0% found this document useful (0 votes)
38 views18 pages

Pengaruh Metode Isolasi Terhadap Sifat Karakterisasi Kitosan

This document summarizes a study on the effect of isolation methods on the characterization properties of chitosan. Three types of chitosans (DPMA, DMA, DPA) were isolated from crab shell waste using different isolation steps. The chitosans were characterized based on their deacetylation degree, viscosity, water and ash content, and calcium mineral content. The results showed differences in the characterization properties of the three chitosan types based on the isolation steps used. Removing the deproteinization step or demineralization step in the isolation process impacted the characterization properties of the resulting chitosan.

Uploaded by

wiwin
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
38 views18 pages

Pengaruh Metode Isolasi Terhadap Sifat Karakterisasi Kitosan

This document summarizes a study on the effect of isolation methods on the characterization properties of chitosan. Three types of chitosans (DPMA, DMA, DPA) were isolated from crab shell waste using different isolation steps. The chitosans were characterized based on their deacetylation degree, viscosity, water and ash content, and calcium mineral content. The results showed differences in the characterization properties of the three chitosan types based on the isolation steps used. Removing the deproteinization step or demineralization step in the isolation process impacted the characterization properties of the resulting chitosan.

Uploaded by

wiwin
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 18

Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

PENGARUH METODE ISOLASI TERHADAP SIFAT


KARAKTERISASI KITOSAN

Agung Nugroho Catur Saputro1, Indriana Kartini2, &Sutarno3


1
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta
2,3
Lab. Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta
Email : anc_saputro@yahoo.co.id

ABSTRACT
Three type of chitosans are DPMA, DMA and DPA were isolated
from crab shell waste. The purpose of this study are : 1). To produce
chitosan from crab shell waste with good quality, 2). To study the effect
of reduction deproteination step in sintesis chitosan process through
characteristic chitosan properties, 3). To study the effect of reduction
demineralization step in sintesis chitosan process through characteristic
of chitosan properties. Deproteination step was done with NaOH 4%
solution, demineralization step was done with HCl 1 M solution, and
deasetilation step was done with NaOH 50% solution. The
characterization of chitosan consist of deasetilation degree value (DD)
with base line method, viscosity, water composition, ashes composition,
and Ca mineral composition. The result of study shown that IR spectra of
chitosan DMA similarity with spectra of chitosan DPMA, and spectra of
chitosan DPA is different with them. The deasetilation degree value of
chitosan DPMA = DPMA = 86,59%, DMA = 92,09%, DPA = 81,26%,
viscosity of chitosan DPMA = 96,33 cps, DMA = 89,67 cps, DPA =
89,67 cps, water content of chitosan DPMA = 7,425%, DMA = 11,67%,
DPA = 3,375%, ashes content of chitosan DPMA = nihil, DMA =
1,60%, DPA = 46,85%, and Ca mineral content of chitosan DPMA =
0,1215%, DMA = 1,0715%, dan DPA = 14,6235%.

Key word : chitosan preparation, method variation, characterization,


DPMA, DMA, DPA.

PENDAHULUAN
Kitosan adalah senyawa produk deasetilasi dari kitin yang
merupakan biopolymer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa.
Setiap tahun sekitar 100 milyar ton kitin diproduksi di permukaan bumi
ini oleh krustasea, kerang,rajungan, serangga, jamur dan organisme
lainnya. Sebagai Negara maritim, Indonesia sangat berpotensi
menghasilkan kitin dan produk turunannya. Kitosan yang ada di pasar
Indonesia saat ini berasal dari Korea Selatan, India, Jepang, USA, dan

406 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

Negara maju lainnya dengan harga kitosan minimum per kg US$ 20-25,
sedangkan untuk harga kitin minimum per kg antara US$ 6.50-9
(http://Ic.bppt.go.id/iptek)
Kitosan dapat dikarakterisasi dengan sifat intrinsik (kemurnian,
berat molekul, viskositas, dan derajat deasetilasi ) dan bentuk fisik. Lebih
lanjut, kualitas dan sifat kitosan mungkin bervariasi karena banyak faktor
dalam proses preparasi yang dapat mempengaruhi karakteristik produk
kitosan akhir. Kitosan secara komersial dijual dengan variasi grade
kemurnian, berat molekul dan derajat deasetilasi. Dilaporkan bahwa
derajat deasetilasi merupakan salah satu faktor penting dalam
karakterisasi kitosan, yang mempengaruhi kinerja kitosan dalam berbagai
aplikasi (Khan, 2002). Derajat deasetilasi merupakan salah satu
karakteristik penting yang dapat mempengaruhi kinerja (performance)
kitosan dalam banyak aplikasi (Khan, 2002). Derajat deasetilasi yang
menggambarkan kandungan gugus amina bebas dalam polisakarida dapat
digunakan untuk membedakan antara kitin dengan kitosan. Jika
polisakarida mempunyai derajat deasetilasi kurang dari 75% maka
dikategorikan sebagai kitin sedangkan jika lebih besar dari 75% maka
dikategorikan sebagai kitosan (Khan, 2002). Kwon T .Hwang et al.
(2002) dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM)
untuk mengontrol MW dan DD kitosan pada proses kimia. Dia
menemukan bahwa MW kitosan bergantung kepada crossproduct
Temperatur dan konsentrasi NaOH dan crossproduct konsentrasi NaOH
dan waktu. DD berbanding lurus dengan temperature dsan konsentrasi
NaOH. Kitosan terdepolimerisasi secara lebar pada range MW 1.100 kDa
– 100 kDa dan DD sebesar 67.3 – 95.7 dengn perlakukan NaOH akali
naik secara drastis . MW turun dan DD naik secara drastic seiring dengan
kenaikan temperature, waktu reaksi dan konsentrasi NaOH. Laju
penurunan MW dan kenaikan DD secara global turun dengan
penambahan waktu Retension (Kwon T, 2002).
Proses sintesis kitosan melibatkan tahap deproteinasi
(penghilangan protein) dengan basa kuat konsentrasi rendah,
demineralisasi (penghilangan mineral) dengan asam kuat konsentrasi
rendah, dan deasetilasi (pemutusan gugus asetil) dengan basa kuat
konsentrasi tinggi. Proses deproteinasi dan deasetilasi menggunakan basa

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 407


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

kuat yang sama hanya berbeda konsentrasi, berarti kedua proses ini
merupakan pemborosan bahan kimia basa kuat. Maka perlu diteliti
apakah penhilangan tahap deproteinasi dalam proses sintesis kitosan
mampu menghasilkan kitosan yang mutunya tetap baik agar dapat
dilakukan penghematan penggunaan basa kuat. Di samping itu karena
mutu dan sifat kitosan juga dipengaruhi oleh sumber bahan baku dan
metode preparasinya, maka juga perlu diteliti apakah penghilangan tahap
demineralisasi dalam proses sintesis kitosan juga akan menghasilkan
kitosan dengan mutu yang baik juga.
Oleh karena itu, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan kitosan dari limbah cangkang kepiting dengan mutu
yang baik
2. Mengkaji efek penghilangan tahap deproteinasi dalam proses sintesis
kitosan terhadap sifat karakterisasi kitosan
3. Mengkaji efek penghilangan tahap demineralisasi dalam proses
sintesis kitosan terhadap sifat karakterisasi kitosan

BAHAN DAN METODE EKSPERIMEN


Bahan : Kitosan diisolasi dari limbah cangkang kepiting dari daerah
tarakan, Kalimantan. Bahan kimia yang dipakai untuk sintesis kitosan
adalah NaOH (Merk), HCl (Merk), aquades (Lab Kimia Analitik FMIPA
UGM).
Metode :
Isolasi kitosan dari limbah cangkang kepiting dari daerah tarakan secara
umum dilakukan melalui 4 tahap perlakukan, yaitu persiapan,
deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi.

Tahap persiapan dilakukan dengan mencuci dan membersihkan limbah


cangkang kepiting yang diperoleh dari restoran seafood dari sisa-sisa
daging yang masih menempel pada cangkang, bahkan kalau perlu dengan
menggunakan sikat. Setelah sisa-sisa dagingnya bersih, cangkang
kemudian dibilas dengan air bersih kemudian dijemur di bawah terik
sinar matahari sampai kering. Setelah cangkang kepiting kering,
kemudian dilakukan penggerusan dengan menggunakan blender dan

408 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

disaring sampai diperoleh serbuk cangkang kepiting yang lolos ayakan


100 mesh (150 µm).

Tahap deproteinasi, menggunakan larutan NaOH konsentrasi rendah.


Pada penelitian ini digunakan larutan NaOH 4% dengan perbandingan
berat serbuk cangkang dengan volume larutan NaOH adalah 1 : 10 (b/v).
Proses penghilangan protein ini disebut tahap deproteinasi. Tahap
deproteinasi dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat refluks dan
dilakukan pada suhu 80oC selama 1 jam.

Tahap demineralisasi menggunakan larutan asam klorida, HCl 1 M


dengan perbandingan berat sampel dengan volume larutan HCl adalah 1 :
15 (b/v) selama 3 jam pengadukan pada suhu kamar. Serbuk cangkang
kepiting yang telah melalui tahap perlakukan deproteinasi dan
demineralisasi selanjutnya dikenal dengan sebutan kitin.

Kitin yang telah diperoleh kemudian dilakukan tahap deasetilasi


dengan menggunakan larutan NaOH 50% b/v dengan perbandingan
kitosan : larutan NaOH 50% adalah 1 : 15. Tahap deasetilasi dilakukan
pada suhu 100oC selama 2 jam pengadukan dengan menggunakan
magnetic stirer. Tahap deasetilasi ini juga dilakukan dengan
menggunakan alat refluks.
Pada penelitian ini, kitosan yang diperoleh dibedakan menjadi tiga
tipe berdasarkan tahap-tahap isolasinya, yaitu kitosan tipe DPMA, DMA,
dan DPA. Kitosan yang diperoleh dengan perlakukan tahap deproteinasi,
demineralisasi dan deasetilasi selanjutnya dinamakan kitosan tipe DPMA,
sedangkan yang hanya melalui tahap demineralisasi dan deasetilasi
dinamakan kitosan tipe DMA, dan kitosan yang hanya melalui tahap
deproteinasi dan deasetilasi dinamakan kitosan tipe DPA.
Kitosan yang diperoleh dengan tahap-tahap perlakukan yang
berbeda tersebut selanjutnya dilakukan uji karakterisasi untuk
membandingkan perbedaan sifat fisik dan kimia masing-masing ketiga
tipe kitosan yang nantinya akan menentukan mutu dari kitosan tersebut.

Uji Karakterisasi. Spektra IR kitosan diperoleh dengan menggunakan


Spektrofotometer infra merah Shimadzu FTIR-8201 PC. Pengukuran

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 409


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

viskositas kitosan menggunakan viskometer Brookfield (Model LV-2,


ISO 9002 Certified). Spindel yang digunakan adalah spindel 2 dengan
kecepatan 30 rpm. Nilai kekentalan kitosan dihitung dengan persamaan
berikut :
Viskositas (cPs atau mPas) = nilai terukur x faktor konversi
Faktor konversi untuk spindle 2 dan kecepatan 30 rpm adalah 10.
Larutan kitosan untuk pengukuran viskositas dibuat dengan cara
melarutkan serbuk kitosan dalam larutan CH3COOH 0,1 M dan larutan
NaCl 0,2 M. Uji kadar air dan kadar abu secara gravimetric. Uji kadar Ca
dengan menggunakan instrument AAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Mutu kitosan dapat ditentukan oleh jenis dan mutu bahan baku,
kondisi proses, dan perlakukan selama penyimpanan. Lab. Protan (1987)
dalam Dewi,A.S dan Fawzya, Y.N (2006) menetapkan standar mutu
kitosan seperti pada Tabel 1. Dalam penelitian ini standar mutu kitosan
dari Lab. Protan dipergunakan sebagai referensi penentuan mutu kitosan
hasil sintesis.
Tabel 1. Standar Mutu Kitosan
Parameter Nilai
1. Ukuran partikel Serpihan atau serbuk
2. Kadar air ≤10%
3. Kadar abu ≤ 2%
4. Warna larutan Jernih
5. Derajat deasetilasi ≥ 70%
6. Viskositas
• Rendah < 200
• Sedang 200 – 799
• Tinggi 800 – 2000
• Sangat tinggi > 2000
Sumber : Lab Protan (1987)

Kitosan DPMA, DMA, dan DPA yang diperoleh dari sintesis


dilakukan uji karakterisasi untuk mengetahui sifat-sifat dan mutunya. Uji
karakterisasi kitosan hasil sintesis ini meliputi : analisis spektra IR,
penentuan harga derajat deasetilasi (DD) dengan metode base line,
viskositas, kadar air, kadar abu, kadar Ca.

410 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

a. Perbandingan Spektra IR kitosan


Berdasarkan Gambar 1 di atas, tampak bahwa spektra IR antara
kitosan DPMA yang diproses dengan tahap-tahap lengkap (deproteinasi,
demineralisasi, dan deasetilasi) mempunyai bentuk spektra yang mirip
dengan spektra IR kitosan DMA, sedangkan kitosan DPA mempunyai
bentuk spektra yang berbeda.

Gambar 1. Spektra IR Kitosan DPMA (A), DMA (B), dan DPA (C)
Kemiripan bentuk spektra IR antara kitosan DPMA dengan DMA
menunjukkan kalau kedua tipe kitosan tersebut mempunyai struktur yang
sama sama karena gugus-gugus fungsinya sama sehingga dapat
diperkirakan sifat kitosan DMA mirip dengan sifat kitosan DPMA. Hal
ini berarti penghilangan tahap deproteinasi tidak merubah struktur kimia
dari kitosan yang dihasilkan sehingga dapat menjadi alternative dalam
proses sintesis kitosan tanpa melalui tahap deproteinasi sehingga dapat
menghemat pemakaian NaOH. Dalam rangka penghematan penggunaan
NaOH dalam proses sintesis kitosan, penelitian Dewi,A.S dan Fawzya,
Y.N (2006) menyimpulkan bahwa penggunaan larutan NaOH berulang
relatif tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat kitosan. Atas dasar dua hasil
penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa untuk penghematan
penggunaan NaOH dalam proses sintesis kitosan dapat menggunakan dua
cara alternative, yaitu tanpa melalui tahap deproteinasi atau penggunaan
NaOH secara berulang.
Sedangkan spektra IR kitosan DPA berbeda dengan spektra IR
kitosan DPMA menunjukkan bahwa kitosan DPA mempunyai struktur
kimia yang berbeda sehingga diperkirakan juga akan mempunyai sifat
yang berbeda dengan sifat kitosan DPMA.

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 411


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

b. Penentuan Derajat deasetilasi (DD)


Derajat deasetilasi menyatakan persentase gugus asetil yang telah
dihilangkan dari kitin. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukkan
bahwa kitosan yang dihasilkan murni. Konsentrasi basa kuat yang tinggi
dalam proses deasetilasi dapat meningkatkan derajat deasetilasi dan
memecah rantai molekul kitosan. Akibatnya, berat molekul dan viskositas
kitosan menurun sedangkan kelarutannya meningkat. Proses deasetilasi
ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi deasetilasi kitin

Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi (DD) kitosan


bergantung pada metode analisis yang digunakan. Derajat deasetilasi
kitosan dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu spektra IR
(Yanming, D.et al. 2001., Velde, K.V dan Kiekens, P. 2004), spektra
NMR (Lavertu, M. et al. 2003., Velde, K.V dan Kiekens,P. 2004),
pirolisis-kromatografi gas (Sato, H. et al. 1998), titrasi pH-potensiometri
(Balazs, N & Sipos, P. 2006), spektrofotometri UV (Tan, S.C. et al.
1998), dan difraktogram XRD (Zhang,Y. et al. 2005).
Pada penelitian ini derajat deasetilasi (DD) kitosan ditentukan
berdasarkan spektra IR dengan metode base line. Metode penentuan
derajat deasetilasi (DD) dengan menggunakan spektroskopi IR
mempunyai kelebihan, yaitu pengukuran relatif cepat dan tidak
memerlukan pelarutan sample kitosan dalam pelarut cair (Baxter et al.
1992; Sabnis & Block 1997 dalam Khan et al. 2002). Dalam penentuan
derajat deasetilasi (DD) dengan berdasarkan spektra IR, digunakan dua
base line sebagaimana diusulkan oleh Baxter dkk (Khan, 2002),
walaupun pemilihan base line masih diperdebatkan, khususnya ketika

412 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

range sample tidak diketahui (unknown) (Tan,S.C. 1998). Berdasarkan


perhitungan diperoleh harga DD seperti pada Tabel 2.
Berdasarkan nilai DD berbagai tipe kitosan di atas, maka tampak
bahwa kitosan DMA memiliki nilai derajat deasetilasi paling besar yaitu
92,0971%. Kitosan tipe DPMA memiliki nilai DD sekitar 5,5 poin di
bawah DMA yaitu sebesar 86,5929%, sedangkan nilai DD paling kecil
dimiliki oleh kitosan tipe DPA sebesar 81,2658%. Jika dibandingkan
dengan standar mutu kitosan yang ditetapkan oleh Lab. Protan (1987),
maka ketiga tipe kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini termasuk
kategori besar, karena rata-rata di atas 70% sebagaimana ditetapkan oleh
Lab. Protan. Kitosan dengan derajat deasetilasi besar menunjukkan
semakin banyaknya gugus asetil kitin yang diubah menjadi gugus amino.

Tabel 2 Harga Derajat Deasetilasi Kitosan berdasarkan metode base line (b)
No Tipe Kitosan Nilai DD (%)
1 DPMA 86,5929
2 DMA 92,0971
3 DPA 81,2658

Menurut Maghami & Robert (1988) serta Gummow & Robert


(1985) dalam Ariyanti S.D. & Yusro N.F. (2006), derajat deasetilasi
kitosan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia serta aktivitas biologis
kitosan. Sifat kitosan sangat dipengaruhi oleh derajat deasetilasi (DD),
yang merupakan salah satu parameter penting dalam struktur kitosan
(Dong Yanming. et al., 2001).

Efek Penghilangan Tahap Deproteinasi terhadap Derajat


DeasetilasiKitosan. Berdasarkan perbandingan nilai derajat deasetilasi
(DD) kitosan tipe DPMA dengan kitosan tipe DMA sebagaimana tampak
pada Tabel 2, maka terlihat jelas bahwa kitosan tipe DMA memiliki
harga DD yang lebih besar daripada kitosan tipe DPMA, yaitu DD
kitosan DMA = 92,0971% dan DD kitosan DPMA = 86,5929%. Hal ini
sesuai dengan analisis spektra IR antara kitosan tipe DPMA dengan
DMA, yang menghasilkan kesimpulan bahwa spektra IR kitosan tipe
DPMA mirip dengan DMA hanya perbedaannya berada pada besarnya
intensitas puncak-puncak serapan. Intensitas puncak-puncak serapan pada

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 413


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

spektra IR kitosan tipe DMA lebih besar daripada DPMA, maka


diperkirakan kitosan tipe DMA akan memiliki harga derajat deasetilasi
yang lebih besar daripada kitosan tipe DPMA. Perkiraan ini ternyata
benar bahwa kitosan tipe DMA memiliki harga DD yang lebih besar
daripada DPMA. Dengan kata lain, penghilangan tahap deproteinasi pada
proses isolasi kitosan dari limbah cangkang kepiting dapat menghasilkan
kitosan yang memiliki harga DD lebih besar daripada kitosan yang
diperoleh melalui proses isolasi meliputi tahap deproteinasi,
demineralisasi, dan deasetilasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
penghilangan tahap deproteinasi pada proses isolasi kitosan dari
cangkang kepiting tidak mengurangi mutu kitosan yang dihasilkan,
bahkan lebih baik jika dilihat dari parameter harga DD.Data harga DD
kitosan tipe DMA dan DPMA ini juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan
penghematan pemakaian larutan NaOH, karena ternyata tanpa melalui
tahap deproteinasi yang berarti menghemat pemakaian larutan NaOH
ternyata harga DD kitosan yang dihasilkan tidak turun bahkan meningkat.
Sejalan dengan upaya penghematan penggunaan larutan NaOH dalam
proses isolasi kitosan, Ariyanti S.D & Yusro N.F (2006) melaporkan
bahwa penggunaan berulang larutan NaOH dalam proses deasetilasi kitin
menjadi kitosan relatif tidak mempengaruhi harga DD.

Efek Penghilangan Tahap Demineralisasi terhadap Derajat


Deasetilasi Kitosan. Harga derajat deasetilasi (DD) kitosan tipe DPA
ternyata lebih kecil dibandingkan dengan harga DD kitosan tipe DPMA,
walaupun selisihnya hanya sekitar 5,3 poin. Hal ini menunjukkan bahwa
penghilangan tahap demineralisasi pada proses isolasi kitosan dari
cangkang kepiting dapat mengakibatkan penurunan harga DD. Selain
lebih rendahnya harga DD kitosan tipe DPA dibandingkan DPMA,
kemungkinan juga sifat-sifat fisika dan kimia serta aktivitas biologisnya
juga berbeda karena jika dilihat dari spektra IRnya ternyata kitosan tipe
DPA memiliki spektra IR yang paling berbeda dibandingkan dengan
kitosan tipe DPMA dan DMA

c. Viskositas

414 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

Viskositas atau kekentalan merupakan salah satu sifat karakterisasi


dari polimer. Larutan kitosan merupakan senyawa kimia berupa rantai-
rantai polimer yang mempunyai viskositas tinggi. Informasi mengenai
viskositas kitosan berhubungan dengan aplikasinya. Dalam bidang
farmasi diperlukan kitosan dengan viskositas rendah, sedangkan untuk
keperluan pengental atau pengeras bahan makanan diperlukan kitosan
dengan viskositas tinggi.
Viskositas larutan kitosan dalam larutan asam asetat 3% dengan
berbagai konsentrasi hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Viskositas Kitosan


No Kitosan Viskositas (cPs)
1 DPMA 96,33
2 DMA 89,67
3 DPA 97,75

Viskositas ketiga larutan kitosan dalam larutan asam asetat 3%


dalam berbagai konsentrasi tersebut berkisar antara 89,67 – 97,75 cPs.
Nilai viskositas ini termasuk dalam kategori viskositas rendah (Lab.
Protan 1987).
Viskositas larutan kitosan selanjutnya dapat digunakan untuk
menghitung berat molekul (Molecular Weight, MW) kitosan. Rinaudo &
Domand (1989) dalam Ariyanti S.D & Yusro N. F (2006) menyatakan
bahwa viskositas kitosan berbanding lurus dengan berat molekulnya.
Kitosan dengan berat molekul tinggi mempunyai viskositas yang tinggi
pula, begitu pula sebaliknya.

Efek Penghilangan Tahap Deproteinasi terhadap Viskositas Kitosan.


Berdasarkan data viskositas larutan kitosan pada Tabel 3 di atas, jika
dilihat pada kitosan DPMA dan DMA, maka terlihat bahwa harga
viskositas larutan kitosan DPMA lebih besar daripada DMA (DPMA
(96,33 cPs) > DMA (89,67 cPs)). Hal ini menunjukkan bahwa
penghilangan tahap deproteinasi pada proses isolasi kitosan dapat
menurunkan viskositas larutan kitosan yang dihasilkannya. Atau dengan
kata lain kitosan yang diperoleh melalui tahap-tahap isolasi yang lengkap

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 415


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

(deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi) akan menyebabkan


viskositasnya menjadi lebih besar.
Viskositas merupakan ukuran kekentalan suatu fluida (cairan). Jika
suatu cairan polimer mempunyai viskositas yang lebih besar, maka
berarti cairan tersebut berisi polimer yang mempunyai rantai polimer
yang lebih panjang. Dalam kasus viskositas kitosan tipe DPMA yang
lebih besar daripada kitosan tipe DMA walaupun selisihnya cukup kecil,
menunjukkan kalau rantai polimer kitosan DPMA lebih panjang
dibandingkan rantai polimer kitosan tipe DMA. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan larutan NaOH 50% pada proses deasetilasi lebih
efektif memutuskan gugus asetil dari kitin DPMA. Sedangkan pada
proses deasetilasi kitin DMA, larutan NaOH 50% lebih cenderung
memotong rantai utama kitin sehingga menghasilkan kitosan DMA
dengan rantai polimer yang pendek dan berat molekul rendah.

Efek Penghilangan Tahap Demineralisasi terhadap Viskositas


Kitosan. Berdasarkan data viskositas larutan kitosan pada Tabel 3 di atas,
jika dilihat pada kitosan DPMA dan DPA, maka terlihat bahwa harga
viskositas rata-rata larutan kitosan DPMA lebih kecil daripada DPA
(DPMA (96,33 cPs) < DPA (97,75 cPs)). Hal ini menunjukkan bahwa
penghilangan tahap demineralisasi pada proses isolasi kitosan dapat
menaikkan viskositas larutan kitosan yang dihasilkannya. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Nadarajah,K (2005) bahwa viskositas kitosan
mengalami pengurangan seiring dengan bertambahnya waktu proses
demineralization.
Viskositas kitosan tipe DPA yang lebih tinggi dibandingkan
kitosan tipe DPMA menunjukkan bahwa penggunaan larutan NaOH 50%
pada proses deasetilasi lebih efektif dalam memotong gugus asetil dari
kitin. Akibatnya, kitosan yang dihasilkan memiliki rantai polimer yang
cukup panjang dan mempunyai berat molekul cukup tinggi.

d. Kadar Air
Pengujian kadar air dari kitosan tipe DPMA, DMA, dan DPA
bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan air yang terhidrat
pada rantai kitosan, karena kitosan bersifat sangat higroskopis. Dengan

416 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

dilakukan uji kadar air, maka akan terlihat perbedaan sifat hidroskopis
dari masing-masing kitosan tersebut.
Kadar air yang terkandung di dalam serbuk kitosan dinyatakan
sebagai H2O yang terikat pada gugus-gugus fungsional polimer kitosan
terutama gugus amina (-NH2), N-asetil dan hidroksi (-OH) melalui ikatan
hidrogen. Hasil uji kadar air dari kitosan tipe DPMA, DMA, dan DPA
sebagaimana tersaji pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 di atas, tampak kitosan tipe DMA memiliki
kadar air yang paling tinggi, yaitu 11,67%. Hal itu dikarenakan kitosan
tipe DMA yang dalam proses isolasinya tidak melalui tahap deproteinasi
menyebabkan kandungan proteinnya masih banyak, dimana gugus
peptidanya sangat potensial mengikat H2O. Sedangkan kitosan tipe DPA
memiliki kadar air yang paling kecil, yaitu 3,735% kemungkinan
disebabkan karena masih adanya mineral-mineral logam yang berikatan
dengan gugus-gugus amina, N-asetil maupun hidroksil sehingga
menghalangi terjadinya ikatan hidrogen antara gugus-gugus fungsional
tersebut dengan air. Sementara itu kitosan tipe DPMA posisinya berada
di tengah-tengah antara DMA dan DPA, yaitu mempunyai kadar air
sebesar 7,425%. Kitosan tipe DPMA merupakan kitosan yang proses
isolasinya melalui tahap lengkap (deproteinasi, demineralisasi, dan
deasetilasi), sehingga besarnya kadar air kemungkinan disebabkan oleh
terjadinya ikatan hidrogen antara gugus-gugus amina (-NH2), N-asetil,
dan hidroksi (-OH) dengan molekul H2O.

Tabel 4. Uji Kadar Air Kitosan


No Tipe Kitosan Kadar Air (%)
1 DPMA 7,425
2 DMA 11,67
3 DPA 3,735

Hasil uji kadar air ini menunjukkan bahwa penghilangan tahap


deproteinasi pada isolasi kitosan dari cangkang kepiting menghasilkan
kitosan yang bersifat lebih hidroskopis karena terjadi ikatan hidrogen
antara molekul H2O dengan gugus-gugus amina (-NH2), N-asetil dan
hidroksi (-OH). Di samping itu kemungkinan juga terjadi ikatan hidrogen
antara molekul H2O dengan gugus peptide pada protein yang masih
terikat pada polimer kitosan tipe DMA. Sedangkan penghilangan tahap

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 417


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

demineralisasi pada isolasi kitosan menghasilkan kitosan yang sifat


higroskopisnya paling rendah karena kemungkinan keberadaan mineral-
mineral logam menghalangi gugus-gugus fungsional amina (-NH2), N-
asetil dan hidroksi (-OH) mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul-
molekul H2O.
Urutan besar kecilnya kadar air yang terkandung pada setiap tipe
kitosan yang diperoleh jika dikaitkan dengan spektra infra merah (spektra
IR), ternyata sesuai dengan urutan tinggi rendahnya intensitas puncak
serapan pada bilangan gelombang 3448,5 cm-1 yang merupakan puncak
serapan gugus –OH. Pada penelitian ini diperoleh urutan kadar air kitosan
adalah DMA (11,670%) > DPMA (7, 425%) > DPA (3,735%),
sedangkan urutan intensitas puncak serapan IR pada bilangan gelombang
3448,5 cm-1 dari kitosan yang diperoleh adalah DMA (24,497%) >
DPMA (18,095%) > DPA (13,184%). Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Brugnerotto et al (2001) yang mengamati spektra
IR dari kitosan basah dan kitosan kering. Brugnerotto et al (2001)
menyimpulkan bahwa kandungan air sampel kitosan tidak berpengaruh
pada pelebaran puncak serapan gugus –OH pada bilangan gelombang
3350 cm-1. Kesimpulan yang sama dengan kesimpulan Brugnerotto et al
(2001) juga pernah diungkapkan oleh Domszy dan Robert (1985) dalam
Brugnerotto et al (2001).
Perbedaan hasil penelitian ini dengan temuan Domszy dan Robert
(1985) dan Brugnerotto et al (2001) kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan sampel kitosannya. Pada penelitian ini sampel kitosannya
memang berbeda karena walaupun bahan dasarnya sama-sama dari
cangkang kepiting tarakan, tetapi proses isolasinya melalui tahap-tahap
yang berbeda. Jadi kitosan tipe DPMA, DMA, dan DPA memang berbeda
sifatnya. Sedangkan penelitian Domszy dan Robert (1985) dan
Brugnerotto et al (2001) menggunakan sampel kitosan yang sama, hanya
kondisi kadar airnya saja yang berbeda.

e. Kadar Abu
Abu merupakan indikasi dari komponen senyawa anorganik yang
terkandung dalam cangkang kepiting. Cangkang kepiting berisi kalsium
karbonat dan kalsium phasfat. Kadar abu dari kitosan dilakukan secara

418 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

gravimetri dengan pemanasan suhu 500-550oC. Kadar abu merupakan


ukuran keberhasilan proses demineralisasi pada pembuatan kitin.
Semakin rendah nilai kadar abu, tingkat kemurnian kitosan yang
dihasilkan semakin tinggi. Hasil dari uji kadar abu kitosan berbagai tipe
disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Abu Kitosan
No Tipe Kitosan Kadar Abu (%)
1 DPMA Nihil
2 DMA 1,60
3 DPA 46,85

Berdasarkan Tabel 5 di atas, terlihat bahwa kadar abu kitosan


DPMA nihil atau tidak terdeteksi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
terlalu sedikitnya kadar abu dari kitosan DPMA atau memang terlalu
sedikitnya sampel yang diuji. Dari perbandingan ketiga hasil uji kadar
abu, dapat diperkirakan kalau kitosan DPMA memiliki kadar abu paling
kecil, yaitu di bawah kadar abu kitosan tipe DMA. Karena selama proses
isolasinya kitosan DPMA melalui tahap penghilangan protein dan
mineral maka komponen senyawa anorganik yang masih terkandung
dalam kitosan DPMA paling sedikit. Atas dasar ini, maka diperkirakan
kadar abu kitosan tipe DPMA kurang dari 1,60%.
Walaupun uji kadar abu kitosan DPMA tidak memperoleh hasil,
kadar komponen senyawa anorganik yang terkandung dalam kitosan
masih dapat diketahui dari hasil uji kadar Ca. Dari uji kadar Ca akan
dapat diketahui persentase banyaknya senyawa anorganik, khususnya
senyawa-senyawa kalsium yang terkandung dalam kitosan.
Kadar abu terbesar dimiliki oleh kitosan tipe DPA sebesar 46,85%.
Hal ini menunjukkan bahwa kadar komponen senyawa anorganik,
terutama senyawa kalsium paling banyak dibandingkan kitosan lain.
Hasil ini dapat dimaklumi karena kitosan tipe DPA ketika proses
isolasinya tidak melalui tahap demineralisasi sehingga mineral-
mineralnya, terutama mineral kalsium tidak hilang.
Sedangkan kitosan tipe DMA memiliki kadar abu di posisi tengah-
tengah antara kitosan DPMA dan DPA yaitu sebesar 1,60%. Kitosan tipe
DMA memiliki kadar abu di atas kitosan DPMA dan di bawah kitosan
DPA menunjukkan kalau kadar komponen senyawa anorganik yang

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 419


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

terkandung dalam kitosan DMA masih ada walaupun jumlahnya relatif


kecil. Hal ini kemungkinan dikarenakan kitosan DMA tidak melalui
tahap penghilangan protein (deproteinasi) sehingga masih mengandung
protein dan protein-protein tersebut mengikat mineral-mineral anorganik,
terutama mineral kalsium. Walaupun telah dilakukan tahap
demineralisasi, mineral-mineral Ca tidak semuanya dapat hilang, karena
mineral-mineral yang terikat pada protein lebih sukar hilang
dibandingkan dengan yang tidak terikat pada protein. Jadi keberadaan
protein dalam kitosan DMA kemungkinan ikut andil dalam menyokong
besarnya kadar abu kitosan DMA.

f. Kadar Ca
Cangkang kepiting banyak mengandung mineral kalium, terutama
kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Oleh karena itu pengukuran kadar
mineral kalsium dalam kitosan perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa efektif tahap demineralisasi dalam menghilangkan mineral-
mineral dalam cangkang kepiting. Selain itu juga untuk melihat
bagaimana pengaruh penghilangan tahap demineralisasi terhadap
pengurangan kadar mineral Ca dalam kitosan yang diperoleh.
Secara teori, kitosan yang diperoleh melalui tahap demineralisasi
pasti memiliki kadar kalsium yang lebih rendah dibandingkan dengan
kitosan yang diperoleh tanpa tahap demineralisasi. Ternyata teori ini
benar karena fakta pada Tabel IV.xx membuktikan bahwa kitosan tipe
DPMA memiliki kadar Ca yang paling rendah yaitu sebesar 0,1215%.
Data kadar Ca kitosan DPMA sebesar 0,1215% dan merupakan kadar Ca
paling kecil dibandingkan dengan kitosan DMA dan DPA mendukung
dan memperkuat hasil uji kadar abu yang tidak terdeteksi, tetapi
diperkirakan memiliki kadar abu paling kecil. Ternyata perkiraan tersebut
benar karena hasil uji kadar Ca membuktikan hipotesis tersebut. Data ini
juga membuktikan bahwa tahap demineralisasi cangkang kepiting dengan
menggunakan larutan HCl 1 M pada suhu kamar belum sepenuhnya
mampu menghilangkan mineral-mineral yang ada dalam cangkang
kepiting karena ternyata mineral Ca masih ada walaupun kadarnya relatif
kecil.

420 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

Kitosan tipe DMA yang memiliki kadar Ca sebesar 1,0715% dan


menempati posisi di tengah-tengah antara kitosan DPMA dan DPA. Data
uji kadar Ca kitosan DMA ini yang menempati posisi tengah-tengah
ternyata juga sesuai dengan data uji kadar abu kitosan DMA. Fakta data
uji kadar Ca kitosan tipe DMA ini menunjukkan bahwa walaupun kitosan
tipe DPMA dan DMA sama-sama diperoleh melalui tahap demineralisasi,
ternyata kitosan tipe DPMA memiliki kadar Ca yang lebih rendah
daripada DMA. Hal ini menunjukkan bahwa penghilangan tahap
deproteinasi mampu mengurangi hilangnya mineral yang lepas saat
proses demineralisasi. Masih banyaknya kadar mineral Ca dalam kitosan
tipe DMA kemungkinan karena dalam kitosan ini masih mengandung
protein karena protein dalam kitosan ini tidak dihilangkan. Lebih sulitnya
sebagian mineral Ca lepas dari matrik polimer kitosan DMA
kemungkinan karena ada sebagian mineral Ca terikat pada struktur
protein, sehingga yang hilang pada saat demineralisasi hanya mineral-
mineral Ca yang tidak terikat pada struktur protein.
Kadar mineral Ca kitosan tipe DPMA lebih kecil daripada DMA
karena kandungan protein kitosan tipe DPMA lebih sedikit dibandingkan
DMA sehingga mineral Ca yang terikat pada protein juga sedikit
sehingga ketika dilakukan tahap demineralisasi mineral-mineral Ca yang
tidak terikat pada protein akan hilang. Jadi mineral Ca yang tidak terikat
pada protein pada kitosan tipe DPMA lebih banyak dibandingkan pada
kitosan tipe DMA sehingga mineral Ca yang lepas pada saat
demineralisasi pada kitosan DPMA juga lebih banyak daripada DMA.
Kitosan tipe DPA memiliki kadar mineral Ca yang paling banyak,
yaitu sebesar 14,6235%, dan data ini juga mendukung data uji kadar abu
dimana kadar kitosan DPA menempati posisi paling tinggi dan besarnya
kadar abu kitosan DPA jauh di atas kitosan lain. Data ini menunjukkan
bahwa sekitar 15% berat kitosan DPA merupakan komponen dari
mineral-mineral Ca. Kadar mineral Ca kitosan DPA jauh lebih besar
diabndingkan dengan kitosan DPMA dan DMA karena kitosan DPA
tidak melalui tahap demineralisasi sehingga mineral-mineral Ca yang ada
dalam matrik cangkang kepiting masih utuh.
Tabel 6. Kadar Mineral Ca Kitosan
No Tipe Kitosan Kadar Mineral Ca (%)

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 421


Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia ISBN : 979-498-467-1

1 DPMA 0,1215
2 DMA 1,0715
3 DPA 14,6235

Berdasarkan hasil uji kadar abu dan kadar Ca kitosan DPMA,


DMA, maupun DMA, ternyata kedua data tersebut ada kesesuaian dan
saling mendukung satu sama lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa
penghilangan tahap deproteinasi pada proses isolasi kitosan dari
cangkang kepiting mampu mengurangi hilangnya mineral-mineral yang
terkandung dalam sampel kitosan, sedangkan penghilangan tahap
demineralisasi menyebabkan keberadaan mineral-mineral dalam sampel
kitosan tidak hilang.

SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penghilangan tahap deproteinasi dapat meningkatkan nilai derajat
deasetilasi, sedangkan penghilangan tahap demineralization
menurunkan nilai derajat deasetilasi kitosan.
2. Penghilangan tahap deproteinasi dapat menurunkan viskositas,
sedangkan penghilangan tahap demineralisasi menaikkan viskositas.
3. Penghilangan tahap deproteinasi dapat meningkatkan kadar air,
sedangkan penghilangan tahap demineralisasi dapat menurunkan
kadar air.
4. Penghilangan tahap deproteinasi meningkatkan kadar abu, sedangkan
penghilangan tahap demineralisasi dapat meningkatkan kadar abu.
5. Penghilangan tahap deproteinasi meningkatkan kadar mineral Ca,
sedangkan penghilangan tahap demineralisasi dapat meningkatkan
kadar mineral Ca

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, A.S dan Fawzya, Y.N. 2006. Studi Pendahuluan: Penggunaan
Berulang Larutan Natrium Hidroksida dalam Pembuatan Kitosan.
Proseding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. IPB
Bogor.
Hiroshi Sano et al. 2002. Effect of Molecular Mass and Degree of
Deacetylation of Chitosan on Adsorption of Streptococus Sobrinus
6715 to Saliva Treated Hydrxyapatite. Bull. Tokyo dent.Coll. 43
(2) 75-82. May 2003

422 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009


ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia

Hiroaki Sato et al. 1998. Determination of the Degree of Acetylation of


Chitin/Chitosan by Pirolisis-Gas Cromatography in the Presence of
Oxalic Acid. Anal. Chem, 70 : 7-12.
Kathleen Van de Velde and Paul Kiekens. 2004. Structure Analysis and
Degree of Substitution of Chitin, Chitosan and Dibutyrylchitin by
FT-IR spectroscopy and solid state 13C NMR. Carbohydrate
Polimers, 58 : 409-416.
Khan, Tanveer Ahmad, Kok Khiang Peh and Hung Seng Ch’ng. 2002.
Reporting degree of deacetylation values of chitosan : the influence
of analitycal methods. J. Pharm Pharmaceut .Sci, 5 (3) 205-212.
Kwon T.Hwang et al. 2002. Controlling Molecular Weight and Degree of
Deacetylation of Chitosan by Response Surface Methodology.
Abstract. Agric.Food Chem. 50 (7) 1876-1882.
Liu, Nan., Xi-Guang Chen., Hyung-Jin Park., Chen-Guang Liu., Cheng-
Sheng Liu., Xiang-Hong Meng., and Le-Jun Yu. 2006. Effect of
MW and Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity of
Escherichia Coli. Carbohydrate Polymer. 64 : 60-65
M. Lavertu et al. 2003. A Validated 1H NMR Method for the
Determination of the Degree of deacetylation of Chitosan. J.
Pharm. Biomed. Anal, 32 : 1149-1158.
Nandor Balazes and Pal Sipos. 2007. Limitations of Ph-potentiometric
Titration for the Determination of the Degree of Deacetylation of
Chitosan. Carbohydrate Research, 342 : 124-130
Shari Baxter, Svetlana Zivanovic, and Jochen Weiss. 2005. Molecular
weight and Degree of Acetylation of High-Intensity Ultrasonicated
Chitosan. Food Hydrocolloids, 19 : 821-830.
Shepherd,R., S. Reader and A. Falshaw. 1997. Chitosan functional
Properties. Glycoconjugate Journal. 14 : 535-542
Tan, S.C., Khor,E.,Tan,T.K., and Wong, S.M. 1998. The Degree of
Deacetylation of Chitosan : Advocating the First derivative UV-
spectrophotometry metod of determination. Talanta 45 : 713-719.
Weijun Ye et al. 2005. Novel core-shell particles with poly(n-butyl
acrylate) cores and chitosan shells as an antibacterial coating for
textiles. Polymer 46: 10538-10543.
Yaghobi, N and Mirzadeh,H. 2004. Enhancement of Chitins Degree of
Deacetylation by Multistage Alkali Treatments. Iranian Polymer
Journal. 13 (2), 131-136.
Yongqin Zhang et al. 2005. Determination of the Degree of deacetylation
of Chitin and Chitosan by X-Ray powder Diffraction.
Carbohydrate Research, 340 : 1914-1917.
Yanming, DONG et al. 2001. Determination of Degree of Substitution for
N-Acylated Chitosan using IR Spectra. Science in China (Series
B), Vol.44 No. 2

Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 423

You might also like