0% found this document useful (0 votes)
33 views18 pages

Bab Ii Tinjauan Pustaka

1. Obesity, family history of diabetes, and age over 45 are risk factors for type 2 diabetes according to the document. 2. The pathogenesis of type 2 diabetes involves both insulin resistance where cells do not respond properly to insulin and relative insulin deficiency where the pancreas does not produce enough insulin. 3. Symptoms of type 2 diabetes include increased hunger, thirst, urination, fatigue, and blurred vision.

Uploaded by

esy fatrisia
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
33 views18 pages

Bab Ii Tinjauan Pustaka

1. Obesity, family history of diabetes, and age over 45 are risk factors for type 2 diabetes according to the document. 2. The pathogenesis of type 2 diabetes involves both insulin resistance where cells do not respond properly to insulin and relative insulin deficiency where the pancreas does not produce enough insulin. 3. Symptoms of type 2 diabetes include increased hunger, thirst, urination, fatigue, and blurred vision.

Uploaded by

esy fatrisia
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.(3) Walaupun pada diabetes melitus ditemukan gangguan metabolisme semua sumber
makanan tubuh kita, kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme
karbohidarat. Oleh karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar
glukosa dalam plasma darah.

2.1.1 Jenis Diabetes Mellitus

2.1.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah mengalami
kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali memproduksi insulin.
Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas
(insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam- macam diantaranya virus, seperti virus
cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan
tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita
DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara
teratur agar pasien tetap sehat.

Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari semua
penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-
kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita DM Tipe 1
mempunyai berat badan yang kurus.

2.1.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering dijumpai.
DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi
terhadap insulin”. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak
dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah.
Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan
suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki
fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah.

DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu dengan


DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit DM Tipe 2 biasanya terjadi
pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95 % kasus DM
adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat. (4)

2.1.2 Prevalensi Diabetes Mellitus Tipe 2

Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM
di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95%
dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut
menderita diabetes mellitus tipe 1. (1,4) Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu
lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor
lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada tahun 2000
akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.

2.1.3 Patogenesis Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin
secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:

a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)

b. Desensitasi
 reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c. Desensitasi atau reseptor insulin di perifer.(2)

2.1.4 Patofisologi Diabetes Melitus

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :


1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena
sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan ini
lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas
dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B
langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada
penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.(4)

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila
tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,
yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. (5)

2.1.5 Faktor resiko Diabetes Melitus

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan


beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah
dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan
faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree
relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000
gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan
(1,9)
rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT
≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.(11)

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat
penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral arterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein.(2,4)
1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah menjadi 200mg%.

2. Hipertensi


Peningkatan
 hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan

garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.


Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >
250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5. Umur


Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45

tahun.


6. Riwayat persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram

7. Faktor Genetik


DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyaki tini.

8. Alkohol dan Rokok

Perubahan-perubahan dalam gaya dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2.


Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan
pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam
peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama
pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil
alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau

720 ml.
 Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan

menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya
umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.(5)

2.1.6 Gejala klinis Diabetes Mellitus

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
mellitus yaitu : poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes mellitus
yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit,
kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah
lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil
sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg. (5)

2.1.7 Diagnosis Diabetes Mellitus

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia >
45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. (11) Pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :

 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri
dan perubahan perilaku.

1. Diet


Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk

mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
 berikut:

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance
(CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga
ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.

3. Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan


pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan
kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan
kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun. (8)

4. Obat : oral hipoglikemik, insulin 


Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
2.1.9 Obat – Obat Diabetes Mellitus

a. Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan


mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi
parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan
insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan
pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan
energi dan karbohidrat serta olah raga.

Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini
bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral
yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan
penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat
keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah
termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin
sensitizing.

b. Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien
yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan
obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya
selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin
total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.(3)
2.1.9 Komplikasi Diabetes Mellitus

DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-
lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena
itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun
kronis.(9)

2.1.9.1 Komplikasi Akut

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya
terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa
darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).(5,11)

a. Hipoglikemia

Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut
hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan
suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah
raganya melebihi biasanya. Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang
mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia
dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita
hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat
hipertensi).

Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh mana
glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori
besar, yaitu :

 Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek,
bingung, kejang, dan koma.
 Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha menaikkan
kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat, berdebar,
cemas, serta rasa lapar.
Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien DM
mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit kepala,
tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di bawah 40
mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk, dan bingung.
Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang terjadi adalah
kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa menyebabkan kematian.

b. Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana


terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi
membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan
terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton.
Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena
lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang
menyebabkan glukosa darah naik. Biasanya paling sering ditemukan pada penderita
DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada keadaan tertentu seperti stress,
infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional juga beresiko mendapatkan KAD.

Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah.
Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau
aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun,
capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma. Hasil
pengamatan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM tahun 1990, terdapat 152
pasien DM yang dirawat dengan CFR sebesar 24,9 % dari 15 kasus KAD.

c. Hiperosmolar Non-Ketotik

Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah


sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat “kental”, kadar glukosa darah DM bisa
sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya
keluar dari tubuh melalui kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau
dehidrasi.
Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya, pada
Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta berbau
keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki
dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.

2.1.9.2 Komplikasi Kronik

Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula darah tetap tinggi
akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai kelainan pembuluh darah
yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan
saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami
kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan lainnya.(10)

a. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)

DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi tidak dapat
menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar.
Penderita DM memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal
dibandingkan dengan orang tanpa DM.

Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual, pucat, sesak nafas
akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar
kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari penderita DM. selain itu adanya
proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati
diabetik.

b. Kerusakan Saraf (Neuropathy)

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik penderita
DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa
darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau
lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan
impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf.
Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai
membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut
jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa)
menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau meraba.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau nyeri.
Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada
rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.

c. Kerusakan Mata

Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan. Setelah
mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM menjadi buta dan 10
persen mengalami cacat penglihatan. Kerusakan mata akibat DM yang paling sering
adalah Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan
rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh
darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang
menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur. Kerusakan yang
lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan jaringan atau sarang
laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta.

Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi


keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan glaucoma
(menyebabkan tekanan bola mata).

d. Penyakit jantung

DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di


dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner
menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah
yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan pembuluh
darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan
kematian mendadak.

e. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang
tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat
memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara
35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.

f. Gangguan Saluran Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara


lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi
lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan
lebih lama tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh
penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan kotoran keras.
Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran
banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.

2.1.10 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus

Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan


peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita DM,
terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya
akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun
terhadap kesehatan masyarakat. (7)

Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu


pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk
terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM
namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak
timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi
walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak
terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi. (12)

2.1.11 Pencegahan Primordial


Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-
orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor
resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya
pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai
pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan
agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik.

2.1.12 Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko
tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit
DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor- faktor tersebut.

Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai
tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan DM,
obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan
meningkatkan kegiatan jasmani.

a. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM.


Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit DM,
faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM,
pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta
pemeliharaan kaki.

b. Latihan Jasmani

Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang
tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani
yang teratur pada penderita DM antara lain :

 Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
 Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
 Membantu menurunkan berat badan
 Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
 Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular

Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.

c. Perencanaan Pola Makan

Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM.
Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita
dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung
berdasarkan kondisi individu pasien.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini
tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar
yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat,
protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-
70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.

Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

2.1.13 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya


komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan
pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang- orang tanpa gejala yang telah sakit
atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk


mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus

Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan


kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum
dilakukan adalah :

 Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.

Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang
didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126
mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.

 Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.

Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test
lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri
ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.

 Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).

Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan
dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200
mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.

Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau
glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari
perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah. Nilai yang dianjurkan oleh
PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %. Semakin tinggi kadar HbA1C maka
semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar
HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula
darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula
darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi
dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk
bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar
HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan
sebelum pemeriksaan. Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa
dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap
tidak terkontrol dengan baik.

b. Pengobatan Segera

Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai


dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat
yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin
(Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase
alfa). Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi
yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO
tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi
kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal
maupun kombinasi.

2.1.14 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara
rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati. Dalam upaya ini
diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter
ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam
penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai : (13)
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti
konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata,
bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.

You might also like