Laporan Kasus
Laporan Kasus
I. IDENTIFIKASI PASIEN
II. ANAMNESIS
batuk
                                                   1
III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
                                                                                 2
V. RIWAYAT PENYAKIT DULU
                                             Keadaan             Penyebab
     Hubungan          Diagnosa
                                             Kesehatan           Meninggal
 Kakek           Penyakit jantung        -                   -
 Nenek           -                       -                   -
 Ayah            -                       -                   -
 Ibu             Hipertensi              -                   -
 Saudara         -                       -                   -
 Anak-anak       -                       -                   -
                                                                                         3
 -      Nyeri                    -   Kongtiva anemis
 -      Sekret                   -   Gangguan penglihatan
 -      Ikterus                  -   Ketajaman penglihatan
Telinga
 -      Nyeri                    -   Tinitus
 -      Sekret                   -   Gangguan pendengaran
 -      Kehilangan pendengaran
Hidung
Mulut
Leher
Data (Jantung/Paru)
Abdomen (Lambung/Usus)
                                                             4
 -    Rasa kembung                      -   Perut membesar
 -    Mual                              -   Wasir
 -    Muntah                            -   Mencret
 -    Muntah darah                      -   Tinja berdarah
 -    Sukar menelan                     -   Tinja berwarna dempul
 -    Nyeri perut (epigastrium)         -   Tinja berwarna hitam
                                        -   Benjolan
BERAT BADAN
Tetap ( )
Turun ( √ )
Naik ( )
                                                                         5
VIII. RIWAYAT MAKANAN
Pemeriksaan Umum
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,3⁰C
Pernapasan : 32 x/menit
                                                                          6
Keadaan spesifik
Aspek Kejiwaan
X. STATUS GENERALIS
KULIT
                                                                              7
KEPALA
MATA
TELINGA
MULUT
                                                                                     8
       Faring            : tidak hiperemis
LEHER
DADA
Bentuk : simetris.
Kiri : sonor
Kiri : vesikuler
JANTUNG
Perkusi
                                                                               9
                 Kanan Atas     : ics II linea parasternalis dextra
       Auskultasi       : bunyi jantung I-II murni, s3-s4 negatif, regular, isi cukup,
                        80 x/menit
ABDOMEN
EKSTREMITAS
                                                                                         10
                                      Nyeri sendi (-),        Ptekie (-)
HEMATOLOGI
KIMIA DARAH
                                                                           11
                                                      Wn: 5-35 U/L
Urea                                  17              10-40 mg/dl
                                                      Lk : 0,9-1,5 mgldl
Creatinin                             1,0
                                                      Wn : 0,7-1,3 mg/dl
Gulaa darah sewaktu                   119             <200 mg/dl
Kolesterol Total                      185             150-220 mg/dl
                                                      Lk : 35-55 mg/dl
Kolesterol HDL                        48
                                                      Wn : 45-65 mg/dl
Kolesterol LDL                        117             <150 mg/Cl
Trigliserida                          104             <200 mg/Cl
                                                      Lk : 2,5-70 mg/dl
Asam Urat
                                                      Wn : 1,5-60 mg/dl
Natrium                                               135-150 nmol/I
Kalium                                                3,6-5,5 nmol/l
Klorida                                               98-110 meg/L
CKMB                                  30              0-16 u/I
Rontgen
   - CTR           : CTR>50%
                      Apeks bergeser ke laterokudal
   - Pulmo         : corakan bronkovaskular kedua lapangan paru tampak kasar
                                                                           12
  - Sinus kostofrenikus kanan tampak suram, kiri lancip
KESAN :
 Kardiomegali
 Gambaran bronkopneumonia
EKG
  -   Sinus tachycardia
  -   Septal myocardial infarction, possible acute
  -   Nonspecific T-wave abnormality (II) (aVF)
  -   Possible left atrial enlargement
  -   ST depression (II) (aVF) (V6)
XII. DIAGNOSIS
                                                          13
XIII. DIAGNOSIS BANDING
XV. PROGNOSIS
XVI. TERAPI
  - Diit NB
  - IVFD RL XX gtt/m
  - Furosemid amp 1-1-0
  - Digoxin 1x ½ tab
  - Laxadyn syr 2x1C
  - Aspilet tab 80 mg 1x1
  - ISDN tab 5 mg 2x1
//FOLLOW UP//
       Kepala
       Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
       Leher
       JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
       Paru-paru
        I: Bentuk dada simetris, retraksi (+/+)
        P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
        P: kanan dan kiri sonor
        A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
                                                                                          14
     Jantung
      I: Iktus kordis tidak terlihat
      P: Iktus kordis tidak teraba
      P: Kanan Atas            : ics II linea parasternalis dextra
           Kanan Bawah          : ics IV linea parasternalis dextra
           Kiri Atas            : ics II linea parasternalis sinistra
           Kiri Bawah           : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
      A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
     Abdomen
      I : Dinding perut datar, asites (-)
      A: Bising usus (+)
      P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
      P: redup, shifting dullness (-)
     Ekstremitas
      Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
      Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
     Balance cairan: +282 mL
A    CKD
P   - IVFD RL mikro asnet
    - Furosemide 2 amp extra
    - Digoxin 1x ½ tab
    - Tromboaspilet tab 8 mg 1x1
     Kepala
     Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
     Leher
     JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
     Paru-paru
      I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
      P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
      P: kanan dan kiri sonor
      A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
     Jantung
      I: Iktus kordis tidak terlihat
      P: Iktus kordis tidak teraba
      P: Kanan Atas            : ics II linea parasternalis dextra
           Kanan Bawah          : ics IV linea parasternalis dextra
           Kiri Atas            : ics II linea parasternalis sinistra
           Kiri Bawah           : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
      A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
                                                                                        15
     Abdomen
      I : Dinding perut datar, asites (-)
      A: Bising usus (+)
      P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
      P: redup, shifting dullness (-)
     Ekstremitas
     Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
     Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
    Balance cairan: -146 mL
A   CHF
P   Diit NB
    IVFD RL XX gtt/m
    Furosemid amp 1-1-0
    Digoxin 1x ½ tab
    Laxadyn syr 2x1C
    Aspilet tab 80 mg 1x1
    ISDN tab 5 mg 2x1
    Kepala
    Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
    Leher
    JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
    Paru-paru
     I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
     P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
     P: kanan dan kiri sonor
     A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
    Jantung
     I: Iktus kordis tidak terlihat
     P: Iktus kordis tidak teraba
     P: Kanan Atas            : ics II linea parasternalis dextra
          Kanan Bawah          : ics IV linea parasternalis dextra
          Kiri Atas            : ics II linea parasternalis sinistra
          Kiri Bawah           : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
     A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
    Abdomen
     I : Dinding perut datar, asites (-)
     A: Bising usus (+)
     P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
     P: redup, shifting dullness (-)
                                                                                       16
     Ekstremitas
      Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
      Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
     Balance cairan: +675 mL
A    CHF
P    Diit NB
     vemplon
     Furosemid amp 1-1-0
     Digoxin 1x ½ tab
     Laxadyn syr 2x1C
     Aspilet tab 80 mg 1x1
     ISDN tab 5 mg 2x1
     Kepala
     Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
     Leher
     JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
     Paru-paru
      I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
      P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
      P: kanan dan kiri sonor
      A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
     Jantung
      I: Iktus kordis tidak terlihat
      P: Iktus kordis tidak teraba
      P: Kanan Atas            : ics II linea parasternalis dextra
           Kanan Bawah          : ics IV linea parasternalis dextra
           Kiri Atas            : ics II linea parasternalis sinistra
           Kiri Bawah           : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
      A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
     Abdomen
      I : Dinding perut datar, asites (-)
      A: Bising usus (+)
      P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
      P: redup, shifting dullness (-)
     Ekstremitas
      Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
      Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
     Balance Cairan: -204 mLa.ph-‘
A    CHF
                                                                                        17
P     BLPL
      Furosemide 2x1 tab
      ISDN 2x1 tab
      Clopidogrel 1x1 tab
      Lansoprazole 1x1 tab ewq`
      KSR 1x1 tab
ANALISIS KASUS
                                                                              18
kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau
sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
   1. Paroksismal nokturnal dispnea
   2. Distensi vena leher
   3. Ronki paru
   4. Kardiomegali
   5. Edema paru akut
   6. Gallop S3
   7. Peninggian tekanan vena jugularis
   8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
  1. Edema ekstremitas
  2. Batuk malam hari
  3. Dispnea d’effort
  4. Hepatomegali
  5. Efusi pleura
  6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
  7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
   A. Tekanan darah dan Nadi
           Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
     namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
     berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan
     adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
     nonspesifik   disebabkan    oleh     peningkatan   aktivitas   adrenergik.
     Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
     dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas
     adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
     berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
     Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan
     PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial
     dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan
     hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes
     dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat)
     atau napas berhenti sementara
  B. Jugular Vein Pressure
                                                                            19
        Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
  tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
  pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 30˚. Tekanan vena
  jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
  memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal.
  Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu
  istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
  peningkatan    tekanan   abdomen     (abdominojugular    reflux    positif).
   Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
         Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
  memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika
  kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi
  dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular
   line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
          Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
  dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy
  ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan
  meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering
  ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami
  takikardi   dan   takipneu,   dan   seringkali   menandakan       gangguan
  hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik
  namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising
   pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
         Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
  transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien
  dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan
  paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
  asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru
  sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa
  rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan
                                                                           20
       dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
       disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.
       Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura
       dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena
       vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling
       sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi
       pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering
        terkena adalah rongga pleura kanan.
     F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
              Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
       ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
       berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
       sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan
       pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
       merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi
       hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait
        dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
     G. Edema tungkai
             Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun
       namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang
       diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen
       pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
       pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring,
       edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan
       skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan
       pigmentasi ada kulit.
             .
3. Pemeriksaan Laboratorium
       Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana
  gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal
  dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena
  anemia ini merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai
  faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.
                                                                               21
4. Pemeriksaan Penunjang
   a. Radiologi/Rontgen.
           Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
     bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
     berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
     jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.
  b. Pemeriksaan EKG.
         Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung
     (iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor
     pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).
  c. Ekhokardiografi.
       Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis
  yang menjadi penyebab gagal jantung
       Pada kasus ini, berdasarkan kriteria Framingham maka kasus ini
  memenuhi 3 kriteria mayor yaitu paroxysmal nocturnal dispneu, ronkhi paru,
  dan kardiomegali. Untuk kriteria minor memenuhi 3 kriteria yaitu edema
  ekstremitas, batuk malam hari dan dispneu d’effort. Pada pemeriksaan fisik,
  didapatkan akral dingin, sesak napas berat, ronki pulmoner dan edema tungkai.
  Pada pemeriksaan rontgen dada, didapatkan CTR meningkat dan dari
  pemeriksaan ekg, didapatkan infark septum myocardium, hipertrofi ventrikel,
  dan sinus takikardia. Dari gejala diatas, dapat disimpulkan kasus ini merupakan
  kasus CHF.
                                                                                 22
     Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac   output   dengan   meningkatkan     denyut   jantung,    meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila
hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
     Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin   II   plasma   dan   aldosteron.   Angiotensin      II   merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.
     Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.
      Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.
                                                                             23
     Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan
peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat
gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery
capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan
endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat
terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.
      Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang
masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik
dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
      Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh
karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat (hukum Starling pada jantung).
Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output
pada saat istirahat masih bisa baik, tetapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama/ kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan ke sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sistemik.
     Akhirnya, tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan
cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan sistem
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
                                                                           24
miokardium, frekuensi denyut jantung dan tons vena; perubahan terakhir ini
akan menimbulkan peningkatan volume darah central. Yang selanjutnya
menimbulkan peningkatan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium
dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien-pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan resistensi perifer;
adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran darah
ke ginjal dan jaringan. Resistensi vaskuler perifer juga merupakan determinan
utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis yang berlebihan dapat
menekan fungsi jantung itu sendiri.
25