BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
   Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
   pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
   rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
   Rumah Sakit merupakan organisasi yang sangat kompleks dan padat masalah.
   Permasalahan internal yang dihadapi akibat kompleksnya permasalahan di rumah
   sakit, masih diperberat dengan munculnya masalah regional dan global, yakni
   perubahan yang sangat cepat, tantangan persaingan bebas, tuntutan perencanaan
   strategis berbasis kinerja, serta dimulainya era litigious society, di mana masyarakat
   yang dilayani oleh rumah sakit kini mulai gemar menuntut dan semakin cerdas
   dalam menentukan pilihan (Widajat, 2009). Tuntutan-tuntutan masyarakat ini
   disebabkan oleh ketidakpuasannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah
   sakit akibat meningkatnya kasus-kasus seperti: kesalahan medis (medical error),
   kecelakaan (medical accident), kejadian nyaris celaka (KNC), atau kejadian tidak
   diharapkan (KTD) yang terjadi di rumah sakit.
   Menurut Departemen Kesehatan (2006) keselamatan pasien rumah sakit adalah
   suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Salah satu
   tujuan penting dari penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit adalah
   mencegah dan mengurangi terjadinya Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dalam
   pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
   1.
                                   BAB II
                             PEMABAHASAN
A. Latar belakang patient safety
   Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat,
   jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan
sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of
execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning).
Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis
yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis
ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi,
karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan),
dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan
cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur
pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan
merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau
pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah
adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain
cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita
semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety)
merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian
peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun
2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN,
Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat
inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse
Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk
berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu
menjawab permasalahan yang ada.
B. Pengertian patient safety
   Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
   pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
   Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
   melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
   diambil.
C. Tujuan Patient Safety
   Tujuan “Patient safety” adalah
   1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
   2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
   3. Menurunnya KTD di RS
   4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan
      KTD.
D. Langkah – langkah pelaksanaan patient safety
   Pelaksanaan “Patient safety” meliputi
   Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient
   Safety, 2 May 2007), yaitu:
   1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
      medication names)
   2) Pastikan identifikasi pasien
   3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
   4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
   5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
   6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasien
   Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
   informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
   KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2. Mendidik pasien dan keluarga
   Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban
   & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
   Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
   koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
   program peningkatan keselamatan pasien
   Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg
   ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
   menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan
   kinerja serta KP.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
   Standarnya adalah
   a) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7
      Langkah Menuju KP RS ”.
   b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP
      & program mengurangi KTD.
   c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
      individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
   d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji,
      & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
   e) Pimpinan mengukur & mengkaji              efektifitas    kontribusinyadalam
      meningkatkan kinerja RS & KP.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
   Standarnya adalah
   1. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
      mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
   2. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
      meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
      interdisiplin dalam pelayanan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
   Standarnya adalah
   a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
      memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
   b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
       Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS
       No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
   1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan
      & budaya yang terbuka dan adil”
   2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat &
      jelas tentang KP di RS anda”
   3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
      pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial
      brmasalah”
      4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
         melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
      5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
         komunikasi yg terbuka dg pasien”
      6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf
         anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa
         kejadian itu timbul”
      7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan
         informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem
         pelayanan”
E. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
   Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai
   berikut
   UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
   1) Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
   a) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
      “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
      pasien.”
   b) Pasal 32n UU No.44/2009
   “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
   perawatan di Rumah Sakit.
   c) Pasal 58 UU No.36/2009
   1. “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
      dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
      atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
2. “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
   penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
   darurat.”
2) Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a) Pasal 29b UU No.44/2009
   ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
   efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
   pelayanan Rumah Sakit.”
b) Pasal 46 UU No.44/2009
   “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
   ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
   “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
   menyelamatkan nyawa manusia.”
3) Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
   Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
   “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
   keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
   kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
4) Hak Pasien
   a) Pasal 32d UU No.44/2009
      “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
      bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
   b) Pasal 32e UU No.44/2009
      “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
      sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
   c) Pasal 32j UU No.44/2009
      “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
      risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
      tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
   d) Pasal 32q UU No.44/2009
      “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
      apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
      dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5) Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
   Pasal 43 UU No.44/2009
   a. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
   b. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
      menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
      menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
   c. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
      membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
   d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
      untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
      Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
      keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system
      dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut
      meliputi:
   a. Assessment risiko
   b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
   c. Pelaporan dan analisis insiden
   d. Kemampuan belajar dari insiden
   e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko