dengan lebih baik. Sedangkan dari penelitian Akeng
daun telapak, lebar, tebal dan berwarna hijau et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan
kekuningan (Gambar 1a) dan dalam BA dengan konsentrasi yang relatif tinggi (1,0
pertumbuhannya secara perlahan berubah mg L-1) efektif untuk merangsang tunas
menjadi hijau (Gambar 1b - d). aksilar A. carssicarpa. Selanjutnya Lodha et
Penambahan zat pengatur tumbuh ke al. (2015) melaporkan bahwa penggunaan
dalam medium tumbuh merupakan salah satu BA dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3,0
faktor keberhasilan dalam kultur in vitro. mg L-1) merupakan perlakuan terbaik untuk
Penambahan zat pengatur tumbuh eksogen induksi tunas pada tanaman Cadaba
akan meningkatkan kandungan hormon fruticosa (L.).
endogen pada sel dan jaringan sehingga
menjadi faktor pencetus (“trigerring factor”) Perbanyakan tunas melalui subkultur berulang
dalam proses pertumbuhan dan Biakan tunas steril yang diperoleh pada
perkembangan jaringan yang dikulturkan. tahap induksi masih dalam jumlah yang
Menurut Nursetiadi et al. (2016), zat pengatur terbatas pada tahap percobaan ini. Hal ini
tumbuh BA yang ada di dalam media tumbuh disebabkan karena terbatasnya jumlah
mempunyai pengaruh dan merangsang tanaman yang digunakan sebagai sumber
jaringan meristem dari eksplan untuk tumbuh eksplan sehingga dilakukan upaya
dan berkembang membentuk tunas. perbanyakan melalui tahap subkultur
Penggunaan BA 0,7 mg L-1 merupakan berulang yang bertujuan untuk mendapatkan
perlakuan yang paling baik dari ketiga jumlah tunas yang cukup. Subkultur biakan
perlakuan yang diujikan untuk induksi tunas. dilakukan dengan menggunakan perlakuan
Hasil yang hampir sama dengan penelitian yang sama dengan masa kultur selama 14
Markovic et al. (2013) pada tanaman D. minggu.
deltoideus L. juga menunjukkan bahwa tunas Tabel 2 memperlihatkan rata-rata
paling banyak dihasilkan dari perlakuan BA jumlah tunas yang diperoleh pada kegiatan
dengan konsentrasi rendah. Hal senada perbanyakan melalui tahap subkultur
dilaporkan oleh Cui et al. (2019) bahwa berulang. Peningkatan konsentrasi BA dari
penggunaan sitokinin konsentrasi rendah 0,3 menjadi 0,7 mg L-1 sejalan dengan
merangsang tingkat perbanyakan optimum peningkatan jumlah tunas yang dihasilkan
pada tanaman Davidia involucrata. pada masing-masing tahap subkultur yang
Sedangkan pada tanaman Ficus carica cv. dilakukan. Siddique et al. (2015) melaporkan
Japanese BTM 6, Ling et al. (2018) bahwa peningkatan konsentrasi sitokinin
melaporkan bahwa jumlah tunas pada tahap dari 0,5–5,0 µM pada media tumbuh dapat
induksi paling banyak dihasilkan dari meningkatkan jumlah tunas dan juga
perlakuan BA dengan konsentrasi yang lebih meningkatkan tinggi tunas yang dihasilkan
tinggi yaitu 2,0 mg L-1. Tunas yang dihasilkan pada tanaman Casia angustifolia. Hasil yang
dari perlakuan BA 0,7 mg/l memperlihatkan berbeda dengan penelitian Shen et al.
laju pertumbuhan yang lebih cepat (2010) dari eksplan tunas juvenil asal
77
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
1 cm
A
1 cm
B
Gambar 2. Tunas hasil subkultur kedua (A) dan subkulur ketiga (B) pada umur 14 minggu
78
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; WPM: Woody Plant Medium; B5: Gamborg’s; BA: benzyl adenine
SK3) yang diteliti. Rata-rata jumlah tunas (2014), aktifitas BA yang terjadi pada inti sel
yang diperoleh dari masing-masing tahap atau pada membran sitoplasma dapat
subkultur adalah berturut-turut sebanyak menjadi toksik pada konsentrasi tertentu
2,60; 5,00 dan 7,7 tunas. Rata-rata jumlah sehingga jumlah tunas yang dihasilkan
tunas yang paling banyak diperoleh pada menurun. Sedangkan pada tanaman agave,
tahap subkultur ketiga (7,7 tunas) berbeda peningkatan konsentrasi BA dari 0,5 mg L-1
nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini sampai 1,5 mg L-1 tidak meningkatkan
menunjukkan bahwa semakin sering jumlah tunas (Ridhawati et al. 2017).
dilakukan subkultur diikuti oleh peningkatan
rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan. Perbanyakan tunas pada media dasar berbeda
Penelitian perbanyakan Ficus carica yang Subkultur tunas sebagai upaya
diteliti oleh Mustafa dan Taha (2012) perbanyakan tunas akasia hibrid juga
mendukung data kami bahwa jumlah tunas dilakukan dengan menggunakan media dasar
paling banyak dihasilkan pada tahap yang berbeda. Menurut Cui et al. (2019)
subkultur ketiga. Hal ini berbeda dengan medium dasar merupakan salah satu faktor
penelitian Vujovic et al. (2012) yang penting dalam kultur jaringan. Kegiatan ini
melaporkan bahwa tingkat multiplikasi tunas dilakukan pada tahap subkultur tunas yang
menurun tajam pada subkultur kedua dan keempat (SK4). Tiga jenis media dasar yang
ketiga dan terlebih lagi pada subkultur digunakan adalah media dasar MS, WPM
kelima. dan B5. Masing-masing media dasar
Peningkatan konsentrasi BA dari 0,7 mempunyai komposisi hara yang berbeda
mg L-1 menjadi 1,0 mg L-1 cendrung terutama pada kandungan hara makro (Reed
menurunkan jumlah rata-rata tunas yang et al. 2013). Sedangkan zat pengatur tumbuh
dihasilkan, baik pada subkultur pertama, ke- yang digunakan adalah konsentrasi terbaik
dua maupun ke-tiga. Hal ini menunjukkan dari tahap kegiatan sebelumnya yaitu BA 0,7
bahwa konsentrasi BA optimum yang mg L-1. Menurut Cui et al. (2019) penggunaan
dibutuhkan untuk perbanyakan tunas dari sitokinin pada konsentrasi rendah
akasia hibrida ini adalah BA 0,7 mg L-1. merangsang tingkat perbanyakan yang
Nursetiadi et al. (2016) melaporkan bahwa optimal. Di dalam Mustafa dan Taha (2012)
tingkat multiplikasi tunas pada beberapa dinyatakan bahwa BA merupakan ZPT yang
tanaman akan menurun dengan peningkatan paling baik untuk perbanyakan tunas melalui
konsentrasi sitokinin pada medium. Hasil tahapan subkultur berulang pada Ficus
kultur jaringan tanaman Dianthus deltoideus carica.
oleh Markovic et al. (2013) menyatakan Penggunaan tiga jenis media dasar
bahwa jumlah tunas yang paling banyak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
dihasilkan dari perlakuan BAP dengan perbanyakan tunas akasia hibrida. Rata-
konsentrasi yang lebih rendah dari 1,0 mg L- rata jumlah tunas yang dihasilkan adalah
1
dan tidak tumbuh pada media dengan antara 2,20–12,60 tunas (Tabel 3).
adanya peningkatan konsentrasi BAP. Penggunaan media dasar MS yang
Selanjutnya Mehta et al. (2012) melaporkan ditambah dengan BA 0,7 mg L-1 merupakan
bahwa jumlah tunas paling banyak dari perlakuan yang terbaik untuk perbanyakan
tanaman Bacopa monnieri diperoleh pada tunas. Hasil ini sejalan dengan penelitian
perlakuan kombinasi BA 1,0 mg L-1 dan Ismail et al. (2016) dan Nowakowska (2019)
kinetin 0,5 mg L-1. Menurut Akeng et al. yang menyatakan bahwa dari 3 jenis media
79
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
Tabel 4. Tinggi tunas pada subkultur ke 4 dari perlakuan BA dengan konsentrasi berbeda
Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 1% uji DMR;
MS: Murashige dan Skoog; BA: benzyl adenine
dasar yang digunakan (MS, WPM dan B5) pemanjangan tunas akasia hibrida. Berbeda
penggunaan media dasar MS merupakan dari penelitian Hagos dan Gebremdhin,
media terbaik untuk perbanyakan A. (2015) pada tanaman karorima (Aframomum
auriculiformis dan Daphne mezereum L. corrorima (Braun) P.C.M. Jansen)
‘Alba’. Rata-rata jumlah tunas yang menunjukkan bahwa tunas paling tinggi
dihasilkan dari perlakuan ini adalah diperoleh dari perlakuan media tanpa zat
sebanyak 12,60 tunas dan berbeda nyata pengatur tumbuh. Selain itu diduga jaringan
dengan perlakuan yang lain. Hal ini diduga akasia hibrida mempunyai kandungan
disebabkan karena media dasar MS sitokinin endogen yang optimal untuk
mempunyai kandungan hara makro yang pertumbuhan dan pemanjangan tunas
lebih tinggi dibanding media dasar WPM sehingga penambahan BA dengan
dan media dasar B5 terutama kandungan konsentrasi 1,0 mg L-1 menyebabkan laju
NH4NO3 dan KNO 3. Hara makro memainkan pertumbuhan tunas menjadi terhambat. Hal
peranan penting sebagai katalis dalam ini berbeda dengan hasil penelitian Mehta et
perbaikan tingkat regenerasi tanaman. al. (2012) pada kultur jaringan tanaman
Menurut Mehaboob et al. (2019) dan Wada Bacopa monnieri yang menunjukkan bahwa
et al. (2015), keberhasilan perbanyakan tunas paling tinggi diperoleh dari perlakuan
dipengaruhi oleh komposisi kimia medium penggunaan kombinasi BA 0,5 mg L-1 dengan
kultur dan optimasi mineral nutrisi. Hal yang kinetin 2,0 mg L-1.
berbeda dilaporkan Poothong et al. (2018) Perlakuan BA 0,7 mg L -1 merupakan
pada tanaman stevia bahwa jumlah tunas perlakuan terbaik untuk parameter tinggi
paling banyak diperoleh dari perlakuan tunas yang diamati. Rata-rata tinggi tunas
media tumbuh dengan hara makro rendah dari perlakuan ini adalah 6,97 cm dan
dan hara mikro yang tinggi. Sedangkan berbeda nyata dengan perlakuan yang
penggunaan media dasar B5 dihasilkan lain. Hasil ini berbeda dengan penelitian
tunas dengan jumlah paling sedikit yaitu Djumat (2014) yang melaporkan bahwa
2,20 tunas. Di dalam Gantait et al. (2018) tunas paling tinggi dari eksplan tunas
dilaporkan bahwa media dasar B5 jarang terminal maupun dari eksplan tunas aksilar
digunakan dalam perbanyakan tunas. jabon merah dihasilkan dari perlakuan BA
1,0 mg L -1. Selanjutnya (Siddique et al.
Tinggi tunas 2015) melaporkan bahwa laju
Tabel 4 memperlihatkan rata-rata tinggi pertumbuhan tunas paling cepat pada
tunas yang dihasilkan pada perlakuan BA tanaman Casia angustifolia diperoleh pada
0,3–1,0 mg L-1. Dari perlakuan yang perlakuan kombinasi 5,0 µM BA + 0,5 µM
digunakan diperoleh tunas dengan tinggi IAA. Demikian juga Vujovic et al. (2012)
rata-rata antara 3,26–6,97 cm. Peningkatan melaporkan bahwa subkultur biakan dapat
konsentrasi BA dari 0,3 mg L-1 menjadi 0,7 mg menambah panjang tunas setelah 30 atau
L-1 sejalan dengan peningkatan tinggi tunas 45 hari masa inkubasi. Lebih lanjut
yang diperoleh namun peningkatan Santoso (2012) menyatakan bahwa tunas
-1
konsentrasi BA dari 0,7 mg L menjadi 1,0 mg hasil kultur jaringan tanaman kina paling
L-1 ternyata menghasilkan tunas yang lebih tinggi diperoleh dari penggunaan media
pendek, lebih besar dan lebih kuat. Hal ini dasar MS yang ditambah dengan BA
menunjukkan bahwa konsentrasi BA yang dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3,0
digunakan sangat berpengaruh terhadap mg L -1).
80
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
Pada penelitian ini belum dilakukan berukuran kecil dengan bulu-bulu akar yaitu
kegiatan tahap perakaran tetapi akar dapat pada perlakuan BA 1,0 mg L-1. Persentase
tumbuh secara spontan pada perlakuan biakan yang menghasilkan akar dari
perbanyakan yang mengandung BA (Gambar perlakuan BA 1,0 mg L-1 tersebut mencapai
3). Dari tiga perlakuan konsentrasi BA yang 50 % (Gambar 3a) yang diperoleh dalam
digunakan menunjukkan terdapat satu waktu tujuh belas minggu. Hal ini
perlakuan yang menghasilkan sejumlah akar menunjukkan bahwa kandungan auksin
1 cm
A
1 cm 1 cm
B C
Gambar 2. Tunas hasil subkultur kedua (A) dan subkulur ketiga (B) pada umur 14 minggu
81
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
82
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
83
Perbanyakan Akasia Hibrida (Acacia mangium × Acacia auriculiformis)... Yelnititis dan Sunarti
84
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 7 No 1 Thn 2020
85