DESCRIBTION OF CHEST RADIOGRAPHY RESULTS OF
CHILDREN WITH PULMONARY TUBERCULOSIS IN
ANUTAPURA PALU HOSPITAL IN 2014-2015
Wirdayanti Gani*, M. Sabir**, Junjun Fitriani P.***
*Student of Medicine, Faculty of Medicine and Health Sciences, Tadulako University
**Departement of Microbiology, Faculty of Medicine and Health Sciences, Tadulako University
***Departement of Pharmacology, Faculty of Medicine and Health Sciences, Tadulako University
ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TB) is a major public health problem and a serious
cause of morbidity and mortality worldwide. The proportion of childhood TB
cases in the province of Central Sulawesi every year shows an improvement, but
has meet the standards of 10-15%. Chest radiograph is the additional
examination most commonly performed to diagnose childhood TB. This study
aimed to describe the chest radiography results of children with pulmonary TB in
Anutapura Palu hospital in 2014-2015.
Method: This study is a quantitative descriptive study using case study design.
The sampling method is using a total sampling technique. The samples used in
this study is 47 children patients with pulmonary TB who have the chest
radiography results. This study used a secondary data from medical records.
Result: Imaging of chest radiograph obtained that was imaging of suggestive of
TB such as enlargement of the hilum or paratracheal with/without infiltrates 17
samples (36%), consolidated segmental/lobar 3 samples (6%), atelectasis 2
samples (4%), miliary 2 samples (4%), cavitas 4 samples (9%), pleural effusion 3
samples (6%), infiltrates the line fibrosis 4 samples (9%), cor pulmonale (Cp) 5
samples (11%), Cp longer active 4 samples (9%) and Cp active 4 samples (9%).
Imaging of non-suggestive of TB such as bronchopneumonia 13 samples (28%),
pulmonary abscess 1 sample (2%), bronchitis 13 samples (28%), bronchovascular
prominent pattern 8 samples (17%), spotting infiltrates 6 samples (13%) and
hernia diaphragmatica 1 sample (2%).
Conclusion: From the overall chest radiography results obtained, the most
imaging of suggestive TB are the hilum or paratracheal glands enlargement
with/without infiltrates (36%) and non-suggestive TB are bronchopneumonia and
bronchitis (28%).
Key words: describtion, chest radiography result, childhood TB
GAMBARAN HASIL FOTO TORAKS TUBERKULOSIS PARU
ANAK DI PERAWATAN RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU TAHUN 2014-2015
Wirdayanti Gani*, M. Sabir**, Junjun Fitriani P.***
*Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Tadulako
**Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
***Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
ABSTRAK
Latar belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama, dan penyebab serius morbiditas serta mortalitas di seluruh dunia.
Proporsi kasus TB anak di provinsi Sulawesi Tengah setiap tahun memperlihatkan
kecenderungan peningkatan, namun masih belum memenuhi standar 10-15%.
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan
untuk mendiagnosis TB anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran foto toraks TB paru anak di Perawatan RSU Anutapura Palu tahun
2014-2015.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif
menggunakan rancangan studi kasus. Teknik pengambilan sampel menggunakan
total sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 47
pasien TB paru anak yang memiliki gambaran foto toraks. Jenis data penelitian
menggunakan data sekunder berasal dari rekam medik pasien anak rawat jalan dan
rawat inap dengan diagonis TB paru di RSU Anutapura Palu.
Hasil penelitian: Gambaran foto toraks yang didapatkan yakni gambaran sugestif
TB berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat 17
sampel (36%), konsolidasi segmental/lobar 3 sampel (6%), atelektasis 2 sampel
(4%), milier 2 sampel (4%), kavitas 4 sampel (9%), efusi pleura 3 sampel (6%),
infiltrat dengan garis fibrosis 4 sampel (9%), kor pulmonal (Kp) 5 sampel (11%),
Kp lama aktif 4 sampel (9%) dan Kp aktif 4 sampel (9%). Gambaran non-sugestif
TB berupabronchopneumonia 13 sampel (28%), abses paru 1 sampel (2%),
bronchitis 13 sampel (28%), corakan bronchovascular prominen 8 sampel (17%),
bercak infiltrat 6 sampel (13%) dan hernia diaphragmatica 1 sampel (2%).
Kesimpulan: Dari seluruh gambaran foto toraks yang didapatkan, gambaran
sugestif TB terbanyak adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat (36%) dan gambaran non-sugestif TB terbanyak adalah
bronchopneumonia dan bronchitis (28%).
Kata kunci: gambaran, hasil foto toraks, tuberkulosis paru anak
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama,
dan pandemik di seluruh dunia sebagai penyebab serius morbiditas serta
mortalitas.1,2 Pada tahun 2007, kejadian global TB diperkirakan sebanyak 9,27 juta
kasus. Sekitar 11% dari kasus tersebut terjadi pada anak-anak. Di negara maju,
proporsi TB anak diperkirakan sekitar 3-6%, tetapi di negara berkembang
persentase ini bisa mencapai 15-20%, dengan angka kematian perkiraan 30%.3
Pada tahun 2011, kasus baru diperkirakan 8,7 juta dimana 1,4 juta orang
meninggal akibat penyakit tersebut.2
Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah pun menyatakan bahwa
proporsi kasus TB anak di provinsi Sulawesi Tengah setiap tahun memperlihatkan
kecenderungan peningkatan, namun masih belum memenuhi standar 10-15%.
Beberapa penyebabnya karena TB anak tidak tercatat dalam pencatatan program
walaupun kasus anak tersebut diobati yakni kasus anak di rumah sakit,
penegakkan diagnosis dengan sistem skoring belum tersosialisasi dengan baik di
fasilitas pelayanan kesehatan.4
Pada profil Rumah Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu tercatat penyakit
TB paru menempati urutan pertama dalam 10 besar penyakit penyebab kematian
rawat inap di rumah sakit pada tahun 2013 dan menempati urutan terakhir dalam
10 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2014.5,6
Dalam menegakkan diagnosisTB paru pada anak tidaklah mudah.
Tantangan
utama
dalam
program
pengendalian
TB
anak
antara
lain
kecenderungan overdiagnosis, disamping juga masih adanya underdiagnosis,
pelacakan kasus yang belum secara rutin dilaksanakan dan kurangnya pelaporan
pasien TB anak serta prosedur diagnostik yang menjadi gold standard sulit
dilaksanakan.7,8
Sistem skoring diagnosis TB anak merupakan hasil kesepakatan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) bersama Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Depkes RI) dan didukung oleh World Health Organization (WHO).
Parameter sistem skoring diagnosis TB anak tersebut antara lain, riwayat kontak
dengan pasien TB dan gejala TB, uji tuberkulin, berat badan (BB)/keadaan gizi,
demam yang tidak diketahui sebabnya, batuk kronik, pemeriksaan kelenjar limfe
kolli, aksila, inguinal; pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, jari-jari, dan
foto toraks.8 Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis TB anak.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merencanakan untuk
melakukan penelitian tentang penegakan diagnosis TB paru anak di RSU
Anutapura Palu menggunakan sistem skoring dengan melihat salah satu
parameternya yakni foto toraks.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di RSU Anutapura Palu selama tiga bulan yaitu
dari bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif menggunakan
rancangan studi kasus. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien anak
dengan diagnosis TB paru yang memiliki gambaran foto toraks di Perawatan RSU
Anutapura Palu tahun 2014-2015. Penulis memilih teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah total sampling. Jenis data dalam penelitian ini adalah
data sekunder berupa rekam medik.
Instrumen penelitian ini adalah daftar pengambilan data rekam medik
rawat jalan dan rawat inap di RSU Anutapura Palu, yang meliputi nomor register
pasien anak dengan diagnosis TB paru, jenis kelamin, umur pasien, riwayat obat
anti-tuberkulosis (OAT) 6 bulan dan gambaran foto toraks. Hasil penelitian
dianalisis berdasarkan clinical guidelines yang ditetapkan oleh WHO dan
rekomendasi IDAI tentang TB paru anak, serta standar prosedur operasional
(SPO) yang telah ditetapkan oleh RSU Anutapura Palu mengenai penyakit
tuberkulosis. Analisis data meliputi analisis univariat untuk menggambarkan
variabel yang akan diteliti. Hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dan grafik.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan pengumpulan data yang dilakukan
selama 3 bulan, diperoleh 47 data pasien anak dengan diagnosis TB paru yang
memiliki gambaran foto toraks di Perawatan RSU Anutapura Palu 2014-2015.
Tabel 4.1 Distribusi TB paru anak di Perawatan RSU Anutapura Palu 2014-2015
Pasien
Frekuensi
Persentase
Rawat jalan
40
85,1
Rawat inap
7
14,9
TOTAL
47
100
Sumber: Data sekunder (2014, 2015)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa persentase sampel berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak sebesar 59,6% (28 orang) dibandingkan sampel
berjenis perempuan sebesar 40,4% (19 orang).
Tabel 4.2 Distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
TOTAL
Sumber: Data sekunder (2014,2015)
Frekuensi
Persentase
28
19
47
59,6
40,4
100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah sampel dengan
kelompok umur < 5 tahun sebanyak 20 sampel (42,6%), 5-12 tahun sebanyak 25
sampel (53,2%) dan kelompok umur > 12 tahun sebanyak 2 sampel (4,2%).
Tabel 4.3 Distribusi penderita berdasarkan kelompok umur
Kelompok Umur
5 tahun
5-12 tahun
> 12 tahun
TOTAL
Sumber: Data sekunder (2014, 2015)
Frekuensi
20
25
2
47
Persentase
42,6
53,2
4,2
100
Pada tabel 4.4 dapat dilihat persentase pasien anak dengan diagnosis TB
paru yang memiliki riwayat pengobatan OAT 6 bulan sebanyak 40 sampel
(85,1%) dan yang tidak memiliki riwayat pengobatan OAT 6 bulan sebanyak 7
sampel (14,9%).
Tabel 4.4 Distribusi penderita dengan riwayat pengobatan OAT 6 bulan
OAT 6 bulan
Ada riwayat
Tidak ada riwayat
TOTAL
Frekuensi
Persentase
40
7
47
85,1
14,9
100
Sumber: Data sekunder (2014,2015)
Gambaran radiologis dari 47 sampel yang melakukan pemeriksaan foto
toraks pada dua tahun terakhir, diperoleh gambaran sugestif TB dan gambaran non
sugestif TB.
Jumlah Pasie n
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
38.3
36.2
25.5
17
18
12
Frekuensi
Persentase
Gambaran Foto Toraks
Gambar 4.1 Distribusi gambaran foto toraks penderita di Perawatan RSU
Anutapura Palu 2014-2015
Gambaran sugestif TB yang diperoleh berupa pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobar, atelektasis,
milier, efusi pleura, kavitas, infiltrat dengan garis fibrosis, kor pulmonal (Kp), Kp
lama aktif dan Kp aktif. Gambaran non-sugestif TB yang diperoleh berupa
bronchopneumonia, abses paru, bronchitis, corakan bronchovaskular prominent,
bercak infiltrat dan hernia diaphragmatica.
Tabel 4.5 Distribusi gambaran sugestif TB penderita di Perawatan RSU
Anutapura Palu 2014-2015
Gambaran foto toraks
Frekuensi
%
Sugestif TB
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
17
36
dengan/tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
Atelektasis
Milier
Efusi pleura
Kavitas
Infiltrat dengan garis fibrosis
Kp
Kp lama aktif
Kp aktif
Sumber: Data sekunder (2014,2015)
3
2
2
3
2
4
5
4
1
6
4
4
6
4
9
11
9
2
Tabel 4.6 Distribusi gambaran nonsugestif TB penderita di Perawatan RSU
Anutapura Palu 2014-2015
Gambaran foto toraks
Frekuensi
%
Nonsugestif TB
Bronchopneumonia
13
28
Abses paru
1
2
Bronchitis
13
28
Corakan bronchovaskular prominent
8
17
Bercak infiltrat
6
13
Hernia diaphragmatica
1
2
Sumber: Data sekunder (2014,2015)
Dari seluruh gambaran foto toraks yang didapatkan, gambaran sugestif TB
terbanyak adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
berjumlah 17 sampel (36%) dan gambaran non-sugestif TB terbanyak adalah
bronchopneumonia dan bronchitis berjumlah 13 sampel (28%).
PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan persentase paling tinggi
pada sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 orang (59,6%) daripada
sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (40,4%). Hal ini serupa
dengan penelitian sebelumnya dimana pada hasil penelitian mereka didapatkan
persentase sampel laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.2,9,10 Persentase
penderita TB paru dengan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi (0.4%)
dibandingkan yang berjenis kelamin perempuan (0.3%).11 Sampai pada usia
pubertas antara anak laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan kejadian TB
Paru.12
Berdasarkan distribusi frekuensi TB paru anak di Perawatan RSU
Anutapura Palu 2014-2015 menurut kelompok umur, didapatkan jumlah penderita
terbanyak pada kelompok umur 5-12 tahun berjumlah 25 orang (42,6%),
kemudian < 5 tahun berjumlah 20 orang (53,2%) dan > 12 tahun berjumlah 2
orang (4,2%). Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang mengungkapkan
bahwa TB primer (childhood tuberculosis) biasanya menyerang bayi (infant) dan
anak di daerah endemik.13 Kemudian, anak berusia < 5 tahun mempunyai risiko
lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas
selularnya belum berkembang sempurna (imatur). Risiko sakit TB akan berkurang
secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Pada bayi yang terinfeksi TB,
43% diantaranya akan menjadi sakit TB, pada usia 1-5 tahun menjadi sakit 24%,
usia remaja 15%, dan dewasa 5-10%.14
Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu
subpopulasi persister M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan
dalam tubuh.8 Pada penelitian ini didapatkan 40 sampel yang memiliki riwayat
pengobatan OAT 6 bulan (85,1%) dan 7 pasien yang tidak memiliki riwayat
pengobatan OAT 6 bulan (14,9%). Serta penelitian sebelumnya mengemukakan
bahwa untuk menilai respon dari terapi OAT diperlukan pemeriksaan radiografi
serial.13
Pemeriksaan foto toraks dibutuhkan pada pasien yang tidak dapat
menghasilkan sputum atau memiliki hasil Xpert negatif dan HIV positif, serta
curiga extrapulmonary TB.15 Foto toraks berguna dalam diagnosis TB paru pada
anak.13 Gambaran radiologis tergantung pada usia, status imun yang mendasari,
dan pajanan sebelumnya. Dari hasil penelitian diperoleh 47 data sampel yang
melakukan pemeriksaan foto toraks dan memiliki berbagai gambaran foto toraks.
Childhood TB biasanya memiliki tanda-tanda klinis yang tidak spesifik
dan gambaran foto toraks yang bervariasi. 16 Hal tersebut terbukti dalam hasil
penelitian ini, diperoleh gambaran sugestif TB 36,2% dan gambaran nonsugestif
TB 38,3% serta gabungan antara kedua gambaran tersebut 25,5% pada rekam
medik pasien anak dengan diagnosis TB paru di Perawatan RSU Anutapura Palu
2014-2015.
Gambaran sugestif TB berupa, pembesaran hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobar, kalsifikasi dengan infiltrat,
atelektasis dan tuberkuloma.8
Pada penelitian ini ditemukan pembesaran hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat sebanyak 17 sampel (36%). Sering terjadi pembesaran hilus
atau nodus limfa mediastinal (43% pada dewasa dan 96% pada anak-anak). 17
Pembesaran hilus dapat unilateral dan bilateral. Penyebab terjadinya pembesaran
hilus antara lain karena limfa nodi (tuberkulosis, fungi, karsinoma, leukaemia,
limfoma), tumor (benigna atau maligna), arteri pulmonar (hipertensi paru, emboli,
gagal jantung, penyakit jantung bawaan) dan obat-obatan.18
Limfa nodi TB yang tampak pada foto toraks anak dengan TB paru
sebagai peningkatan densitas dengan batas umumnya kabur karena parenkim paru
yang berdekatan yang terpengaruh. Dalam kasus penyakit limfobronkial,
kompresi bronkial dapat dilihat, sebagai hyper-clear areas akibat emfisema katup
atau sebagai atelektasis.19 Pada penelitian ini didapatkan gambaran sugestif TB
berupa atelektasis sebanyak 2 sampel (4%). Pada anak-anak sering terjadi
atelektasis segmental maupun lobar.17
Konsolidasi yang berhubungan dengan ekspansi lobar dan bulging fissura
pleura dapat terlihat pada pneumonia bakteri, Pneumococcus atau bacillus
Friedlander maupun pada karsinoma bronkial.18 Pada penelitian ini ditemukan
konsolidasi segmental/lobar sebanyak 3 sampel (6%). Konsolidasi parenkim
biasanya bersifat unifokal dengan melibatkan multilobar (25%).17
Dalam penelitian ini, ditemukan pula gambaran sugestif TB lain sebagai
berikut:
Gambaran milier sebanyak 2 sampel (4%). Pola milier pada anak dengan
HIV negatif juga sangat sugestif TB.13 Bayangan milier disebabkan oleh infeksi
(tuberkulosis, cacar air, histoplasmosis, blastomikosis dan coccidioidomycosis),
inhalasi debu (Tin, barium, berilium dan silikosis), bronkiolitis obliterans,
mikrolitiasis alveolar, penyakit membran hialin, metastasis, sarkoidosis dan
amilodosis.18
Efusi pleura sebanyak 3 sampel (6%). Efusi pleura dapat ditemukan pada
6-7% penderita tuberkulosis primer, biasanya bersifat unilateral, dan cairan
efusinya bebas serta tidak terperangkap (loculated). Efusi pleura tuberkulosis
pasca primer kejadiannya lebih jarang dibandingkan tuberkulosis primer.17
Kavitas sebanyak 2 sampel (4%). Kavitas adalah ruang berisi gas
dikelilingi oleh dinding komplet berukuran 3 mm atau ketebalan yang tinggi.
Kavitasi terjadi ketika daerah nekrosis berkomunikasi dengan napas paten. Ketika
erosi parenkim paru menyebabkan komunikasi dengan bronkus, sehingga
mengakibatkan drainase bahan nekrotik, masuknya udara dan pembentukan air
fluid level. Proses kavitasi umumnya ditemukan pada infeksi (fungi, amoeba,
tuberkulosis, Staphylococcus, Klebsiella), infark paru, pulmonary haematoma,
pneumatocele dan keganasan (primer, sekunder dan limfoma).18, 20
Bercak infiltrat dengan garis fibrosis 4 sampel (9%), kor pulmonal (Kp)
sebanyak 5 sampel (11%), Kp lama aktif sebanyak 4 sampel (9%) dan Kp aktif 1
sampel (2%). Gambaran radiologik pada TB paru aktif secara klasik berupa
gambaran bercak berawan/infiltrat atau kavitas berlokasi di segmen atas dan
posterior lobus atas kanan, segmen apikoposteror lobus atas kiri atau segmen atas
lobus bawah kanan atau kiri. Gambaran yang tidak aktif berupa garis-garis
fibrosis, kalsifikasi dan penebalan pleura.19, 21
Kemudian juga dalam penelitian ini ditemukan gambaran nonsugestif TB
antara lain berupa:
Bercak infiltrat sebanyak 6 sampel (13%). Gambaran infiltrat minimal
merupakan gambaran nonsugestif TB yang paling sering ditemui dalam foto
toraks. Adanya infiltrat pada paru oleh sebab apapun akan memberikan gambaran
bercak-bercak putih, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan vlek.22
Bronchopneumonia sebanyak 13 sampel (28%). Hal ini dapat terjadi pada
infeksi TB primer dan sekunder, menyebabkan bercak, nodul, daerah
perselubungan ditemukan dalam foto toraksnya.18
Abses paru sebanyak 1 sampel (2%). Diagnosis abses paru biasanya
dilakukan dengan foto toraks menunjukkan kavitas paru dengan air fluid level.
Secara khusus, dinding kavitas tebal dan tidak teratur, dan sekitar paru-infiltrat
10
jarang didapatkan. Infiltrat umumnya terlokalisir pada satu segmen paru atau
lobus, dan adenopati hilar tidak prominen.23
Bronchitis sebanyak 13 sampel (28%) dan corakan bronchovaskular
prominen sebanyak 8 sampel (17%). Foto toraks pada bronchitis kronis untuk
mendeteksi dan menilai komplikasi. Emfisema paru merupakan komplikasi umum
yang dapat dinilai secara radiologis, sebagaimana pada perkembangan kor
pulmonal.18
Hernia diaphragmatica sebanyak 1 sampel (2%). Hernia diafragma adalah
gambaran klasik dari hernia hiatus, dengan superimposed cairan pada bayangan
jantung pada film PA. Hernia dapat mengandung omentum, lemak, limpa, ginjal
dan usus, dalam hal bayangan gas terlihat dalam massa. Pada neonatus kondisi ini
perlu dibedakan dari malformasi adenomatoid cystic paru.18
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa gambaran hasil foto toraks dari pasien TB paru anak di Perawatan RSU
Anutapura Palu tahun 2014-2015 ditemukan gambaran sugestif TB dan gambaran
nonsugestif TB.
Gambaran sugestif TB berupa pembesaran hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat sebanyak 17 sampel (36%), konsolidasi segmental/lobar
sebanyak 3 sampel (6%), atelektasis sebanyak 2 sampel (4%), gambaran milier 2
sampel (4%), efusi pleura 3 sampel (6%), kavitas 4 sampel (6%), bercak infiltrat
dengan garis fibrosis 4 sampel (9%), Kp lama aktif 4 sampel (9%), Kp aktif 4
sampel (9%) dan Kp 5 sampel (11%).
Gambaran
nonsugestif
TB
yang
didapatkan,
antara
lain
bronchopneumonia 13 sampel (28%), abses paru 1 sampel (2%), bercak infiltrat 6
sampel (13%), bronchitis 13 sampel (28%), corakan bronchovaskular prominent 8
sampel (17%) dan hernia diaphragmatica 1 sampel (2%).
Dari seluruh gambaran foto toraks yang didapatkan, gambaran sugestif TB
terbanyak adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
11
berjumlah 17 sampel (36%) dan gambaran nonsugestif TB terbanyak adalah
bronchopneumonia dan bronchitis berjumlah 13 sampel (28%).
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra TJ. Same day sputum smear microscopy approach for the diagnosis
of pulmonary tuberculosis in a microscopy centre at Rajahmundry. Indian
Journal of Tuberculosis. 2012;(59):141-144.
2. Welday SH, Kimanga AN, Kabera BM, Mburu JW, Mwachari C, Mungai E,
Ndwiga SM, Mbuthia JK, Revathi G. Stool as Appropriate Sample for the
Diagnosis of Mycobacterium tuberculosis by Gene Xpert Test. Open Journal
of Respiratory Diseases. 2014;(4):83-89.
3. Gomez NA, Galvao MDS, Latorre I, Mila C, Jimenez MA, Solsona J, Cantos
A, Zamora JJ, Manzano JR, Ausina V, Dominguez J. Diagnosing TB infection
in children: analysis of discordances using in vitro tests and the tuberculin skin
test. European Respiratory Journal. 2011;37(5):1166-1174.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2014. Palu : Dinkes; 2014.
5. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Profil RSU Anutapura Palu tahun 2013.
Palu; 2013.
6. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Profil RSU Anutapura Palu tahun 2014,
Palu; 2014.
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Stop
TB Terobosan menuju Akses Universal: Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2013.
9. Poluan AGA, Loho E, Ali RH. Hubungan Gambaran Foto Toraks dan Uji
Tuberkulin pada Anak dengan Diagnosis Tuberkulosis Paru di RSUP Prof.
DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2012-Desember 2012. Manado:
Unsrat; 2013.
10. Putra NR. Hubungan Perilaku Dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian
TB Paru Di Kota Solok Tahun 2011. Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. <http://
12
repository.unand.ac.id/16894/1/SKRIPSI_LENGKAP_NIKO.pdf>. Diakses 27
desember 2014.
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
12. John L, Vieira OV. Tuberkulosis New Aspect of An Old Disease. International
Journal of Cell Biology. Volume 2002.
13. Bhalla AS, Goyal A, Guleria R, Gupta AK. Chest tuberculosis: Radiological
review and imaging recommendations. Indian J Radiol Imaging (online)
(diakses pada 7 April 2016). 2015;25(3):213-225. Dari: http://www.ncbi.
nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4531444/
14. Kartasasmita. Epidemiologi Tuberkulosis. Jurnal Sari Pediatri. 2009; 11(2): 15.
15. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes
on the management of tuberculosis in children 2nd ed. Geneva: WHO; 2014.
16. Karim MR, Rahman MA, Mamun SAA, Alam MA, Akhter S. Risk factors of
childhood tuberculosis: a case control study from rural Bangladesh. WHO
South-East Asia Journal of Public Health. 2012;1(1):76-84.
17. Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.
18. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging Vol. 1 7 th ed. China: Churchill
Livingstone; 2003.
19. Pastrana DG. Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis in Children. Journal of
Infectious and Therapeutics. 2013;1:17-24.
20. Loukeri AA, Kampolis CF, Tomos P, Papapetrou D, Pantazopoulos I,
Tzagkaraki A, Veldekis D, Lolis N. Diagnosis, treatment and prognosis of lung
abscess. PNEUMON. 2015; 28(1): 54-60.
21. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman
Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan RI; 2014.
22. Setyanto P. Hubungan Merokok Dengan Angka Kejadian Tuberkulosis Paru di
RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2013.
23. Mustafa M, Iftikhar HM, Muniandy RK, Hamid SA, Sien MM, Ootha N.
Lung Abscess: Diagnosis, Treatment and Mortality. International Journal of
Pharmaceutical Science Invention. 2015; 4(2): 37-41.
13