0% found this document useful (0 votes)
125 views8 pages

Zero Waste Fashion: Baduy Weaving

This document summarizes a study on designing ready-to-wear clothing using the zero waste method by combining it with traditional Baduy weaving fabrics. The study aims to minimize fabric waste in ready-to-wear fashion production. It explores zero waste pattern concepts in clothing and produces four vibrant women's clothing designs combining zero waste fashion techniques with Baduy weaving motifs. The designs aim to provide sustainable and environmentally friendly ready-to-wear clothing options that utilize fabric optimally.

Uploaded by

REZA MAULINA
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
125 views8 pages

Zero Waste Fashion: Baduy Weaving

This document summarizes a study on designing ready-to-wear clothing using the zero waste method by combining it with traditional Baduy weaving fabrics. The study aims to minimize fabric waste in ready-to-wear fashion production. It explores zero waste pattern concepts in clothing and produces four vibrant women's clothing designs combining zero waste fashion techniques with Baduy weaving motifs. The designs aim to provide sustainable and environmentally friendly ready-to-wear clothing options that utilize fabric optimally.

Uploaded by

REZA MAULINA
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 8

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Open Library
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2250

PERANCANGAN BUSANA READY TO WEAR


MENGGUNAKAN METODE ZERO WASTE DENGAN
KOMBINASI TENUN BADUY

Siti Audinna Kharimah1, Faradillah Nursari2

1
Prodi Kriya Tekstil dan Mode, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom, Bandung
2
Prodi Kriya Tekstil dan Mode, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom, Bandung

e-mail1 : sitiaudinnakha@gmail.com, e-mail2 : faradillah@telkomuniversity.ac.id

Abstrack The need for ready-to-wear clothing is currently increasing. The increase had a positive impact
on the economy but on the other hand there was a negative impact on fashion production, one of which was
a large amount of fabric waste so that the fashion industry became the second largest waste contributor
after oil. Seeing these problems there is a way to minimize the amount of ready-to-wear production waste,
which is needed in a fashion design with the zero waste concept. In this election, the design was based on
exploring the zero waste pattern concept in clothing by combining it with traditional fabrics. The chosen
traditional cloth is Baduy weaving. Baduy Weaving has unique visual characteristics with simple
geometric motifs. In the design of this study the results of selection exploration have produced four look of
ready-to-wear women's clothing in a vibrant style. The fashion design in this study is ready-to-wear
combined with Baduy weaving which uses the zero waste fashion method. Researchers expect to be able
to provide alternative choices in creating a dress.

Keywords: Ready-to-wear fashion, Zero Waste Pattern Design, Baduy Weaving

1. PENDAHULUAN yang mengalami peningkatan, menimbulkan sisa


limbah kain yang berlebih, sehingga industri
Dalam proses perkembangannya industri mode mode tercatat sebagai penyumbang limbah
mengalami peningkatan dalam hal produksi, terbesar ke dua setelah minyak bumi. Pada tahun
khususnya pada produksi busana ready-to-wear. 2013, salah satu desainer Timo Risanen
Busana ready-to-wear merupakan busana siap menciptakan suatu pola pikir visioner yang dapat
pakai, yang semakin luas dan terus – menerus membantu permasalahan di bidang mode yaitu
diproduksi tanpa melihat adanya pemanfaatan membuat metode zero waste fashion sebagai
limbah dalam setiap produksinya dan dimana bentuk untuk meminimalisir hasil sisa limbah
pada proses pembuatannya didasari dengan kain atau fabric waste dan mempresentasikan
ukuran standar atau umum, sehingga dapat kain yang terbuang selama proses pemotongan
menghasilkan hasil yang dapat dipasarkan tidak lebih dari 15% dalam setiap produksinya.
sebagai produk siap pakai. Menurut Yuniya Zero waste fashion dapat dikatakan sebagai
Kawamura (2014), produk ready-to-wear produk manufaktur yang berkelanjutan dan dapat
memiliki beberapa spesifikasi tujuan pasar yang menciptakan pakaian yang mempertimbangkan
berkaitan dengan selera dan kelas ekonominya. estetika dan fungsi secara bersamaan. Metode
Produk ready-to-wear merupakan produk yang zero waste fashion telah berkembang signifikan
paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada di berbagai negara khususnya Amerika, namun
umumnya dan hal tersebut pun menimbulkan tidak di Indonesia karena sebagian masyarakat
banyaknya desainer ready-to-wear baik yang terlebihnya penggemar mode belum mengetahui
sudah mendunia ataupun lokal, begitupun di metode zero waste fashion sebagai teknik
Indonesia. Seiring perubahan industri mode penerapan pengurangan limbah pada proses
khususnya pada busana busana ready-to-wear produksi (Risanen, 2013).
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2251

akhir dari penelitian ini berupa kesimpulan atas


Indonesia sendiri dikenal sebagai negara yang objek penelitian berdasarkan sudut pandang
kaya akan warisan budayanya. Salah satu peneliti.
warisan budaya Indonesia yang banyak dijumpai
yaitu kain tenun. Setiap kain tenun yang 4. STUDI PUSTAKA
dihasilkan dari berbagai penjuru di Indonesia 4.1 Ready-to-wear
memiliki masing – masing ciri khas yang
berbeda. Salah satunya adalah kain tenun yang Menurut designer (Sorger, 2006) Ready-to-wear
dibuat oleh suku Baduy, Banten, Jawa Barat. dapat dikatakan sebagai busana siap pakai, yaitu
Kain Tenun Baduy diproduksi secara manual dimana pada proses pembuatan produk fashion
menggunakan alat yang mereka ciptakan sendiri dibuat berdasarkan ukuran umum atau standar,
dari kayu dan proses pewarnaannya alami. Suku sehingga menghasilkan produk fashion siap
Baduy menghasilkan kain tenun yang cukup pakai yang dapat dipasarkan. Produk ready-to-
ringan, memiliki motif geometris sederhana dan wear memiliki beberapa spesifikasi tujuan pasar
memiliki cukup banyak kombinasi warna, yang berkaitan dengan kelas ekonomi, gaya serta
sehingga dapat diterapkan pada produk fashion seler. Produk ready-to-wear merupakan produk
(Bekti, 2016). Berdasarkan pemaparan tersebut, yang banyak digemari atau dikonsumsi oleh
peneliti bertujuan untuk menciptakan busana masyarakat. Produk ready-to-wear (busana siap
ready-to-wear dengan kombinasi tenun Baduy pakai) dapat pula dikelompokkan berdasarkan
menggunakan teknik metode zero waste fashion. visual dan volumenya, yaitu dimana adanya
Rancangan dalam penelitian ini diharapkan dapat busana mewah atau deluxe, busana ini
menjadi salah satu alternatif pada pembuatan dirancangan oleh designer yang merupakan
busana ready-to-wear untuk wanita dengan “designer label”, dengan jumlah kuantitas
kombinasi tenun Baduy yang ramah lingkungan. produksi yang dibuat secara terbatas.

2. BATASAN MASALAH a. Deluxe atau mewah yaitu busana yang


dirancangan oleh designer yang dapat
Batasan dalam penelitian ini adalah bagaimana dikatakan sebagai “designer label”
pembuatan busana ready-to-wear wanita dalam dengan jumlah kuantitas produksi yang
penerapan konsep zero waste yang optimal, dibuat secara terbatas.
dengan mengadaptasi bentuk pola dasar zero b. Mass product atau produk massal
waste substraction cutting Julian Roberts. Dalam adalah suatu karya designer perusahaan
studi kasus ini dibatasi pada busana ready-to- swasta yang dimana proses
wear bergaya vibrant dengan adanya sentuhan pembuatannya lebih banyak dari jumlah
lokal konten Indonesia yaitu suku Baduy yang kuantitas produksi busana pada
sederhana dapat meningkatkan optimalisasi umumnya. Mass product atau produk
penggunaan material sesuai dengan konsep zero massal terdiri dari dua jenis, yaitu :
waste. Ruang lingkup yang dibatasi pada 1. Busana second label, yang dimana
pembuatan busana ini yaitu pola Julian Roberts merupakan hasil dari kreasi designer.
geometris sesuai dengan motif tenun dari suku 2. Busana private label, yang
Baduy yang bermotif geometris yang sederhana. merupakan hasil dari kreasi
perusahaan industri garmen.
3. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini


adalah metode kualitatif yang dimana dilakukan
secara deskriptif berdasarkan analisa dari
berbagai kajian pada berbagai literatur dan
menghasilkan eksperimen yang berkaitan
dengan penelitian ini. Analisis yang didasarkan
pada kesimpulan dari hasil studi literatur yang
dilakukan terhadap objek penelitian yaitu busana
ready-to-wear wanita yang memiliki bentuk
dasar geometris persegi empat. Eksperimen
dilakukan untuk menunjukan potensi yang
dimiliki oleh busana ready-to-wear yang
biasanya menggunakan pola dasar garmen kini
menggunakan pola konsep zero waste. Hasil
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2252

Gambar 1. Contoh Busana Ready-to-wear pembuatan yang umumnya ditenun (Nursari &
Sumber : (Matsushige, 2017) Hervianti, 2017).

Pada penamaan busana ready-to-wear dan made-


to-order biasa digunakan hanya untuk
membedakan proses produksi busana, alas kaki
dan aksesoris. Produk tersebut dapat dibedakan
berdasarkan fungsi dalam penggunaannya,
seperti casual wear, formal wear, muslim wear,
active sports wear, occasional wear, bridal
lingerie, hingga maternity wear (Sorger, 2006).
Adapun macam – macam dari jenis produk
fashion tersebut yang kemudian dibagi kembali
berdasarkan jangkauan usia dan gender yang
termasuk dalam segmen pasar tersebut.
Pembagian tersebut antara lainnya seperti : baby
wear, infant wear, toddler wear, kids wear, pre-
teen wear, teenager wear, young adult wear,
adult wear, ladies wear, dan men’s wear (Sorger,
2006).

4.2 Zero Waste Fashion Design

Zero Waste Fashion Design (ZWFD) merupakan Gambar 2. Fabric Waste


salah satu konsep visioner untuk meminimalisir Sumber: (Risanen & Mcquillan,
limbah kain dalam proses produksi busana. 2016: 10)
Munculnya zero waste secara khusus telah
terbukti bahwa pada abad ke-20 atau pada tahun Zero Waste Fashion dapat dibagi dua metode
1940-an, beberapa perancang busana telah yaitu, zero waste pra-konsumen yang dimana
dipengaruhi oleh potongan-potongan sejarah menghilangkan limbah selama pembuatan,
nol-limbah, walaupun pada saat itu mereka tidak sedangkan zero waste pasca-konsumen yang
bertujuan untuk konsep zero waste itu sendiri, dimana menghasilkan pakaian dari pakaian
melainkan dikarenakannya kondisi industri pasca-konsumen seperti pakaian bekas,
fashion yang sedang mengalami keterbatasan menghilangkan pemborosan pada apa yang
ruang dan tujuan (Risanen, 2016). Teknik biasanya menjadi akhir dari masa pakai produk
pembuatan pola ini sedang dikembangkan dan pakaian. Seperti teori di balik “circular
diimplementasikan di berbagai sektor termasuk economy” 2013, bahwa konsep zero waste
pengelolaan pengolahan limbah, pertambangan, merupakan salah satu dimana semuanya
manufaktur dan pembangunan perkotaan. digunakan kembali dan tidak ada yang dibuang.
Program pembuatan zero waste fashion Ini adalah antitesis dari model “build, buy, bury”
dikembangkan di beberapa negara sebagai yaitu dimana dari limbah bahan mentah ke
strategi pembuatan busana tanpa limbah nol pabrik, ke pengguna, kemudian TPA (Tempat
holistik. Didalam industri fashion garmen, zero Pembuangan Akhir). Teknik dasar Zero waste
waste dirancang secara sistematis untuk yang dapat digunakan, yaitu :
menghindari dan menghilangkan limbah
material dan memiliki standar rata-rata 15% 1. Pattern making merupakan salah satu
limbah tekstil karena stratifikasi atau hierarki teknik yang dapat digunakan, yaitu
proses produksi garmen (Risanen, 2016). Konsep perancangan pola beserta penempatan
Zero waste dapat digunakan untuk pembuatan pola pada kain yang efektif.
bentuk busana dasar yang geometris, sehingga 2. Up-cycling untuk mengoptimalkan
dapat mengurangi sisa limbah kain dari hasil limbah yang tersisa.
produksi pada setiap proses pemotongan busana 3. Reconstruction membuat sesuatu yang
dan dapat mengoptimalkan pemanfatan material baru dari barang yang sudah tidak
kain yang digunakan diatas 85%. Bentuk terpakai.
geometris dapat dijadikan sebagai kebutuhan
dasar manusia dalam berbusana, serta memiliki
potensi untuk dimodifikasi lebih lanjut dan Selain dari ketiga teknik diatas, Risanen dan
bentuk geometris ini mengikuti teknik Mcquillan (2016) menambahkan beberapa faktor
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2253

yang harus dipertimbangkan pada awal proses bagaimana limbah kain dapat bermasalah pada
pembuatan zero waste fashion, sebagai berikut : proses perancangan busana dengan fokus khusus
pada ketahanan garmen, perbaikan dan
1. Jenis busana yang akan digunakan. perubahan (Mcquillan, 2016).
2. Dimensi material kain yang akan
digunakan harus terukur dengan baik
dan benar.
3. Jenis material kain menentukan hasil
dari proses desain, sehingga material
harus disesuaikan dengan siluet dan
tekstur yang diinginkan.
4. Pembuatan desain dan modifikasi harus
ditentukan pada saat awal produksi,
sehingga dapat menjadikan
pertimbangan dalam proses produksi
yang menghasilkan penyelesaian akhir
dengan adanya sisa limbah kain kurang
dari 15 %.
5. Menentukan detail dan pembeda dalam
penyelesaian akhir untuk memberikan
value pada busana zero waste. Gambar 4. Julian Roberts Subtraction Pattern
Sumber : (Julian Roberts, 2013)

Berikut dua dari beberapa desainer kelas dunia Berdasarkan pola zero waste diatas, diciptakan
yang telah menciptakan teknik zero waste oleh Julian Roberts. Julian Roberts adalah
fashion design, diantaranya : seorang desainer yang berasal dari Amerika
Serikat. Salah satu karyanya yaitu ‘Subtraction
Cutting’. Subtraction Cutting adalah nama yang
diberikan untuk metode eksperimental
konstruksi yang dikembangkan oleh Julian
Roberts dan akademisinya. Studi ini telah
diajarkan olehnya di berbagai universitas di
seluruh dunia sejak tahun 1998. Teknik dan
metodologi ini telah tersedia secara online sejak
2001, dan dapat digunakan secara beragam untuk
membuat pakaian fashion pria dan wanita,
hingga aksesoris dan produk interior / eksterior.
Metode yang digunakan oleh Julian Roberts ini
merupakan metode yang berdominan
menggunakan metode numerik dan pemotongan
Gambar 3. Timo Risanen Sustainable pattern yang cepat dalam proses pembuatannya,
Sumber : (Risanen & Mcquillan, 2016) memberikan ruang bagi tubuh untuk tetap bisa
bergerak seperti biasanya, serta dapat
Berdasarkan pola zero waste diatas, diciptakan mengontrol bagaimana hasil kain jatuh di sekitar
oleh Holly Mcquillan. Holly Mcquillan adalah tubuh (Roberts, 2013).
seorang perancang, penulis, dan fasilitator yang
bekerja di bidang praktik desain berkelanjutan. 4.3 Suku Kanekes, Baduy
Holly Mcquillan melakukan penelitian mengenai
zero waste fashion design bersama dengan Timo Baduy merupakan sebutan yang melekat pada
Risanen, hingga akhirnya mereka menciptakan masyarakat yang tinggal di sekitar kaki
sebuah buku tersebut. Pembuatan teknik pola Pegunungan Kendeng di Desa Kanekes,
Holly Mcquillan dinamakan Sustainable pattern, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
yaitu dimana suatu teknik yang memanfaatkan Provinsi Banten dengan ciri khasnya yang unik
huruf atau abjad untuk pembuatan pola tersebut, dibanding dengan orang-orang yang ada di
serta adanya teknik masa lalu yang diambil dari sekitar mereka, demikian juga dengan
literatur yang dapat diterapkan dalam praktik masyarakat daerah Banten lainnya (Hasman,
desain fashion, dengan memanfaatkan fashion 2013). Masyarakat adat Baduy sangat mencintai
berkelanjutan untuk mengetahui hasilnya serta alam sekitar, namun dipisahkan atau adanya
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2254

perbedaan keyakinan melalui garis sosial yang


membentuk status dan tampak yang
memperlihatkan dua subkultur berbeda, sehingga
terbentuklah Baduy dalam, yang masih
memegang teguh prinsip nenek moyang
terdahulunya dan Baduy luar, merupakan
masyarakat yang telah diberikan kebijakan
berupa kelonggaran pada peraturan adat dalam
pelaksanaan kegiatan hidup sehari-hari, lebih
mengenal teknologi dibanding Baduy dalam
(Hasman, 2013). Gambar 6. Macam-macam Tenun Suku
Kanekes, Baduy Luar
Sumber : (Elas, 2019)

Ket. Nama beserta filosofi dari tenun suku Baduy


Luar :
a. Motif Tajur Pinang : Pada dasarnya
menggambarkan kehidupan adat Baduy
yang sederhana, tenang dan tentram. Motif
kain ini digunakan untuk acara penghijauan.
b. Motif Adu Mancung : Pada dasarnya
menggambarkan adanya perbedaan adat
Baduy dalam dan Baduy luar, namun masih
Gambar 5. Masyarakat Suku Baduy. satu ikatan masyarakat adat Baduy dengan
Sumber : (Kusuma, 2013)
jalan bermusyawarah. Motif kain ini dipakai
laki – laki pada saat akan upacara adat.
Keunggulan cita rasa dalam proses pembuatan c. Motif Suat Kotak-kotak : Pada dasarnya
kain yang dimiliki masyarakat Baduy menggambarkan adat Baduy tidak tinggal di
berkembang dalam berbagai aspek, yaitu pada satu tempat, tetapi tersebar di beberapa
bentuk atau tenun dan motif, sifat, kegunaan, tempat/kampong yang terikat dalam satu
ragam hias, serta menjadi jati diri dan ciri khas kesatuan adat Baduy. Biasanya digunakan
masyarakat adat tersebut. Material kain untuk oleh laki – laki.
memenuhi kebutuhan sandang telah diproduksi d. Motif Suat Samata : Pada dasarnya hasil
sendiri dari potensi alam yang ada dan dibuat kekayaan alam wilayah Baduy berupa buah
dengan menggunakan alat tenun yang mereka manggis, yang menggambarkan antara
buat sendiri (Reiss, 2013). Suku Baduy tercatat perilaku, ucapan da isi hati masyarakat adat
memiliki 20 motif tenun yang telah diakui oleh Baduy. Motif kain ini dipakai perempuan
Indonesia dan memiliki karakteristik yang untuk sehari-hari
berbeda dengan tenun lainnya, seperti : e. Motif Suat Awi Gede : Pada dasarnya
melambangkan kekayaan tumbuhan pohon
1. Karakteristik kain tidak sepenuhnya bambu yang tumbuh di wilayah adat Baduy,
lembut atau nyaman. yang bermanfaat untuk alat rumah tangga
2. Motif geometris yang memiliki arti dan kesenian. Motif kain ini biasa digunakan
kehidupan. oleh laki-laki dan perempuan.
3. Dimensi kain tidak lebih dari
90 cm x 100 cm.
f. Motif Sarung Poleng Hideung (Sarung
Lelaki) : Pada dasarnya menggambarkan
4. Warna yang tumpang tindih.
suasana lingkungan pada saat matahari
5. Benang lungsi dan pakan tidak di tenun
terbenam/menjelang malam hari.
dengan rapat.

Berikut beberapa contoh dari hasil tenun yang


5. HASIL DAN ANALISIS
diciptakan oleh masyarakat Baduy, diantaranya :
Berdasarkan penerapan konsep zero waste
fashion dengan penentuan kriteria sebagai
berikut :
1. Hasil tampilan yang menarik.
2. Kemudahan produksi.
3. Keseuaian ukuran.
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2255

Dan mempertimbangkan beberapa kriteria dalam


proses desain yaitu :
1. Jenis atau gaya busana.
2. Dimensi material kain.
3. Siluet busana.
4. Fleksibilitas desain dan pola busana.
5. Kontruksi busana dan furing.

Pada pembuatan busana ready-to-wear dengan


bentuk pola persegi dapat dioptimalisasi agar
limbah sisa perca yang dihasilkan tidak melebihi
nilai rata – rata garmen yaitu sebanyak 15%.
Material yang digunakan disesuaikan dengan
ketersediaan material yang biasanya digunakan
dalam pembuatan busana.

Eksperimen yang dilakukan adalah


mengadaptasi dari pembuatan pola terlebih
dahulu agar dapat menghasilkan desain atau
visual dari eksperimen peneliti dan adanya
modifikasi desain. Cara peletakan flat pattern
menggunakan dimensi material yang umum
tersedia saat ini yaitu dengan lebar kain 90 cm –
125 cm, sebagai berikut :
Gambar 5. flat pattern celana zero waste beserta
hasil peneliti dengan peletakan memanjang.
Sumber : (Kharimah, 2019)

Busana ready-to-wear dengan bagian potongan


sambung menyambung agar menghasilkan siluet
yang diinginkan. Busana ini diberikan kancing
pada bagian depan sehingga dapat dijadikan
blouse, kemeja atau outer. Busana ini dipadukan
dengan celana basic.

Gambar 4. flat pattern busana zero waste


beserta hasil peneliti dengan peletakan
memanjang.
Sumber : (Kharimah, 2019)

ambar 6. flat pattern busana zero waste beserta


hasil peneliti dengan peletakan memanjang.
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2256

Sumber : (Kharimah, 2019)


6. PRODUK AKHIR

Setelah melakulan berbagai proses pada


penelitian ini, menghasilkan visualisasi hasil
produk akhir, seperti berlikut :

Gambar 7. flat pattern celana zero waste beserta


hasil peneliti dengan peletakan memanjang.
Sumber : (Kharimah, 2019)
Gambar 8. Visualisasi hasil produk akhir.
Busana ready-to-wear dengan bagian potongan Sumber : (Kharimah, 2019)
sambung menyambung agar menghasilkan
siluet. Busana ini diberikan menghasilkan garis
princess dengan tambahan kain untuk bagian luar
dan adaynya kerah v-neck. Busana ini dapat
dijadikan busana blouse dan pada bagian celana
diberikan tambahan kain dengan pita pada bagian
depan sebagai bentuk dari pemanfaatn sisa
limbah kain.

Berdasarkan hasil eksperimen, ditemukan bahwa


dengan mengadaptasi cara peletakan flat pattern
ready-to-wear tersebut menghasilkan limbah
sisa kain dibawah 15 %. Dengan menerapkan
konsep zero waste pada pembuatan busana
ready-to-wear dapat dipertimbangkan pada hasil
visual yang dihasilkan, yaitu :
1. Ukuran yang dihasilkan desain,
disesuaikan dengan ukuran busana pada
umumnya.
2. Proses eksperimen yang cukup
signifikan.
3. Siluet dan tipe busana dihasilkan dari
bentuk pola dasar geometris dan
memungkinkan untuk diproduksi.
Gambar 9. Visualisasi hasil produk akhir.
Sumber : (Kharimah, 2019)
ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 2257

7. KESIMPULAN [3]. Risanen, T. zero waste fashion design.


sydney: university of technology.
Berdasarkan hasil penelitian dan perancangan [4]. Roberts, J. zero waste fashion design.
yang telah dilakukan melalui beberapa metode Amerika.
dapat diambil kesimpulan, bahwa teknik [5]. Sorger, R & udale. fundamental of fashion.
pembuatan busana zero waste yang merupakan Iggris: AVA Publishing.
salah satu konsep visioner untuk meminimalisir [6]. Bekti, S. (2016). Keindahan Indigo Baduy
limbah kain dalam proses produksi busana dapat Ala Yogie Pratama. indonesia.
dijadikan salah satu solusi dan referesi dalam [7]. Kharimah, S. (2019). Perancangan Busana
bidang fashion untuk pembuatan produksi Ready-to-wear Menggunakan Metode
busana ready-to-wear dan pada dasarnya teknik Zero Waste dengan Kombinasi Tenun
zero waste ini secara khusus telah terbukti telah Baduy
terciptanya dari tahun 1940-an, yang hanya saja [8]. Nursari, F., & Hervianti, D. F. (2017).
masyarakat yang belum cukup perduli terhadap Potensi Penerapan Konsep Zero Waste
banyaknya sisa limbah dan beberapa perancang Pada Busana Tradisional Studi Kasus:
mode telah dipengaruhi oleh beberapa potongan
Kimono. Jurnal Rupa, 71-79.
sejarah nol-limbah atau teknik zero waste,
walaupun pada saat itu mereka tidak bertujuan
untuk membuat konsep zero waste itu sendiri,
melainkan dikarenakannya kondisi industri
fashion yang sedang mengalami keterbatasan
ruang dan tujuan. Dalam menghasilkan produk
fashion ready-to-wear dengan melakukan
penerapan metode zero waste, yaitu guna untuk
mengoptimalkan penggunaan material dalam
perancangan busana wanita ready-to-wear yang
efektif, dimana dalam pelaksanaannya pola
pakaian dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya dimensi kain, kenaikan ukuran,
desain busana dan material. Pola busana
dioptimalkan sesuai dengan dimensi material
kain yang tersedia dengan berbagai cara, baik
dengan menambahkan beberapa elemen
peunjang dalam busana sebagai aplikasi ataupun
desain busana tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Hasman, D. Urang Kanekes Baduy People.


Indonesia: Java Books Indonesia.
[2]. Reiss, F. Masyarakat Baduy . Indonesia:
Java books.

You might also like