Jurnal Ahwil
Jurnal Ahwil
Abstract
       Civic Education has a strategic role in strengthening multiculturalism in
       Indonesia. However, the contents of civic learning at the elementary level up to
       university level are showing lack of phenomenon that explores the
       multicultural values based on local wisdom (local genius). This research is a
       literature study by finding reference theories relevant to the cases or problems
       found. The reference theory obtained by method of literature study was
       presented as the foundation. It was found that: (1) The primordially knowledge,
       attitude and behavior of Indonesian society are kinds of things that impede
       Civics Education as a medium for strengthening multiculturalism in
       Indonesia; (2) Civic Education has great potential to become the foundation
       for multicultural strengthening in Indonesia with attention to innovation and
       development of the content, as well as the learning model. (3) Civic Education
       has a philosophical meaning as the foundation of ligature strength in the
       establishment of pluralism multicultural mentalities in order to realize
       national goals and nation’s modernization without abandoning the local
       wisdom.
                                                                                                1
     Sebagai upaya untuk mempercepat            tersebut, pendidikan kewarganegaraan dapat
tercapainya tujuan nasional sesuai yang         menjadi salah satu solusi jitu sebagai sarana
termaktub dalam Pembukaan Undang-               dalam mempersiapkan warga negara yang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia          baik di tengah kompleksitas keberagaman
Tahun 1945. Pada masa pemerintahan              yang berada di Indonesia. Yang dikarenakan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden         Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
Jusuf Kalla mengeluarkan arahan kebijakan       makna filosofis sebagai fondasi kekuatan
yang juga menjadi visi dan misi dari            ligatur     dalam      pembentukan       mental
integrasi pembangunan negara ke depan. Hal      multikultural pluralisme guna mewujudkan
ini diterangkan oleh Kementerian Pertahanan     cita-cita nasional serta pemodernan bangsa
(2015, p. 36) yakni terwujudnya Indonesia       dan negara tanpa meninggalkan kearifan
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian     lokal yang telah diajarkan para leluhur sejak
berlandaskan gotong royong yang dijabarkan      dulu. Metode
melalui tujuh misi pembangunan dan                   Pendekatan penelitian ini adalah
sembilan agenda prioritas atau yang lebih       kualitatif dengan sumber data pertama,
dikenal dengan sebutan NAWACITA.                sumber bahan cetak (kepustakaan), meliputi
     Adapun salah satu poin yang merupakan          buku, jurnal, makalah dan literatur hasil
perwujudan dalam upaya percepatan               penelitian          tentang         Pendidikan
pembangunan nasional ini diantaranya            Kewarganegaraan. Kedua, sumber data
adalah dengan melakukan revolusi karakter       berupa dokumen analisis yang meliputi hasil
bangsa melalui kebijakan penataan kembali       dokumen-dokumen          kenegaraan tentang
kurikulum pendidikan nasional dengan            kurikulum pendidikan kewarganegaraan
mengedepankan          aspek       Pendidikan         sekolah menengah atas dari tahun 1975-
Kewarganegaraan (Civic Education) yang                    2013. Teknik pengumpulan data dan
menempatkan secara proporsional aspek                informasi yang digunakan adalah teknik
pendidikan, seperti: pengajaran sejarah                   pengumpulan datakualitatif yang
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme                meliputi     studi dokumentasi, dan
dan cinta tanah air, semangat bela negara dan     studi pustaka. Sementara itu proses analisis
budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan       data yang digunakan peneliti adalah reduksi
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian            data, display data, verifikasi dan penarikan
terdahulu yang dilakukan oleh Santoso,                                     kesimpulan (Miles &
Almuchtar, dan Abdulkarim (2015, p. 108)        Huberman, 1992).
menunjukkan bahwa kelemahan Pendidikan          Hasil dan Pembahasan
Kewarganegaraan di Indonesia ada pada sisi           Perkembangan           mata       pelajaran
pengajaran yang bersifat monoton tidak          Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di
inovatif (overload and overlapping content)     Indonesia memiliki sejarah panjang dalam
dan lebih menitik beratkan hanya pada           peranannya mempersiapkan warga negara
kognitif, sedangkan afektif dan psikomotorik    yang baik sesuai dengan hak dan
ditiadakan serta tidak dimasukan pada ujian     kewajibannya. PKn juga telah banyak
nasional                                        mengalami pergantian nama dan kurikulum
     Dari berbagai permasalahan yang terjadi    selama enam dekade sejak awal berdirinya
di Indonesia terkait multikultural pluralisme   sebagai salah satu bidang studi tahun 1947
                                                hingga saat ini. Menurut Nuh “Tidak ada
kurikulum yang abadi, kurikulum berubah         sebagai
karena perubahan zaman, bukan karena
kurikulum sekarang yang jelek atau salah.
Sudah benar itu di zamannya. Tapi zaman
berubah dan kita harus ikut berubah”
(Santoso et al., 2015, p. 86). Pengembangan
serta evaluasi kurikulum           pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia memiliki
kekhasan masing-masing dalam setiap
pergantian konten pada masanya, jadi tidak
ada kurikulum yang abadi.
     Konsep kurikulum berkembang sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan serta bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianut oleh
setiap negara. Kurikulum merupakan
program pendidikan yang disediakan oleh
lembaga pendidikan bagi kegiatan belajar,
sehingga                           mendorong
                     perkembangan         dan
pertumbuhannya sesuai dengan tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan (Madjid,
2014, p. 1). Perkembangan dan pertumbuhan
suatu kurikulum dalam sistem pendidikan
memiliki sifat yang dinamis, sehingga dalam
pembentukannya         disesuaikan     dengan
kebutuhan pada masa penerapan praktik
kurikulum tersebut.
     Hal ini yang terjadi pula pada mata
pelajaran PKn di Indonesia yang diantaranya
adalah istilah Civics secara formal tidak
dijumpai dalam kurikulum tahun 1957
maupun kurikulum tahun 1946. Namun
secara materiel dalam kurikulum SMP dan
SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran
Tata Negara dan Tata Hukum, dan dalam
kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran
Pengetahuan Umum yang di dalamnya
memasukan          pengetahuan       mengenai
pemerintahan (Winataputra, 2012, p. 3).
     Secara      historis-epistemologi    dan
historis- pedagogis menurut Dept. P&K
(1962)      Pendidikan       Kewarganegaraan
                                                          3
program kurikuler dimulai dengan             Tahun 1945.
diintroduksikannya mata pelajaran                 Sedangkan di dalam kurikulum SMA
Civics dalam Kurikulum SMA tahun             terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara
1962 yang berisikan materi tentang
pemerintahan Indonesia berdasarkan
Undang-Undang           Dasar      Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
(Winataputra, 2012, p. 3). Selanjutnya
Somantri (1969, p. 7)menjelaskan pada
saat itu mata pelajaran Civics atau
Kewarganegaraan          pada    dasarnya
berisikan pengalaman belajar yang
digali dan dipilih dari disiplin ilmu
sejarah, geografi, ekonomi, dan politik,
pidato-pidato presiden, deklarasi Hak
Asasi Manusia, dan pengetahuan
tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa”.
      Dari penjelasan tersebut, dapat
ditarik kesimpulan mengenai fokus
kajian pada kurikulum pendidikan
moral tahun 1945- 1964 berfokus pada
pembahasan mengenai pengetahuan
umum yang di dalamnya digali dan
dipilih dari mata pelajaran sejarah,
geografi, ekonomi, dan politik yang
berkaitan dengan pelajaran Tata Negara
dan Tata Hukum.
      Pada tahun 1968 sampai 1969
penggunaan       istilah    Civics     dan
Pendidikan       Kewargaan         Negara
digunakan      secara       bertukar-pakai
(interchangeably). Misalnya dalam
kurikulum SD 1968 digunakan istilah
Pendidikan Kewargaan Negara yang
dipakai sebagai nama mata pelajaran,
yang di dalamnya tercakup sejarah
Indonesia, geografi Indonesia, dan
“civics”     (diterjemahkan        sebagai
pengetahuan kewargaan negara). Di
dalam kurikulum SMP 1968 digunakan
istilah Pendidikan Kewargaan Negara
yang berisikan sejarah Indonesia dan
Konstitusi termasuk Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
yang berisikan materi, terutama yang             berisikan materi Pancasila sebagaimana
berkenaan dengan Undang-Undang Dasar             diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.            Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini
Sementara itu di dalam Kurikulum SPG             sejalan dengan misi pendidikan yang
1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan         diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973
Negara isinya terutama berkenaan dengan          tentang     Pedoman       Penghayatan    dan
sejarah Indonesia, Konstitusi, pengetahuan       Pengamalan Pancasila. Selanjutnya mata
kemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia             pelajaran Pendidikan Moral Pancasila ini
(Winataputra, 2012, p. 3).                       merupakan mata pelajaran wajib untuk SD,
      Pada masa Kurikulum 1973, kurikulum        SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan.
Civic Education (Pendidikan Kewargaan            Ruang lingkup materi pembahasan secara
Negara) di dalam Kurikulum Proyek Perintis       keseluruhan mata pelajaran ini diantaranya
Sekolah Pembangunan digunakan beberapa           adalah civics, sejarah kebangsaan, kejadian
istilah, yakni Pendidikan Kewargaan Negara,      setelah Indonesia merdeka, UUD 1945,
Studi Sosial, “Civics” dan Hukum. Untuk          masing-masing sila Pancasila, pesan
sekolah dasar 8 tahun pada Proyek Perintis       pentingnya pembangunan (seperti rencana
Sekolah Pembangunan digunakan istilah            pembangunan lima tahun dan Garis Besar
Pendidikan Kewargaan Negara yang                 Haluan Negara) bagi bangsa Indonesia,
merupakan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan        doktrin kenegaraan yang spesifik, membahas
Sosial terpadu atau identik dengan integrated    persoalan moral dan sebagainya, visi misinya
social studies di Amerika. Di sini istilah       berorientasi pada value inculcation dengan
Pendidikan Kewargaan Negara kelihatannya         muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
diartikan sama dengan Pendidikan Ilmu            (Santoso et al., 2015, pp. 89–90).
Pengetahuan Sosial. Di sekolah menengah               Perkembangan Kurikulum pada tahun
pertama 4 tahun digunakan istilah Studi          1984 membuat Pemerintah memberlakukan
Sosial sebagai pengajaran Ilmu Pengetahuan       Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Sosial yang terpadu untuk semua kelas dan        tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
pengajaran IPS yang terpisah-pisah dalam         menggariskan adanya Pendidikan Pancasila
bentuk pengajaran geografi, sejarah, dan         dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
ekonomi sebagai program major pada               bahan kajian wajib kurikulum semua jalur,
jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Selain itu      jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39) pada
juga terdapat mata pelajaran Pendidikan          mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila,
Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran          Kurikulum Pendidikan Dasar dan Sekolah
inti yang harus ditempuh oleh semua siswa.       Menengah 1994 mengakomodasikan misi
Sedangkan mata pelajaran Civics dan Hukum        baru     pendidikan        tersebut   dengan
diberikan sebagai mata pelajaran major pada      memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan
jurusan      Ilmu     Pengetahuan      Sosial    Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn
(Winataputra, 2012, p. 4).                       (Winataputra, 2012, p. 4). Ruang lingkup
      Dalam     Kurikulum     1975     istilah   materi dalam pembahasan mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara diubah               Pendidikan Moral Pancasila ini diantaranya
menjadi Pendidikan Moral Pancasila atau          adalah mengenai Hak Asasi Manusia, asas
yang lebih dikenal dengan sebutan PMP            dan makna keadilan, UUD 1945, lembaga-
yang
                                                                                         5
lembaga       negara,      badan      peradilan,   terutama digunakan adalah ceramah dan
kemerdekaan       Indonesia,      kerja   sama     tanya jawab (Budimansyah, 2010).
internasional, dan kajian terhadap Pancasila             Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
itu sendiri (Santoso et al., 2015, pp. 89–90).     25 Tahun 2000 maka Pemerintah melalui
     Berbeda dengan kurikulum sebelumnya,          Departemen Pendidikan Nasional melakukan
Kurikulum PPKn 1994 pengorganisasian               penyusunan standar nasional untuk seluruh
materi dilakukan bukan atas dasar rumusan          mata pelajaran yang ada di Indonesia,
butir-butir nilai Pedoman Penghayatan dan          adapun komponen-komponen yang disusun
Pengamalan Pancasila (P4), tetapi atas dasar       oleh pemerintah tersebut adalah (1) standar
konsep nilai yang diambil dari inti P4 dan         kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi
sumber resmi lainnya yang ditata dengan            pokok, dan (4) indikator pencapaian. Dengan
menggunakan pendekatan spiral meluas atau          dikeluarkannya      Peraturan    Pemerintah
spiral of concept development (Winataputra,        tersebut, maka terjadi pergantian nama dan
2012,      p.    4)     .     Pendekatan     ini   kurikulum juga terhadap mata pelajaran yang
mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan       semula       Pendidikan     Pancasila    dan
jabaran nilainya untuk setiap jenjang              Kewarganegaraan         (PPKn)        menjadi
pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam       Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan
setiap kelas.                                      Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang
     Sehingga materi pembahasan dalam              lebih dikenal dengan sebutan KBK pada
PPKn ini memiliki ruang lingkup pertama,           tahun 2004. Materi pembahasan dalam mata
nilai, moral dan norma serta perilaku yang         pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini
diharapkan terwujud dalam kehidupan                memiliki ruang lingkup mengenai persatuan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara             bangsa dan negara, Nilai dan norma (agama,
sebagaimana dimaksud dalam P4. Kedua,              kesusilaan, kesopanan dan hukum), Hak
Kehidupan ideologi politik ekonomi, sosial,        Asasi Manusia, Kebutuhan hidup warga
budaya, pertahanan, dan keamanan serta             negara, Kekuasaan dan politik, masyarakat
perkembangan ilmu pengetahuan dan                  demokratis, Pancasila dan konstitusi negara,
teknologi dalam wadah kesatuan negara              globalisasi; namun materi ini mengusung
kesatuan      Republik       Indonesia     yang    misi pendidikan nilai dan moral (Santoso et
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945                 al., 2015)
(Santoso et al., 2015, pp. 89–90).                       Proses    pengembangan      Kurikulum
     Hal ini dikarenakan dalam kurikulum           Berbasis Kompetensi ini menggunakan
1994 untuk PPKn diartikan sebagai mata             asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah
pelajaran yang digunakan sebagai wahana            memiliki pengetahuan dan keterampilan awal
untuk mengembangkan dan melestarikan               yang      dibutuhkan     untuk    menguasai
nilai luhur dan moral yang berakar pada            kompetensi tertentu. Oleh karenanya
budaya bangsa Indonesia. Kurikulum 1994            pengembangan           kurikulum        2004
lebih mengarahkan peserta didik untuk              memperhatikan prinsip-prinsip berikut; (1)
menguasai materi pengetahuan. Materi               berorientasi pada pencapaian hasil dan
pengetahuan diberikan pada peserta didik           dampaknya (outcome oriented), (2) berbasis
sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah             pada Standard Kompetensi dan Kompetensi
ditetapkan sebelumnya. Metode belajar di           Dasar, (3) Bertolak dari Kompetensi
kelas yang                                         Lulusan,
(4) Memperhatikan prinsip pengembangan           namun dalam pelaksanaannya didasarkan
kurikulum      yang     terdiferensiasi,   (5)   pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
mengembangkan aspek belajar secara utuh          2013 tentang Perubahan atas Peraturan
dan menyeluruh (holistik), (6) menerapkan        Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)    Standar Nasional Pendidikan. Perubahan
(Budimansyah & Suryadi, 2008, p. 14)             kurikulum tersebut berdampak pula terhadap
     Pada kurikulum tahun 2006 ini mata          mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan             di Indonesia, yang semula menggunakan
(PKn) memiliki tujuan agar peserta didik         istilah Pendidikan Kewarganegaraan atau
memiliki kemampuan; (1) berpikir kritis,         yang lebih dikenal dengan sebutan PKn
rasional dan kreatif dalam menanggapi isu        berubah kembali menjadi Pendidikan
kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara       Pancasila dan Kewarganegaraan atau yang
aktif dan bertanggungjawab, bertindak secara     lebih dikenal dengan sebutan PPKn.
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,                   Berdasarkan hasil penelitian yang
berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi,    dilakukan oleh Setiawati (2016, p. 70) bahwa
(3) berkembang      secara      positif   dan    perubahan nomenklatur didasarkan pada
demokratis      untuk     membentuk       diri   sejumlah        masukan        penyempurnaan
berdasarkan karakter- karakter masyarakat        pembelajaran PKn menjadi PPKn yang
Indonesia agar dapat hidup bersama-sama          mengemuka dalam lima tahun terakhir,
dengan bangsa lain, (4) Berinteraksi dengan      antara lain: (1) secara substansial, PKn terasa
bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia        lebih dominan bermuatan ketatanegaraan
secara langsung atau tidak langsung dengan       sehingga muatan nilai dan moral Pancasila
memanfaatkan teknologi informasi dan             kurang      mendapat       penekanan      yang
komunikasi (Budimansyah, 2010, pp. 121–          proporsional; (2) secara metodologi, ada
122). Kurikulum 2013 merupakan kurikulum         kecenderungan          pembelajaran       yang
terbaru yang digunakan dalam sistem              mengutamakan pengembangan ranah sikap
pendidikan di Indonesia saat ini. Kurikulum      (afektif), ranah pengetahuan (kognitif),
2013 memiliki perbedaan dengan kurikulum         sedangkan           ranah         keterampilan
sebelumnya, yakni Kurikulum Berbasis             (psikomotorik) belum dikembangkan secara
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat           optimal dan utuh (koheren). Dengan ruang
Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah              lingkup materi pembahasan mengenai
penulis jelaskan secara singkat di atas.         Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi,
Perubahan konsep dalam sistem Kurikulum          dan pandangan hidup bangsa, UUD 1945
2013 ini terdapat pada perubahan Standar         sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi
Kompetensi Kelulusan (SKL), perubahan            landasan        konstitusional       kehidupan
struktur kurikulum, pencapaian kompetensi        bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan          Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Abad ke-21, serta perubahan pembelajaran         sebagai kesepakatan final bentuk Negara
yang menggunakan pendekatan saintifik.           Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika,
     Secara yuridis formal Kurikulum 2013        sebagai wujud filosofi kesatuan di balik
berpijak pada Undang-Undang Sistem               keberagaman kehidupan bermasyarakat,
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,         berbangsa, dan bernegara (Santoso et al.,
                                                 2015).
                                                                                            7
    Dalam       masyarakat       multikultural,   masyarakat majemuk bagi bangsa Indonesia
dibutuhkan adanya sebuah pendidikan yang          khususnya      generasi    muda.      Dengan
mampu mengajarkan kepada siswa akan               diberikannya     pendidikan      multikultural
pentingnya nilai-nilai multikultural. Hal ini     diharapkan adanya kelenturan mental bangsa
dipandang penting karena dalam masyarakat         dalam menghadapi konflik-konflik yang
multikultural potensinya terjadinya konflik       berbau suku antar golongan ras dan agama
dan gesekan diantara masyarakatnya sangat         (SARA), sehingga persatuan bangsa tidak
besar. Sihingga dibutuhkan sebuah usaha           mudah retak dan terjadi disintegrasi bangsa.
kebudayaan berupa pendidikan yang dapat           Keharusan untuk mewujudkan masyarakat
menumbuhkan spirit keberagaman, serta             Indonedia yang mengerti dan memahami
menumbuhkan motivasi hidup bangsanya              keberagaman ini tidak dapat dilepaskan dari
yang hidua dalam keberagaman dan                  kebutuhan dari warga negara itu sendiri baik
pluralitas. Pendidikan Kewarganegaraan            secara individu mauun sebagai bagian dari
sebagai pendidikan multikultur adalah             masyarakat.
sebuah      strategi      pendidikan     yang          Pendidikan    Kewarganegaraan        atau
diaplikasikan dalam proses pembelajaran           dalam kurikulum 2013 berubah kembali
dengan cara menggunakan perbedaan                 menjadi      Pendidikan     Pancasila     dan
kultural yang terdapat pada diri siswa,           Kewarganegaraan         berperan      sebagai
seperti perbedaan etnis, perbedaan agama,         Pendidikan multikultural dalam Undang-
perbedaan bahasa, perbedaan jenis kelamin,        Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
perbedaan      kelas,    ras,   agar    proses    Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
pembelajaran menjadi efektif dan sesuai           Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
dengan tujuan pmbelajaran. Pelaksanaannya         merupakan nama mata pelajaran wajib untuk
melalui penerapan model dan pendekatan            kurikulum pendidikan dasar dan menengah
pembelajaran yang mampu membawa siswa             dan mata kuliah wajib untuk kurikulum
memiliki pengalaman belajar khususnya             pendidikan tinggi (Pasal 37). Pada Pasal 37
pengalaman untuk menerapkan nilai-nilai           bagian Penjelasan dari Undang- Undang
multikultural di luar proses pembelajaran.        Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan
    Pendidikan multikultural sangat penting       kewarganegaraan       dimaksudkan       untuk
khususnya dalam pengajaran Pendidikan             membentuk peserta didik menjadi manusia
Pancasila dan Kewarganegaraan. Karena             yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila           tanah air. Dengan adanya ketentuan Undang-
dan Kewarganegaraan siswa diajarkan               Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut,
bagaimana menjadi manusia Indonesia yang          maka           kedudukan          pendidikan
pancasilais, yang mampu menempatkan diri          kewarganegaraan          sebagai        basis
sebagai seorang individu yang mengerti            pengembangan masyarakat multikultural
memahami keberagaman dan pluralitas di            dalam sistem pendidikan di Indonesia
Indonesia, dan Pendidikan multikultural           semakin jelas dan mantap. Penelitian ini
sebagai jawaban adalah proses bagaimana           didasarkan pada teori bahwa PKn merupakan
penanaman cara hidup untuk menghormati            salah satu ujung tombak dari pendidikan
secara tulus, dan toleran dalam keberagaman       multikultural dalam rangka pembentukan
budaya yang hidup di tengah-tengah                karakter warga negara multikultural yang
                                                  menghargai identitas budaya masyarakat
yang plural secara demokratis, dan              keyakinan akan nilai-nilai ajaran keagaman,
membentuk mosaik yang indah (cultural           gender,        dan       perbedaan          usia.
pluralism: mozaik analogy) dalam satu           Multikulturalisme           tidah          hanya
semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Garcia,          memperjuangkan kesetraan kesukubangsaan
1982, pp. 37–42).                               dari sebuah kelompok masyarakat, gender,
      Multikulturalisme merupakan istilah       ras, dan usia saja, tetapi lebih dari itu
yang digunakan untuk menjelaskan tentang        multikulturalisme adalah sebuah perjuangan
pandangan seseorang tentang keragaman           bagi mereka yang tersisihkan oleh sebuah
kehidupan di dunia, ataupun kebijakan           sistem yang besar yang lebih mengutamakan
kebudayaan yang menekankan tentang              homogenitas       dari     suatu      kelompok
penerimaan terhadap adanya keragaman, dan       masyarakat      yang     ada.      Selain    itu,
berbagai macam budaya (multikultural) yang      multikulturalisme juga dapat dipakai secara
ada      dalam     kehidupan     masyarakat     deskriptif untuk menyebut sebuah tatanan
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya,         masyarakat yang memiliki keanekaragaman
kebiasaan, dan politik yang mereka percayai.    budaya di dalamnya.
Munculnya       Pendidikan      multikultural         Kesadaran        tentang       pentingnya
(multicultural    education)      merupakan     mempelajari            dan          menghayati
merupakan respon adanya kenyataan bahwa         multikulturalisme sudah muncul sejak negara
Indonesia mempunyai berbagai keragaman di       Republik Indonesia terbentuk dan digunakan
dalam masyarakatnya. Untuk menghadapi           oleh pendiri bangsa Indonesia. Hal ini
tuntutan akan perubahan zaman yang sangat       dikemukakan oleh Suparlan (Sanaky, 2005,
cepat akan multikulrutalisme maka yang          p. 1) bahwa multikulturalisme sudah
dilakukan ialah menyiapkan generasi penerus     digunakan untuk mendesain kebudayaan
bangsa Indonesia agar di masa yang akan         bangsa Indonesia. Tetapi, bagi bangsa
datang mampu menjadi bangsa yang mapan          Indonesia        masa         kini        konsep
dalam hal menyikapi multikulrutalisme yang      multikulturalisme menjadi sebuah konsep
ada di Indonesia. Karena bangsa Indonesia       baru dan asing. Kesadaran terhadap konsep
tidak segera menyikapi hal itu, maka bukan      multikulturalisme yang dibentuk oleh
tidak mungkin masalah-masalah yang timbul       pendidiri bangsa semenjak zaman pra
sebagai dampak keberagaman di Indonesia         kemerdekaan hilang bagaikan ditelan bumi
akan semakin muluas, konflik SARA yang          ketika masa Orde Baru. Kesadaran tersebut
pernah melanda Indonesia tidak menutup          dipendam atas nama persatuan dan stabilitas
kemungkinan akan terulang kembali.              negara yang kemudian              muncul
      Multikulturalisme merupakan sebuah                          paham mono- kulturalisme
ajaran     akan   pentingnya     menghargai     yang menjadi tekanan utama dan akhirnya
perbedaan dan kesederajatan. Perbedaan          semuanya            memaksakan              pola
individu maupun perbedaan kelompok dilihat      ”penyeragaman” berbagai aspek, sistem
sebagai sebuah kekayaan dari perbedaan          sosial, politik dan budaya, sehingga sampai
kebudayaan yang ada. Di dalam perbedaan         saat ini wawasan multikulturalisme bangsa
terdapat     kesederajatan,    kesederajatan    Indonesia masih sangat rendah.
menekankan terutama pada sisi perbedaan-            Pengembangan kompetensi bagi warga
perbedaan askriptif, seperti perbedaan suku     negara yang bercirikan multikultural mutlak
bangsa dan kebudayaan yang terdapat             dilakukan bahkan telah menjadi bagian tak
didalamnya, ciri-ciri fisik dari setiap         terpisahkan dalam upaya pengembangan
individu,                                       warga negara multikultural. Kompetensi
                                                                                            9
kewarganegaraan        multikultural      adalah   Selanjutnya        untuk        memperdalam
seperangkat pengetahuan, nilai, dan sikap,         pemahaman siswa guru harus mampu
serta keterampilan siswa sebagai warga             membawa siswa untuk bisa menghargai
negara yang mendukung upaya terwujudnya            kompleksitas atau keberagaman dari
warga negara multikultural yang partisipatif       kebenaran penafsiran yang tidak mampu
dan bertanggung jawab dalam kehidupan              disederhanakan. Untuk itu Pendidikan
bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara.         Kewarganegaraan       seudah      sepantasnya
        Kompetensi            kewarganegaraan      menjadi salah satu mata pelajaran yang
multikultural         yang         dimaksudkan     mampu mengemban tugas tersebut sebagai
sebagaimana dikemukakan Branson &                  mata pelajaran yang di dalamnya trdapat
Quigley       (1998)       yaitu:       1) Civic   muatan ataupun konten multikulturalisme,
knowledge (pengetahuan kewarganegaraan),           karena     Pendidikan       Kewarganegaraan
berkenaan dengan konten atau apa yang              khususnya di Indonesia mengajarkan
seharusnya diketahui oleh setiap warga             bagaimana seorang warga negara untuk
negara;         2) Civic        skill (kecakapan   mampu menjadi individu yang memiliki
kewarganegaraan),        adalah      kemampuan     kecerdasan dan berkarater baik sesuai
intelektual dan partisipatif setiap warga          dengan nilai-nilai pancasila.
negara; dan 3) Civic disposition (watak            Simpulan
kewarganegaraan) yang mengisyaratkan                    Pertama, PPKn di Indonesia memiliki
pada karakter yang terdapat di dalam diri          makna filosofis dalam mempersiapkan warga
warga negara yang mendukung bagi                   negara yang beradap dan bijaksana, hal ini
pemeliharaan dan pengembangan demokrasi            dikarenakan dalam kurikulum PPKn dalam
konstitusional Branson (1998, p. 16). Ketiga       perkembangannya sendiri memiliki makna
kompetensi tersebut diolah menjadi sebuah          filosofis    pelbagai      penentu      watak
formula yang dimiliki setiap siswa agar            warganegara yang taat hukum yang
mampu menjadi warga negara yang cerdas             seimbang antara hak dan kewajiban, sebagai
dan baik, khususnya menjadi warganegara            pembentuk nilai, moral dan akhlak bangsa
yang mengerti, memahami, serta mampu               dalam mempersiapkan mental multikultural
melaksanakan apayang seharusnya dilakukan          warga negara.
oleh         seorang        warga         negara        Kedua, perkembangan kurikulum PPKn
multikulturalisme, dan PPKn menjadi ujung          di Indonesia berkembang secara dinamis
tombak bagi siswa              untuk mampu         disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi
mempelajari multikulturalisme di Indonesia.        dari pemerintah yang mempengaruhi dalam
    Salah satu tujuan sentral pendidikan           pembentukan         kebijakan       kurikulum
adalah menpersiapkan peserta didik untuk           pendidikan di Indonesia. Tetapi dalam
dapat terlibat baik langsung maupun tidak          pelaksanaannya terdapat kekuatan yang
langsung dalam tema-tema dialog yang               menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata
berkaitan dengan nilai, adat, kebiasaan,           pelajaran    Pendidikan       Pancasila   dan
sosialisasi, enkulturasi, kolonialisme, praktik    Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, Undang-
hak asasi, kedudukan perempuan, keluarga,          Undang Dasar Negara Republik Indonesia
revolusi industri, kelas sosial, perang            Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral,
saudara, keragaman etnis, dan tema lainnya         kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam
yang berkaitan dengan kehidupan warga              berkebudayaan.
negara sebagai individu maupun sebagai             Daftar Pustaka
masyarakat.                                        Branson, M. S., & Quigley, C. N. (1998). The
     role of civic education. Washinton DC.       polda-sumatera-utara
Budimansyah, D. (2010). Penguatan
     pendidikan kewarganegaraan untuk
     membangun karakter bangsa. Bandung:
     Widya Aksara Press.
Budimansyah, D., & Suryadi, K. (2008).
     PKN dan masyarakat multikultural.
     Bandung: Program               Studi
                       Pendidikan
     Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana
     Universitas Pendidikan Indonesia.
Departemen Pertahanan. (2008). Buku putih
     pertahanan         Indonesia.     Jakarta:
     Departemen         Petahanan     Republik
     Indonesia. https://doi.org/075-12-015-1
Garcia, R. L. (1982). Teaching in a
     pluralistic society: concepts, models.
     Michigan: Harper & Row.
Kementerian Pertahanan. (2015). Buku putih
     pertahanan Indonesia (3rd ed.). Jakarta:
     Kementerian Pertahanan Republik
     Indonesia.
Madjid, A. (2014). Implementasi kurikulum
     2013 kajian teoritis dan praktis.
     Bandung: Interes Media.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992).
     Analisis data kualitatif: buku sumber
     tentang metode-metode baru. Jakarta:
     Universitas Indonesia Press.
Sanaky, H. (2005). Sakral (sacred) dan
     profan:      studi     pemikiran     Emile
     Durkheim tentang sosiologi agama.
     Yogyakarta.
Santoso, G., Al Muchtar, S., & Abdulkarim,
     A. (2015). Analysis SWOT Civic
     Education curriculum for senior high
     school year 1975-2013. CIVICUS:
     JURNAL                     PENDIDIKAN
     KEWARGANEGARAAN, 19(1).
Setiawati, W. (2016). Implementasi penilaian
     keterampilan             kewarganegaraan
     berdasarkan         Kurikulum        2013.
     CIVICUS: JURNAL            PENDIDIKAN
     KEWARGANEGARAAN, 20(2), 69–79.
Somantri, N. (1969). Pelajaran kewargaan
     negara di sekolah. Bandung: IKIP
     Bandung.
Tempo. (2016). Kerusuhan di Tanjung Balai,
     ini versi Polda Sumatera Utara.
     Retrieved                             from
     https://nasional.tempo.co/read/791902/k
     erusuhan-di-tanjung-balai-ini-versi-
                                                                         11
Winataputra, U. S. (2012). Pendidikan
    kewarganegaraan dalam perspektif
    pendidikan     untuk    mencerdaskan
    kehidupan       bangsa:     gagasan,
    instrumentasi, dan praksis. Bandung:
    Widya Aksara Press.