Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.(3) Walaupun pada diabetes melitus ditemukan gangguan metabolisme semua sumber
makanan tubuh kita, kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme
karbohidarat. Oleh karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar
glukosa dalam plasma darah.
Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah mengalami
kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali memproduksi insulin.
Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas
(insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam- macam diantaranya virus, seperti virus
cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan
tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita
DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara
teratur agar pasien tetap sehat.
Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari semua
penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-
kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita DM Tipe 1
mempunyai berat badan yang kurus.
DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering dijumpai.
DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi
terhadap insulin”. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak
dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah.
Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan
suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki
fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah.
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM
di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95%
dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut
menderita diabetes mellitus tipe 1. (1,4) Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu
lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada tahun 2000
akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena
sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan ini
lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas
dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B
langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.(4)
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila
tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,
yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. (5)
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat
penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral arterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein.(2,4)
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45
tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyaki tini.
720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan
menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya
umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.(5)
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
mellitus yaitu : poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes mellitus
yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit,
kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah
lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil
sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg. (5)
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia >
45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. (11) Pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri
dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance
(CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga
ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
2.1.9 Obat – Obat Diabetes Mellitus
a. Antidiabetik oral
Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini
bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral
yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan
penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah
termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin
sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien
yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya
selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin
total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.(3)
2.1.9 Komplikasi Diabetes Mellitus
DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-
lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena
itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun
kronis.(9)
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya
terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa
darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).(5,11)
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut
hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan
suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah
raganya melebihi biasanya. Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang
mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia
dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita
hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat
hipertensi).
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh mana
glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori
besar, yaitu :
Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek,
bingung, kejang, dan koma.
Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha menaikkan
kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat, berdebar,
cemas, serta rasa lapar.
Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien DM
mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit kepala,
tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di bawah 40
mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk, dan bingung.
Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang terjadi adalah
kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa menyebabkan kematian.
b. Ketoasidosis Diabetik
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah.
Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau
aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun,
capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma. Hasil
pengamatan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM tahun 1990, terdapat 152
pasien DM yang dirawat dengan CFR sebesar 24,9 % dari 15 kasus KAD.
c. Hiperosmolar Non-Ketotik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah tetap tinggi
akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan pembuluh darah
yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan
saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami
kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan lainnya.(10)
DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi tidak dapat
menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar.
Penderita DM memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal
dibandingkan dengan orang tanpa DM.
Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual, pucat, sesak nafas
akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar
kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari penderita DM. selain itu adanya
proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati
diabetik.
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik penderita
DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa
darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau
lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan
impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf.
Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai
membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut
jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa)
menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau meraba.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau nyeri.
Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada
rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.
c. Kerusakan Mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan. Setelah
mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM menjadi buta dan 10
persen mengalami cacat penglihatan. Kerusakan mata akibat DM yang paling sering
adalah Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan
rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh
darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang
menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. Kerusakan yang
lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan jaringan atau sarang
laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta.
d. Penyakit jantung
e. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang
tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat
memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara
35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko
tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit
DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor- faktor tersebut.
Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai
tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan DM,
obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan
meningkatkan kegiatan jasmani.
a. Penyuluhan
b. Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang
tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani
yang teratur pada penderita DM antara lain :
Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
Membantu menurunkan berat badan
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM.
Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita
dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung
berdasarkan kondisi individu pasien.
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini
tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar
yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat,
protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-
70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.
Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang
didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126
mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.
Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test
lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri
ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.
Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan
dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200
mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.
Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau
glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari
perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah. Nilai yang dianjurkan oleh
PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %. Semakin tinggi kadar HbA1C maka
semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar
HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula
darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula
darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi
dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk
bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar
HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan
sebelum pemeriksaan. Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa
dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap
tidak terkontrol dengan baik.
b. Pengobatan Segera
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara
rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati. Dalam upaya ini
diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter
ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam
penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai : (13)
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti
konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata,
bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.