0% found this document useful (0 votes)
33 views8 pages

Attachment

This document summarizes a study that analyzed the effect of therapeutic exercise walking on peripheral blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus. The study involved 30 subjects divided into a treatment and control group. The treatment group participated in therapeutic exercise walking 3 times per week for 1 month. Peripheral blood circulation was measured before and after using the Ankle Brachial Index (ABI). The results showed a significant increase in ABI after therapeutic exercise walking in the treatment group. In contrast, the control group showed a significant decrease in ABI. There was also a significant difference in ABI between the groups after the intervention. The study concluded that therapeutic exercise walking can improve peripheral blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus.

Uploaded by

Indra
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
33 views8 pages

Attachment

This document summarizes a study that analyzed the effect of therapeutic exercise walking on peripheral blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus. The study involved 30 subjects divided into a treatment and control group. The treatment group participated in therapeutic exercise walking 3 times per week for 1 month. Peripheral blood circulation was measured before and after using the Ankle Brachial Index (ABI). The results showed a significant increase in ABI after therapeutic exercise walking in the treatment group. In contrast, the control group showed a significant decrease in ABI. There was also a significant difference in ABI between the groups after the intervention. The study concluded that therapeutic exercise walking can improve peripheral blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus.

Uploaded by

Indra
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 8

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.

Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi


Darah Perifer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan
Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.( The Effect of
Therapeutic Exercise Walking on Pheripheral Blood Circulation in
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus at Gebang Village of
Patrang Sub-District Jember Regency)
Amadea Yollanda1, Nur Widayati2, Rondhianto3
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No. Kampus Tegal Boto Jember 37 Telp./Fax. (0331) 323450
e-mail: amadeayoll@gmail.com
1,2,3

Abstract
Pathological change generally experienced by clients with type 2 diabetes mellitus is impaired peripheral blood
circulation, especially in the lower limbs and feet. Peripheral blood circulation can be examined by measuring
Ankle Brachial Index (ABI). Therapeutic exercise walking is one of physical activities which can improve blood
circulation. This research goal was to analyze the effect of therapeutic exercise walking on peripheral blood
circulation in patients with type 2 diabetes mellitus. The research design was randomized control group pretestposttest design. The sample size was 15 respondents as control group and 15 respondents as treatment group.
Data was analyzed by using dependent t-test and independent t-test with significant level of 0.05. This result
showed a significant increase of ABI after therapeutic exercise walking in the treatment group (p= 0.001).
However there was a significant decrease of ABI between pretest and posttest in control group (p=0.010).
Independent t-test indicated a significant difference of ABI between treatment group and control group
(p=0.000). So, it can be concluded that there is an influence of therapeutic exercise walking on the peripheral
blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus. Nurses should to apply therapeutic exercise walking to
improve peripheral blood circulation in patients with type 2 diabetes mellitus.
Keywords: type 2 diabetes mellitus, therapeutic exercise walking, ankle brachial index

Abstrak
Perubahan patologis yang terjadi pada pasien DM Tipe 2 adalah gangguan sirkulasi darah perifer, khususnya dii
anggota tubuh bagian bawah dan kaki. Sirkulasi darah perifer dapat diuji dengan mengukur Ankle Brachial
Index (ABI). Therapeutic exercise walking adalah salah satu akitivitas fisik yang dapat meningkatkan sirkulasi
darah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh therapeutic exercise walking terhadap
sirkulasi darah perifer pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten
Jember. Desain penelitian ini adalah randomized control group pretest-posttest design. Besar sampel yang
digunakan adalah 15 responden pada kelompok kontrol dan 15 responden pada kelompok perlakuan. Data
dianalisis menggunakan uji t dependen dan uji t independen dengan tingkat kesalahan 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan ABI signifikan setelah dilakukan therapeutic exercise walking pada kelompok
perlakuan (p=0,001). Disisi lain ada penurunan nilai ABI yang signifikan antara pretest dan posttest pada
kelompok kontrol (p=0,010). Uji t independen menunjukkan terdapat perbedaan nilai ABI yang signifikan antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0,000). Jadi, dapat disimpulkan terdapat pengaruh therapeutic
exercise walking terhadap sirkulasi darah perifer pada pasien diabetes melitus tipe 2. Perawat sebaiknya
menerapkan therapeutic exercise walking untuk meningkatkan sirkulasi darah perifer pada pasien diabetes
melitus tipe 2.
Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, therapeutic exercise walking, ankle brachial index.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu
penyakit degeneratif yang memiliki angka
morbiditas dan mortalitas terbanyak di Indonesia
[1]. DM tipe 2 adalah salah satu jenis penyakit
yang bersifat kronis dengan karakteristik adanya
kenaikan kadar glukosa darah (KGD) atau
hiperglikemia karena penurunan insulin atau
resistensi insulin [2]. Jumlah penyandang DM di
dunia pada tahun 2014 adalah sebanyak 387
juta dengan prevalensi 8,3% dan diperkirakan
akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun
2035. Angka kejadian DM di Indonesia
menempati urutan ke dua setelah Cina yaitu
sebanyak 9,116 juta dengan prevalensi sebesar
5,81% [3]. Provinsi Jawa Timur berada pada
urutan ke-9 dengan prevalensi DM diatas
prevalensi nasional yaitu sebesar 2,5% [1]. Data
kunjungan puskesmas di Jawa Timur pada
tahun 2010 menunjukkan DM merupakan
penyakit tidak menular terbanyak kedua dengan
presentase kunjungan 3,61% [5].
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
pada tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah
kunjungan pasien DM tipe 2 sebanyak 11.358
kunjungan [6]. Kunjungan pasien DM tipe 2
terbanyak adalah di puskesmas Patrang yaitu
1.078 kunjungan [7]. Berdasarkan data
puskesmas Patrang pada bulan April sampai
September 2015 dan bulan Januari sampai
Februari 2016 terdapat 387 kunjungan, dengan
jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 198 orang.
Jumlah pasien terdaftar terbanyak adalah di
Kelurahan Gebang yaitu 54 pasien.
Pasien DM tipe 2 beresiko mengalami
komplikasi yang bersifat kronis melalui adanya
kerusakan pada sistem vaskular berupa
mikroangiopati
dan
makroangipati
[2].
Komplikasi yang paling sering terjadi yaitu
adanya penyakit pembuluh darah perifer [8].
Menurut data komplikasi DM di RSCM Jakarta
pada tahun 2011, komplikasi PAD (peripheral
arterial disease) menempati urutan ke empat
dengan presentase 10,8% [1].
Kadar
glukosa
darah
yang
tinggi
(hiperglikemia) yang berlangsung secara kronis
pada pasien DM tipe 2 menyebabkan
peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan
menurunnya NO yang berdampak pada
rusaknya sel endotel pembuluh darah serta
terganggunya elastisitas pembuluh darah
sehingga plauqe akan mudah menempel [10].
Hal tersebut memberikan dampak pada sirkulasi
sistemik yaitu penurunan sirkulasi darah perifer.
Penurunan sirkulasi darah perifer pada pasien
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

DM tipe 2 terutama terjadi di kaki. Penurunan


sirkulasi darah perifer dapat menyebabkan
resiko komplikasi trauma kaki pada pasien DM
tipe 2 meningkat [8].
Penilaian gangguan sirkulasi darah
perifer dapat dilakukan dengan nilai Ankle
Brachial Index (ABI) [11]. Nilai ABI diperoleh dari
pembagian tekanan sistolik kaki dibagi dengan
tekanan sistolik brakhialis [4]. Nilai ABI yang
rendah pada pasien DM berhubungan dengan
risiko adanya gangguan sirkulasi darah perifer
yang lebih tinggi [12]. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan terhadap 10 pasien DM tipe 2 di
Kelurahan Gebang didapatkan rata-rata nilai ABI
sebesar 0,79. Sebanyak tujuh orang dari
sepuluh pasien DM tipe 2 mempunyai nilai ABI
dalam kategori adanya oklusi minimal.
Salah satu penatalaksanaan DM yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi darah
adalah dengan melakukan latihan jasmani [13].
Therapeutic exercise wakling adalah salah satu
latihan fisik berupa tindakan jalan biasa dengan
gerakan tangan yang diayun sesuai irama jalan
sehingga tindakan ini akan melibatkan semua
gerakan tubuh. Therapeutic exercise walking
dapat berfungsi untuk melancarkan sirkulasi
darah karena latihan ini menyebabkan
pembuluh darah banyak yang terbuka dan
meningkatkan kapasitas oksidatif otot [14].
Peningkatan aktifitas fisik dapat menurunkan
komplikasi
mikrovaskular
maupun
makrovaskular [15]. Latihan fisik akan memicu
penggunaan glukosa darah dan asam lemak
bebas dalam otot sehingga kadar glukosa darah
menjadi menurun dan dapat terkontrol [22].
Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti
ingin menganalisis pengaruh therapeutic
exercise walking terhadap sirkulasi darah perifer
pada pasien DM tipe 2.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah quasi
experimental dengan desain penelitian pretestpostest with control group design. Populasi
penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 di
Kelurahan Gebang sebanyak 54. Kriteria inklusi
penelitian adalah didiagnosis DM tipe 2, usia 4065 tahun, lama DM 5 tahun, menggunakan
obat hipoglikemi oral (OHO), kadar gula darah
sewaktu tidak lebih dari 300mg/dL dan tidak
kurang dari 70mg/dL, tekanan darah sistolik 90
180mmHg, respiration rate 1220x/menit,
frekuensi nadi 60100x/menit, bertempat tinggal
di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang, dan
bersedia menjadi responden penelitian. Kriteria
eksklusi responden adalah terdapat gangguan

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
pada bagian ektermitas bawah seperti adanya
ulkus diabetik, gangren, tidak mampu berjalan,
dan adanya fraktur
pada kaki, memiliki
keterbatasan fisik seperti dalam melihat (buta),
tidak bisa mendengarkan (tuli), terdapat
penyakit penyerta seperti gagal ginjal kronik dan
gagal jantung, dan tidak bisa berpartisipasi
dalam keseluruhan kegiatan latihan atau
mengundurkan
diri
menjadi
responden
penelitian. Dari 54 pasien terdapat 36 pasien
yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel
penelitian. Teknik simple random sampling
dilakukan terhadap 36 pasien tersebut untuk
menentukan 30 sampel penelitian dan untuk
membagi 15 responden sebagai kelompok
perlakuan dan 15 responden sebagai kelompok
kontrol.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Gebang
Kecamatan
Patrang
Kabupaten
Jember. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan
September 2015 sampai dengan Mei 2016.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret
sampai April 2016. Latihan dilakukan 3x dalam
seminggu dengan total 12x dalam satu bulan,
dan 40 menit setiap sesi. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan nilai
Ankle Brachial Index (ABI) yang diukur dengan
sphygmomanometer dengan metode palpasi.
Data dianalisis dengan menggunakan uji t
dependent dan uji t independent dengan derajat
kepercayaan 95% (=0,05). Etika penelitian
pada penelitian ini adalah Informed consent dan
anonimity
untuk
menjaga
kerahasiaan
responden.

Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Tabel

1.

Distribusi
Karakteristik
Responden
Berdasarkan Usia dan Lama Sakit DM
di Kelurahan Gebang Kecamatan
Patrang Kabupaten Jember (n=30)

Variabel
Usia (tahun)
perlakuan (n=15)
Kontrol (n=15)
Total (n=30)
Lama DM (bulan)
perlakuan (n=15)
Kontrol (n=15)
Total (n=30)

Mean

SD

MinimumMaksimum

50,80
51,07
50,93

6,53
5,14
5,78

41-62
43-60
41-62

96,33
87,40
91,87

32,9
13,7
25,2

74-208
65-110
65-208

Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia


responden pada penelitian ini adalah 50,93
tahun dengan SD 5,78. Rata-rata usia
responden kelompok perlakuan 50,80 tahun dan
kelompok kontrol 51,07 tahun. Rata-rata
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

mengalami DM pada respnden penelitian ini


adalah 91,87 bulan dengan SD 25,2. Rata-rata
lama sakit DM pada kelompok perlakuan adalah
selama 96,33 bulan dan pada kelompok kontrol
adalah selama 87,40 bulan.
Tabel 2.

Distribusi
karakteristik
responden
berdasarkan Jenis Kelamin, Riwayat
Pendidikan, Pekerjaan, Status Merokok,
Dan Konsumsi OHO di Kelurahan Gebang
Kecamatan Patrang Kabupaten Jember

Variabel

Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Riwayat
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan
Tinggi
Total
Pekerjaan
Tidak Bekerja
PNS
Wiraswasta
Petani
Pensiunan
Ibu
rumah
tangga
Total
Status
Merokok
Tidak Merokok
Merokok
Total
Konsumsi
OHO
Ya
Tidak
Total

Kelompok
perlakuan
Jumlah
(%)

Kelompok
Kontrol
Jumlah
(%)

Jumlah
Jumlah
(%)

3 (20)
12 (80)
15(100)

5 (33,3)
10 (66,7)
15 (100)

8 (26,7)
22 (73,3)
30 (100)

3 (20)
8 (53,3)
3 (20)
1 (6,7)
0

2 (13,3)
9 (60)
4 (26,7)
0
0

5 (16,7)
17 (56,6)
7 (23,4)
1 (3,3)
0

15 (100)

15 (100)

30 (100)

2 (13,3)
0 (0)
3 (20)
2 (13,3)
0 (0)
8 (53,3)

1 (6,7)
0 (0)
3 (20)
4 (26,7)
0 (0)
7 (46,6)

3 (10)
0 (0)
6 (20)
6 (20)
0 (0)
15 (50)

15 (100)

15 (100)

30 (100)

13 (86,7)
2 (13,3)
15 (100)

12 (80)
3 (20)
15 (100)

25 (83,4)
5 (16,6)
30 (100)

4 (26,7)
11 (73,3)
15 (100)

5 (33,3)
10 (66,7)
15 (100)

9 (30)
21 (70)
30 (100)

Berdasarkan tabel 2 sebagian besar


responden adalah
perempuan 22 orang
(73,3%). Responden perempuan di kelompok
perlakuan sebanyak 12 (80%) dan 10 orang
pada kelompok kontrol. Lebih dari separuh
responden memiliki riwayat pendidikan sekolah
dasar (SD) yaitu 17 orang (56,6%). Responden
pendidikan SD sebanyak 8 orang (53,3%) pada
kelompok perlakuan dan 9 orang (60%) pada
kelompok kontrol. Sebanyak 50% responden
adalah ibu rumah tangga. Responden ibu rumah
tangga sebanyak 8 orang (53,3%) pada
kelompok perlakuan dan 7 orang (46,6%) pada
kelompok kontrol. Sebagian besar responden

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
tidak mengkonsumsi OHO yaitu sebanyak 22
orang (70%). Responden tidak mengkonsumsi
OHO sebanyak 11 orang (73,3%) pada
kelompok perlakuan dan 10 orang (66,7%) pada
kelompok kontrol.
Nilai ABI pada Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol
Tabel 3.

Perbedaan Nilai ABI Sebelum dan Setelah


pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Variabel nilai
ABI

Kelompok
Perlakuan
Kelompok
Kontrol

Mean

Mean
Difference

Sebelum

Setelah

0,806

0,901

0,095

0,800

0,730

-0,070

Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi


peningkatan rata-rata nilai ABI pada kelompok
perlakuan sebesar 0,095 yaitu dari 0,806
menjadi 0,901. Pada kelompok kontrol terjadi
penurunan rata-rata nilai ABI sebesar 0,070
yaitu dari nilai 0,800 menjadi 0,730.
Tabel 4.

Kategori Nilai Ankle Brachial Index (ABI)


Sebelum
dan
Setelah
Dilakukan
Therapeutic Exercise Walking
pada
Kelompok perlakuan dan kontrol

Kategori
Oklusi
ABI

Perlakuan
Sebelum
Setelah
Jumlah
Jumlah
(%)
(%)
0 (0)
0 (0)
2 (13,3)
2 (13,3)
9 (60)
6 (40)
4 (26,7)
7 (46,7)
15 (100)
15 (100)

Parah
Sedang
Minimal
Normal
Total

Kontrol
Sebelum
Jumlah
(%)
0 (0)
2 (13,3)
8 (53,3)
5 (33,3)
15 (100)

Setelah
Jumlah
(%)
0 (0)
3 (20)
11(73,3)
1 (6,7)
15 (100)

Tabel 4 menunjukkan nilai ABI pada


kelompok
perlakuan
sebelum
dilakukan
Therapeutic Exercise Walking adalah sebanyak
11 responden (73%) masuk kedalam kategori
adanya oklusi (9 responden oklusi minimal dan
2 responden oklusi sedang). Setelah dilakukan
Therapeutic Exercise Walking, nilai ABI pada
responden mengalami peningkatan sehingga
terdapat 8 responden (53%) yang masuk
kedalam kategori adanya oklusi (6 orang oklusi
minimal dan 2 orang oklusi sedang). Nilai ABI
pada kelompok kontrol terdapat 8 responden
(53,3%) dalam kategori oklusi minimal dan 5
responden (33,3%) masuk dalam kategori
normal pada awal pemeriksaan. Kelompok
kontrol dilakukan pemeriksaan satu bulan
kemudian, data menunjukkan jumlah responden
dalam kategori oklusi minimal bertambah
menjadi 11 responden (73,3%) dan hanya 1
responden (6,7%) dalam kategori normal.
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

Tabel 5. Hasil Uji t Dependen Nilai Ankle Brachial


Index (ABI) pada Kelompok perlakuan dan
Kelompok Kontrol
Kelompok
Perlakuan

Nilai ABI
Pretest
Posttest
Pretest
Posttest

Kontrol

Mean
0,806
0,901
0,800
0,730

-4,158

0,001

2,987

0,010

Hasil
analisis
tabel
5
diatas
menunjukkan hasil dari uji t dependen pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kelompok perlakuan memiliki nilai t hitung
-4,158, t tabel 3,787 dan p= 0,001 yang berarti t
hitung > t tabel dan p < (0,05), artinya bahwa
terdapat perbedaan nilai ABI yang signifikan
antara sebelum dan sesudah intervensi. Nilai t
negatif pada kelompok perlakuan menunjukkan
terjadi peningkatan nilai ABI setelah dilakukan
intervensi. Hasil uji t dependent pada kelompok
kontrol didapatkan nilai t hitung 2,987, nilai t
tabel 1,345 dan p= 0,010 yang berarti t hitung >
t tabel dan p < (0,05), artinya bahwa kelompok
kontrol terdapat perbedaan yang signifikan pada
nilai ABI. Nilai t positif pada kelompok kontrol
menunjukkan terjadi penurunan nilai ABI pada
posttest.
Tabel 6.

Hasil Uji t Independen Nilai Ankle


Brachial Index (ABI) pada kelompok
perlakuan dan Kelompok Kontrol

Variabel
ABI
Kelompok
perlakuan
ABI
Kelompok
Kontrol

Mean
Difference
0,095
-0,070

5,065

0,000

Tabel 6 diatas menunjukkan hasil dari


uji t-independen pada variabel ABI kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol, yaitu nilai t
sebesar 5,065 dan nilai p 0,000 yang berarti p <
(0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nilai ABI yang signifikan
antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Nilai positif pada t menunjukkan nilai ABI
pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada
nilai ABI kelompok kontrol.

Pembahasan
Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata usia responden pada penelitian ini
adalah 50,93 tahun. Bertambahnya usia
seseorang menyebabkan terjadinya peningkatan
resiko diabetes melitus. Kenaikan kadar glukosa
darah
(KGD)
sering
dikaitkan
dengan
pertambahan
usia,
sehingga
semakin

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
meningkatnya usia maka gangguan toleransi
glukosa dan prevalensi DM akan semakin tinggi.
Pertambahan usia seseorang diikuti dengan
perubahan fungsi endokrin pankreas sehingga
produksi insulin menurun [2].
Rata-rata
lama
DM
responden
penelitian adalah 91,87 bulan. DM merupakan
penyakit metabolik yang berlangsung secara
terus menerus yang tidak bisa disembuhkan,
sehingga hanya bisa kendalikan [11]. Seseorang
yang mengalami sakit DM tipe 2 lebih dari 5
tahun setelah didiagnosa maka resiko terjadinya
komplikasi
makrovaskuler
akan
semakin
meningkat [23].
Responden
pada
penelitian
ini
didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 22
orang (73,3%). Hal tersebut berhubungan
dengan presentase timbunan lemak pada tubuh
seorang
perempuan
lebih
besar
jika
dibandingkan pada tubuh laki-laki. Timbunan
lemak yang besar akan memberikan pengaruh
terhadap penurunan sensifitas insulin [21].
Riwayat
pendidikan
terbanyak
responden adalah sekolah dasar sebanyak
56,6%. Pendidikan seseorang menjadi aspek
status sosial yang berhubungan dengan status
kesehatan. Terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian DM, dimana orang
dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki
resiko 1,27 kali mengalami DM daripada orang
yang berpendidikan tinggi [24].
Pekerjaan terbanyak responden pada
penelitian ini adalah ibu rumah tangga sebanyak
15 orang (50%). Hubungan pekerjaan dengan
DM seringkali dikaitkan dengan tingkat aktivitas
fisik yang dilakukan. Seseorang yang kurang
melakukan aktivitas fisik beresiko mengalami
DM karena penyerapan gula oleh jaringan tubuh
saat istirahat, sedangkan pada otot yang aktif
tidak disertai kenaikan insulin walaupun
kebutuhan gula darah meningkat [25].
Status merokok responden adalah
hanya 5 orang (16,6%) yang merupakan
perokok aktif. Seseorang yang telah didiagnosis
DM, seharusnya harus bisa berhenti merokok.
Zat nikotin yang ada dalam rokok dapat
berpengaruh pada pembuluh darah dengan
penyempitan pembuluh darah. Penyempitan
pembuluh darah tersebut akan mengganggu
peredaran darah termasuk ke otak, jantung, dan
kaki sehingga akan memperburuk kondisi
sirkulasi darah perifer [8].
Perbandingan jumlah responden yang
mengkonsumsi OHO adalah 70% tidak
mengkonsumsi OHO. Terapi farmakologis
adalah salah satu pilar penatalaksanaan DM.
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

Penatalaksanaan
DM
dilakukan
untuk
mengontrol KGD pasien. OHO bekerja dengan
beberapa mekanisme pada pasien DM, yaitu
melalui peningkatan sekresi hormon insulin,
memberikan pengaruh pada kerja hormon
insulin tingkat seluler, reseptor insulin, dan
produksi glukosa hati yang diturunkan [26].
Nilai ABI Sebelum dan Sesudah Therapeutic
Exercise Walking pada Kelompok Perlakuan
Rata-rata nilai ABI pada kelompok
perlakuan
setelah
dilakukan
therapeutic
exercise walking mengalami peningkatan
sebesar 0,095. Responden pada kelompok
perlakuan mengikuti latihan therapeutic exercise
walking sesuai dengan jadwal yang sudah
disepakati. Salah satu penentu keberhasilan
latihan jasmani adalah dosis yang cukup dikenal
dengan konsep FIT (Frequency, Intensity,Time)
[20]. Frekuensi menunjukkan banyaknya latihan
dalam persatuan waktu dan untuk memberikan
hasil peningkatan kebugaran fisik. Penelitian ini
menggunakan frekuensi melakukan therapeutic
exercise walking sebanyak 3 kali dalam
seminggu. Intensitas merupakan gambaran
kualitas yang menunjukkan berat atau ringannya
suatu latihan yang dilakukan. Intensitas dihitung
dengan menggunakan perhitungan target heart
rate range (THRR), dimana pada penelitian ini
menggunakan THRR 5085% detak jantung
maksimal. Prinsip yang terakhir adalah time.
Time adalah waktu atau durasi yang digunakan
untuk satu kali latihan. Penelitian ini
menggunakan durasi waktu 30 menit setiap kali
pertemuan latihan. Jadi dalam satu minggu,
masing-masing responden pada kelompok
perlakuan melakukan therapeutic exercise
walking dengan durasi 90 menit/minggu.
Durasi
latihan
akan
meningkatkan
penggunaan glukosa oleh tubuh, sehingga
kadar glukosa darah turun. Semakin lama durasi
maka glukosa dalam darah akan semakin
banyak diambil oleh sel untuk menghasilkan
energi [9]. Latihan fisik juga akan memicu
penggunaan glukosa darah dan asam lemak
bebas dalam otot sehingga kadar glukosa darah
menjadi menurun dan dapat terkontrol [17].
Kadar glukosa darah yang terkontrol akan
membantu meningkatkan NO yaitu dengan
meningkatkan protein eNOS sehingga NO
plasma meningkat [18]. Ketika NO meningkat
maka peran dalam profilaksis aterosklerosis
akan berjalan maksimal dan hasil akhirnya akan
memperbaiki penyempitan akibat aterosklerosis
dengan cara plauqe yang menempel di dinding
pembuluh darah menipis, maka suplai darah

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
oksigen pada jaringan akan meningkat [20].
Latihan fisik yang dilakukan dengan
teratur dapat mengeluarkan hormon epinefrin
dan norepinefrin yang berfungsi untuk
meningkatkan kerja jantung untuk lebih efektiif
dalam proses aliran darah. Seseorang yang
melakukan latihan fisik akan menyebabkan otot
akan bergerak lebih aktif [16]. Mekanisme
pengambilan glukosa oleh otot yang aktif
disebabkan beberapa hal yaitu insulin akan
memacu pelepasan muscle activating factor
(MAF) pada otot yang sedang bergerak,
sehingga hal tersebut menyebabkan ambilan
glukosa oleh otot menjadi meningkat dan
pengambilan glukosa oleh otot yang tidak
bergerak juga meningkat [20].
Nilai Ankle Brachial Index (ABI) Sebelum dan
Sesudah pada Kelompok Kontrol
Rata-rata postest nilai ABI kelompok
kontrol mengalami penurunan sebesar 0,07.
Penelitian pada kelompok kontrol tidak
dilakukan perlakuan therapeutic exercise
walking, dan lebih dari separuh dari responden
menyatakan jarang melakukan olahraga, hanya
terkadang jalan di pagi hari tapi tidak teratur.
Latihan jasmani pada pasien DM memiliki peran
yang penting dalam penatalaksanaan DM.
Kurangnya latihan jasmani pada orang DM akan
menyebabkan jumlah energi yang dikonsumsi
lebih banyak dibandingkan jumlah energi yang
dikeluarkan. Hal ini akan menimbulkan
keseimbangan energi yang positif yang
disimpan pada jaringan adiposa. Dampak dari
hal tersebut adalah resistensi insulin pada
pasien DM akan semakin berkembang dan
kadar glukosa darah tidak terkontrol [21].
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol
dengan baik dan berlangsung secara terus
menerus akan menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah yang akan berakhir dengan
terbentuknya
aterosklerosis.
Aterosklerosis
adalah suatu respon inflamasi kronik pada
dinding arteri yang diawali dengan injury pada
endotel. Disfungsi endotel akan menyebabkan
perlekatan monosit dan platelet ke endotel
pembuluh darah, monosit akan mengalami
emigrasi dari lumen ke lapisan intima. Sel-sel
dari otot polos juga akan mengalami migrasi dari
lapisan media ke intima sehingga makrofag
mengalami aktivasi. Makrofag dan sel otot polos
akan memakan lemak dan menimbulkan
timbunan lemak pada intima. Proses tersebut
akan menimbulkan plak, poliferasi sel otot polos
serta penumpukkan extraselules matrix, kolagen
dan
extraseluler
lipid.
Terbentuknya
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

aterosklerosis akan menyebabkan


darah menjadi tidak lancar [22].

sirkulasi

Pengaruh Therapeutic Exercise Walking


Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
Hasil analisis tabel 6 menunjukkan
hasil uji t independen dimana didapatkan nilai t =
5,065 dan nilai p = 0,000, yang berarti p <
(0,05), artinya terdapat perbedaan nilai ABI yang
signifikaan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Nilai ABI pada kelompok
perlakuan mengalami peningkatan dan nilai ABI
pada kelompok kontrol mengalami penurunan.
Nilai ABI dipengaruhi banyak faktor salah
satunya adalah latihan jasmani. Therapeutic
exercise walking merupakan salah satu jenis
latihan jasmani yang direkomendasikan untuk
penyandang DM. Latihan jasmani merupakan
tindakan preventif untuk mengurangi atau
mengimbangi efek dari diabetes melitus. Latihan
yang dilakukan oleh penyandang DM bertujuan
untuk
memperbaiki
sensitivitas
insulin,
membakar lemak berlebih di dalam tubuh,
mengontrol
berat
badan,
meningkatkan
kekuatan otot, menurunkan tekanan darah,
membantu melindungi penyakit jantung dan
pembuluh darah. Latihan jasmani yang teratur
akan efektif dapat memperlambat jalannya
diabetes dan mencegah gangguan pembuluh
darah mikro seperti nefropati, neuropati perifer,
dan pembuluh darah makro seperti jantung
koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah
arteri [21].
Latihan akan meningkatkan transportasi
glukosa melalui kontraksi otot. Kontraksi otot
akan menimbulkan peningkatan kebutuhan
glukosa di dalam otot yang lebih lanjut melalui
mekanisme kerja insulin, yaitu dengan memberi
sinyal
terhadap
GLUT-4
berpindah
ke
permukaan sel untuk membawa glukosa masuk.
Mekanisme ini juga bisa terjadi tanpa kerja
insulin yaitu dengan mekanisme Ca++ selama
kontraksi otot terjadi. Mekanisme ini akan
mengeluarkan protein 5AMP kinase yang
memiliki fungsi mengaktifkan perpindahan
GLUT-4 ke permukaan sel. Selain itu, latihan
juga meningkatkan jumlah mitokondria yang
dipengaruhi oleh NO, sehingga menyebabkan
lemak teroksidasi di permukaan sel meningkat
dan sensitivitas reseptor insulin juga meningkat
[9].
Masalah resistensi insulin pada pasien
DM berhubungan dengan tingginya konsentrasi
trigliserida yang tinggi. Latihan jasmani menjadi
metode
yang
efektif
dilakukan
untuk

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.
meningkatkan volume mitokondria dan enzim
lipoprotein lipase yang akan bertanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan katabolisme
lemak selama melakukan olahraga. Latihan
jasmani aerobik menyebabkan peningkatan
oksidasi lemak dan penurunan trigliserida pada
pasien diabetes melitus sehingga akan terjadi
perubahan positif dalam profil lemak pasien DM
[21]. Hal ini juga berdampak pada penurunan
kolesterol LDL dan meningkatkan HDL,
sehingga sensitivitas reseptor insulin akan
meningkat [27].
Latihan
fisik
akan
menyebabkan
kontraksi otot pada rangka yang akan menekan
pembuluh darah di seluruh tubuh. Hal ini akan
berpengaruh pada sistem kardioakselerasi
dimana sistem ini akan mempengaruhi
pengeluaran hormon epinefrin dan noreepinefrin
yang bisa memperlancar perfusi aliran darah.
Ketika melakukan olahraga secara rutin dan
berkesinambungan akan mempengaruhi kerja
korteks adrenal, dimana akan menstimulasi
pengeluaran hormon epinefrin dan noreepinefrin
yang akan berfungsi untuk meningkatkan kerja
jantung lebih efektif dalam proses aliran darah.
Reseptor 1 pada jantung yang berfungsi
kardioakselerasi dalam memompa darah ke
seluruh tubuh akan dirangsang epinefrin pada
saat dilakukan latihan jasmani. Selain itu, juga
akan berpengaruh terhadap meningkatnya isi
volume sekuncup melebihi 35L/menit, jumlah ini
setara dengan peningkatan konsumsi oksigen,
proses ini akan menyebabkan aliran balik vena.
Efek kardioakselerasi ini akan menyebabkan
aliran darah banyak pada otot untuk mendukung
metabolisme pada saat melakukan aktivitas dan
sirkulasi darah akan lancar [16].
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengaruh therapeutic
exercise walking
terhadap nilai ABI terjadi
melalui proses kontraksi otot yang terjadi secara
berlanjut yang menjadikan glukosa terpakai
sebagai energy sehingga KGD terkontrol. Efek
kardioakselerasi juga terjadi sehingga aliran
darah menjadi lancar serta nilai ABI meningkat.
Selain itu, oksidasi lemak meningkat sehingga
sensitivitas reseptor insulin meningkat.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Terdapat pengaruh therapeutic exercise
walking terhadap sirkulasi darah perifer pasien
DM tipe 2. Therapeutic Exercise Walking dapat
meningkatkan nilai ABI pasien DM Tipe 2.
Saran

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

Perawat dapat memberikan pendidikan


kesehatan tentang therapeutic exercise walking
dapat meningkatkan sirkulasi darah perifer pada
pasien DM tipe 2. Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan untuk menggunakan sampel yang
lebih besar, menggunakan alat doppler, dan
mengontrol
variabel
pengganggu
seperti
merokok, konsumsi OHO, dan hipertensi.

Daftar Pustaka
[1]

[2]
[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

[9]

Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia. (Kemenkes RI) 2011. Penyakit
Tidak Menular (Ptm) Penyebab Kematian
Terbanyak
Di
Indonesia.
[Internet]
Jakarta: Kemenkes RI; 2011 [ cited 21
Oktober 2015]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/1637/
penyakit-tidak-menular-ptm-penyebabkematian-terbanyak-diindonesia.html#sthash.svKse1Xc.dpuf
Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Ed.10.
Jakarta: EGC; 2008.
International Diabetes Federation. IDF
Diabetes Atlas Sixth Edition. [internet]
IDF; 2014 [cited 5 april 2015] Available
from: http://www.idf.org/diabetesatlas.
Grenon, et al. Ankle Brachial Index for
Assessment
of
Peripheral
Arterial
Disease. [internet] Canada; 2009 [cited 19
April
2015]
Available
from:
http://www.whsegypt.net/pdf/MeasureB.pdf
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
2010. Surabaya: Dinas Kesehatan Jawa
Timur; 2010.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
Laporan Kunjungan (LBI) Kabupaten
Jember Tahun 2014. Jember: Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember; 2014.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
Laporan Kunjungan (LBI) Kabupaten
Jember Tahun 2015. Jember: Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember; 2015.
Tandra, H. Segala Sesuatu yang Harus
Anda Ketahui Tentang Diabetes:Panduan
Lengkap Mengenal dan Mengatasi
Diabetes dengan Cepat dan Mudah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;
2007.
Wulandari, K.K. Efek Latihan Dengan
Ergocycle Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Anggota
Klub
Persadia.
[Internet]

Yollanda, et al, Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Sirkulasi Darah Perifer.

[10]

[11]

[12]

[13]

[14]
[15]
[16]
[17]
[18]

[19]

[20]

Yogyakarta: 2013 [cited 22 April 2016]


Available
From:
http://eprints.uny.ac.id/14121/1/skripsi.pdf
Siracuse, J. J & Chaikof, E. L. The
Pathogenesis of Diabeteic Atherosclerosis
[internet] 2012. [Cited 22 Oktober 2015].
Available
From:http://www.springer.com/cda/content
/document/cda_downloaddocument/9781
627031578-c1.pdf?SGWID=0.
American
Diabetes
Association.
Standards of Medical Care in Diabetes.
[internet] America: 2013. [Cited 20 april
2015].
Available
From:
http://care.diabetesjournals.org/content/36
/Supplement_1/S11.full.pdf
Simatupang,
M.
Hubungan Antara
Penyakit Arteri Perifer Dengan Faktor
Risiko Kardiovaskular Pada Pasien DM
Tipe 2. [internet] Manado; 2013. [Cited
November
2015].
Available
From:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclini
c/article/download/1179/955
Price, S. A & Wilson, L. M. C,
Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa,
Brahm U.Pendit. Jakarta: EGC; 2006.
Kuntaraf,
K.
Olahraga
Sumber
Kesehatan. Jakarta: Indonesia Pubhlising
House; 1996.
Harmanto, Ning. Menumpas Diabetes
Mellitus Bersama Mahkota Dewa. Jakarta:
PT Agro Media Pustaka; 2004
Guyton, A. C. & Hall, J. E. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
Marks, Dawn B et al. Biokimia
Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan
Klinis. Jakarta: EGC; 2000.
Isral, G.N. dkk. Hubungan Aktivitas Fisik
dengan Kadar Nitrit Oxide (NO) Plasma
pada Masyarakat di Kota Padang.
[internet] Padang; 2014 [Cited 29 Maret
2015].
Available
From:
http://jurnal.fk.unad.ac.id/index.php/jka/arti
cle/view/77.
Misnadiarly. Diabetes Mellitus: Gangren,
Ulcer,
Infeksi.
Mengenal
Gejala,
Menanggulangi,
dan
Mencegah
Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer
Obor; 2006.
Indriyani,
P.
Pengaruh
Latihan
Fisik:Senam Aerobik Terhadap Penurunan
Kadar Guls Darah Pada Penderita DM
Tipe 2 Di Wilayah Puskesmas Bukateja

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. (no.), Mei 2016

Purbalingga [Internet] Purbalingga: 2007


[Cited 21 September 2015]. Available
from:
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/
medianers/article/download/717/586
[21] Rashidlamir, et al. The effect of 4-weeks
aerobic training according with the usage
of Anethum Graveolens on blood sugar
and lipoproteins profile of diabetic women
[internet] Iran; 2012. [Cited 17 September
2015].
Available
From:
www.scholarsresearchlibrary.com
[22] Lumongga,
Fitriani.
Atherosclerosis.
[internet] Medan; 2007 [Cited 20 April
2016].
Available
From:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/2060/1/09E01458.pdf
[23] Widyawati, I.T. Pengaruh Latihan Rentang
Gerak Sendi Bawah Secara Aktif
Terhadap Tanda dan Gejala Neuropati
Diabetikum Pada pasien DM Tipe 2 Di
Persadia Unit RSU dr.Soetomo Surabaya.
[Internet] Jakarta; 2010. [cited 14 April
2016] Available from: http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital
/137247-T%20Ika%20Yuni
%20Widyawati.pdf
[24] Irawan, D. Prevalensi dan Faktor Risiko
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia (Analisa Data
Sekunder Riskesdas 2007). [Internet]
Jakarta; 2010. [cited 14 April 2016]
Available
From:
ttp://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20267101-T%2028492Prevalensi%20dan%20faktor-full
%20text.pdf
[25] Ilyas E.I. Olahraga bagi Diabetisi dalam:
Soegondo,. S., Soewondo., Subekti, I.,
Editor, Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu bagi dokter maupun edukator
diabetes. [Internet] Jakarta: 2011. [Cited
15
April
2016]
Available
From:
http://NASKAH PUBLIKASI.pdf
[26] Ndraha, S. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
Tatalaksana Terkini. [Internet] Jakarta:
2014. [cited 21 September 2015] Available
From:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADIN
G_ARTICLE_Diabetes_Mellitus_Tipe_2_d
an_tata_laksana_terkini.pdf
[27] Ronald. J. 2006. Physical Activity /
Exercise and Type 2 Diabetes [Internet]
Amerika; 2006. [Cited 11 September
2015].
Available
From:
http://care.diabetesjournals.org/content/29/6/1
433.full.pdf

You might also like