Public Assessment Report
RABIVAX-S
INFORMASI PRODUK
Nama produk : RABIVAX-S
Bentuk sediaan : Massa liofilisasi
Zat aktif : Setiap dosis (1 ml) mengandung:
Purified rabies antigen tidak kurang dari 2.5 IU
(Rabies virus Pitman-Moore strain 3218-VERO adapted and grown on vero
cells, inactivated by using β propiolactone)
Kemasan : Dus, 1 Vial @ 1 Dosis + 1 Ampul Pelarut @ 1 mL
Dus, 50 Vial @ 1 Dosis + Dus, 50 Ampul Pelarut @ 1 mL
Pendaftar : PT. Indofarma, Bekasi
Produsen : Serum Institute of India, Hadapsar, Pune, India
Kategori : Produk Biologi Baru
registrasi
Indikasi yang : RABIVAX-S is indicated for the prevention of rabies in children and adults. It
diajukan can be used before or after exposure, as a primary immunization.
a) Pre-Exposure prophylaxis
Pre-exposure vaccination should be offered to subjects at high risk of
contamination by the rabies virus. This vaccination is particularly
recommended for veterinarians, veterinary medicine students, animal keepers,
hunters, forestry workers, animal handlers, butchers, personnel in rabies
research laboratories etc., children at high risk of exposure or prior to visits to
areas in which rabies is endemic.
b) Post-Exposure prophylaxis
RABIVAX-S is indicated in post-exposure prophylaxis of rabies infection, when
given to individuals with suspected rabies exposure. RABIVAX-S must always
be used as per recommendations of the World Health Organization (WHO),
depending on the type of contact with a suspected rabid animal.
Category Type of contact Recommended
Treatment
I Touching or feeding animals, licks on No treatment is
the intact skin. required
II Nibbing of uncovered skin, minor Immediate
scratches or abrasions wihout bleeding. vaccination
III Single or multiple transdermal bites or Immediate
scratches, contamination of mucous vaccination and
membrane with saliva from licks, licks administration of
on broken skin, exposure to bats. immunoglobulin
For all categories, immediate washing and flushing of all wounds and
scratches is recommended. If indicated tetanus prophylaxis should also be
given with tetanus toxoid.
Treatment should be started as early as possible after exposure, but in no case
should it be denied to exposed persons whatever time interval has elapsed.
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
Posologi yang : DOSAGE AND ADMINISTRATION
diajukan RABIVAX-S should be reconstituted only with the entire contents of the diluent
supplied (Sterile Water for Injections) using a sterile syringe and needle, with
gentle shaking the until the dried cake is easily dissolved. After reconstitution
the vaccine should be used immediately.
The vaccine vial monitor (see figure), for this type of vaccine is attached to the
vial cap and should be discarded when the vaccine is being reconstituted.
The diluent and reconstituted vaccine should be inspected visually for any
foreign particulate matter and / or variation ofphysical aspects prior to
administration. In the event of either being observed, discard the diluent or
reconstituted vaccine.
For adults and children aged ≥ 2 years, the vaccine should always be
administered in the deltoid area of the arm; for children aged < 2 years, the
anterolateral area of the thigh is recommended. Rabies vaccine should not be
administered in the gluteal area, as the induction of an adequate immune
response may be less reliable.
Intradermal regimen may be used for people with category II and III exposures
in countries where the intradermal route has been endorsed by national health
authorities.
a) Pre-Exposure prophylaxis
The following schedule should be followed for pre-exposure prophylaxis in
high risk populations.
Periodic booster injections are recommended as an extra precaution only for
people whose occupation puts them at continual or frequent risk of exposure.
For people who are potentially at risk of laboratory exposure to high
concentrations of live rabies virus, antibody testing should be done every 6
months. Those professionals, who are not at continual risk of exposure through
their activities, should have serological monitoring every 2 years. Because
vaccine-induced immunity persists in most cases for years, a booster should be
administered if rabies virus neutralizing antibody titres fall to < 0.5 IU/ml.
b) Post-Exposure prophylaxis
In order to remove as much of the rabies virus as possible, immediately cleanse
the wound with soap and wash thoroughly with water. Then treat with alcohol
(70%) or an iodine tincture.
The following schedule should be followed for post-exposure prophylaxis in
previously unimmunized individuals.
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
For intradermal route, four doses should be administered (2 injections of 0.1
ml at 2 different sites) as per the Updated Thai Red Cross regimen (2-2-2-0-2)
as given above.
In those previously immunized by complete vaccination schedule (pre-exposure
or post-exposure prophylaxis), 2 doses of 1 ml given by intramuscular route or
2 doses of 0.1 ml by intradermal route on Day 0 and Day 3 are recommended.
In cases of Category III exposures and of category II exposures in
immunodeficient patients, human rabies immunoglobulin (20 IU/kg) or equine
rabies immunoglobulin (40 IU per kg) should be given in conjunction with
RABIVAX-S on Day 0.
If anatomically feasible, the full dose of rabies immunoglobulin should be
thoroughly infiltrated in the area around and into the wounds. Any remaining
volume should be injected intramuscularly at a site distant from vaccine
administration. Rabies immunoglobulin may be diluted to a volume sufficient
for all wounds to be effectively and safely infiltrated.
If rabies immunoglobulin is not available at the time of the first vaccination, it
must be administered no later than 7 days after the first vaccination since later
administration would result in interference with immune response of the
vaccine.
PENGANTAR
Rabivax-S adalah vaksin rabies dengan zat aktif antigen virus rabies yang dimurnikan yang
digunakan untuk pencegahan rabies. Pendaftar mengajukan registrasi baru produk ini sehingga
perlu evaluasi aspek khasiat dan keamanan produk secara menyeluruh.
Evaluasi terhadap vaksin dilakukan dengan mengacu pada pedoman WHO untuk vaksin rabies
(Recommendations for inactivated rabies vaccine for human use produced in cell substrates and
embryonated eggs, WHO TRS 941, Annex 2, 2007). Dalam pedoman ini, WHO
merekomendasikan agar vaksin rabies (inactivated) melakukan studi berikut:
1. Nonklinik:
a. Persyaratan nonklinik secara umum mengacu pada pedoman WHO untuk uji nonklinik
vaksin. Sesuai pedoman ini, diperlukan studi toksisitas dosis tunggal/berulang, toleransi
local, studi toksisitas developmental, dan farmakologi keamanan (bila ada data yang
menunjukkan potensi pengaruh vaksin terhadap fungsi vital).
b. Secara khusus, untuk rute alternatif dalam hal ini intradermal) diperlukan:
• Studi keamanan nonklinik menggunakan formulasi vaksin saja
• Dosis-respons dan potensi minimal untuk induksi respons imun yang protektif
pada model hewan yang relevan.
2. Klinik:
a. Studi klinik untuk indikasi pre-exposure di daerah endemic pada subyek yang belum
dan sudah pernah divaksinasi.
b. Studi klinik untuk indikasi post-exposure di daerah dan pada subyek berisiko tinggi
sesuai regimen yang diajukan.
Data yang diserahkan dievaluasi untuk melihat pemenuhan terhadap persyaratan tersebut di atas.
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
ASPEK MUTU
Produk jadi Rabivax-S disediakan dalam bentuk massa liofilisasi, berisi Inactivated Rabies
Virus (Pitman-Mooore Strain 3218-Vero). Vaksin ini tersedia dalam kemasan vial 1 dosis yang
direkonstitusi dengan 1 mL pelarut WFI steril, dimana setiap dosis mengandung tidak kurang
dari 2,5 IU purified rabies antigen. Vaksin mengandung eksipien yang terdiri atas glycine,
sucrose dan human serum albumin (HSA) yang semuanya berfungsi sebagai stabilizer. Produk
harus disimpan pada suhu 2-8ᵒC.
Zat Aktif
Zat aktif Rabivax-S merupakan purified rabies antigen yang berasal dari virus rabies pitman
moore strain (PM 3218). Bulk zat aktif diproduksi dan diuji di fasilitas produksi Serum Institute of
India PVT., Ltd., Hadapsar, India. Secara garis besar, proses produksi bulk zat aktif dibagi
menjadi beberapa tahap yaitu thawing working cell bank, pasase sel hingga didapatkan jumlah sel
yang diinginkan, propagasi virus, inaktivasi virus menggunakan β-propiolactone (BPL), kemudian
dilanjutkan dengan pemurnian antigen dan penambahan stabilizer hingga didapat zat aktif purified
rabies antigen yang kemudian disimpan dalam EVA bags pada suhu 2-8ºC. Parameter proses yang
kritis, uji IPC dan release telah ditetapkan untuk mengendalikan proses. Kontrol terhadap tahapan
kritis dalam proses produksi ditetapkan.
Host strain yang digunakan untuk produksi purified rabies antigen adalah Pitman Moore Strain
(PM 3218) dengan sel Vero sebagai cell substrate. Origin of virus, strain dan cell substrate yang
digunakan dideskripsikan dengan lengkap. Pembuatan MCB dan WCB dilakukan dengan proses
produksi yang dijelaskan dengan rincian yang memadai dan dengan pengujian yang mengikuti
persyaratan WHO dan US FDA. Diserahkan juga informasi bahan bersumber hewan yang
digunakan dalam proses produksi.
Kontrol terhadap tahap kritis dan intermediate diserahkan. Prosedur pengujian dan ringkasan
validasi metode uji IPC diberikan dengan hasil yang memenuhi kriteria penerimaan yang
ditetapkan. Validasi proses produksi zat aktif dari 3 bets skala komersial diserahkan dengan
hasil validasi menunjukkan proses produksi konsisten dan memenuhi kriteria penerimaan
validasi yang ditetapkan. Karakterisasi terhadap zat aktif telah dilakukan secara memadai.
Impurities telah diidentifikasi dan kadarnya terkontrol secara memadai baik melalui proses
produksi maupun dengan kontrol pada saat release zat aktif.
Spesifikasi zat aktif telah ditetapkan mencakup parameter uji, informasi metode uji serta
kriteria penerimaan. Penetapan spesifikasi mengikuti pedoman WHO, British Pharmacopoeia
serta hasil uji klinik dan kapabilitas proses. Informasi prosedur uji diserahkan serta telah
divalidasi. Shelf life zat aktif didukung dengan data stabilitas sampai 24 bulan pada 2-8oC pada
wadah Ethyl Vinyl Acetate (EVA) bags.
Obat jadi
Vaksin Rabivax mengandung antigen virus rabies yang dimurnikan dan eksipien yang terdiri
atas glycine, sucrose dan human serum albumin (HSA) yang semuanya berfungsi sebagai
stabilizer. Proses produksi dan pengujian produk vaksin dilakukan di Serum Institute of India
PVT., Ltd., Hadapsar, India dan produksi pelarut dilakukan di Sovereign Pharma Private
Limited, India. Vaksin diproduksi pada skala 98 L.
Proses produksi secara umum terdiri atas blending dan filtrasi bulk zat aktif, dilanjutkan dengan
proses liofilisasi, sealing, visual inspection, storage dan labelling and packing. Proses produksi
diserahkan dengan rician yang memadai. Tahapan kritis proses telah diidentifikasi dan kontrol
beserta rentang penerimaannya telah ditetapkan. Tidak ada intermediate dalam proses produksi
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
obat jadi. Validasi terhadap proses produksi telah dilakukan, mencakup proses blending, filling
dan validasi media fill. Hasil validasi menunjukan kemampuan proses menghasilkan obat jadi
yang memenuhi kriteria penerimaan yang ditetapkan. Hasil evaluasi bets analisis dari 3 bets
produk jadi memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Spesifikasi obat jadi telah ditetapkan, mencakup parameter uji, referensi metode uji serta
kriteria penerimaannya. Prosedur uji telah divalidasi. Parameter dalam spesifikasi dipilih
dengan mempertimbangkan antara lain kapabilitas proses, hasil uji bets yang digunakan dalam
uji klinik dan hasil validasi proses skala komersil.
Data stabilitas obat jadi mendukung penyimpanan obat jadi selama 36 bulan pada suhu 2-8oC.
Kesimpulan:
Dari aspek mutu, vaksin dapat dipertimbangkan untuk diterima.
ASPEK KHASIAT DAN KEAMANAN
Studi Non Klinik
1. Studi toksisitas akut pada mencit
Pada studi ini, vaksin diberikan pada dosis 2.55 IU (0.5 ml per mencit) secara i.m., dosis
tunggal yang setara dengan satu dosis pada manusia. Tidak ada efek pada mortalitas, tanda
klinik, berat badan, konsumsi makanan dan gross pathology. Maximum Tolerable Dose (MTD)
lebih dari 2.55 IU per mencit.
2. Studi toksisitas akut pada tikus
Pada studi ini, vakin diberikan pada dosis 5.11 IU per tikus (1 ml) secara i.m., dosis tunggal,
pada tikus yang setara dengan 2 kali dosis manusia. Tidak ada efek pada mortalitas, tanda
klinik, berat badan, konsumsi makanan dan gross pathology. Maximum Tolerable Dose
(MTD) lebih dari 5.11 IU per mencit.
3. Studi toksisitas dosis berulang intramuskuler pada tikus
Pada studi ini, vaksin diberikan 6 kali (hari 0, 3, 7, 14, 21 dan 28) pada dosis 2.55 lU/tikus
secara intramuskuler pada tikus Wistar. Tidak ada tanda klinik, mortalitas, reaksi lokal terkait
treatment. Tidak ada perubahan pada berat badan, kenaikan berat badan kumulatif dan asupan
makanan. Tidak ada parameter laboratorium yang terpengaruh akibat obat uji. Tidak ada
perubahan mikroskopik atau gross changes pada autopsi yang terkait obat. No Observed
Adverse Effect Level (NOAEL) lebih dari 2.55 lU/tikus.
4. Studi toksisitas dosis berulang intradermal pada tikus
Pada studi ini, vaksin diberikan pada dosis 0.5 lU/tikus (0.2 mL) berupa lima suntikan
intradermal (hari 0, 3, 7, 14, 28). Tidak ada tanda klinik, kematian, dan reaksi lokal terkait
treatment. Tidak ada perubahan berat badan terkait obat. Tidak ada perubahan mikroskopik
atau gross changes di tempat injeksi saat otopsi. Temuan mikroskopik yang diamati pada
tempat injeksi menunjukkan adanya acanthosis, hiperkeratosis, infiltrasi sel inflamasi pada
tikus yang menerima vakisn maupun kontrol, sehingga perubahan ini mungkin disebabkan
karena perubahan post traumatik akibat inokulasi jarum berulang.
5. Satu studi toksisitas dosis berulang pada kelinci
Pada studi ini, vaksin diberikan 5 kali (hari 0, 3, 7, 14 dan 28) pada dosis 2.5 IU/kelinci (0.57
mL) secara intradermal. Tidak ada tanda klinik, kematian, reaksi lokal terkait treatment. Tidak
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
ada perubahan pada berat badan, cumulative net body weight gains dan asupan makanan yang
disebabkan oleh obat uji. Tidak ada parameter laboratorium yang dipengaruhi oleh obat studi.
Tidak ada perubahan mikroskopik atau gross changes pada autopsi. NOAEL lebih dari 2.5
IU/kelinci (0.57 ml).
6. Studi toksisitas perkembangan prenatal pada tikus hamil
Pada studi ini, toksisitas perkembangan prenatal dilakukan pada tikus hamil pada dosis 0.5
mL/tikus (hari 5 gestasi), 1 mL/tikus (0.5 mL pada hari 5 dan hari 12 gestasi) dan 1.5 mL/tikus
(0.5 mL pada hari gestasi ke 5, 12 dan 18) (setara dengan 1, 2 dan 3 kali dosis manusia) selama
periode gestasi. Tidak ada kejadian malformasi atau variasi (eksternal, viseral dan skeletal)
yang diamati pada fetus. Tidak ada toksisitas maternal, embriotoksisitas, fetotoksisitas yang
diamati pada dan sampai dosis 1.5 mL/tikus.
Vaksin dengan dosis 0.5 mL, 1 mL dan 1.5 mL/tikus tidak teratogenik pada tikus Wistar.
NOAEL untuk toksisitas maternal, fetotoksisitas dan teragotenisitas lebih besar dari 1.5
mL/tikus (yaitu lebih besar dari 3 kali dosis pada manusia).
Kesimpulan studi non klinik:
– Data nonklinik yang diberikan tidak menunjukkan isu toksisitas dari pemberian vaksin uji
pada hewan pada dosis yang setara atau lebih tinggi dari dosis pada manusia, baik pada rute
intradermal maupun intramuskular.
– Data yang diserahkan tidak menunjukkan risiko vaksin terhadap perkembangan prenatal pada
hewan uji
– WHO mempersyaratkan studi dosis-response dan potensi minimal untuk induksi respons imun
protektif namun data ini tidak ada.
Studi Klinik
1. Studi Vero 001
- Studi merupakan studi randomized, open label, active controlled, fase I.
- Studi melibatkan 60 subyek yang dirandomisasi menjadi 3 kelompok dengan rasio 1:1:1
sebagai berikut:
o 20 subyek menerima 1 mL vaksin uji secara intramuskuler, (1 mL obat uji setara
dengan 2.5 IU)
o 20 subyek menerima 0.1 mL vaksin uji secara intradermal, (0.1 mL setara dengan 0.25
IU)
o 20 subyek menerima 0.5 mL Verorab secara i.m. (0.5 mL Verorab setara dengan 2.5
IU)
Vaksin diberikan 3 dosis, pada hari ke 0, 7 dan 21 (jumlah dan interval ini mcngikuti
rekomendasi WHO).
- Studi menunjukkan profil imunogenisitas yang sebanding antara pemberian obat uji secara
IM, ID dan pembanding (IM).
- Kejadian AE secara umum dapat ditoleransi baik dan sebanding antar kelompok.
- WHO merekomendasikan ada studi klinik pre exposure pada lansia namun tidak ada studi
klinik pre exposure yang melibatkan subyek lansia.
- Jumlah subyek dalam studi tidak ditentukan menggunakan analisis power. Dalam studi
disebutkan analisis power tidak dilakukan karena masih studi fase 1.
Catatan dari WHO TRS 1004
5.5.2.3 Trials designed to demonstrate non-inferiority
Most comparative immunogenicity trials are intended to show that the test vaccinated
groups achieve comparable immune responses to the selected reference groups. If these
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
trials are intended to be pivotal they should be designed and powered to demonstrate non-
inferiority using a predefined and justifiable non-inferiority margin.
- Pendaftar mengajukan indikasi pada anak, namun tidak ada studi klinik pre-exposure yang
melibatkan anak.
- WHO merekomendasikan studi klinik pre rexposure dilakukan pada subyek yang sudah dan
belum pernah divaksinasi. Tidak ada studi pre exposure pada subyek yang sudah pernah
diimunisasi rabies.
2. Studi Vero-02/12
- Studi merupakan studi randomized, open label, active controlled, fase II/III.
- Total 181 subyek menyelesaikan studi. Total 91 subyek pada kategori II dan 90 subyek
pada kategori III.
- Studi menunjukkan noninferioritas imunogenisitas vaksin uji dibandingkan vaksin
pembanding baik untuk penggunaan intramuskular maupun intradermal, serta untuk
penggunaan pada subyek kategori II maupun kategori III dilihat dari parameter GMC ratio
dengan hasil sebagai berikut:
o Kategori II
• GMC Ratio vaksin uji IM vs Rabipur IM, kategori II: 1,28, 98.75% CI (0.86, 1.92)
• GMC Ratio vaksin uji ID vs Rabipur IM, kategori II: 1,31, 98.75% CI (0,88, 1.95)
o Kategori III
• GMC Ratio vaksin uji IM+HRIG vs Rabipur IM+HRIG, kategori III: 1.17, 98.75%
CI (0.80, 1.69)
• GMC Ratio vaksin uji ID+HRIG vs Rabipur IM +HRIG. kategori III: 1.38. 98.75%
CI (0.96, 1.98)
- GMC sebanding antar kelompok baik pada kategori II dan 111. Perbedaan GMC tidak
bermakna secara statistik untuk hari 7, 14, 28 dan 42 pada subyek kategori II dan III kecuali
untuk hari 7 dimana vaksin uji IM+HRIG lebih tinggi bermakna dibandingkan Rabipur IM
+ HRIG (p-0.0253)
- Semua subyek kategori II dan III mcngalami seroproteksi pada hari 7 setelah hanya 2 dosis
vaksin dan tetap mengalami seroproteksi sampai hari ke 42.
- Sebagian besar AE berupa AE mild dan hilang tanpa gejala sisa.
Evaluasi Khasiat dan Keamanan
1. Kemanfaatan Rabivax-S untuk pencegahan rabies pada penggunaan sebagai imunisasi
primer dapat ditunjukkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Studi pada populasi sebelum paparan (pre-exposure) menunjukkan data imunogenisitas
yang sebanding antara Rabivax dan Verorab, namun demikian jumlah subjek kecil
(n=60), tidak ada studi pada anak, lansia, dan subjek yang pernah divaksinasi.
b. Studi pada populasi setelah paparan (post-exposure) menunjukkan non inferioritas
Rabivax dan Rabipur namun tidak ada pengamatan imunogenisitas sampai 1 tahun
sehingga tidak diketahui durasi proteksinya.
c. Assessment report WHO PQ menunjukkan kedua studi dapat menunjukkan efikasi dan
keamanan, setidaknya pada jangka pendek, namun jumlah subjeknya kecil.
2. Kemanfaatan Rabivax-S untuk booster tidak didukung oleh studi imunogenisitas dan
keamanan.
3. Terdapat kebutuhan vaksin rabies di Indonesia yang tidak dapat dipenuhi oleh vaksin
terdaftar saat ini.
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020
KEPUTUSAN
Berdasarkan hal tersebut di atas, Badan Pengawas Obat dan Makanan memutuskan bahwa
registrasi produk biologi baru Rabivax-S massa liofilisasi diterima untuk imunisasi primer
dengan indikasi sebagai berikut:
RABIVAX-S is indicated for the prevention of rabies in children and adults. It can be used before
or after exposure, as a primary immunization.
a) Pre-Exposure prophylaxis
Pre-exposure vaccination should be offered to subjects at high risk of contamination by the rabies
virus. This vaccination is particularly recommended for veterinarians, veterinary medicine
students, animal keepers, hunters, forestry workers, animal handlers, butchers, personnel in
rabies research laboratories etc., children at high risk of exposure or prior to visits to areas in
which rabies is endemic.
For all categories, immediate washing and flushing of all wounds and scratches is recommended.
If indicated tetanus prophylaxis should also be given with tetanus toxoid.
Treatment should be started as early as possible after exposure, but in no case should it be denied
to exposed persons whatever time interval has elapsed.
Dirilis Badan POM 25 Februari 2020