Jurnal Ilmiah ESAI Volume 6, Nomor 1, Januari 2012
ISSN No. 1978-6034
Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia
The Procurement of Government Goods and Services in Indonesia
Endang Asliana1)
1)
Dosen Program Studi Akuntansi Jurusan Ekonomi dan Bisnis pada Politeknik Negeri
Lampung
Jl. Soekarno Hatta Raja Basa Bandar Lampung
Abstract
The procurement of government goods and services is a part that is mostly affected by
corruption, collusion, and nepotism. It can be seen from many government projects that do
not meet deadlines, are not well-targeted, are not of good-quality, and are inefficient. A lot
of equipment is purchased but not used; buildings are damaged; the lifespans of highways
and bridges are short because the technical specifications are lower or are not in
accordance with specified provisions so that the lifespans of the government projects reach
only 30-40%. Procurement auction that is closed or is not transparent and is not announced
to public is one of the causes of high corruption in procurement of government goods and
services. In Indonesia, procurement of goods and services is regulated by Presidential
Decree No. 54 Year 2010, with the principles of efficiency, effectiveness, transparency,
openness, competitiveness, fairness or non-discrimination, accountability. E-procurement
then becomes a substitute for a closed auction. The auction can be accessed online through
the Internet. The system is expected to increase openness, transparency, and accountability
in central, provincial, and regency or city government agencies, and BUMN, BUMD,
BHMN, and public service agencies.
Keywords: public sector accounting, procurement of government goods and services, e-
procurment
Pendahuluan
Pada setiap perekonomian, dengan sistem perekonomian apapun, pemerintah senantiasa
memegang peranan yang penting. Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam sistem
perekonomian sosialis dan sangat terbatas dalam sistem perekonomian kapitalis murni/liberal. Adam
Smith mengemukakan teori bahwa pemerintah hanya mempunyai tiga fungsi: (1) untuk memelihara
keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan, dan (3) untuk
menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, seperti halnya dengan jalan,
jembatan, dan lain-lain.
Fungsi pemerintah yang ketiga ini mewajibkan pemerintah menyediakan barang/jasa yang
dibutuhkan masyarakat. Meskipununtuk mewujudkan tujuan secara efektif dan efisien seringkali
pemerintah masih dihadapkan pada banyak persolan, seperti: keterbatasan akses informasiyang
menyebabkan kebijakan yang dikeluarkan menimbulkan ekses distorsi. Namun peran pemerintah
tetap diperlukan, terutama yang berkaitan dengan kestabilan makroekonomi, membangun
infrastruktur, menyediakan barang publik, mencegah terjadinya kegagalan pasar, danmendorong
terjadinya pemerataan.
Reformasi tahun 1998 telah berhasil membawa Indonesia pada masa peralihan dari rezim yang
cenderung otoriter menuju pemerintahan transisi dibawah kepemimpinan Presiden Habibie. Pada masa
itu terbukalah segala proses demokratisasi di Indonesia, mulai dari bebas mengemukakan
pendapat/kebebasan pers, bebas membentuk organisasi politik, hingga pencabutan Dwi fungsi ABRI.
Namun demikian, reformasi masih belum mampu menghilangkan penyakit kronis negara ini, yaitu
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). KKN merebak pada semua pilar penting negara, dari mulai
eksekutif (birokrasi yang korup), legislatif (penyalahgunaan APBN/APBD), hingga yudikatif (mafia
peradilan).
Salah satu kegiatan pemerintah yang memungkinkan terjadinya KKN adalah pengadaan
barang/jasa. Pengadaan barang/jasa pada hakekatnya adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa
oleh Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
Beberapa faktor penyebab pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah masih sarat
dengan KKN selama inidikemukakan oleh Purwanto dkk(2008), adalah: belum jelasnyaaturan hukum
yang mengatur kegiatan pengadaan barang dan jasa, lemahnyaimplementasi karena pemahaman
prosedur yang kurang baik, lemahnyapenegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran, kapasitas
pelaksana dilapangan belum memadai, lemahnya pengawasan, dan tidak transparannyaproses tender.
Selain bersumber dari birokrasi, persoalan pengadaan barangdan jasa juga muncul karena para vendor
belum memahami secara baik hakdan kewajiban mereka. Upaya memenangkan tender untuk
mendapatkanpekerjaan seringkali dilakukan dengan cara-cara yang tidak wajar misalnyamenjanjikan
pembagian keuntungan atau pengaturan pelaksanaan tenderyang kemudian terkenal dengan arisan
tender.
Pada dasarnya, pengadaan barang/jada adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau
mewujudkan barang/jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar
dicapai kesepakatan harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi pengadaan
barang/jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna
dan penyedia haruslah selalu berpatokan kepada filosofi pengadaan barang/jasa, tunduk kepada etika
dan norma pengadaan barang/jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode, dan proses
pengadaan barang/jasa yang baku. Proses pengadaan barang/jasa di Indonesia diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Presiden RI, 2010).
Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah menyatakan bahwa tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean
Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan
yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal.
Pelaksanaan prinsip GoodGovernance and Clean Government dilakukan melalui penerapanprinsip-
prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, sertamewujudkannya dengan
tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak(independen), serta menjamin terjadinya interaksi
ekonomi dan sosial antara parapihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan
akuntabel.Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yangbaik dan
bersih perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien,transparan, dan akuntabel.
Mulai tahun 2012, seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah akan dilaksanakan
dengan mekanisme pelelangan on-line melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Tulisan
ini bertujuan untuk memaparkan garis besar proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia serta e-
procurement sebagai sebagai inovasi pengadaan barang dan jasa di Indonesia.Pengadaan secara
elektronik (e-procurement) pada prinsipnya adalah mengubah pola pikir, dari sesuatu yang sifatnya
manual dan rawan penyalahgunaan menjadi sistem yang elektronik sistemik yang mengurangi tatap
muka, sehingga secara otomatis mengurangi kecurangan. Sistem e-procurement ini adalah sebuah tren
global yang tidak bisa kita hindari, sehingga sosialisasi lelang secara online menjadi sebuah keharusan
bagi semua dan semua pihak terkait memiliki akses informasi yang sama mengenai hal ini.
Metode Penulisan
Kajian ini merupakan kajian deskriptif mengenai pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
pemerintah di Indonesia. Kajian dan penelitian mengenai pengadaan barang/jasa (procurrement) di
Indonesia masih terbilang sedikit, sehingga diharapkan bisa menjadi referensi bagi tulisan selanjutnya.
Kajian deskriptif terhadap pengadaan barang dan jasa di Indonesia dilakukan melalui studi literatur
dengan mengumpulkan berbagai teori, peraturan perundangan, dan berbagai informasi yang relevan.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk kuantitatif, yakni laporan keuangan dari
perusahaan dalam bentuk neraca dan laporan rugi-laba. Data diperoleh dengan cara menghimpun dan
mempelajari berbagai bahan tertulis dan literatur yang berhubungan dengan analisis laporan keuangan.
Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan landasan teoritis yang berguna sebagai tolok ukur dalam
membahas dan menganalisa data serta mengambil kesimpulan dan saran dalam analisis laporan
keuangan perusahaan tertentu.
Hasil dan Pembahasan
Garis Besar Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 3, menyatakan bahwa semua pengeluaran
negara/daerah yang sesuai dengan program pemerintah pusat/daerah dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD). Pengadaan
barang/jasa pemerintah Indonesia merupakan salah satu bentuk dari program pemerintah pusat
maupun daerah.
Upaya mendukung terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance)
dalam penyelenggaraan negara dilakukan melalui praktik pengadaan barang/jasa di Indonesia yang
dilaksanakan melalui cara-cara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab. Penetapan Peraturan
Presiden No 54 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
ditindaklanjuti dengan pengenalan danpenggunaan pengadaan barang/jasa melalui internet (e-
procurement) merupakan salah satu pedoman penting dalam proses tata kelola pemerintahan yang
baik.
Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 telah mengalami perubahan sebanyak delapan kali
yaitu: melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
2004, Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005, Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2006, Peraturan Presiden nomor 79 tahun 2006, Peraturan Presiden nomor
85 tahun 2006, dan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2007. Pertimbangan dilakukannya perubahan-
perubahan terhadap Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 menjadi Peraturan Presiden No 54
Tahun 2010 adalah: (1)untuk meningkatkan transparansi dan kompetisi dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, (2) untuk
memperoleh hasil yang lebih maksimal dalam pelaksanaan sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen
dan panitia/pejabat pengadaan dalam rangka meningkatkan kompetensi keahlian pengadaan
barang/jasa pemerintah, karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali batas waktu kewajiban
syarat sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan panitia/pejabat pengadaan barang/jasa
pemerintah, (3) agar pelaksaan pengadaan barang/jasa terlaksana dengan baik sesuai dengan konteks
dan kondisi kebutuhan pengadaan barang/jasa. Secara garis besar, Perpres 54/2010 dapat sebagaimana
diagram berikut ini:
PERPRES NO. 54 TAHUN 2010
Kebutuhan barang
Tata Nilai
dan jasa
Swakelola
pemerintah Para Pihak
Penggunaan
Produk Dalam
Negeri
Diperlukan kegiatan Usaha Kecil
Bagaimana cara Rencana umum
pengadaan pengadaannya (HOW) pengadaan Pelelangan
Internasional
Pinjaman/Hibah
LN
Keikutseraan
usaha asing
Peraturan Perundangan Melalui penyedi Konsep ramah
yang terkait barang/jasa lingkungan
Pengadaan secara
elektronik
Pada Gambar 1, Garis Besar Perpres 54/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. untuk menjalankan kepemerintahan, dibutuhkan barang/jasa pemerintah dengan spesifikasi
tertentu, maka berdasarkan identifikasi kebutuhan akan didapatkan daftar kebutuhan barang/jasa
pemerintah,
2. untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka diperlukan kegiatan pengadaan barang/jasa
pemerintah,
3. bagaimana cara pengadaan barang/jasa tersebut sehingga pelaksanaannya pengadaannya sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku,
4. untuk mengatur proses pengadaan ini, maka Presiden RI mengeluarkan Perpres No 54/2010 yang
dibuat berdasarkan peraturan-peraturan terkait,
5. secara garis besar, Perpres 54 /2010 mengatur:
a. bagaimana kegiatan pengadaan harus dilakukan (BAB VI Perpres 54) yaitu pengguna
anggaran atau kuasa pengguna anggaran menyusun anggaran,melalui swakelola (BABV),
yaitu pengadaan barang/jasa yang pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi
sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau
kelompok masyarakat, melalui barang/jasa yang dibutuhkan,
b. kegiatan pengadaan tersebut harus mempertimbangkan, memperhatikan, dan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut:
- tata nilai pengadaan (BAB II Perpres 54/2010)
- para pihak dalam pengadaan barang/jasa (BAB II Perpres 54/2010)
- penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri (BAB III Perpres 54/2010)
- peran serta usaha kecil (BAB VIII Perpres 54/2010)
- pengadaan barang/jasa melalui pelelangan/seleksi internasional (BAB IX Perpres
54/2010)
- pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan dana pinjaman/hibah luar negeri (BAB X
Perpres 54/2010)
- keikutsertaan perusahaan asing dalam pengadaan barang/jasa (BAB XI Perpres 54/2010)
- konsep ramah lingkungan (BAB XII Perpres 54/2010)
- pengadaan secara elektronik (BAB XIII Perpres 54/2010)
Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa
Prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana
tertuang pada bagian penjelasan pasal 5 atas Perpres 54 Tahun 2010, adalah sebagai berikut:
1. Efisien,
Efisien pengadaan diukur terhadap seberapa besar upaya yang dilakukan untuk memperoleh
barang/jasa dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan. Upaya yang dimaksud mencakup dana dan
daya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang/jasa
2. Efektif
Efektifitas pengadaan diukur terhadap seberapa jauh barang/jasa yang diperoleh dari proses
pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang sudah ditetapkan.
3. Transparan
Bagaimana proses pengadaan barang/jasa dilakukan dapat diketahui secara luas. Proses yang
dimaksud meliputi dasar hukum, ketentuan-ketentuan, tata cara, mekanisme, aturan main,
spesifikasi barang/jasa, dan semua hal yang terkait dengan bagaimana proses pengadaan
barang/jasa dilakukan. Dapat diketahui secara luas berarti semua informasi tentang proses
tersebut mudah diperoleh dan mudah diakses oleh masyarakat umum, terutama penyedia
barang/jasa yang berminat.
4. Terbuka
Berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi
persyaratan/kriteria yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Bersaing
Proses pengadaan barang dapat menciptakan iklim atau suasana persaingan yang sehat diantara
para penyedia barang/jasa, tidak ada intervensi yang dapat mengganggu mekanisme, sehingga
dapat menarik minat sebanyak mungkin penyedia barang/jasa untuk mengikuti lelang/seleksi
yang pada gilirannya dapat diharapkan untuk memperoleh barang/jasa dengan kualitas yang
maksimal.
6. Adil/tidak diskriminatif
Berarti proses pengadaan dapat memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia
barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan pada pihak tertentu, kecuali diatur
dalam peraturan ini. Sebagai usaha bahwa dalam peraturan ini mengatur agar melibatkan
sebanyak mungkin usaha kecil, usaha menengah dan koperasi kecil. Disamping itu juga
mengutamakan produksi dalam negeri.
7. Akuntabel
Berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa
sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 mengatur pengadaan barang/jasa berlaku untuk
pengadaan barang/jasa pemerintah dengan ketentuan:
1. Pengadaan barang/jasa di lingkungan K/L/D/I yang sumber pembiayaannya baik APBN/APBD
atau pinjaman/hibah luar negeri.
2. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, BHMN, BUMN, BUMD,
yang sumber pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya berasak dari APBN/APBD atau
pinjaman/hibah luar negeri
3. Untuk pembiayaan yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri, bila terdapat perbedaan
peraturan dengan pemberi hibah/pinjaman, maka para pihak dapat membuat kesepakatan tentang
tata cara pengadaan yang diperlukan.
Persiapan pengadaan barang/jasa pemerintah terbagi atas beberapa tahap seperti tergambar
dalam bagan berikut ini:
PERENCANAAN PEMBENTUKAN PENETAPAN SISTEM
PENGADAAN /PENUNJUKAN PANITIA PENGADAAN YANG
BARANG-JASA DILAKSANAKAN PENYEDIA
PEMERINTAH
PENGADAAN
BRG/JASA
PENYUSUNAN PENYUSUNAN HRG PENYUSUNAN JADWAL
DOKUMEN PELAKSANAAN
PERHITUNGAN SENDIRI
PENGADAAN PENGADAAN
BARANG/JASA
Gambar 2. Bagan alur tahapan pengadaan barang/jasa pemerintah
Perencanaan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan penyedia barang/jasa pengguna
barang/jasa diwajibkan menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa yang meliputi; pemaketan
pekerjaan, jadwal pelaksanaan pekerjaan, biaya pengadaan, dan pelaksanaan pengadaan. Perencanaan
pengadaan barang/jasa dengan swakelola.Pekerjaan swakelola adalah pekerjaan yang dilaksanakan
sendiri oleh pengguna barang/jasa atau dikuasakan kepada instansi pemerintah bukan penanggung
jawab anggaran/kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat.Perencanaan pengadaan
barang/jasa swakelola meliputi; perencanaan kegiatan, penyusunan kerangka acuan kerja swakelola,
jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan, penyusunan rencana biaya pekerjaan/kegiatan, dan
pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat/lembaga swadaya masyarakat.
Good Governance dan e-Procurement
Penyebab terjadinya kebocoran dalam pengadaan barang/jasa di Indonesia selain tidak
diterapkannya prinsip-prinsip dasar pengadaan, adalah karena diabaikannya penyelenggaraan tata
kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Istilah good governance sendiri baru dikenal
dalam sepuluh tahun terakhir, setelah tumbangnya orde baru. Good governance adalah suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal
and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Bank Dunia (1994) dalam Wihandono,
2004)
Good governance merupakan perangkat untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang
solid, bertanggung jawab, efektif dan efisien, dengan menjaga keserasian interaksi yang konstruktif di
antara domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan good governance
dapat dinilai dari kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pendukungnya.Masyarakat Transparansi
Indonesia mengidentifikasi banyak prinsip good governance, seperti tingkat kepedulian pada
stakeholder, efektifitas dan efisien, partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi.e-Government
dengan dukungan teknologi informasi yang baik dan pelaksana yang mempunyai integritas dipercaya
akan sangat membantu pencapain good governance tersebut (Afriani, 2009).
Bank Dunia mendefiniskan good governance sebagai terwujudnya manajemen pemerintahan
yang baik dengan manajemen sektor publik sebagi faktor kunci yang memenuhi kaidah-kaidah:
akuntabilitas, kerangka pengaturan untuk pembangunan, informasi, dan transparansi. Dengan
menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa yang masih manual, resiko terjadinya berbagai celah
pelanggaran lelang dan keributan sangatlah besar. Biaya pengamanan lelang juga pastinya lebih
mahal.
Menurut Wihandono (2004), kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan transparansi dan
lelang proyek pembangunan dengan cara persaingan pasar adalah: (1) transparansi dengan
pembatasan-pembatasan, misalnya rahasia negara, (2) masih ada sebagian masyarakat yang tidak
mengerti sistem dan prosedur lelang proyek pembangunan, dan (3) persaingan pasar dapat membuka
peluang terjadinya kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Menurut Purwanto dkk (2008), prinsip pokok di dalam upaya mengatasiberbagai kelemahan
praktik pemerintahan adalah dengan mengurangi monopoli pemerintah dalam meng-
exercisekekuasaan, terutama dalam pembuatan kebijakan, implementasi sampaievaluasinya dengan
melibatkan stakeholder yang lain, yaitu: sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society).Good
governance yang diidealkan tersebut akan terwujud jika dalampraktik pemerintahan yang melibatkan
banyak stakeholder tersebut diadopsiberbagai prinsip, seperti: transparansi, partisipasi, akuntabilitas,
kepastianhukum dan lain-lain.
Praktik-praktik yang menyimpang ditemui dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa,
diantaranya: governance mark-up, kolusidan manipulasi pengadaan.Hal ini terjadi karena penerapan
prinsip-prinsip good governance dalampengadaan barang dan jasa oleh pemerintah masih minim dan
lemah.Beberapa tahapan/prosedur dan potensi persoalan yang sering muncul dalamproses lelang
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara konvensional sebagaimana dikutip dari Indonesia e-
Procurenment Watch (2007) dalam Purwanto dkk (2008) dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Perencanaan Pengadaan; Perencanaan anggaran merupakan langkah awal seluruh kegiatan
pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kegiatan perencanaan pengadaan barang dan jasa
terkontaminasi praktik KKN seperti: penggelembungan anggaran, rencana pengadaan yang diarahkan,
penentuan jadual waktu yang tidak realistis, dan pemaketan pekerjaan yang direkayasa.
2. Pembentukan Panitia Lelang; Beberapa masalah yang terkait dengan tahap ini adalah panitia
tidak transparan, integritas panitia lemah, panitia memihak atau tidak independen dengan cara
menambah persyaratan untuk membatasi jumlah peserta.
3. Prakualifikasi Perusahaan; Persoalan yangterkait dengan tahapan ini adalah dokumen
administratif tidak memenuhisyarat, dokumen administratif asli tapi palsu, legalisasi dokumen
tidakdilakukan, dan evaluasi tidak sesuai kriteria.
4. Penyusunan Dokumen Lelang; Persoalan KKN yang sering terjadi terkait dengan hal ini adalah:
spesifikasidiarahkan pada suatu produk tertentu, rekayasa kriteria evaluasi, dokumenlelang non
standar, dan dokumen lelang yang tidak lengkap;
5. Pengumuman Lelang; Persoalan yang terkait dengan tahap ini adalah: pengumumanlelang fiktif,
pengumuman lelang tidak lengkap, dan jangka waktupengumuman terlalu singkat.
6. Pengambilan Dokumen Lelang; Persoalan yang dapat diidentifikasi pada tahap ini adalah
dokumen lelang yang diserahkan tidak sama(inkonsisten), waktu pendistribusian dokumen terbatas,
dan lokasi pengambilan dokumen sulitdicari.
7. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri; Persoalan yangtimbul terkait dengan masalah harga
perkiraan sendiri adalah gambarannilai harga perkiraan sendiri ditutup-tutupi, penggelembungan
harga(mark-up biaya), harga dasar yang tidak standar, dan penentuan estimasiharga tidak sesuai
aturan/cenderung lebih tinggi dari harga pasar.
8. Penjelasan (Aanwijzing); Pada tahapini rawan terjadi persekongkolan antara panitia lelang dengan
pihakpenyedia jasa yang ingin dimenangkan dalam lelang.
9. Penyerahan dan Pembukaan Penawaran; Persoalan yang biasa dijumpai panitia lelang tidak
konsistendengan waktu dan aturan yang ditetapkan.
10. Evaluasi Penawaran; Kegiatan dalam tahap ini adalah: (i) evaluasi penawaran administrasi,yakni
evaluasimengenai kelengkapan dokumen penawaran dan keabsahandokumen peserta lelang; (ii)
evaluasi teknis, yakni evaluasi terhadappenawaran peserta dalam aspek teknis apakah telah sesuai
dengan standarkualitas dan persyaratan teknis dari panitia lelang; (iii) evaluasi harga,evaluasi yang
menitikberatkan dari aspek harga bagi para peserta yanglulus dari evaluasi teknis. Persoalan yang
timbul adalah kriteria evaluasisering cacat, adanya penggantian dokumen penawaran, evaluasi
tertutupdan tersembunyi dan peserta lelang terpola dalam rangka kolusi.
11. Pengumuman calon pemenang; Persoalan yang timbul adalah pengumuman dilakukan
terbatasdan tanggal pengumuman ditunda-tunda.
12. Sanggahan peserta lelang; Persoalan yang biasa timbul tidakseluruh sanggahan ditanggapi,
subtansi sanggahan tidak ditanggapi dan sanggahan proforma untuk menghindari tuduhan tender
diatur.
14. Penandatanganan Kontrak; Kegiatan akhir dari proses pelelangan adalah penandatanganan
perjanjiankontrak pelaksanaan pekerjaan, harga, hak dan kewajiban kedua belahpihak.Persoalan yang
biasa timbul adalah penandatanganan kontrak yangditunda-tunda, penandatangan kontrak tidak sah
dan dilakukan secaratertutup.
15. Penyerahan barang/jasa; Penyerahan barang dapat dilakukan secara bertahap atau
menyeluruh.Penyerahan barang dan jasa adalah benar jika tepat waktu sesuai denganperjanjian; tepat
mutu sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan;tepat volume sesuai dengan yang dibutuhkan
dan tepat biaya sesuaidengan kontrak.Persoalan yang biasa timbul adalah volume tidak
sama,mutu/kualitas pekerjaan lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasiteknis dan contract change
order.
Menurut Purwanto dkk (2008) berbagai persoalan yang muncul dalam pengadaan barang dan
jasa secarakonvensional selama ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Minimnya monitoring;
(b) Penyalahgunaan wewenang; (c) Penyimpangan Kontrak; (d) Kolusi antara Pejabat Publik dan
Rekanan; (e) Manipulasi dan Tidak Transparan; (f) Kelemahan SDM.
E-Procurement: Inovasi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Publik
Barang publik memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang privat.Oleh karenanya,
dalam proses pengadaan antara barang publik dan barang privat terdapat perbedaan yang mendasar,
antara lain: (1) pasar di sektor privat bisa dibentuk langsung oleh pembeli, sedangkan di sektor publik,
pasar menjadi tanggung jawab negara baik secara nasional maupun regional, (2) adanya perlakuan
yang tidak sejajar antara pembeli dan penjual di sektor privat, sementara di sektor publik, antara
penjual dan pembeli memiliki posisi yang sejajar, (3) pengadaan di sektor privat memungkinkan
dilakukan secara tertutup dan terbatas, sedangkan di sektor publik wajib transparan karena dana yang
digunakan bersumber dari rakyat, dan (4) sektor privat lebih menekankan akuntabilitas pada
keuntungan dan efisiensi sedangkan di sektor publik akuntabilitas ditekankan pada eksternalitas dan
dampak sosialnya terhadap masyarakat.
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dikembangkan oleh Pusat Pengembangan
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa - Bappenas pada tahun 2006 sesuai Inpres nomor 5 tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. E-procurement menjadi salah satu dari 7 flagship Dewan
Teknologi Informasi Nasional (Detiknas) dan di bawah koordinasi Bappenas.Pada tahun 2007 telah
dilakukan pelelangan secara elektronik melalui LPSE oleh Bappenas dan Departemen Pendidikan
Nasional.Pada waktu itu baru terdapat satu server LPSE yang berada di Jakarta dengan alamat
www.pengadaannasional-bappenas.go.id yang dikelola oleh Bappenas.
Pada bulan Desember 2007, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 106 tentang
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).Lembaga ini merupakan pemekaran
Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di Bappenas.Dengan adanya Perpres ini, seluruh tugas
menyangkut kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi tanggung jawab LKPP,
termasuk dalam pengembangan dan implementasi electronic government procurement.
Pengembangannya SPSE membawa semangat free lisence. SPSE dikembangkan
menggunakan bahasa pemrograman Java dan menggunakan database PostgreSQL serta diinstal di
sistem berbasis Linux. LKPP dalam pengembangan SPSE berkerjasama dengan: (1) Lembaga Sandi
Negara (Lemsaneg) untuk fungsi enkripsi dokumen; (2) Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) untuk sub sistem audit.
Pelaksanaan e-procurement disesuaikan dengan kepentingan pengguna barang/jasa dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tujuan e-Procurement adalah: (1)
Memudahkan sourcing, proses pengadaan, dan pembayaran; (2) Komunikasi On-line antara Buyers
dengan Vendors; (3) Mengurangi biaya proses dan administrasi pengadaan; (4) Menghemat biaya dan
mempercepat proses.
Eprocurement merupakan sistem baru yang dikembangkan dari proses pengadaan secara
manual ke elektronik berdasarkan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pelaksanaan, e-procurement dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan
memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi.Hal ini perlu diberlakukan untuk
menghindari pertemuan antara pengguna dan penyedia sesedikit mungkin (faceless) sehingga
kemungkinan untuk saling bersekongkol bisa diminimalkan.
Keunggulan dan manfaat e-procurement
a. Efektif dan Efisien
E-procurement (e-Proc)bisa mempercepat proses tender. Jika dengan cara konvensional
proses tender memerlukan waktu 36 hari, maka lewat e- procuremnet hanya perlu waktu 18-20 hari.
Pelaksanaan implementasi e-procurement akan tersebar secara mandiri dilingkungan pemerintah pusat
dan daerah oleh masing-masing instansi yang bersangkutan. Sistem aplikasi yang digunakan bersifat
Open Source, Free License, Free of Charge, and Full Support. Hal ini berarti sistem aplikasinya tidak
memakai merek tertentu, seperti Toshiba, HP, Oracle, Windows, dan lain-lain, melainkan akan
mendapat dukungan penuh dari LKPP, baik untuk training maupun pendampingan.
E-Proc juga menghemat anggaran, karena dapat mengurangi biaya konsumsi rapat maupun
penggandaan dokumen (berkurangnya penggunaan kertas kerja/paperless) dan terutama adalah dari
adanya selisih antara pagu anggaran dengan harga penawaran, dan juga kecepatan waktu realisasi
barang/jasa.Semua data kualifikasi peserta tender sudah tersimpan secara otomatis di database LPSE,
sehingga ketika mengikuti tender, peserta tidak perlu menyiapkan data kualifikasi dan meng-upload-
nya setiap kali hendak mengikuti tender on-line. Peserta tender cukup upload 1 (satu) kali dan tinggal
mencentang dokumen yang dibutuhkan atau dipersyaratkan oleh instansi penyelenggara pengadaan.
Mulai dari dokumen perijinan seperti SIUP, TDP, NPWP, dan bukti setor pajak baik SPT maupun
SSP, daftar inventaris kantor, tenaga ahli, neraca, dan lain sebagainya. Berdasarkan waktu, mengikuti
tender on-line cukup menghemat waktu, peserta tender tinggal menyiapkan dokumen penawaran dan
dokumen teknis saja.
Kegiatan aanwidzing atau rapat penjelasan juga dilakukan secara on-line.Peserta tender bisa
bertanya pada panitia pengadaan yang nantinya akan dijawab di web-site itu juga. Dokumen
penawaran pun dimasukkan secara online dengan caraupload.
b. Persaingan yang sehat dan nondiskriminatif
Praktek dalam e-Proc memicu persaingan yang sehat dan nondiskriminatif.Hal ini mendukung
terciptanya iklim investasi nasional yang kondusif. Dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
yang lebih transparan, fair dan partisipatif akan mendukung persaingan usaha yang semakin sehat di
setiap wilayah. Tidak ada pengaturan pemenang lelang serta hilangnya sistem arisan antar pelaku
usaha, pelaku usaha yang besar tidak dapat menekan pelaku usaha kecil untuk tidak berpartisipasi
dalam tender, serta pelaku usaha di semua tingkatan tidak dapat menekan lembaga pemerintah untuk
memenangkannya dalam tender. Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan,
akuntabel, dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang dan jasa. Pelaku
usaha yang unggul dalam melakukan efisiensi terhadap seluruh aktifitas operasional usahanya akan
mendapatkan keunggulan kompetitif. E-Procjuga mampu memberikan peluang kerja dan usaha bagi
UKM dan pelaku bisnis lokal sehingga pasar menjadi hidup.
c. Transparan dan akuntabel
Transparansi memberikan jaminan pada masyarakat melalui persebaran informasi kebijakan
sehingga memudahkan masyarakat dan stakeholdersuntuk melakukan kontrol atas penyelenggaraan
pemerintahan. Semangat awal dibangunnya e-procurement adalah untuk membangun transparansi dan
menutup celah terjadinya macam-macam penyelewengan.Sistem ini telah mengurangi peran pihak-
pihak yang terlibat dalam penerimaan, pencatatan, maupun pendistribusian persyaratan administrasi
lelang yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kolusi.Melalui e-procurement, rekanan tidak
perlu datang berkali-kali, karena semua bisa diakses melalui internet.Rekanan yang datang harus
menunjukkan berkas-berkas asli untuk dicocokkan dengan yang sudah dikirim lewat internet.Sistem
ini dapat mengurangi tatap muka antara rekanan dan panitia lelang sehingga kecurigaan terjadinya
kecurangan dapat dihindari.Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel,
dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang dan jasa.
d. LebihAman
E-Proc mampu menjaga faktor kerahasiaan dokumen penawaran antar vendor/penyedia
barang jasa.Proses digitalisasi e-procurement juga ditekankan pada keamanan data yang mengacu
pada confidentiality, integrity, aviliability, authenticatication, non repudiation dan access control. File
yang telah terenkripsi tidak akan bisa dibuka sebelumtanggal yang ditetapkan terlebih lagi jika kunci
harus dibuka oleh lebih satu orang panitia.
Kelemahan menggunakan e-Procurement
Kelemahan dari lelang dengan sistem on-lineini terletak pada server yang down dan website
yang tidak bisa diakses dalam waktu sekian jam.Jika hal ini terjadi, peserta tender bisa gagal
melakukan upload dokumen penawaran karena telah melewati batas waktu yang telah
ditentukan.Kelemahan lainnya adalah saat aanwidzing, tidak semua pertanyaan peserta tender
mendapat jawaban dari panitia lelang, sehingga adakalanya peserta lelang tidak melengkapi
persyaratan lelang dan berakibat panitia menggugurkan peserta lelang.Kelemahan lainya adalah sistem
tidak bisa mendeteksi kualitas dari suatu barang yang ditawarkan hanya berdasarkan harga penawaran,
sehingga kualitas barang yang diberikan/dihasilkan tidak sepenuhnya memuaskan.
Pelaksanaan Teknis e-Procurement
Tahap implementasi teknis e-Proc merupakan tahapan proses pengadaan secara elektronik
yang telah dioperasionalkan oleh LPSE di wilayah kerja masing-masing, sesuai mekanisme dan
prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses implementasi e-Proc. Pedoman umum dalam teknis pelaksanaan e-Proc antara lain:
1. Operasionalisasi layanan on-linebagi penyedia barang/jasa memerlukan panduan dalam
mengikuti tahapan lelang on-linedibantu dalam bentuk layanan Integrated Help Desk.
2. Bekerjasama dengan kelompok penyedia barang/jasa golongan ekonomi lemah/perusahaan kecil
membangun Pusat layanan data e-Proc, sehingga akses perusahaan kecil untuk mengikuti
pelaksanaan e-Proc tersedia dengan mudah.
3. Melakukan koordinasi dengan stakeholders dalam hal ini asosiasi penyedia barang/jasa maupun
lembaga penyedia barang/jasa konstruksi nasional dan daerah.
4. Pelaksanaan lelang dikoordinasikan oleh LPSE.
5. Satuan kerja mandiri menetapkan paket pekerjaan yang akan dilelang dan dilaksanakan secara e-
Proc dengan memanfaatkan portal tersebut. Seluruh dokumen pengadaan barang/jasa diinput ke
dalam portal tersebut.
6. Paket pekerjaan yang dilelang diumumkan olehmasing-masing unit Satuan Kerja.
7. Penyedia barang/jasamelakukan registrasi pada portal resmi e-Proc dengan menyertakan alamat
e-mail dan NPWP perusahaan. Portal akan menjawab secara otomatis melalui e-mail yang sudah
dimasukan dan member password.
8. Password berfungsi untuk kunci pembuka bagi usermengikuti proses lelang selanjutnya (mengisi
data kualifikasi dan paket pekerjaan yang diminati) sebagai salah satu fungsi kemanan data dalam
proses lelang.
9. Penyedia barang/jasa sebelum Aanwijzing dapat men-download dokumen pengadaan barang/jasa.
10. Penyedia barang/jasa memilih paket pekerjaan yang ditawarkan sesuai dengan kualifikasi yang
dimiliki dan selanjutnya mengajukan penawaran harga yang secara otomatis dienkripsi oleh
software portal.
11. Pembukaan dokumen penawaran hanya dapat dibuka oleh Panitia Lelang masing-masing unit
satuan kerja sesuai setting waktu pembukaan sampul disitus e-Proc yang selanjutnya mengadakan
evaluasi untuk menentukan pemenang lelang.
12. Seluruh peserta lelang dan masyarakaat dapat melihat hasil evaluasi atas penawaran yang telah
dilakukan pada portal e-Proc tersebut.
Pelaku e-Procurement dan Aktivitasnya
Ada beberapa pihak yang ikut terlibat dalam proses pelaksanaan lelang, pihak tersebut antara lain:
1. Publik, adalah badan usaha/perusahan yang berminat untuk menjadi peserta lelang.
2. PPE (Pusat Pelayanan Elektronik) yaitu pejabat yang bertugas untuk mengangani pendaftaran
publik menjadi rekanan.
3. Certificate Agent (CA): bertugas untuk memberikan jaminan keamanan baik kepada rekanan
maupun panitia.CA juga memberikan kepastikan kepada rekanan bahwa dokumen penawaran
yang dikirimkannya tidak dapat dibuka oleh panitia sebelum tanggal yang ditentukan.
4. Agency: institusi yang ikut dalam LPSE Nasional (misalnya kementerian negara, pemerintah
propinsi).
5. Verifikator: Merupakan pejabat yang bertugas untuk menangani pendaftaran publik menjadi
rekanan.
6. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan) adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan barang/jasa.
7. Panitia, adalah tim yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa
di setiap instansi yang akan melakukan pengadaan barang/jasa. Tugas-tugasnya antara lain:
menyusun lelang dan upload dokumen lelang; meminta persetujuan PPK atas klasifikasi lelang;
melakukan Aanwijzing; membuat Addendum (jika ada revisi dokumen lelang);men-download
dokumen lelang;melakukan evaluasi dokumen penawaran; mengusulkan calon pemenang.
8. Rekanan/Penyedia Barang dan jasa adalah peserta lelang yang ikut berpartisipasi sebagai peserta
lelang. Tugasnya: melakukan registrasi; mengirim kualifikasi perusahaan; mendaftar lelang dan
mendownload dokumen lelang; mengirim pertanyaan (jika perlu saat aanwijzing); upload
dokumen penawaran; memberi sanggahan jika perlu.
Alur Proses e-Procurement
Secara umum, alur proses aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terbagi
menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Pendaftaran rekanan. Untuk dapat mengikuti lelang melalui aplikasi LPSE, terlebih dahulu
perusahaan harus mendaftar untuk menjadi rekanan. Proses pendaftaran untuk menjadi rekanan
ini melibatkan Publik (perusahaan yang akan menjadi rekanan), PPE (Pejabat Proses Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah secara Elektronik), dan Certificate Agent.
2. Persiapan lelang. Terdapat kegiatan pembentukan panitia lelang, pembuatan lelang, dan
pengumuman lelang kepada rekanan melalui aplikasi LPSE. Persiapan lelangmelibatkanAgency,
Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK)
3. Lelang. Proses lelang dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:
a. Pascakualifikasi yaitu lelang metode pascakualifikasi dengan satu file melibatkan Rekanan,
Pantitia, dan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Alur proses
lelang metode pascakualifikasi dengan satu file.
b. Prakualifikasi dengan Dua File.Lelang metode prakualifikasi dengan dua file melibatkan
Rekanan, Pantitia, dan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Alur
proses lelang metode prakualifikasi dengan dua file.
c. Prakualifikasi dengan Dua Tahap.Lelang metode prakualifikasi dengan dua tahap melibatkan
Rekanan, Pantitia, dan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK). Alur
proses lelang metode prakualifikasi dengan dua tahap.
Pilot Projecte-Proc dimulai tahun 2008, bekerjasama antara Bappenas dan USAID di 5
wilayah, yakni Jabar, Jatim, Gorontalo, Kalteng dan Sumbar. Selanjutnya, ditahun yang sama (2008)
dilaksanakan kerjasama antara Bappenas cq. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dengan kemitraan (Partnership) mengembangkan e-Proc di 3 wilayah, yaitu Kepulauan
Riau, Provinsi DIY dan Kota Makasar. Sampai saat ini (November 2011)e-procurement sudah
dilaksankan di 32 propinsi, dengan jumlah LPSE sebanyak 293 di 594 instansi, meliputi instansi pusat,
propinsi, universitas, kabupaten dan kota.
Kesimpulan
Secara garis besar, kunci pelaksanaan e-Proc pengadaan barang dan jasa di Indonesia
ditentukan hal-hal antara lain:
1. Komitmen yang kuat dari semua pihak terutama para kepala daerah dan pejabat teras untuk
menciptakan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah yang lebih menyejahterakan
bangsa serta efisien melalui pelelangan secara on-line. Selain menghasilkan pekerjaan yang lebih
berkualitas, lelang secara on-linejuga diharapkan mengurangi kebocoran anggaran.
2. Dukungan pengawasan dari lembaga legistlatif (DPR/DDPRD) agar komitmen pimpinan
pusat/daerah dalam mengadopsi LPSE dapat berjalan dengan lancar. Dukungan yang paling
penting tentu adalah kesiapan legislatif dalam mengawasi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
dengan LPSE serta memberikan sanksi bagi oknum yangterlibat dalam praktik percaloan tender.
3. Dukungan SDM yang memiliki kapasitas untuk dapat menjadi pelopor dalam menginisiasi adopsi
LPSE di daerah.
4. Payung hukum yang jelas untuk membentuk LPSE. Keberadaan LPSE akan menimbulkan
implikasi keuangan publik yaitu: untuk pengadaan teknologi, membentuk working group ataupun
struktur organisasi yang baru dan berdampak luas pada masyarakat.
5. Kesiapan infrastruktur dan teknis teknologi yang memadai agar LPSE dapat berjalan dengan baik.
6. Sosialisasi kepada vendor agar mereka memiliki pemahaman yang sama tentang LPSE dan
kapasitas teknis untuk dapat mengikuti LPSE
Daftar Pustaka
Afriani, Karin dan Fathul Wahid. 2009. Dampak e-government pada Good Governance: Temuan
Empiris dari Kota Jambi. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI
2009).Yogyakarta.
Hyman, N. David, Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, 8-edition, United
States of America: South-Western, 2005.
LKPP.2010. Modul 1 Pengantar Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia. Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. http://www.lkpp.go.id
Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik, Edisi Ketiga, Yogyakarta: BPFE,
Presiden RI. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 tahun 2010. Pengadaan barang/
Jasa Pemerintah.
Purwanto, Erwan Agus, dkk (2008), E-Procurement di Indonesia. Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Ruki, Taufiequrrahman. 2006. Pengadaan Barang/ Jasa untuk kepentingan Pemerintah. Pidato
Pembukaan Seminar Pengadaan Barang/ Jasa yang diselenggarakan oleh KPK dan KPPU.
Wihandono, Basuki Edi. 2004. Transparansi Lelang Proyek sebagai Sarana Menuju Good
Governance. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang.