PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN
MANGROVE CENTER GRAHA INDAH KOTA BALIKPAPAN
Mapping Of Change Of Mangrove Forest Cover In The Mangrove Center Graha Indah Balikpapan
Yossy H. Sihaloho), Abdunnur2), Dewi Embong Bulan2)
1
)Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
Staf Pengajar Manajemen Sumberdaya Perairan
2)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman,
Jl. Gunung Tabur, Kampus Gn.Kelua Samarinda
E-mail :
ABSTRACT
The existing mangrove ecosystem has continued to change over the last 20 years. This change
needs to be mapped in order to determine the location and extent of changes in mangroves in the Graha
Indah Mangrove Center area, Balikpapan City from 2009 to 2015. This study aims to (1) determine changes
in Mangrove Forest Land cover in the Graha Indah Mangrove Center area, Balikpapan City. in a span of 24
years (1995 – 2015). (2) Analyzing the dynamics of land cover changes in Mangrove Forests in the Graha
Indah Mangrove Center Area, Balikpapan City. This study uses Remote Sensing data, namely Landsat 5
Satellite Imagery, Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM+) and Landsat 8 Operational Land Imager
(OLI). The distribution of mangrove land cover was mapped digitally through the interpretation of Landsat
5, Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM+) and Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) satellite
images using the Supervised Classification method after which the image data was ready to be digitized and
to perform digitization in this study using ArcGIS 10.3 for each land cover class. The results of the
interpretation are then mapped (layouted) to provide information to make it easier to read and
understand.The results of this classification are then tested for accuracy / field checks to find out where the
changes occurred, the pattern of changes and the factors that caused the changes.This study shows that the
change in mangrove forest land cover/mangrove forest conversion from 1995 to 2015 into non-mangrove
vegetation was 6.97 ha, the conversion of mangrove forest land to open land was 3.44 ha, the conversion of
mangrove forest land to settlements was 16, 72 ha and conversion of mangrove forest land into water bodies
of 11.40 ha. Mangrove changes that occur have a random pattern (spread unevenly) due to increasing
human growth factors and the conversion of land functions into ponds.
Keywords: Changes in Mangrove Cover, Distribution, Pattern, Landsat Image
PENDAHULUAN
Tutupan lahan hutan mangrove dari tahun ke tahun semakin bertambah, hal ini dikarenakan terjadinya
alih fungsi hutan mangrove. Hal ini sejalan dengan (Basyuni, 2002) yang menyatakan tekanan populasi,
pengelolaan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian, perkembangan industri dan perkotaan memberikan
proporsi yang signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di negara berkembang seperti Indonesia.
Dengan meningkatnya populasi, lahan produksi semakin berkurang sehingga hutan mangrove dikonversi
menjadi lahan pertanian, pertambakan, permukiman, dan tujuan lainnya.
Wilayah pesisir Kota Balikpapan merupakan salah satu wilayah yang memiliki ekosistem mangrove.
Kawasan hutan mangrove Kota Balikpapan tersebar di sepanjang Teluk Balikpapan hingga kawasan pesisir
timur Balikpapan. Berdasarkan Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan 2005-2015, kawasan mangrove
merupakan kawasan non budidaya yang menjadi kawasan suaka alam hayati dan cagar alam. Kawasan hutan
mangrove di Kota Balikpapan saat ini mencapai 3.031,95 Ha. Hutan mangrove di sepanjang pesisir
Balikpapan yang kondisinya masih baik kurang lebih 2,160 Ha (SLHD Kota Balikpapan, 2015).Penggunaan
teknologi SIG dalam metode monitoring lahan merupakan alat penting yang dapat menyatukan data menjadi
database yang sangat berguna bagi seorang perencana dalam melakukan evaluasi ataupun monitoring
(Lillesand dan Kiefer, 1997). Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang tutupan kanopi mangrove di
Mangrove Center Graha Indah Kota Balikpapan.
Citra landsat merupakan data yang paling banyak digunakan untuk memetakan mangrove (Kuenzer et
al. 2011) dan hingga saat ini penggunaan citra Landsat serta penerapannya untuk mengenali informasi
mangrove masih merupan isi yang menarik untuk di kaji. Meskipun citra Landsat dikategorikan sebagai data
penginderaan jauh yang beresolusi medium (Roy et al, 1995).
1
Dengan memperhatikan hal tersebut maka perlu diadakan penelitian tentang perubahan penutupan
lahan di Kawasan Mangrove Center Graha Indah Kota Balikpapan dari tahun 2009 hingga 2015.
METODOLOGI
A. Lokasi penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2015 yang meliputi observasi training area,
pengambilan data lapangan, pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.
Pengambilan data lapangan dilakukan di Mangrove Center Graha Indah Kota Balikpapan, Provinsi
Kalimantan Timur.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabe 1.
Tabel 1. Alat dan bahan
Alat
No.
Perangkat Perangkat lunak
1. Laptop Envi 5.3
2. GPS ArcGIS 10.3
3. Kamera (Go Pro) ImageJ
4. Alat Tulis Google Earth Pro
5. Microsoft Excel 2010
6. Microsoft Office 2010
No. Bahan
Tabel 1. Lanjutan...
1. Data Citra Satelit Landsat 5, Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM+) dan Landsat
8
2. Data lapangan berupa titik koordinat yang diperoleh dari GPS.
2
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Supervised Classification (Klasifikasi
Terbimbing). Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa
kelas tertentu dengan berdasarkan pada statistik sampel piksel atau region of interrest ditentukan oleh
pengguna sebagai piksel acuan, yang selanjutnya digunakan oleh komputer sebagai dasar melakukan
klasifikasi. Sampel piksel yang baik memiliki rerata keterpisahan yang baik antar tiap kelasnya. Umumnya
penentuan training area dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian
dengan peta rupa bumi. Training area yang telah didapatkan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai
masukan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan citra (Lillesand dan Kiefer 1986).
C. Pengolahan citra
Tahapan pengolahan citra satelit yaitu :
Pada tahap ini setelah citra sudah di download dan data citra masih dalam bentuk rar jadi
harus diekstrak terlebih dahulu.
Setelah diekstrak data citra masih dalam bentuk band-band yaitu dari band 1 sampai band 12.
Masukan data citra pada Envi 5.3, tahap pertama adalah mengkalibrasi citra dari nilai DN
menjadi nilai reflektan.
Lakukan Komposit Band, hal ini bertujuan untuk menggabungkan band citra yang masih
terpisah-pisah.
Lalu mainkan RGB, dalam penelitian ini menggunakan RGB 562
Selanjutnya dilakuakan koreksi radiometric dan koreksi atmosferik citra untuk menghilangkan
bias pada citra tersebut.
Lakukan pemotongan (croop) citra untuk mendapatkan citra yang sesuai dengan area kita,
agar memudahkan kita dalam menganalisis data citra.
Kemudian di lanjutkan dengan analisis tutupan lahan menggunakan metode klassifikasi
terbimbing (Supervised classification).
Jika sudah dibuat klasifikasi maka data citra siap untuk didigitasi dan untuk melakukan
digitasi dalam penelitian ini menggunakan ArcGis 10.3.
Lakukan digitasi pada semua data citra pertahunnya jika semua citra sudah didigitasi maka
data siap untuk dianalisis.
Tabel 4. Kelas penuitupan lahan dan deskripsi
No Kelas Penutupan Lahan Deskripsi
1 Badan Air Semua kenampakan perairan
2 Mangrove Vegetasi yang tumbuh berkembang pada habitat
lahan basah, dengan vegetasi dominan berupa bakau.
3 Vegetasi Bukan Lahan yang di tumbuhi berbagai jenis vegetasi
Mangrove alamiah heterogen dengan tingkat kerapatan jarang
hinggarapat.
4 Pemukiman Lahan yang digunakan manusia sebagai tempat
tinggal yang di bangun sarana dan prasarana sebagai
pendukung kehidupan.
5 Lahan terbuka Lahan yang ditutupi air namun memiliki luasan dan
berbentuk petakan.
4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan Pembuatan Peta
Masukan data citra yang sudah didigitasi dan dikoreksi dengan pada software ArcGis 10.3.
Jika semua data citra sudah diklasifikasi maka dilakukan pembuatan peta (layouting) untuk
memberi keterangan agar memudahkan dalam pembacaan dan dipahami.
Klasifikasi dan layouting selesai maka tahap selanjutnya adalah ground check untuk
membukatikan dan menyesuaikan hasil analisis dengan bentuk lokasi yang real di lapangan.
5. Ground check lokasi penelitian
Pada tahap ini dilakukan penetapan titik perubahan tutupan lahan untuk mendapatkan
pembuktian data dan mewakili keseluruhan data dilokasi yang ada.
Membuktikan perubahan yang ada di peta pada saat analisis dengan turun kelapangan
berdasarkan koordinat yang ada di peta hasil.
Melakukan pemotretan sebagai data lampiran dan dokumentasi penelitian.
3
D. Analisis data
Hasil dari komposit citra landsat pada salah satu citra yang sudah dikoreksi adalah sebagai berikut:
a) b)
Gambar 9. Hasil croping citra sebelum (a) dan sesudah (b) komposit band
Gambar diatas (a) merupakan gambar citra yang sudah di crop/dipotong sehingga sesuai dengan lokasi/batas
wilayah penelitian pada Kawasan Mangrove Center Graha Indah Balikpapan.
Gambar (b) merupakan citra yang sudah diatur RGB atau komposit band nya terlihat berbeda dari citra yang
sebelumnya pada cropping citra. komposit band akan mempertajam visualisasi vegetasi mangrove
dibandingkan dengan vegetasi lainnya. Kenampakan vegetasi mangrove akan lebih kontras berwarna merah
dibandingkan vegetasi lainnya. Hal ini didukung oleh (Dewanti et al., 1998 dalam Suwargana, 2008) yang
menyatakan hutan mangrove terlihat dengan warna merah kegelapan pada citra FCC. Warna merah
merupakan reflektansi vegetasi yang terlihat jelas pada citra band inframerah, sedangkan kegelapan
merupakan reflektansi tanah berair yang terlihat jelas pada citra band merah.
Hasil dari klasifikasi terbimbing dengan lima kelas tutupan pada tiga citra adalah sebagai berikut:
a) b) c)
4
d) e)
Gambar 10. klassifikasi terbimbing. a) tahun 1995, b) tahun 2000, c) tahun 2005, d) tahun 2010, dan e )
tahun 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. konversi mangrove menjadi lahan vegetasi bukan mangrove
.
Legend
1995_Shp_Hasil
Legend Legend
. .
Nama_Kelas
Badan Air 2000_Shp_Hasil Shp_Hasil
Mangrove Nama_Kelas Nama_Kelas
Vegetasi Bukan Mangrove Badan Air Badan Air
Permukiman Mangrove Mangrove
Tanah Terbuka Vegetasi Bukan Mangrove Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman Permukiman
Tanah Terbuka Tanah Terbuka
a) b) c)
5
.
Legend
2015_Shp_Hasil
Nama_Kelas
Legend
.
Badan Air
2010_Shp_Hasil Mangrove
Nama_Kelas Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman
Badan Air
Tanah Terbuka
Mangrove
Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman
Tanah Terbuka
Gambar 22. Konversi mangrove menjadi lahan vegetasi bukan mangrove. a) tahun 1995-2000, b)
tahun 2000-2005, c) tahun 2005-2010, d) tahun 2010-2015 dan e) 1995-2015
Pada gambar, daratan berupa pemukiman dan tanah terbuka ditandai dengan warna abu-abu dan badan
air warna biru, hutan mangrove warna hijau, lahan vegetasi bukan mangrove warna hijau muda. Konversi
hutan mangrove menjadi lahan vegetasi bukan mangrove paling besar terjadi pada tahun 1995 ke 2005,
kemudian menurun di tahun 2005 ke 2015.
Tabel 4. Konversi mangrove menjadi lahan vegetasi bukan mangrove
Konversi vegetasi bukan mangrove
Tahun Jumlah
Luas Min Luas Max Total luas
polygon
1995-2000 2 0,03 ha 1,80 ha 2,02 ha
2000-2005 9 0,03 ha 2,07 ha 6,42 ha
2005-2010 6 0,08 ha 1,44 ha 4,53 ha
2010-2015 4 0,04 ha 1,56 ha 3,94 ha
1995-2015 13 0,03 ha 2,44 ha 6,97 ha
Ditahun 1995 ke 2005 jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi lahan vegetasi bukan
mangrove sebanyak 9 lokasi dengan luas min sebesar 0,03 ha dan luas max sebesar 2,07 ha. Total luas
konversi secara keseluruhan sebesar 6,42 ha. Kemudian mengalami penurunan jumlah konversi ditahun 2005
ke 2010 dengan jumlah polygon mangrove yang dikonversi menjadi vegetasi bukan mangrove sebanyak 6
lokasi dengan luas min sebesar 0,08 ha dan luas max sebesar 1,44 ha. Total luas secara konversi keseluruhan
sebesar 3,94 ha. Didalam (Dikky et al. 2015) Hal serupa terjadi di Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa,
hutan mangrove dialih fungsi menjadi semak belukar dan rawa. dimana dalam penelitian ini semak belukar
dan rawa termasuk dalam kelas lahan vegetasi bukan mangrove. Dan menurut keterangan warga setempat
hutan mangrove di konversi menjadi lahan vegetasi bukan mangrove kemudia lahan vegetasi bukan
mangrove dikonversi menjadi lahan terbuka
6
2. Konversi menjadi lahan terbuka
Legend
.
Shp_Hasil
Legend
.
Nama_Kelas
.
Badan Air
2000_Shp_Hasil Legend
Nama_Kelas
Mangrove Shp_Hasil
Badan Air
Vegetasi Bukan Mangrove Nama_Kelas
Mangrove
Permukiman Badan Air
Tanah Terbuka Vegetasi Bukan Mangrove
Mangrove
Permukiman
Vegetasi Bukan Mangrove
Tanah Terbuka
Permukiman
Tanah Terbuka
a) b) c)
Legend
.
2010_Shp_Hasil
.
Nama_Kelas Legend
Badan Air 2015_Shp_Hasil
Mangrove Nama_Kelas
Vegetasi Bukan Mangrove Badan Air
Permukiman Mangrove
Tanah Terbuka Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman
Tanah Terbuka
d) e)
Gambar 23. konversi mangrove menjadi lahan terbuka a) tahun 1995-2000, b) tahun 2000-2005, c)
tahun 2005-2010, d) tahun 2010-2015 dan e) 1995-2015
Pada gambar, daratan ditandai dengan warna abu-abu dan badan air warna biru, hutan mangrove warna
hijau, lahan terbuka warna kuning Konversi menjadi lahan terbuka paling besar terjadi ditahun 1995 ke 2005.
Tabel 5.konversi mangrove menjadi lahan terbuka
Konversi vegetasi lahan terbuka
Tahun Jumlah
Luas Min Luas Max Total luas
polygon
1995-2000 4 0,02 ha 0,31 ha 0,65 ha
2000-2005 3 0,07 ha 0,98 ha 1,49 ha
2005-2010 4 0,03 ha 1,47 ha 2,28 ha
2010-2015 4 0,04 ha 1,58 ha 3,21 ha
1995-2015 13 0,03 ha 1,98 ha 3,44 ha
Ditahun 1995 ke 2000 jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi lahan terbuka
sebanyak 4 lokasi dengan luas min sebesar 0,02 ha dan luas max sebesar 0,31 ha. total luas konversi secara
keseluruhan sebesar 0,65 ha. Kemudian mengalami penurunan jumlah konversi ditahun 2000 ke 2005
7
dengan jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi lahan terbuka sebanyak 3 lokasi dengan
luas min sebesar 0,07 ha dan luas max sebesar 0,98 ha. ditahun 2005 ke 2010 dengan jumlah polygon hutan
mangrove yang dikonversi menjadi lahan terbuka sebanyak 4 lokasi dengan luas min sebesar 1,47 ha dan
luas max sebesar 2,28 ha. ditahun 2010 ke 2015 dengan jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi
menjadi lahan terbuka sebanyak 4 lokasi dengan luas min sebesar 0,04 ha dan luas max sebesar 1,58 ha.
Total luas konversi secara keseluruhan sebesar 3,21 ha.
Hal ini disebabkan oleh pembukaan lahan terbuka ikan, tambak hudang dan tambak rumput laut.
Kemudian menurun ditahun 2005 ke 2015 karena pembukaan lahan terbuka meluas. ( mulyadi et al., 2009)
mengatakan bahwa kawasan mangrove sering dialihkan fungsinya missal dijadikan tambak, lahan pertanian,
atau dijadikan daerah pemukiman.
3. Konversi menjadi pemukiman
Legend Legend
. .
Shp_Hasil Shp_Hasil
Legend
.
Nama_Kelas Nama_Kelas
Badan Air Badan Air
Nama_Kelas Mangrove Mangrove
Badan Air Vegetasi Bukan Mangrove Vegetasi Bukan Mangrove
Mangrove Permukiman Permukiman
Vegetasi Bukan Mangrove Tanah Terbuka Tanah Terbuka
Permukiman
Tanah Terbuka
a) b) c)
. .
Legend Legend
Shp_Hasil 2015_Shp_Hasil
Nama_Kelas Nama_Kelas
Badan Air Badan Air
Mangrove Mangrove
Vegetasi Bukan Mangrove Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman Permukiman
Tanah Terbuka Tanah Terbuka
Gambar 24. konversi mangrove menjadi pemukiman. a) tahun 1995-2000, b) tahun 2000-2005, c) tahun
2005-2010, d) tahun 2010-2015 dan e) 1995-2015
Pada gambar, daratan ditandai dengan warna abu-abu dan badan air warna biru, hutan mangrove warna
hijau, dan Konversi mangrove menjadi pemukiman ditandai dengan warna coklat. Konversi menjadi
pemukiman semakin besar setiap tahun, yang paling terbesar terjadi ditahun 2005 ke 2010.
Tabel 6.konversi mangrove menjadi pemukiman
8
Konversi vegetasi Permukiman
Tahun Jumlah
Luas Min Luas Max Total luas
polygon
1995-2000 13 0,10 ha 2,72 ha 10,99 ha
2000-2005 9 0,10 ha 6,88 ha 13,66 ha
2005-2010 9 0,34 ha 7,14 ha 16,72 ha
2010-2015 4 0,12 ha 3,58 ha 5,45 ha
1995-2015 18 0,03 ha 8,44 ha 16,72 ha
Ditahun 1995 ke 2000 jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi permukiman sebanyak
13 lokasi dengan luas min sebesar 0,10 ha dan luas max sebesar 2,72 ha, total luas konversi secara
keseluruhan sebesar 10,99 ha. Kemudian mengalami penurunan jumlah konversi ditahun 2000 ke 2005
dengan jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi permukiman sebanyak 9 lokasi dengan
luas min sebesar 0,10 ha dan luas max sebesar 6,88 ha. ditahun 2005 ke 2010 dengan jumlah polygon hutan
mangrove yang dikonversi menjadi permukiman sebanyak 9 lokasi dengan luas min sebesar 0,34 ha dan luas
max sebesar 7,14 ha. ditahun 2010 ke 2015 dengan jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi
menjadi permukiman sebanyak 4 lokasi dengan luas min sebesar 0,24 ha dan luas max sebesar 3,58 ha. Total
luas konversi secara keseluruhan sebesar 5,45 ha. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan manusia yang
semakin meningkat setiat tahunnya, dengan pertumbuhan yang semakin meningkat maka kebutuhan laha
sebagai kawasan pemukiman akan semakin besar. Hal serupa terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat
Maluku dimana hutan mangrove dieksploitasi oleh masyarakat setempat untuk perluasan pemukiman
(Debby, 2005).
4. Konversi badan air
Legend
. .
2000_Shp_Hasil Legend Legend
.
Nama_Kelas
1995_Shp_Hasil 2010_Shp_Hasil
Badan Air
Nama_Kelas Nama_Kelas
Mangrove
Badan Air Badan Air
Vegetasi Bukan Mangrove
Mangrove Mangrove
Permukiman
Vegetasi Bukan Mangrove Vegetasi Bukan Mangrove
Tanah Terbuka
Permukiman Permukiman
Tanah Terbuka Tanah Terbuka
a) b) c)
. .
Legend Legend
2015_Shp_Hasil 2015_Shp_Hasil
Nama_Kelas Nama_Kelas
Badan Air Badan Air
Mangrove Mangrove
Vegetasi Bukan Mangrove Vegetasi Bukan Mangrove
Permukiman Permukiman
Tanah Terbuka Tanah Terbuka
9
Gambar 25. konversi badan air. a) tahun 1995-2005, b) tahun 2005-2015, c) tahun 1995-2015, dan d)
legenda
Pada gambar, daratan ditandai dengan warna abu-abu dan badan air warna biru, hutan mangrove warna
hijau. Konversi menjadi badan air semakin besar setiap tahunnya, yang paling tersbesar terjadi ditahun 2005
ke 2010.
Tabel 7.konversi mangrove menjadi badan air
Konversi vegetasi Badan Air
Tahun Jumlah
Luas Min Luas Max Total luas
polygon
1995-2000 8 0,08 ha 3,72 ha 5,95 ha
2000-2005 9 0,05 ha 7,66 ha 10,62 ha
2005-2010 10 0,20 ha 8,16 ha 14,72 ha
2010-2015 8 0,04 ha 1,58 ha 5,21 ha
1995-2015 9 0,03 ha 1,98 ha 11,40 ha
Ditahun 1995 ke 2000 jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi badan air sebanyak 8
lokasi dengan luas min sebesar 0,08 ha dan luas max sebesar 3,72 ha, total luas konversi secara keseluruhan
sebesar 5,95 ha. Kemudian mengalami kenaikan jumlah konversi ditahun 2000 ke 2005 dengan jumlah
polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi badan air sebanyak 9 lokasi dengan luas min sebesar 0,05
ha dan luas max sebesar 7,66 ha. ditahun 2005 ke 2010 dengan jumlah polygon hutan mangrove yang
dikonversi menjadi badan air sebanyak 10 lokasi dengan luas min sebesar 0,2 ha dan luas max sebesar 8,16
ha. ditahun 2010 ke 2015 dengan jumlah polygon hutan mangrove yang dikonversi menjadi badan air
sebanyak 8 lokasi dengan luas min sebesar 0,24 ha dan luas max sebesar 1,58 ha. Total luas konversi secara
keseluruhan sebesar 5,21ha. Hal ini di sebabkan oleh penebangan pohon mangrove di sepanjang perairan
guna pembuatan tanggul tambak. Hal ini diperkuat oleh (Pariwono, 1999) yang mengatakan tanggul ditepi
pantai akan rusak dan mengakibatkan air laut masuk kea rah daratan.
KESIMPULAN
1. Luas hutan mangrove pada tahun 1995 sebesar 208,53 ha, pada tahun 2000 sebesar 205,28 ha, tahun
2005 sebesar 151,05 ha, tahun 2010 sebesar 183,50 ha dan tahun 2015 sebesar 180,64 ha. Penurunan luas
mangrove ditahun 1995 ke tahun 2000 sebesar 3,25 ha, tahun 2000 ke tahun 2005 sebesar 54,23 ha dan
penambahan hutan mangrove ditahun 2005 ke 202010 sebesar 32,45 ha, kembali turun di tahun 2010 ke
tahun 2015 sebesar 2,86 ha. Jadi dalam kurun waktu 20 tahun yaitu dari tahun 1995 sampai 2015 hutan
mangrove mengalami penurunan sebesar 27,89 ha.
2. Perubahan tutupan lahan hutan mangrove/konversi hutan mangrove dari tahun 1995 sampai 2015 menjadi
vegetasi bukan mangrove sebesar 6,97 ha, konversi lahan hutan mangrove menjadi tanah terbuka sebesar
3,44 ha, konversi lahan hutan mangrove menjadi pemukiman sebesar 16,72 ha dan konversi lahan hutan
mangrove menjadi badan air sebesar 11,40 ha.
REFERENSI
Adisasmita dan Raharjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta
Ahmad U. 2005. Pengelolaan Citra Digital dan Teknik Pemograman. Jakarta
(ID). Graha Ilmu
Andarzian., Bannayan, M., Steduto, P., Mazraeh, H., Barati, M. E., dan Rahnama, A. 2011.Validasi dan
pengujian aqucrop dibawah produksi gandum beririgasi penuh dan defisit di iran. Agricultural Water
Management, 100(1), 1-8.
Deby, P. V. (2005). Analisis perubahan penutupan lahan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat
Maluku. Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil, 1(1), 23-28.
Jaya, I. N. S. 2005. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya
Alam. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
LAPAN. 2015. Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8.
Jakarta: PUSFATJA.
Mulyadi E, Fitriani N. 2011. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik
10
Lingkungan. 2(1): 11-18.
Onrizal dan Cecep, K. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Biodiversitas 9
(1) : 25-29
Opa ET. 2010. Analisis Perubahan Luas Lahan Mangrove Di Kabupaten Pohuwato Propinsi Gorontalo
dengan Menggunakan Citra Landsat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(2): 79-82.
Pamungkas, A. (2014). Pemantauan Perubahan Penutup Lahan Wilayah Pesisir Pantai Banten. Bogor:
Universitas Pakuan.
Prahasta. 2008. Remote Sensing: Praktis penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital dengan
Perangkat Lunak ER Mapper. Bandung (ID): Informatika Bandung.
Prameswari AASR, Hariyanto T, Sidik F. 2015. Analisis Indeks Vegetasi Mangrove Menggunakan Citra
Satelit Alos Avnir-2 (Studi Kasus: Estuari Perancak, Bali). Geoid. 11(1): 40-45.
Pramudji. 2004. Penanganan Hutan Mangrove Di Kawasan Pesisir Indonesia Suatu Program Yang Sangat
Mendesak. Oseana 29(1): 19-26.
Putra, E. H. (2010). Penginderaan Jauh Dengan Ermapper. Manado, Graha Ilmu
Raharjo, P., Setiady, D., Zallesa, S. dan Putri, E. 2015. Identifikasi kerusakan
pesisir akibat konversi hutan bakau (mangrove) menjadi lahan tambak di
kawasan pesisir kabupaten cirebon. Jurnal Geologi Kelautan. 13 (1):
9-23.
Ramayanti, L. A., Yuwono, B.D. dan Awaluddin, M. 2015. Pemetaan tingkat
lahan kritis dengan menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi (studi kasus kabupaten blora). Jurnal Geodesi Undip. 4 (2): 200-
207
Somantri L. 2008. Pemanfaatan teknik penginderaan jauh untuk mengidentifikasi kerentanan dan resiko
banjir. Jurnal Gea 8: 20
Spalding, M., Kainuma, M.,Collins, L., 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Landsat_5
11