Showing posts with label sharing. Show all posts
Showing posts with label sharing. Show all posts

Cita-Cita Uni Rumaisha

My second born, Uni Rumaisha memiliki cita-cita unik yang tidak pernah kami--ayah bundanya--pikirkan sebelumnya. Berbeda dengan kakaknya (my first born) yang memang lebih ambitious soal cita-cita yang mainstream, Rumaisha punya cita-cita yang mungkin hampir tidak pernah dicita-citakan oleh anak seumurannya.


Soal cita-cita, mungkin mainstreamnya adalah ingin menjadi dokter, guru, pengacara dan sebagainya. Bukan di sekolah indonesia saja, di sekolah anak-anak juga bicara soal cita-cita ini. Si kakak sendiri cita-citanya katanya pengen jadi neonatologist sekaligus artist (artist bukan artis yaaa heuheuheu. Artist berarti orang yang profesinya berkaitan dengan art. Karena si kakak memang senang menggambar dan juga bikin karya kriya).

Akan tetapi kami surprise ketika Rumaisha bercerita tentang cita-citanya. Apa cita-cita Rumaisha?

"I want to be a housewife. I will take care whole family and my children"

Ketika kami tanya mengapa dia bercita-cita demikian karena katanya dia ingin berada di rumah saja, take care anak-anaknya. Ma shaa Allah. Sesuatu yang anti mainstream banget untuk anak usia 7 menjelang 8 tahun. Kami surprise dengan cita-citanya tersebut. Karena kami juga tidak pernah mention mengenai hal itu sebelumnya. Mengapa tiba-tiba dia bercita-cita demikian.

"Tapi Uni, meskipun di rumah, jadi housewife, uni tetap harus sekolah tinggi lho." Komenku.

"Yaiyalah Bunda! Harus dong. Gimana bisa teach anaknya kalo ibunya ga ngerti pelajarannya." Refers to mengajarkan anaknya ibunya mestilah paham dulu, begitu maksudnya. Ma shaa Allah Tabarakallaah Naaak. Aku terharu sekaligus berkaca-kaca mendengar jawaban Rumaisha.

Memang Rumaisha lebih tipe anak "rumahan" dan paling senang sitting adek baby nya. Di sekolah, ketika parent's meeting, gurunya juga bilang "I call her 'mother of the class'". Pembawaannya 'lebih dewasa' tapi juga tidak menafikan sisi kanak-kanaknya.

Rumaisha juga yang paling kukuh berpendapat "bunda ga boleh kerja" meanwhile kakaknya kadang suka nanya "kenapa bunda ga kerja ajaa". Heuheueheu. 

Barakallahu fi kunna yaa banaaty.
Semoga Allah senantiasa menjaga kalian di manapun kalian berada. Sungguh kami tak mampu menjaga kalian selalu. Dan Allah-lah yang mampu menjaga kalian. Semoga Allah jaga dalam keta'atan, dalam keshalihan, senantiasa sehat dan menjadi muslimah yang bermanfaat bagi agama. Aamiib

Read More

Prinsip!

Sudah lama tidak bercerita di blog. Bahkan postingan terakhir sebelum ini adalah tentang kelahiran putri keempat kami. Sekarang sudah lebih dari 7 bulan usianya alhamdulillaah. Dan postingan di sini belum nongol nongol juga sebelum ini.
Tak apa laah yaa... Namanya juga busy. Hehe.

Baby Khadijah usianya hampir sama dengan usia Tuufanul Aqsha. Terus terang, dalam 7 bulan terakhir, aku hampir tidak melewatkan sedikitpun berita-berita terbaru perkembangan kondisi di Ghozzah (Gaza). Sesuatu yang tidak pernah kulakukan di perang (baca: okupasi) sebelum-sebelumnya yang memang berlangsung setiap tahun yang menimpa saudara-saudara di Ghozah. 
Tuufanul Aqsha juga cukup menjadi "taufan" dalam kehidupan kami alias memberi dampak. Pertama, lebih intens tertuju mengikuti perkembangannya. Kedua, boikot. Ternyata selama ini banyak sekali produk boikot yang kami gunakan dan--astaghfirullaah--bermudah-mudah dengannya karena berkabutnya awareness tentang boycott ini sebelum 7 oktober. Buycut semaksimal mungkin! Dan no longer buying produk-produk yang terafiliasi terutama yang membiaya genosida. Ketiga, aku menjadi lebih strict soal makanan. Ga boleh buang-buang makanan dan mubadzir! Saudara di Ghozzah sedang kelaparan! Ini jadi tagline kami soal makanan. Rasanya begitu berat dan dan sedih menyaksikan makanan ada yang terbuang maupun berlebih-lebihan ketika makan (misal di momen iftar Ramadhan, banyak makanan berlebih-lebihan dan berlimpah) sementara di ghazzah saudara muslim kelaparan. Rasanya berat sekali. Hal ini lebih memicu semangat untuk tidak berlebih-lebihan ketika memasak dan mubadzir. Isi freezer mulai dikeluarkan satu satu dan tidak akan belanja dulu sebelum isi freezer habis kecuali memang urgent. Sungguh, ada banyak dampak positif bagi kami atas perjuangan berdarah-darah saudara kami di Ghazzah.

Alhamdulillaah, hal ini juga sampai ke anak-anak. Salah satu hal yang sangat berkesan bagiku adalah cerita dari uni Aasiya sepulang sekolah.

"Bunda, tau gak. Tadi N (inisial temannya) offer a party to us."
"Oh iyaa?! Trus?"
"Tapi Aasiya bilang 'No' (baca: ga mau join di party temannya)"
"Kenapa Nak?"
"Soalnya Party-nya diadakan di Mekdi. Aasiya ga mau kalo diadakan di sana. Kan boikot. Kan jadinya dia beli burgernya dari Mekdi."

Ma shaa Allah tabarakallah Nak.
Semoga Allah membalasnya.

Inilah prinsip!
Prinsip untuk senantiasa membela saudara-saudara kami sesama muslim.
Semoga Allah senantiasa kuatkan.

Mengikuti berita-berita yang lebih sering menyesakkan dada ketika menyaksikan saudara muslim dibantai itu sangat berat. Walaupun menggunakan akun IG yang bukan akun utamaku. Bukan berarti khawatir IG utama di banned! Enggak sama sekali. Aku memang sudah lama tidak menggunakan akun IG utama tapi bukan karena tidak ingin menyuarakan Palestina lewat akun utama tersebut. Melainkan aku sering kali terdistraksi dengan timeline yang lewat di sana dari orang-orang yang dikenal. Dan aku sudah lama meninggalkan scrolling timeline akun utama ini jauh sebelum 7 oktober. Karena bagiku--hanya bagiku lho yaa.. setiap orang punya alasan berbeda-beda tentunya--scrolling di IG orang-orang yang dikenal selain banyak menghabiskan waktu, juga banyak merusak hati heuheuheu. Merusak hati dengan haluuus sekali. Godaan dan rayuan syaithan dengan menyisipkan rasa hasad ketika melihat ada postingan yang "cetar", atau sebaliknya, menyusupkan rasa ujub ketika melihat ada postingan yang "nyungsep", padahal diri ini masih jauh dari baik. Maafkan kalo aku cuma memilih "cari aman" dengan tidak skrolling-skrolling berita terapdet dari teman-teman. Nyaris nggak pernah like apalagi komen. Bagiku, gak apdet jauh lebih baik. Tapii, ini berlaku sangat personal. Setiap orang punya kebutuhan, ketahanan, dan tujuan yang berbeda-beda dalam mengakses sosmednya. Dan inilah aku--manusia yang berkumpul padanya banyak sekali silap, alpa dan salah--yang memilih untuk tidak mengakses sosmed kecuali pada akun sempalan yang tiada dikenal dan tak pula mengikuti orang yang dikenal kecuali hanyalah segelintir. Pada akun inilah aku kerap membagikan postingan tentang palestin. Berharap akan menaikkan postingannya sehingga jangkauannya lebih luas. Hanya setitik ini dan amat sedikit ini yang bisa kulakukan di medsos.

Tapi, memang sangat berat. Berat menyaksikan saudara-saudara seiman dipersekusi sementara diri ini tak mampu berbuat apa-apa. Kadang, ingin sekali escape berita ini. Tapii, bagaimana dengan mereka yang menghadapi penderitaan ini setiap hari? Bukan level yang hanya membaca berita perkembangan saudara di Ghazzah melainkan yang mengalaminya? Membaca berita--sekaligus mendo'akan. Agar mereka tak luput dari hari-hari kita. Agar selalu ingat bahwa mereka masih dalam kondisi sulit. Agar kita tak lupa, bahwa genosida itu masih berlangsung. Bukankah tabiat manusia adalah mudah lupa, lalai dan amat gampang terdistraksi? Mengikuti perkembangan terbaru dari mereka adalah salah satu cara me-maintenance ingatan kita--juga do'a-do'a kita--untuk mereka, saudara saudara kita di Ghazzah.

Semoga Allah memberikan kemenangan untuk mereka πŸ‡΅πŸ‡ΈπŸ‡΅πŸ‡ΈπŸ‡΅πŸ‡Έ
Read More

Eid Mubarak 1444H

Sudah lamaaaa sangat tak corat-coret di blog. Heuheu ... Maaf ya Blog udah dicuekin berbulan-bulan. Trus sekarang, tetiba udah lebaran aja. Alhamdulillaaah.

Baiklah, kali ini mau cerita Eid ul Fitr 1444 H. Baru kali ini pas malam takbiran di sini, kami pergi keluar malam-malam (lebih tepatnya dini hari). Malam takbiran di sini memang ga sama dengan di Indo yang semarak banget. Takbir eid di mana-mana. Dengernya bikin bahagia (sekaligus sedih kalo lagi jauh dari kampung halaman). Kalo di sini, takbirannya cuma pas habis subuh aja. Dan itu pun shalat eid nya sekitar 10-15 menit setelah syuruq. Alatuuul. Jadi, takbirannya cuma sebentar sangaaaattt.

Nah, malam Eid tahun ini kami pergi keluar malam-malam. Berdua aja. Pacaran judulnya heuheu. Anak-anak yang udah tidur dari jam 9-an ditinggal aja. Keluar kali ini tujuannya sebenarnya adalah pengen beliin goodie bag Eid buat anak-anak yang belum lengkap (berhubung terakhir belanja mingguan/bulanan sekitar 15 hari sebelumnya, jadi goodie bag nya belum lengkap isinya). Selain itu kami juga pengen beli beras yang kebetulan banget habis paaas banget dengan berbuka terakhir Ramadhan ini. Kenapa enggak malam ba'da isya aja belanjanya? Naah, ceritanya ayahnya anak-anak udah tepar duluan karena habis kerja. Jadi, ba'da isya sudah tidur.

Dulu, kami pernah keluar malam ba'da isya di malam takbiran. Tapi, ga begitu rame. Mirip hari biasa aja. Dan bahkan cendrung sepi sih. Sepinya ga begitu signifikan juga sih dibanding hari biasa. Nah, pas malam takbiran kali ini, bangun jam 1-an. Tapi, kami berangkat sekitar jam 2.30 an. Dini hari banget kan. 

Apa yang kamu bayangkan jika keluar tengah malam begini? Sepi? Big No!
Ternyata tengah malam ini justru rame sangaaatt. Mirip orang-orang ngabuburit sore-sore kalo di Indo. Banyak toko yang masih buka. Terutama toko baju Thoub (baju "gamis" lelaki), toko kelontong, kebanyakan supermarket, toko bunga, daaaan ... terutama barbershop! Dari ba'da isya sampai tengah malam, barbershop (yang jumlahnya belasan di sekitar tempat tinggal kami) semuanya penuuuh dan antri panjang. Orang-orang pengen rapi-rapi keknya mau Eid. Heuheu ...
Aku benar-benar surprise. Ternyata tengah malam gini rameee bangeett yaa. Really surprise.

Kami sampai di rumah sekitar 15 menit sebelum azan subuh. Siap-siap subuh. Bangunin anak-anak. Lalu shalat subuh. Abis subuh siap-siap berangkat Eid. Karena waktu syuruqnya ga begitu jauh dengan subuh, ternyata kocar-kacir juga nyiapin berangkat shalat Eid nya. Padahal kami udah kerja sama nyiapin anak-anak, tapi tetap keteteran.

Ada dua masjid jami' di dekat rumah yang dipakai shalat Eid. Fyi, di sini bisa disebut negeri sejuta masjid. Masjidnya ada di mana-mana. Buanyaaaak banget ma shaa Allah. Tapi, tidak semua masjid menyelenggarakan shalat jum'at. Hanya masjid jami' saja yang menyelenggarakan jum'atan. Dan biasanya masjid jami' juga menyelenggarakan shalat Eid. Nah, niat awalnya kami mau shalat Eid di masjid Jami' Maiman. Masjidnya nyaman dan bagus ma shaa Allah. Akses ke lantai perempuan juga ada lift nya. Masjidnya besar dan luas. Qadarullaah ketika mau nyampe di Masjid Maiman (sekitar 100-200 meter), ternyata imam sudah bertakbir beberapa kali di rakaat pertama. Jika kami paksakan, kemungkinan nyampe dalam masjid udah mau salam. Akhirnya muter ke masjid jami' Firdaus yang alhamdulillaahnya belum mulai shalat. Tapiii, ternyata jama'ah di masjid Firdaus jauuuhh lebih banyak dari pada masjid Maiman. Sehingga kapasitas masjid Firdaus yang juga besar tak cukup menampung jama'ah. Jadi kami mau ga mau harus shalat di luar (di jalan samping kiri dan kanan masjid). Ada buanyaaak orang juga di luar yang ga kebagian tempat. Qadarullah kami ga bawa sajadah karena espeknya mau shalat dalam masjid. Jadi, buru-burulah suami pulang lagi ambil sajadah. Mesti lari dikit karena sebentar lagi shalat Eid mau dimulai. 

Balik-balik, suami bawain tikar taman (tikar outdoor yang dipakek buat duduk-duduk kalo naman). Hehe. Yaa, kalo dihitung waktu untuk mencapai rumah yang dilantai 3 memang ga cukup sih. Kebetulan tikar taman memang udah ada di mobil. Jadi ga perlu naik ke lantai 3 rumah yang mana juga harus membuka kunci pintu 3 kali (pintu gerbang luar, pintu gerbang tengah, dan pintu rumah). Ini juga yang bawa tikar taman, nyampe-nyampe udah imamnya udah mau takbir shalat eid.

Akhirnya kami shalat di luar dengan kondisi yang ga seideal kayak waktu eid sebelumnya di masjid Maiman. Qadarullaaah. Jam shalat eid adalah jam 5.40 an.

Alhamdulillaah. Alhamdulillaah.

Tapi, pas Eid kami ga bisa pergi ke mana-mana lagi karena setelah itu, suami harus berangkat kerja. Ya, memang lebaran adalah salah satu peak season pekerjaan suami. Jadi, 10 tahun di sini, ga pernah merasakan lebaran itu libur. Apalagi bisa eid di al Haramain (Makkah-Madinah) kayak teman-teman lain. Alhamdulillah 'ala kulli haal.

Setidaknya kami masih sempat seremoni membagikan reward puasa Ramadhan dan tilawah pas ramadhan buat anak-anak. 
Terakhir, kami mau mengucapkan Eid Mubarak buat semua ❤❤
Taqabballahu minna waminkum, kullu 'aam wa antum bikhair

Semoga Allah pertemukan dengan Ramadhan berikutnya. Aamiin yaa Rabb 🀲🀲


Read More

Lunchbox dan Uang Jajan

"Bund, mau uang jajan, boleh?" Si kakak suatu hari sepulang sekolah tiba-tiba rikues uang jajan. Selama ini dia enjoy-enjoy aja sekolah tanpa jajan. "Mayan sehari jajan 10 Riyal. Rateel juga jajan tiap hari, kakak diajakin." Tambahnya sambil menyebutkan teman sekelasnya.

"Hmm ... uang jajan yaa.... Kan udah ada bekal (lunchbox)" aku mencoba bernegosiasi. Ekekekeke...

"Iyaaa ... tapi pengen uang jajan jugaa. Lima riyal ajaa. Ga perlu 10 riyal kayak Mayan." Sebagai gambaran, 5 Riyal itu kira-kira sekitar 20K rupiah. Tapiii, harga jajanan di sekolahnya berkisar antara 1-3 Riyal. Jadi, kalau disetarakan dengan jajanan di Indonesia, 5 riyal itu dapat 5 jajanan. Satu riyal seharga sebungkus popcorn atau wafer.

"Ok, let me discuss with your Daddy." Jawabku kemudian. Waktu itu week end, jadi ... tidak perlu buru-buru memutuskan.

*****

Perihal uang jajan memang masing-masing orang tua memiliki kebijakan sendiri. Ada teman yang tidak membiarkan anaknya jajan sama sekali, akan tetapi setiap keinginannya (misal pengen beli roti atau potato chip), maka sang ibu/ayahnya yang membelikan. Ada yang memberikan uang jajan sebagaimana pada umumnya orang tua memberikan uang jajan kepada anaknya. Ada yang memilih untuk membuatkan jajanan sebagaimana jajanan anak-anak di sekolahnya sehingga anak-anak tak perlu jajan lagi. Ada pula teman yang lebih extrem (tapi bisa jadi ini adalah lebih baik) yang hanya memberikan anak uang modal untuk kemudian mereka membeli barang yang dijual. Keuntungannya menjadi uang jajan sang anak. Untuk level ini aku kayaknya angkat tangan hehehehe.

Selama ini, kami memang nyaris tidak memberikan uang jajan kepada mereka. Karena, untuk ke sekolah mereka telah dibekali lunchbox yang isinya berbagai snack dan juga air mineral.
Paling tidak ada 2 slice chocolate sanwich, cupcake, snack-snack sekitar 2-3 pcs, sekotak susu. Kadang aku juga membuatkan burger ala-ala buat anak-anak. Dulu juga beberapa slice buah potong. Tapi karena sering ga dihabiskan, emak kapoook. Dahlah, makan buahnya pas di rumah aja pas ngumpul sekeluarga πŸ˜….
Rasa-rasanya dengan bekal segini, anak-anak tidak perlu lagi jajan karena makanan ini cukup sampai mereka pulang sekolah (masuk jam 6.30 pulang jam 12.40). Dan di rumah tinggal makan siang. Tidak perlu membawa bekal nasi dan lauk pauk (alias makanan berat) juga. Dua kali waktu break di sekolah, rasanya cukup untuk menghabiskan bekal segini. Bahkan sering juga bekalnya malah tak sampai habis.

****
Singkat cerita, akhirnya kami mengabulkan permintaan kakak untuk jajan. Sesungguhnya tidak ada yang paling benar atau paling salah dalam kebijakan orang tua memberikan uang jajan. Yang berprinsip tidak memberikan jajan juga pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Sebaliknya, yang memberikan uang jajan juga tidak sepenuhnya salah. Menurutku ini. Hehehehe. 

Apa alasan kami (aku dan suami) akhirnya memberikan uang jajan.
Pertama, kami mencoba memposisikan diri jadi anak. Ketika masih anak-anak, memiliki uang jajan suatu kesenangan tersendiri dan ketika tidak punya jajan, rasanya juga sedih. Hehehe. (Bukan berlindung dibalik kalimat--namanya juga anak-anak lho yaaa) heuheu. Karena, yang ga dikasi uang jajan, belum tentu kelak ketika dewasa menjadi orang yang rajin menabung dan pandai mengelola uang. 

Kedua, memperkenalkan kepada anak bagaimana mengelola uang dan semoga dengan ini mereka mengerti dan melek dengan financial management. Bagaimana anak bisa mengelola uang sedari dini jika mereka tak memiliki uang? Karena ini adalah praktek bukan sekedar teori. Makanya kami sepakat dengan memberikan uang jajan ini.

Tapi, kami memberikan uang jajan ini bukan memberikan bergitu saja. Kami meminta anak-anak untuk belajar mengalokasikan (alias budgeting) uang mereka. Kami meminta mereka untuk mengalokasikan dari sekian uang jajan mereka, berapa yang ingin mereka keluarkan untuk infaq, berapa yang ingin mereka keluarkan untuk jajan, dan berapa yang ingin mereka simpan sebagai tabungan. Hanya 3 alokasi itu saja terlebih dahulu. Jadi, harapannya, ketika anak diberikan uang, mereka sendiri yang memiliki kesadaran untuk mengalokasikan infaqnya, tabungannya dan jajannya. Mereka yang menentukan nominalnya. Selain itu, kami meminta mereka untuk membuat laporan keuangan. Khusus kakak, dalam bentuk tertulis. Dan si uni (masih belum bisa nulis sendiri), maka laporannya boleh disampaikan secara lisan. Mereka menyambut rencana kami dengan riang dan penuh semangat. Ma shaa Allah, ternyata Kakak malah membuat laporan keuangan sendiri dengan formatnya sendiri sebelum aku memintanya. Ma shaa Allah tabaarakallaah.

Kami memberikan uang jajan untuk seminggu sekaligus. Jadi mereka lebih leluasa dalam memenej uang mereka sendiri. Begitu harapannya. Awalnya aku mengira mereka akan mengalokasikan uang tabungan dan infaq sekitar 1-2 riyal saja karena ngebet pengen jajan. Sesuai komitment awal, bahwasannya aku tak akan "merecoki" berapapun jumlah yang mereka alokasikan tersebut. Jadi aku sudah siap-siap menahan diri untuk tidak memberikan saran apapun terkait alokasi mereka. Menahan diri untuk tidak komentar apapun dengan berapa nominal tabungan dan infaqnya meski tabungannya cuma 1 atau 2 riyal saja seminggu. Ma shaa Allah tabaarakallah, ternyata mereka mengalokasikan 20% untuk infaq, 40% untuk tabungan dan hanya 40% dari total yang akan mereka jajankan. Ma shaa Allah ... hadzaa min fadhli Rabbi. Rasanya terharu sekali ketika mereka ternyata mengalokasikan infaq dan tabungan jauh di atas espektasiku.

Semoga dengan cara ini mereka memahami bagaimana mengalokasikan dan memenej uang sendiri sedari dini. Ini hanyalah sebuah harapan orang tua yang masih harus banyak belajar sepertiku. Dan aku share di sini bukan berarti aku paling benar dan paling baik caranya. Aku hanya berharap, jika ini adalah sesuatu yang baik, semoga bermanfaat bagi sesiapa yang membacanya.

Dahulu, kami pernah mengalokasikan uang untuk anak tapi kami yang menentukan. Ini sekian riyal buat tabungan dan sekian buat infaq. "Hayoo masukin ke celengan masing-masing" (waktu itu belum ada jajan). Tapi bukan mereka yang mengalokasikan. Kemudian kami menyadari bahwasannya hal ini (mungkin) tidak menumbuhkan kesadaran untuk mengelola keuangan sendiri dan tidak menimbulkan kesadaran tentang kebiasaan berinfaq. Karena ditentukan oleh kami sebagai orang tua.

Dengan membebaskan mereka mengalokasikan ini semoga menimbulkan kesadaran dalam diri mereka sendiri (atas petunjuk dan hidayah Allah--Allahummahdiinaa yaa Rabb) untuk membiasakan berinfak sesuai dengan keinginan mereka sendiri, dengan besaran yang mereka tentukan sendiri tanpa ditetapkan atau didikte oleh kami sebagai orang tua sehingga mereka merasa tidak terpaksa untuk berinfak karenanya.

Aku masih ingat kata-kata si Uni ketika dia pengen mengalokasikan sekitar 35% uang jajannya untuk infaq (yang kemudian jadi 20% menyamakan dengan si Kakak), "Nanti, uang infaq uni ini akan menjadi harta uni di akhirat ya Bund. Dapat balasan yang berkali lipat." Yaa Rabb ... nyesss... adeeemm, mata sampai berkaca-kaca mendengar si Uni bilang gitu. Yaa Rabb ... ma shaa Allah tabaarakallah. Semoga Allah berikan hidayah dan keistiqomahan untuk anak-anak kami ya Allah.

'Ala kulli haal, ini hanyalah ikhtiar manusia (yang dhaif) seperti kami. Dan Allah yang menggenggam hati mereka dan memberikan ilham kepada mereka. Semoga mereka tetap dalam hidayah dan penjagaan-Mu yaa Rabb.
Read More

Tips Melepaskan Diri dari Menghabiskan Waktu atau Ketergantungan dengan Gadget

Bismillaah.
Setelah sekian purnama tidak menulis di blog. Hehe. Banyak sebenarnya yang pengen diceritakan tapiiii ... nulisnya suka ga semangat trus yang tadinya pengen ditulis jadi lenyap deeeh. 

Baiklaaah kali ini aku mau share aja terkait gadget alias smartphone (sebagai gadget yang paling banyak digunakan). Jaman sekarang, siapaa siih yang tidak familiar dengan benda pintar yang memiliki sejuta manfaat (sekaligus juga sejuta jerat) ini?! Kadang, diakui atau tidak, gadget telah menyita banyaaaak sekali waktu kita sehinggaa hal² yang seharusnya wajib dilakukan jadi terbengkalai. Ini aku sedang nunjuk diri sendiri lho yaa. 

Scrolling² sampai ga sadar waktu habis berjam-jam. Ehh rumah masih berantakan. Cucian piring numpuk. Belum sempat masak. Anak-anak ga ditemani main dan belajar. Astaghfirullaah. Bangun tidur, kebanyakan orang yang pertama dicari adalah gadget duluan. Bukannya do'a bangun tidur malah mencetin HP πŸ˜‘. Kita udah kayak zombie berjalan aja. Quality time ama keluarga dan pasangan jadi berkurang drastis. Bahkan waktu tilawah juga terdistraksi dengan gadget.

Aku (sekali lagi) bukan orang yang juga terlepas dari itu semua. Tapi, walau bagaimanapun kita harus berusaha agar gadget tidak menjadi "menu utama" yang memakan waktu-waktu kita. Waktu kita terlalu berharga untuk dihabiskan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dengan gadget ini.

Berikut beberapa tips yang sedang aku coba jalankan. Mudah-mudahan bermanfaat buat siapapun (yaaa terutama untuk diri sendiri tentunya).

1. Berdo'a
Do'a tentunya adalah senjata seorang muslim. Sebelum ikhtiar yang lain, maka do'a adalah yang paling pertama yang kita lakukan. Berdo'a kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar DIA menjadikan gadget yang ada ditangan kita ini tidak menjadi candu yang membuatnya menjadi semacam adiktif, tidak menghabiskan waktu kita di mana waktu adalah modal berharga yang Allah karuniakan untuk kita, dan agar gadget ini hanya menjadi sarana kebaikan untuk diri kita. Bukan menjadi sesuatu yang melalaikan diri kita. Melalaikan dari-Nya, dari tanggung jawab sebagai seorang ibu/ayah, suami/istri dan seterusnya. Ya, kita harus selalu meminta pertolongan kepada-Nya!

2. Tekadkan dengan kuaat!! Azzam yang kuat agar kita mau berlepas diri dari berlama-lama memandangi dan memenceti benda pipih pintar ini. Yakinkan dan terus ulang-ulang dalam hati kita bahwa waktu yang kita habiskan dengan gadget ini, apa yang kita browsing dan scrolling dengan gadget ini, dan apa yang kita posting/komentari dengan gadget ini AKAN DIMINTA PERTANGGUNGJAWABANNYA di akhirat kelak. Akan dihisab oleh Allah kelak!

3. Lakukan ikhtiar secara perlahan
a. Bikin wallpaper yang mengingatkan kita akan waktu yang dihabiskan dengan gadget ini.
Berikut beberapa wallpaper yang tafadhally jika ada teman-teman mau menggunakannya, silakan tak perlu ijin dulu.
wallpaper 1 (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)
wallpaper 2  (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)
wallpaper 3 (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)

b. Uninstall applikasi yang sangat melalaikan. Misal faceb**k, int*gram, dll. Aku sendiri sudah lama meng-uninstall applikasi ini. Tapi ini sebenarnya udah ga begitu mendistraksi lagi karena udah lama ga akses. Bukan berarti aku tidak tertarik dengan app lain yang lebih mendistraksi. Aku sendiri bukan fb, ig yang paling mendistraksi sih. Ada app lain yang menurutku tidak urgen juga untuk di share di sini meskipun bukan rahasia juga. Kadang masih tergoda dengan versi browser. Naah yang versi browser ini nanti ada tips nya lagi. Meskipun tangan kadang gataal buat install ulang, tapi coba bertahan dulu.

c. Persulit dirimu untuk mengakses aplikasi yang mendistraksi tapi tidak bisa untuk di-uninstall (karena dengan beberapa alasan masih dibutuhkan). 
Misal: untuk whatsapp yang mungkin banyak mendistraksi maka;
- matikan semua notifikasi dan pop up messagesnya (aku sengaja mematikan semua notifikasi WA, dan bahkan tampilan WA yang muncul juga dimatikan jadi benar-benar tidak tau ada pesan baru atau bukan). Tapi kadang masih suka "iseng" atau bahkan suka tanpa sadar langsung buka-buka app tersebut meski ga ada notifikasi yang muncul. 
- hide applikasinya!
Ketika aku hide applikasinya, maka ga ada pilihan untuk langsung klik button aplikasi WA. Aku membutuhkan effort dulu untuk membuka applikasi yang ter-hidden tersebut.
Aku harus melalukan search terlebih dahulu, lalu klik open untuk bisa mengakses whatsapp.
Jadii, kalau mau lihat whatsapp harus "bersusah payah dulu" dengan mencari di kolom pencarian seperti ini.
harus search dulu whatsapp nya (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)
Baru bisa dibuka lagi app nya dengan meng-klik opsi open ini (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)

Berlakukan juga untuk applikasi lain yang benar-benar mendistraksi tapi belum/tidak bisa untuk uninstall karena ada kebutuhan dengan applikasi tersebut. Misal yang suka yutuban atau tiktokan. Kalau aku kebetulan ga begitu terdistraksi dengan yutuban dan alhamdulillah (dengan pertolongan-Nya), yutub lebih banyak manfaatnya dari pada scrolling-scrolling di sosmed lainnya buat aku. Dan juga ga suka tiktokan jadi ga butuk restriksi untuk app tersebut.

Untuk browser sendiri, kadang kita suka "nakal" membuka sosmed dari browser dan ga kalah menghabiskan waktu dengan menginstall app nya sendiri. Makaa, jangan lupa untuk logout semua akun sosmed jika dirasa sangat mendistraksi. Kalau sanggup, hapus sekalian akunnya hehehe. Kalo aku sendiri mungkin ga sampai menghapus akun sosmed karena masih ada manfaatnya kan yaa. Naah, jika masih bisa ngontrol untuk menggunakannya sebijak mungkin yaa ga masalah untuk tidak di logout apalagi dihapus. Log out adalah bagi yang terdistraksi. Setidaknya butuh effort lebih untuk login dulu ke akun sosmed meskipun menggunakan browser. Selain itu, apps browser juga berpengaruh. Menurutku g**gle chrome cukup mendistraksi karena kadang muncul berita-berita yang awalnya ga ada niat buat baca berita, jadi malah muncul sendiri. Dan ini cukup mendistraksi banget. Maka aku uninstall si chr*me ini dan hanya menggunakan aplikasi samsung internet. Dan aplikasi samsung internet ini dibikin sedemikian rupa agar sulit diakses. Aku sendiri mengaktifkan mode secret dan mewajibkan password setiap mau browser. Password pun dibikin dengan tingkat kerumitan yang tinggi, yang sulit dihafal jadii ketika mau buka harus mikir dulu untuk passwordnya 🀣. Selain itu history dan cache browsingan kita akan langsung terhapus otomatis. Tiap nutup appnya, pas buka lagi udah kehapus dan harus mengisi password ulang lagi. Terlihat menyusahkan diri sendiri? Kalau memang menyusahkan itu membuat kita jadi males buka HP dan "ngapa-ngapain" dengan HP, why not?!?!?!? πŸ™‚πŸ˜Š

d. Gunakan applikasi yang membatasi penggunaan gadget alias screentime.
Aku pengguna samsung. Naah di samsung sendiri ada applikasi yang namanya "digital wellbeing" 
ini aplikasinya. (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)

Menurutku, digital wellbeing ini aplikasi yang sangat baguuuusss untuk membatasi penggunaan gadget. Di digital wellbeing kita bisa melihat track record penggunaan gadget kita dalam sehari, dalam seminggu, dalam sebulan dst. Misal hari ini liat gadget 4 jam! Maka kita akan tau. Kadang kita kan suka ndak nyadar ufah berapa lama maen HP kan yaa. Naah, apps ini nyadarin kita klo ternyata kita udah gunain HP selama berjam-jam!!!
Selain itu kita bisa set waktu penggunaan applikasi. Jika waktunya habis, maka kita ga bisa lagi menggunakan app nya tersebut sampai keesokan harinya (kecuali settingan waktu diubah πŸ˜…).
Kita juga bisa set berapa lama screentime yang kita pengen.
ini settingan waktu untuk gadget melalui digital wellbeing. (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)

Misal kayak whatsapp yang udah overtime banget. Makaaa, apps nya berubah jadi warna abu-abu dan ga bisa aku buka lagi karena habis limitnya kecuali aku ubah settingan waktunya 😊. (klik di gambar untuk melihat lebih jelas)

e. Kalau cara-cara di atas ga juga berhasil, yaudaah.. simpen HP nya jauh² di atas lemari yang tinggi di mana harus nyari tangga dulu untuk ngambil HP nya. Atau di dalam lemari paling dalam. Trus dikunci dan kuncinya simpen di ruang lain. Ini cara extrem banget sih yaa 🀣🀣🀣. Dan juga berlaku utk yang nomer panggilan utamanya bukan di HP tersebut. Kayak aku yang menggunakan HP jadul untul panggilan konvensional. HP yang dipakek untuk sosmed dll itu hanya mengandalkan wifi di rumah dan diisi kartu nomor indonesia doang.

Sekian tips dari aku. Mudah-mudahan bermanfaat terutama buat aku sendiri. Dan juga semoga bermanfaat buat kamu semua.

Rulenya adalah tak masalah kamu menggunakan gadget seberapa lama pun selama itu digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan kebaikan. Dan ingat-ingat bahwasannya waktu yang dihabiskan dengan gadget ini AKAN di HISAB oleh Allah di yaumil hisab kelak.

Jika gadget digunakan untuk kerja, jualan, posting nasihat, dan hal bermanfaat lainnya, in shaa Allah khair. Selama itu adalah kebaikan yang bisa kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. 
Disclaimer: ini untuk sebagai pengingat diri sendiri! Kata-kata ini paling pantas ditujukan untuk aku yang menuliskannya terlebih dahulu.

πŸ“±πŸ“±πŸ“±πŸ“±πŸ“±πŸ“±πŸ“±

Jika engkau termasuk orang yang tidak begitu terlena dengan gadget dan sosmed, maka bersyukurlah! Bersyukurlah. Itu suatu anugrah yang besar dari Allah. Pertahankan!
Betapa banyak orang yang bahkan sampai masuk rumah sakit jiwa karena kecanduan gadget. Semoga kita tidak termasuk bagian dari itu.
Read More

Lontong Sayur Harga Selangit

"Bund, jalan yok nyari sarapan." Ajak suami pagi jum'at ini.
"Hayuuuuk ... 🀩🀩🀩" dengan penuh semangaaat langsung mengenakan kaos kaki, abaya, jilbab dan jaket. Btw, kebiasaan memasang kaos kaki terlebih dahulu ini sudah menjadi pertanyaan akhwat wisma sejak dulu hingga sering terbawa hingga sekarang. Hehe. Mereka pada heran, kenapa dalam urutan berpakaian, malah kaos kaki yang paling pertama πŸ˜‚ yang mana normally itu menjadi urutan terakhir. Hehehe. Entah kenapa, lebih nyaman aja kalau pakai kaos kaki dulu baru yang lain-lain.

Awalnya kami mau jalan berdua aja. Beberapa kali kami jalan berdua aja, pas anak-anak lagi tidur. Hehehe. Pacaran judulnya. Tapi, pas mau berangkat, Maryam bangun. Akhirnya kami berangkat bertiga. Kakak dan uni masih tidur. Uni tidur lagi habis subuh mumpung weekend xixixi. Biasanya abis subuh langsung siap-siap berangkat sekolah.

Momen jalan bareng ini adalah momen yang sangat menyenangkan. Meski cuma keliling sebentar. Bukan tentang ke mananya, melainkan bersama siapanya hehe. Kadang kita baru menentukan mau ke mananya setelah mobil berjalan. Xixixixi... Seperti pagi ini. Awalnya suami mau beli J.Co aja. Aku okeh-okeh aja sebenarnya. Tapi kami juga sudah beli J.Co sebelumnya. Jadinya terlalu sering kan. Lalu aku memberi usulan gimana kalo ke Baqala Karisma aja. Di sana jual jajanan dan sarapan pagi-pagi. Agak jauh sih tapi akhirnya suami okeh untuk ke Karisma.

Qadarullaah sampai di Karisma baqalanya masih tutup. Padahal biasanya di sana ada bubur ayam yang rasanya lumayaan enaaak. Akhirnya kami memutuskan ke Karisma 2 yang ada di area Ar-Rayan. Ga begitu jauh dari Karisma yang ada di deket taman Ibn Qassim atau taman asri kami menyebutnya. Tapi qadarullaah baqalanya juga masih tutup. Restauran bandar jakarta yang ada di sebelahnya pun juga masih tutup. Yasudahlah. Akhirnya kami berniat untuk pulang sahaja. Meskipun belum dapat sarapan, tidak apa-apa. Jalan bareng aja udah menyenangkaan koq. Hehe. Sarapan cuma bonus aja. Hihi.

Tiba-tiba aku ingat salah satu warung makan malaysia yang ga begitu jauh dari Ar Rayyan. Sebut saja namanya X. Mumpung jaraknya cuma 1.5 km dari lokasi kami, aku berpikir apa gak sekalian coba mampir aja. Akhirnya kami mampir ke sana. Alhamdulillaah sudah buka. Kami memesan lontong sayur 2 porsi, 1 nasi lemak dan snack 2 pcs. Tapi, tak disangka harganya selangit bangeeeettt subhanallaah. Padahal restaurannya juga biasa aja. Enggak yang restaurant yang cozy-cozy gitu. Mirip-mirip dengan restaurant Indonesia juga.
Lontong sayur dibanderol dengan harga 26 SAR (sekitar 100rb rupiah). Padahal kalau di baqala Indonesia harga 6 SAR saja (sekitar 22rb rupiah). Soal rasa pun, sejujurnya tidak jauh lebih enak dari lontong sayur yang ada di baqala. Tadinya aku espektasi harganya 10-15 riyal aja. Dan itu pun harusnya udah mahal. Karena kan isinya mostly sayuran aja. Di baqala aja lontong sayurnya harga 6 riyal udah ada telornya. Ini yang harga 26 riyal, malah ga ada telurnya πŸ˜…. Bahkan restaurant Malaysia yang ada di Makkah (tutup pas pandemi) yang secara harga sewa tempat kayaknya lebih mahal yang di Makkah ini karena lokasinya tepat di depan Masjid Al Haram, tapi harga makanannya lebih murah dibanding restaurant X tersebut. Kalau ada slogan "ada harga ada rupa", kalau yang ini lebih cocoknya "ada harga, ga ada rupa" kata suami.. hehehehe.

Ya, akhirnya kita cuma bisa geleng-geleng aja. Masaa ngasih harga koq kayak ga masuk akal gitu. Subhanallaah.

Alhamdulillaah 'ala kulli haal. Qadarullaaha ma shaa a fa'al. In shaa Allah jadi pelajaran buat kami.

πŸ₯£πŸ₯£πŸ₯£πŸ₯£πŸ₯£πŸ₯£

Pelajaran berharga;
Manusia sering kali menyukai "kebahagiaan yang disegerakan".
Ada yang beli, "diporotin" dengan harga selangit. Iya, awalnya dapat uang banyak dengan ngasih harga tinggi. Tapi, konsumen tidak akan mau datang lagi untuk kedua kalinya. Cukup sekali aja. Udah gitu, jangan lupa "the power of mouth". Cerita dari satu mulut ke mulut yang lain. Suatu produk bisa mencapai penjualan yang tinggi dengan power cerita mulut ke mulut ini. Jadi bukan ga mungkin juga suatu produk akan jatuh dengan power cerita mulut ke mulut ini jika ternyata ga sesuai dengan espektasi konsumen.

Aku jadi teringat sama seorang penjual sate gerobak. Sejak aku TK hingga kini, sate gerobaknya masih gitu-gitu aja. Tidak berubah yang berarti. Jadi ceritanya, dulu sate itu sempat mengalami masa jaya. Ketika satenya laku keras. Tapi, sayangnya penjualnya kurang dalam manajemen penjualan. Saat laku keras, penjual suka mendeskriditkan pembeli. Pembeli yang belinya dalam jumlah banyak, didahulukan meski datang belakangan. Sementara yang datang duluan, karena belinya dikit ga dilayani sama sekali. Nyelekit banget. Pas laku keras juga, mulai perlahan-lahan porsi dikurangi. Jadinya lama-lama konsumen akhirnya realize dan mulai meninggalkan sate gerobak tersebut. Apalagi mulai bermunculan gerobak sate lainnya. Aah, jika saja pelayanan konsumen diperhatikan. Adil dalam menjual, tidak mementingkan atau mendahulukan yang beli dalam jumlah banyak aja mungkin pembeli juga akan loyal. Belum tentu sekarang dia yang beli sedikit, besok akan beli sedikit juga. Jangan-jangan dia baru trial doang kan. Dan lagi, kalau kualitas tidak dipertahankan dan malah dikurangi, konsumen akhirnya jadi sebel kan. Jika saja penjual sate gerobak ini bisa mempertahankan kualitas dan bersikap baik sama konsumen, mungkin ia telah bisa mengembangkan bisnisnya dengan buka cabang di mana-mana. Tapi karena manajemennyanh buruk dan hanya ingin "kebahagiaan yang disegerakan", akhirnya begitu begitu aja kaan.

Ini jadi pelajaran buatku terutama. Apalagi jika suatu saat pengen bikin usaha misalnya. Aamiin 🀩🀩🀩
Read More

Gegara Kaki Kecoa

Suatu ketika aku ke baqala/mini market indonesia. Pengen beli bakso frozen. Lumayaan, anget-angetin pas mau masuk musim kan ya. Tapi, bakso yang biasa aku beli (merek sopo nyono) lagi kosong. Jadi terpaksa beli merek lain.

Naah, pas aku mau masak baksonya, kan aku potong-potong dulu tuh baksonya. Berhubung ukurannya lumayan besar. Pas aku mau motong salah satunya, kelihatan agak coklat mirip ranting gitu. Lalu, aku potonglah pas bagian coklatnya itu. Ya Rabb ... kageeet bangeet ternyata itu kaki kecoa 😱😱😱. Auto ... "hiiiy....!!" Dan akhirnya itu bakso sebungkus besar terpaksa dibuang. Mengsedih bangeet kaaan. ((Tapi ada yang lebih mengsedih sih.. yaituu.. pas udah selesai bikin tulisan di blog, tiba-tiba device mati dan postingannya ga tersimpan walau 1 katapun. Heuheuheu ...)).

Sejak itu ... rada "trauma" untuk beli bakso frozenan beserta turunannya (bakso tahu, dll). Dan muncullah tekad dalam hati bahwasannya aku harus bisa bikin bakso sendiri!

Meskipun bertekad saat itu, tapi tidak langsung eksekusi. Butuh effort yang lumayan bagi aku yang memang ga hobi masak ini untuk membuat sesuatu. Memasak bagiku goalsnya ga muluk-muluk. Yang penting suami dan anak-anak suka. Itu saja. Orang lain bisa jadi beda selera. Yang penting keluarga suka. Ada protein, karbohidrat dan sayuran.
(daging digiling menggunakan food processor)

Nah beberapa waktu lalu akhirnya jadi juga aku eksekusi baksonya. Alhamdulillaaah. Jika sebelumnya aku bikin bakso karena coba-coba saja semacam ekperimen gitu, kali ini bikinnya dengan tekad yang lebih kuat yaitu makanan homemade yang dibikin sendiri yang kita tau apa saja bahan yang dimasukkan dan in shaa Allah higienisnya lebih diperhatikan. Tekad ini ternyata jadi energi sendiri buat aku dengan pertolongan-Nya alhamdulillaah.
(adonan bakso yang siap direbus)

Alhamdulillah dari 400 gram daging topside jadi bakso lumayan banyak.
(bakso homemade ala aku hehehe)

Di segi rasa mungkin belum seperti bakso-bakso yang dijual kebanyakan. Tapii, alhamdulillaah rasanya sangat acceptable buat aku. Sampai bolak balik ngabisin beberapa pentol bakso. Hihi. Ini lagi laper apa gimana yaak πŸ˜†πŸ€­. Sebagiannya lagi aku simpan sebagai bakso frozenan. Suami dan Anak-anak juga suka alhamdulillaaah. Karena prinsip aku memasaka adalah yang penting suami dan anak-anak suka alhamdulillah misi kali ini berhasil.

Aku beryukur tinggal di luar negeri di mana mendapatkan makanan indonesia tak semudah ketika berada di indonesia. Aku yang pada dasarnya memang bukan hobi masak jadi mau ga mau harus masak macem-macem (di luar makanan keluarga biasa yaa) kayak siomay, batagor, bakso, snack jajanan pasar kayak risoles, pastel, spring roll isi udang/ayam/etc,  cilok, kue-kue-an, homemade nugget, chicken katsu, sate padang, sate ayam bumbu jacang, soto dll. Jika di indonesia, jajanan kayak gini besar kemungkinan aku beli/order saja. Ga kepikiran buat bikin sendiri. Apalagi adanya teknologi gofood kan. Segalanya jadi lebih mudah. Tapi karena di sini ga bisa di-gofud-in, jadi harus masak sendiri. Di sisi yang lain ini pengalaman sangat berharga buat aku. Alhamdulillaaah...

(bakso ready untuk difrozen)
Read More

Kebaikan dan Teman-Teman Baik

Ma shaa Allah tabaarakallaah, suhu di Riyadh mencapai 5° C. Sebenarnya hampir sama dengan tahun sebelum-sebelumnya. Bahkan dulu sudah pernah merasakan hingga reel feel 0° C. Satu atau dua derjat celcius juga pernah. Tapi, musim dingin kali ini terasa sangat dingin bagiku. Bisa jadi karena di puncak musim dingin ini, dibarengi covid yang qadarullaah "mampir" di kami sekeluarga. Salah satu efeknya; chills, merasa dingin. Dan sepertinya kami juga merasakan ini. Rasanya tangan dan kaki seperti es. Air yang mengalir seperti air es. Tahun sebelumnya, rasanya aku tidak membutuhkan heater. Tapi tahun ini rasanya pengen selimutan aja di depan heater. Hehe.

Di puncak musim dingin ini, aku ingin menceritakan tentang kebaikan dan orang-orang baik. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Jadi, sebenernya kami tidak ingin share tentang kondisi covid yang kami alami ke teman-teman hanya dengan 1 alasan; kami tidak ingin merepotkan. Jadi, kami mengupayakan agar jangan sampai ada yang direpotkan. Kalau semisal ada pada titik di mana kami butuh bantuan, kami pasti akan meminta bantuan kepada teman-teman sesama Indonesia di sini. Tapi, alhamdulillaaah so far kami masih bisa mengupayakan sendiri, atas pertolongan-Nya.

Pagi tanggal 4 januari kemarin, salah satu teman kami mba Lia menelpon, mengkonfirmasi berita yang diterima kalau kami terkena covid. Aku membenarkan dan mengatakan alhamdulillaah kami semua baik-baik saja. Agak sedikit sesak tapi ga mengganggu alhamdulillaah. Mba Lia yang juga adalah seorang dokter, menanyakan apakah punya oxymeter. Aku mengatakan bahwa kami sedang memesannya. Malamnya mba Lia datang men-drop makanan 5 bungkus bakso yang enak banget ma shaa Allah, herbal PH7 ustadz Adi Hidayat, Black Garlic, Custus Hindi root, dan juga cup cake buat anak-anak. Mba Lia juga meminjamkan oxymeter sambil menunggu oxymeter kami datang. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Kami jadi terharu.

Banyak teman-teman yang menanyakan, "butuh apa, mau dibawain apa?, butuh dibantu belanja logistik ga?", selain mendo'akan. Ma shaa Allah. Terasa bangeet care nya teman-teman. Bantuan yang Allah kirimkan lewat mereka. Barakallaahu fiihim. Aku sebenarnya dido'akan saja sudah lebih dari cukup. Tapi, mereka memberikan lebih. Ma shaa Allah.
Tanggal 5 pagi, mba Linda mendrop satu dus besar makanan. Lontong sayur, bubur ayam 6 pcs, tahu, tempe, bayam, minyak goreng. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Pagi-pagi, diantarkan dari Nuzha. Bukan jarak yang dekat antara Nuzha dan Nahda dan mba Linda memiliki bayi. Tapi masih mengantarkan kepada kami support. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Terharu ...

Hari Jum'at, tanggal 6 sore, mba Yaya yang mengantarkan kami satu keranjang besar jeruk dan jagung rebus. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Aku yang kebetulan lagi pengen jagung rebus, ternyata Allah berikan melalui mba Yaya. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Jarak dari Batha ke Nahda sangat jauh untuk ukuran kami. Sekitar 23-25 km dan melewati jalur yang rawan macet juga. Pasti butuh effort untuk sampai ke rumah kami. Yaa Rabb... lagi-lagi terharu rasanya.
Trus hari Ahad, 9 Januari, mba Tyas nge-WA, nganterin makanan berupa Ikan Tilapia (ikan mujair kalau di kita) paket lengkap dan Jeruk digantung di depan pintu gerbang rumah kami, ma shaa Allah tabaarakallaah ...
Ma shaa Allah ikannya enaak banget, endeeuuss ma shaa Allah. Bahkan Aafiya suka banget sama ikan dan sambelnya. Kalo emaknya yang bikinin sering ga dihabisin. Huhuhu
Jeruknya juga fresh from the trees. Jadi jeruk yang dibawain mba Tyas adalah jeruk yang memang dipetik dari batangnya, dari Hariq (di 200 km selatan Riyadh), dekat Howtat Bani Tamim.
Mereka teman-temanku, orang-orang baik, dengan segenap kebaikan mereka. Allahu yubarik fii him. Tak ada yang dapat aku ucapkan melainkan do'a kebaikan untuk mereka semua, semoga Allah membalas segenap kebaikan-kebaikan mereka tersebut di dunia dan di yaumil akhir kelak. Semoga Allah balas kebaikan itu dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan kebaikan tersebut menjadi pemberat timbangan kebajikan di yaumil mizan. Aamiin yaa Rabb.

Note to my self: selalulah berbuat kebaikan. Sekecil apapun itu. Sebagaimana engkau senang diberikan kebaikan wahai diriku, maka lakukan hal yang sama pula untuk orang lain, sahabat, teman-teman dan tetanggamu. Sungguh, engkau tak pernah tau, kebaikan apa yang akan memberatkan timbangan amalmu yang sebelah kanan. Jadi, tetaplah berbuat kebaikan, meski hanya hal kecil sekalipun.

Note to my self: Jangan pula engkau anggap remeh keburukan yang engkau lakukan, pada sesama manusia, meskipun itu menurutmu hal yang sepele dan kecil. Maka, berpikir-pikirlah, sebelum engkau berkata atau melakukan tindakan apapun. Bisa jadi hal yang engkau anggap kecil dan sepele, ternyata itu telah melukai dan dzalim kepada orang lain. Berhati-hatilah. Karena kedzalimanmu, sekecil apapun itu akan ada timbangannya kelak di hari akhir, dan engkau akan memberikan hak orang yang engkau dzalimi di pengadilan-Nya.
Read More

Being Part of 1746 New Cases Statistic

Qadarallaaha ma shaa a fa'al.
Apa yang ditetapkan Allah, pasti terjadi.
Semoga ujian ini menjadikan kami pribadi yang bersabar dan mengharap pengguguran dosa atas sakit yang Allah anugrahkan.
Statistik Covid-19 tanggal 3 Januari 2022 menunjukkan angka 1746 new cases. Dan kami sekeluarga (aku, suami, dan anak pertama kami yang ikutan tes swab PCR) menjadi bagian dari statistik ini.

Dalam dua pekan terakhir, lonjakan kasus covid semakin tinggi. Bahkan statistik dunia menunjukkan bahwa angka kejadian covid dalam beberapa hari terakhir ini berkali lipat lebih besar dari pada di gelombang-gelombang sebelumnya. (Sumber dari worldometer)
Di Saudi sendiri, cases yang sudah pernah mencapai hanya 24 kasus baru perhari, dalam waktu beberapa hari merokeet tinggi. Subhanallaah. Naiknya enggak perlahan tapi langsung drastis. Dari 800-an, ke 1000, loncat ke 1700 an.

Sebenarnya kami sudah merasakan gejala semenjak safar kemarin. Tapi, ketika sudah sampai di Riyadh dan mulai booking untuk tes covid, kami tidak mendapatkan ada slot yang available. Karena masih menganggap ini batuk pilek biasa, kami memutuskan untuk tidak swab di rumah sakit. Nunggu slot yang dari pemerintah available aja.

Seminggu adalah "masa kritis" nya. Masa kritis di sini bukan berarti critical cases secara medis. Tapi maksud masa "berat" nya covid ini dirasakan. Yaitu demam tinggi, nyeri tenggorokan, sakit kepala dan juga batuk serta pilek. Berat karena kami mengalaminya bersamaan. Kami tidak mengalami anosmia (hilangnya sensitifitas indra penciuman). Paling cuma indra pengecap yang sedikit berkurang dan itu pun hanya berlangsung 1-2 hari. Itu yang membuat aku berpikir awalnya ini kayaknya bukan covid. Tapi di sisi yang lain, aku mencurigai ini covid adalah karena demam/batpil/sore throat yang kami rasakan itu beda dengan demam-demam sebelumnya.

Demamnya serentak sekeluarga (kecuali uni Aasiya yang alhamdulillaah, ma shaa Allah tabaarakallaah tidak merasakan gejala apapun). Ini terasa berat karena selain diri kami sendiri yang demam, kami juga harus menghadapi 2 anak yang demam juga. Plus kerjaan kantor suami yang ga bisa ditinggal juga. Jadi, ini fase yang berat buat kami. Selain itu, sore-throat nya terasa lebih nyeri dan agak lama. Kalau meriang dan demam karena common-cold biasa, nyeri tenggorokannya biasanya sebentar saja dan reda dengan lemonade alhamdulillaah biidznillah. Tapi ini berlangsung agak lama dan lebih nyeri. Kakak Aafiya sempat mengalami demam yang sangat tinggi di malam hari. Suara berubah serak biasanya berlangsung hanya 1-2 hari tapi sudah seminggu lebih suara masih aja serak. Kami menghabiskan hampir 3 box paracetamol isi 18-20. Dan anak-anak menghabiskan hampir 4 botol paracetamol syrup. Bolak-balik sampai 3x order paracetamol dan cooling pad buat demam anak-anak.

Karena aku agak curiga covid (yang awalnya aku anggap aku lagi overthinking aja), aku juga order multivitamin (vitamin C dan zinc). Vitamin D kebetulan memang sudah available di rumah. Selain itu, aku yang selama ini hampir tak pernah membeli obat batuk karena aku tau ini batuk mostly self limiting tapi kali ini aku order obat batuk juga. Selama ini aku tak pernah beli obat batuk anak. Benar-benar tidak pernah sama sekali kalau untuk anak. Setiap batuk biasanya kami menggunakan nebulizer dengan normal saline 0,9% saja untuk meringankan dan melegakan tenggorokan dan batuk anak-anak. Tapi kali ini selain nebulizer, aku juga memberikan obat batuk ke mereka (kecuali uni).

Ketika hari jum'at lalu (30 desember), aku cek di app sehhaty ternyata ada slot available untuk covid test. Akhirnya aku booking untuk aku, suami dan anak pertama. Anak kedua dan ketiga tidak tersedia karena tes hanya dilakukan untuk usia 7 tahun ke atas (kalau di rumah sakit tersedia untuk semua usia). Kami tidak melakukan tes di RS melainkan di covid test centre di dekat Airport (yang terdekat dari rumah kami).

Ketika tes, kondisi kami sebenarnya alhamdulillaah sudah lebih baik. Sudah memasuki masa pemulihan. Masa-masa demam juga sudah lewat. Kakak yang biasanya tiap malam terlihat drop, alhamdulillah sudah lebih segar dan bisa ikut sekolah full juga (secara online). Tapi kami tes ini untuk konfirmasi saja apakah benaran covid atau bukan sehingga kami bisa mengambil keputusan untuk booking vaksin booster nantinya.

Tidak seperti tes sebelumnya yang ga ngantri panjang, bahkan kami pernah test (syarat untuk tes CBT CPNS kekekek), kami satu-satunya yang swab di pagi itu saking ga ada orang yang tes swab, berbanding terbalik dengan tes yang kami jalani pagi di 2 janurai 2022. Antrian panjang mobil orang-orang yang mau test mengular mungkin sekitar 2-3 km. Kami menghabiskan lebih dari 1 jam untuk antri menunggu tes. Testnya drive-thru jadi kayak macet panjaaang kelihatannya. Kemacetan ini bahkan sampai 5 km sebelum centre covid test di jalan Thumamah yang kami lewati. Harusnya kami dapat paling belakang di jalur paling kanan (paling pinggir) untuk berbelok ke kanan. Tapi kami tetap melaju di jalur tengah. Kami pikir jalur kanan itu bukan antrian test covid. Tapiii ternyata itu antrian untuk test covid dan kami sudah melewatinya. Sulit untuk u-turn dan balik lagi ke belakang. Macet dan antrian pasti tambah panjang. Terlebih ini adalah jalur 1 arah. Harus mencari u-turn yang cukup jauh. Alhamdulillaaah, ada bapak baik hati yang mempersilakan kami maju di depannya (pindah dari jalur tengah ke jalur kanan) sehingga kami dapat masuk ke "barisan kemacetan" dan jejeran mobil menuju covid centre tersebut. Ma shaa Allah bapaknya sangat baik. Kami mendo'akan semoga bapak tersebut mendapatkan kemudahan dalam hidupnya, dapat mendahului kami ketika tes, dan hasilnya negatif dan do'a baik lainnya.
Salah satu kebiasaan yang kami coba ajarkan kepada anak-anak (bukan bermaksud untuk merasa diri kami baik, hanya berbagi dan berharap ini menginspirasi dan memberi manfaat bagi siapa yang membacanya) adalah mendo'akan orang lain, meskipun orang tersebut tidak kenal dengan kita. Apalagi orang tersebut mau berbaik hati kepada kita. Mendo'akan orang yang mengalami masalah di pinggir jalan misalnya ketika kami melewati orang yang bermasalah dengan kendaraannya tersebut agar dimudahkan urusannya. Mungkin kami tak bisa membantu secara langsung (sebagaimana orang-orang di sini ma shaa Allah sangat banyak yang baik hati dengan mudahnya membantu orang lain yang mengalami masalah dengan kendaraannya), tapi setidaknya mendo'akan. Semoga kebiasaan ini juga dilaksanakan oleh anak-anak kelak. Kami berusaha menanamkan mindset bahwasannya ketika kita mendo'akan orang lain sesuatu yang baik, maka do'a baik itu sejatinya akan kembali ke diri kita sendiri karena malaikat mendo'akan yang sama untuk kita (sumber Hadits Nabi).

Back to story, alhamdulillaah kami masuk ke area covid centre dan kami sempat melihat bapak yang baik hati tadi sudah mendahului kami melakukan tes. Kami senaaang ternyata bapak itu lebih dahulu dari kami. Tes berjalan lancar. Petugasnya sangat gercep dan ramah. Ma shaa Allah.

Biasanya, hasil test keluar sorenya di SMS, app sehhaty dan tawakkalna sekaligus. Tapi ditunggu sampai malam pun hasilnya belum keluar juga. Mungkin karena yang test kali ini berkali lipat lebih banyak. Pagi besoknya (3 januari 2022) sekitar jam 8 baru keluar hasil testnya yang menunjukkan bahwa kami positif covid. Alhamdulillaah 'ala kulli haal.
Mungkin ini pula hikmahnya test covid itu fully booked ketika puncak-puncak "masa kritis" kami sehingga kami tidak bisa ikut tes. Bahwasannya jika kami mengetahui positif covid ketika masa kritis itu, mungkin bisa jadi overthinking banget, bisa menurunkan imunitas juga kaan ketika khawatir berlebih. Berbeda ketika kami mengetahuinya setelah melewati masa kritis. Sudah masa pemulihan. Secara psikis, lebih siap. Mudah-mudahan Allah memberikan speedy recovery untuk kami sekeluarga.

Status di tawakkalna app kami sudah berubah dari hijau ke cokelat (dari imune ke infected). Artinya, selama status tawakkalna kami cokelat, kami tidak bisa ke mana-mana. Tidak bisa masuk fasilitas umum mana pun. Alhamdulillaah, sebelumnya kami sudah stok bahan makanan dengan berbelanja online. In shaa Allah cukup untuk 14 hari sampai tawakkalna nya hijau lagi. Alhamdulillaah binni'mah.
Pasti ada hikmah atas segala sesuatu. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang tetap memuji-Nya di segala keadaan. Kami juga berharap ini menjadi penggugur dosa-dosa kami. Aamiin yaa Rabb.
Read More

Tetangga Terbaik

Di perantauan, tiadalah yang lebih baik dari pada tetangga yang baik. Tetangga yang sudah seperti saudara sendiri. Ma shaa Allah tabaarakallaaah.
Sungguh hari ini kami dapat limpahan kebaikan dari tetangga terbaik kami, mba Tyas sekeluarga. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Pagi jum'at yang gerimis dengan aroma petrichor. Pagi jum'at terakhir di tahun 2021. Sebentar lagi, 2022 menjelang. Berganti tahun masehi bukanlah sesuatu perayaan spesial bagi kami. Tapi tetap saja, berganti hari, berganti bulan, berganti tahun ... berarti jatah hidup semakin berkurang.

Beberapa hari ini kondisi kami memang lagi not feeling well sehabis safar. Memang musimnya juga. Meskipun deg-degan dengan omicron, kami berharap ini bukanlah seperti yang kami pikirkan. Kadang, pandemi bikin kita banyak overthinking ya, hehe.

Ma shaa Allah tabarakallaah, mba Tyas datang pagi-pagi bawain dua goodie bag besar isinya macam-macam. Ma shaa Allah. Lima porsi bubur ayam, 2 pack bakso frozen, 3 pack kaldu daging siap pakai, tauge, 1 tray jeruk, lemon, 1 botol besar madu (750 gr), 1 botol bawang putih goreng. Plus juga buku anak-anak. Ma shaa Allah.. terharuu. Sungguh sangat baik sekali. Semoga Allah membalas begitu banyaaaak kebaikan mba Tyas sekeluarga.

Ini bukan kali pertama. Sering kali tiba² mba Fyas bawain makanan, snack atau apa saja. Membantu kami dalam banyaak haal. Dulu, waktu aku lahiran Aasiya, nitip Aafiya yang masih 2 tahun juga ke mba Tyas sekeluarga. Pas lahiran Maryam, ada dua anak yang dititip ke mba Tyas lagi. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Begitu banyak kebaikan yang mba Tyas sekeluarga berikan. Hanya kepada Allah kami memohon, agar kebaikan-kebaikan beliau dibalasnya dengan balasan yang lebih baik di sisi-Nya. Aamiin yaa Rabb ...

Memiliki tetangga yang baik itu adalah rezeki dari Allah. Alhamdulillaah di sini kami memiliki beberapa tetangga orang Indonesia dan alhamdulillah dapat tetangga yang baik. Dan mba Tyaas adalah tetangga yang paling dekat (paling dekat secara pertemanan). Juga paling lama bertetangga. Kami sudah bertetangga sejak pertama kali datang ke Riyadh (8 tahun). Tetangg terbaik kami, ma shaa Allah tabaarakallaah.

Barakallaahu fiik mba Tyaaas sekeluarga ❤❤😘😘
Atas segala kebaikannya ... ❤❤❤
Read More

Do'a, Harapan, dan Kelegaan

Alhamdulillaah, vacation kami berjalan lancar. Vacation kali ini benar-benar anugrah banget rasanya. Karena jika dilihat-lihat dari awal, rasanya hampir ga mungkin kami dapat vacation di Desember 2021 ini. Pertama, "antrian" cuti teman se tim suami yang pada "numpuk" di akhir tahun. Semua pada pengen cuti. Dan syaratnya tidak boleh 2 orang cuti sekaligus. Jadi, peluang kami buat cuti lebih kecil karena sebagian cuti sudah diambil di pertengahan tahun lalu. Kedua; resident permit kami yang belum renewal. Rasa-rasa hampir tak mungkin. Tapi, bagi Allah, sesuatu yang tidak mungkin dalam pandangan manusia, sangat bisa menjadi WUJUD NYATA jika Allah berkehendak. Dan itulah yang terjadi. Alhamdulillaah tsumma alhamdulillaah.


Perjalanan kami kali ini ga cuma pakek mobil di mana suami nyetir seperti biasa, tapi kami mencoba pengalaman baru dengan naik kereta cepat (highspeed railway) dan juga bus express. Berhubung dua moda transportasi ini tidak begitu common bagi anak-anak, maka kami ingin "mengenalkan" pengalaman ini kepada mereka. Dan alhamdulillaah mereka excited dengan pengalaman ini. Meskipun sempat harus sekolah sambil jalan hehe (alhamdulillaah anak-anak masih sekolah online).

Di perjalanan kali ini juga diumumkan hasil tes CPNS tahun 2021 yang mana hasilnya alhamdulillaaah, aku ndak lulus. Berarti do'a kakak Nasamah terkabul hehehe. Ini tidak lulus yang paling melegakan kayaknya. Alhamdulillaaah. 

Apa yang dilakukan seseorang ketika menginginkan sesuatu? Seseorang biasanya akan berikhtiar. Ikhtiar itu dalam bentuk usaha secara fisik (misal belajar, dll) dan berdo'a tentunya. Ada berbagai keinginan yang aku "langitkan" semenjak dahulu. Di antaranya, ada yang diijabah-Nya, dan sebagian lainnya digantikan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagainnya, mungkin tidak diijabah-Nya karena menghindarkan dari keburukan dan aku sangat berharap tidak diijabahnya sebagian do'a itu menjadi simpanan yang kelak diperlihatkan dan dibalaskan di akhirat sana. Untuk CPNS kali ini aku tak pernah memohon kepada Allah untuk diluluskan sebagai dosen CPNS di tahun 2021 ini. Aku hanya meminta agar Allah memberikan yang terbaik untukku dan keluarga serta untuk akhirat dan dunia kami. Jika memang dengan menjadi dosen itu lebih baik untuk akhirat dan dunia kami, maka aku memohon agar dimudahkan. Jika memang bukan sesuatu yang baik untuk kami, maka aku memohon untuk dihindarkan dari segala keburukannya. Itu saja yang aku pinta pada-Nya terkait CPNS kali ini. Beberapa kali Nasamah dan Rumaisha bilang "Kakak ga mau bunda luluus." demikian juga si Uni. Dan jawabanku selalu sama untuk mereka, "Kakak, Uni ... do'a sama Allah." 


Sepanjang beberapa masa hitungan tahun berlalu. Dahulu aku ingin kuliah di luar Sum-Bar (sebagaimana teman-temanku banyak yang lulus di ITB, UI, UGM, Unpad dll) tapi, hanya diijinkan di Sum-Bar. Ada kesedihan? Tentu. Dulu pernah memilih FK. Tapi lulus di Farmasi. Sedih. Iya, lumayan sedih. Dulu, pernah ikut tes CPNS (2010) dan berharap lulus, tapi tidak lulus. Sedih? Iya, waktu itu sedih, meskipun sekarang malah senang ketika sudah tau apa hikmahnya. CPNS 2021, tidak lulus ... apakah sedih juga? Ketidaklulusan di tahun ini beda penyikapannya. Jika dipersentasekan, sedihnya paling cuma 1-5% aja. hehe.. Sedih kenapa nilai microteaching dan wawancara koq rendah amat. Hehehe. Apa aku seburuk itu dalam wawancara dan mengajar? Rasanya aku senang mengajar. Meskipun tidak selalu mengajar mahasiswa, tapi aku pernah mengajar anak SMP dan SMA. Sekarang aku juga "me-mentoring" beberapa mahasiswa dan anak SMA. Tapi ternyata, di tes CPNS ini nilai mengajarku rendah banget. Jadi sedih dan auto evaluasi diri  jangan-jangan mereka selama ini tidak mengerti yang aku ajarkan sampai nilaiku serendah itu?! Hehehehe.... 


Sedihnya hanya 1-5%, sementara legaaa nya adalah 95-99%. Kenapa lega? Karena ... alhamdulillaaah nothing change setidaknya dalam setahun ke depan in shaa Allah. Aku malah sangat galaaauu rasanya bila lulus CPNS kali ini. Pertama, aku kayaknya beraaat banget harus LDR (apalagi beda negara dan berpisah sejarak 6000 an kilometer) dengan suami. Kedua, aku ga kebayang gimana bawa anak-anak mondar mandir ngurus berkas, dan bertempat tinggal di daerah yang sama sekali asing dan belum pernah aku kunjungi dan tak pula ada saudara dan kerabat yang tinggal di sana. Anak-anak nanti sama siapa. Di mana aku tinggal? Sekolahnya  anak-anak gimana? Bagaimana mereka adaptasi dengan lingkungan yang sama sekali berbeda sementara emaknya harus ngampus dan tidak bisa mendampingin full setiap hari. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang muncul di benakku jika aku lulus. Tapi, jika sekiranya lulus, maka segala tantangan ini memang harus aku hadapi. Ketika tau tidak lulus, ada kelegaan yang benar-benar lega. Segala pertanyaan-pertanyaan yang tadi ada di benak, tidak membutuhkan jawaban lagi dan aku tidak perlu memikirkan apa jawabannya.


Ada banyak cerita tentang CPNS tahun ini (dan mungkin di tahun sebelumnya juga). Sebagian (aku katakan SEBAGIAN lho yaa enggak semua) merasa "dicurangi" terutama ketika kampus yang mewawancarai dan menilai microteaching "membuat SETTINGAN" agar dosen tetap non PNS, dosen kontrak atau pun dosen luar biasa di kampus tersebut diluluskan. Microteaching dan wawancara memiliki total Bobot 40% dari SKB. Nilai ini tentu sangat signifikan mempengaruhi hasil akhir. Jika ada yang yang memang disengaja untuk diluluskan, maka diberikan nilai sempurna, sementara saingannya nilainya dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Aku mendengar sendiri kesaksian langsung dari peserta dari beberapa universitas (kebetulan tergabung di suatu grup WA) yang nilainya di SKD maupun CBT itu tinggi (dan kebanyakan paling tinggi), tapi sengaja diberikan nilai dibawah passing grade ketika di wawancara dan MT (microteaching), sehingga "hak" yang seharusnya ada pada orang yang mememiliki CBT dan SKD yang tinggi itu seolah "dicekal". Makin jelas "settingannya" ketika "orang dalam alias dosen yang memang sudah mengajar di kampus tersebut diberikan nilai sempurna yaitu 90-100. Ada yang sudah memiliki pengalaman mengajar 7 tahun di kampus swasta, sudah memiliki jabatan fungsional di kampusnya, dan juga sudah memiliki sertifikasi dosen; bisa-bisanya wawancara (yang notabene seputar dunia perkampusan, alasan menjadi dosen dll) yang pasti sudah khatam sama dia, plus pengalaman mengajar selama 7 tahun yang pasti udah melakukan teaching ratusan kali, dapat nilai hanya 50-an saja. Jadi, selama ini dia ngajar ga becus gitu? Atau emangnya dia lagi stand up comedy? Enggak kaan yaa. Naaah kaaaan, kelihatan bangeeettt yaak "kecurangan" dan "settingannya" hehehe. 


Tapi, ini bukan berarti semua yang mendapat nilai sempurna sampai 100 itu adalah settingan. Sebagian memang mendapat nilai tersebut karena they deserve to get it. Memang mereka berhak mendapat nilai tersebut. karena kemampuan mereka. Selain itu, penilaian wawancara dan MT ini sifatnya sangat subjektif menurutku karena penilainya manusia, yang dipengaruhi berbagai faktor. Bisa jadi mood pengujinya sedang buruk, bisa jadi lagi kesel, bisa jadi sedang lapar, lagi cape dan jenuh karena harus menguji dari pagi atau ada "titipan" dari atasan. Berbeda dengan CBT (tes yang berbasis komputer) yang menurutku nilainya murni. Tak ada unsur pengaruh manusia.


Dalam penilaian beberapa kampus yang kadang terlihat seolah seperti "settingan" itu adalah kejomplangan yang amat sangat antara satu peserta dengan seperta lainnya. Satu peserta (yang diunggulkan dan diplot untuk diluluskan) mendapat nilai sempurna 90-100. Sementara peserta lainnya mendapat nilai sangat rendah (40-60). Dulu (tahun sebelum-sebelumnya) malah nilai wawancara dan microteaching dikasi cuma 10-20 aja. Apakah memang "sebodoh" itu peserta yang mendapat nilai rendah? Bukankah mereka yang diuji itu adalah orang-orang yang berpendidikan minimal S2 yang notabene sudah sering melakukan presentasi?! 

Di sebagaian kampus lainnya penilaiannya terlihat lebih fair menurutku. Salah satunya di almamater S-1 ku. Penilaiannya menurutku sangat wajar tanpa settingan di mana nilai peserta sebarannya hampir sama yaitu sekitar 70-80 an rata-rata. Dan tidak jomplang yang sangat antara pesertanya. Tidak jomplang banget laaah. Enggak yang satu orang menjulang tinggi sementara yang lain nilainya rendah gitu.

Di formasi yang aku pilih sendiri, memang yang lulus adalah dosen kontrak di kampus tersebut. Meskipun alhamdulillah nilai CBT-ku (dari 4 mata ujian yaitu etika dan tridarma perguruan tinggi, literasi bahasa inggris, penalaran dan pemecahan masalah, dan dimensi psikologi) jika ditotal nilaiku paling tinggi di antara tiga peserta SKB (alhamdulillaah, senang juga saingan sama anak muda di mana emak-emak bisa mengungguli, dan bukan karena emak-emak ini hebat melainkan haadzaa min fadhli Rabbi), tapi wawancara dan microteaching nilaiku rendah dan ini sangat menentukan hasil akhir kelulusan. Yang lulus di formasiku itu (dosen kontrak di kampus tersebut) nilai wawancaranya 100 dan microteachingnya 90. Sementara nilaiku masing-masing 68 dan 66. Hihihi. Jadi lumayan jomplang laah yaaa. Heuheu... Jika nilai MT dan wawancara kami berkisar di nilai yang sama, bisa jadi aku dan dia memiliki nilai akhir yang hampir sama. Karena utk SKD sendiri, nilai kami kalau ditotalkan pun selisihnya hanya 1 poin saja (aku 30 dia 31). Sementara di SKB utk CBT nilaiku lebih unggul 3 poin. Nilai 60% dari 3 poin adalah 2 poin. Tapi, mungkin memang dia memiliki kemampuan sangat hebat dalam wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai sempurna. Dan aku mungkin memang ga pinter wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai rendah. Hehehe. Rasanya pas microteaching aku sudah menginputkan semua yang diminta dalam microteaching seperti tujuan pembelajaran, penggunaan multimedia, quiz interaktif dan juga resume pembelajaran. Aku juga menggunakan slide berbahasa inggris walaupun dalam penyampaiannya berbahasa Indonesia. Karena kampus yang dituju prodi farmasinya masih baru, dalam pikiranku belum akan memiliki kelas internasional. Jadi tidak masalah presentasi dengan bahasa Indonesia. Tapi mungkin itu tidak memenuhi espektasi penguji. Qadarallaaha ma shaa a fa'al.

Kadang aku jadi penasaran juga, sehebat apa sih wawancaranya sampai dapat nilai 100? Xixixi. Mungkin memang sangat-sangat hebat dan sempurna jawabannya. Disclaimer: Aku sama sekali tidak menuduh di formasiku itu ada "kecurangan" atau "pesanan" untuk meluluskan seseorang lho yaa. Barangkali memang begitu adanya. Hehehehe.... Sudah menjadi rezekinya dia. Khair in shaa Allah. Sangat khair... Sangat baik.

Nilai Akhir yang lulus CPNS di formasi yang aku pilih. CBT 38.72, Wawancara 100, MT 90

Nilai akhirku (CBT 41,65; wawancara 68, Microteaching 66)


Alhamdulillaah 'ala kulli haal. Senang rasanya sudah melewati serangkaian tes CPNS kali ini. Punya pengalaman baru. Punya teman baru juga. Punya insight baru. Apalagi tes di luar negeri yang pesertanya dapat jamuan makan siang dan dapat perlakuan istimewa ma shaa Allah. Kalau di SKD aku dapat burgerking, di SKB (CBT) aku dapat McD yang super jumbo paket lengkap. Enaaak banget deeh tes CPNS di luar negeri khususnya Riyadh hehehehehehe. Dan in shaa Allah tidak menjadi penyesalan kelak, karena aku sudah mencoba di kesempatan terakhir untukku ikut tes CPNS. Jika memang ada "hak-hak" nilai yang dikurangi (cases teman yang mendapat kecurangan di atas), kalau aku prinsipnya apa yang menjadi hak kita, pasti akan kembali kepada kita. Enggak di dunia, pasti di akhirat. Seseorang yang "mendzalimi" orang lain, mencekal nilainya, memberikan nilai yang tidak seharusnya, PASTI harus mengembalikan "hak" orang yang terdzalimi di pengadilan Allah kelak. Sayangnya di sana sudah ga ada mata uang lagi untuk membayar. Bayarnya pakai pahala atau dosa. Seorang hakim/juri/penilai, setengah kakinya di neraka. Apabila ia memberikan nilai dengan seadil-adilnya, maka ia mendapat pahala in shaa Allah. Tapi, jika dia tidak memberikan nilai dengan adil, maka Allah pasti akan mengadili ketidakadilannya itu di akhirat kelak. Jadiii, tak perlu bersedih bagi teman-teman yang sengaja dicurangi. Hak teman-teman akan kembali koq in shaa Allah. Di sisi lain, teman-teman sudah "diselamatkan" dari instansi yang "memfasiitasi" kecurangan tersebut. Meskipun maksudnya adalah "mengapresiasi" jasa dosen kontrak/dostap di suatu perguruan tinggi dengan memplot kelulusan, perbuatan mencurangi nilai orang lain tetap adalah suatu tindakan yang tidak punya integritas. Note: jika memang kecurangan itu terjadi.


Sekian cerita panjang kali ini. Alhamdulillaaah, Alhamdulillaaaah. Aku menuliskan ini pun penuh dengan kelegaan atas ketetapan terbaik yang Allah gariskan untukku dan keluarga.

Read More

Guru oh Guru

Beberapa pekan ini, anak-anak punya kegiatan baru yaitu belajar berenang. Belajar berenang mengikut dari kegiatan extrakulikuker di al Faris International School. Suami paling bersemangat mengajak anak-anak ikut kelas renang ini yang 'hanya' 2x sepekan yaitu pas week end (jum'at dan sabtu). Sebenernya, ada opsi weekday juga tapi agak susah karena selain anak-anak sekolah, ayahnya juga udah ngantor.
Di kelas renang ini, anak-anak benar-benar diajarkan dari basicnya. Dasar-dasarnya banget. Dari 0. Aku melihat, kelebihan belajar dengan guru professional itu adalah ketika belajar dari hal yang benar-benar prinsip dasar itu sangat besar dibanding hanya berlatih begitu saja, yang hanya sekedar nyemplung-nyemplung kolam aja. Jadi, dengan basic yang kuat dan pemahaman yang benar-benar OK, in shaa Allah ke depan akan melekat di mereka. Berbeda dengan yang hanya belajar begitu saja, tanpa tutor yang profesional, maka hasilny tidak semaksimal ketika ketika tutornya benar-benar mengerti prinsip dasar dan dari mana hendak memulai mengajarkan.

Bukan hanya dalam hal belajar berenang. Tapi dalam banyak hal di kehidupan. Contohnya aku. Aku suka menjahit (meski awalnya karena pengen bikin gamis anak-anak aja). Tapi aku hanya bisa belajar otodidag di yutub dari 0. Bisakah aku? Alhamdulillaah bisa. Tapi tidak sebaik yang benar-benar sekolah menjahit atau sekolah mode gitu.

Orang-orang yang hobi olah raga, misal badminton atau futsal ataupun basket. Mereka hobi dan suka. Enjoy memainkannya. Tapi, tetap saja--meskipun mereka menyukainya hingga high end sekalipun--takkan bisa menjadi atlit tanpa pelatih profesional. Meskipun, tak bisa dinafikan bahwasannya melakukan karena hobi dan belajar otodidag itu juga bukan berarti enggak bisa sama sekali. Tapi enggak bisa kayak atlit profesional. Bisa jadi mereka melakukannya hanya sekedar hobi tanpa mengetahui tekniknya dari basic banget.

Mungkin berlaku juga buat orang yang belajar menyetir. Orang yang bisa menyetir lalu mengajarkannya kepada orang lain, mungkin dalam hal mengajarkan tidak akan sebaik orang yang mengajarkannsecara profesional. Ketika mendengarkan cerita teman yang sekolah menyetir di sini, mereka mengatakan bahwa diajarkan dari hal yang sangat basic yang mana ketika suami² mereka yang mengajarkan, tidak seperti itu. 

Aku juga ingin mengajarkan anak-anak bagaimana menggunakan photoshop, corel, painttool sai dan software desain lainnya tapi kadang aku bingung memulai dari mana untuk mengajarkannya. Karena, aku sendiri kuga belajarnya autodidag. Tidak mengetahui basic-basicnya dan bagaimana cara mengajarkannya.

Aku masih ingat bagaimana aku benar-benar kesulitan mengajarkan si kakak (anak pertama kami) membaca dulunya. Gimana biar kata Ba-du dibacanya Badu. Berulang mengajarkan tapi anaknya ga ngerti-ngerti. Bukan karena aku ga pinter membaca. Bukan karena kakak tidak pinter menangkap pelajaran. Tapi, satu-satunya alasan adalah karena aku yang TIDAK PANDAI MENGAJARKAN. Aku tidak mengerti basic-basic BAGAIMANA CARA mengajarkan membaca. Ketika kakak belajar dengan gurunya di mana ngajarinnya bukan bahasa indonesia melainkan english yang lebih susah dari pada bahasa Indonesia, kakak alhamdulillah termasuk di antara yang tercepat bisa membaca di kelasnya. ((Karena kebetulan memamg kakak sekolah di sekolah internasional yang bahasa pengantarnya adalah english dan juga arabic tanpa ada bahasa indonesia sama sekali di sekolah)). Bahasa indonesia lebih mudah karena hanya membaca yang tertulis. Sementara bahasa inggris berbeda antara yang tertulis dan yang dibaca. Misal kenapa B-U-S dibaca BAS bukan BUS. Kenapa L-I-K-E dibaca LAIK bukan LIK atau LIKI atau LIKE. Itu kan sebenernya lebih complicated dibanding bahasa indonesia. Aku bisa frustate ngajarin kakak reading sedangkan yang bahasa Indonesia aja ga bisa ngajarin. Apalagi english. Tapi, beda dengan para guru di sekolah. Karena gurunya kakak di Sekolah adalah oramg BISA DAN MENGERTI CARA MENGAJARKAN MEMBACA, maka anak-anaknya kemudian bisa membaca. Metode membaca dengan phoenic (yang diajarkan guru kakak di sekolah) kemudian dia impelentasikan ke bahasa Indonesia jadi si kakak bisa belajar bahasa Indonesia sekaligus alhamdulillah ma shaa Allah tabaarakallah.. Jadi, kakak sekarang alhamdulillaah bisa membaca 3 bahasa sekaligus yaitu English, Bahasa Indonesia dan Arrabic. Di kelas kakak juga belajar bahasa Prancis. Tapi masih yang dasaaaarr bangeeett. Belum dituntut untuk bisa baca.

Sampai di sini aku berkesimpulan bahwasannya betapa besar peran seorang guru dalam mengajarkan kita (dalam hal apapun itu!). Guru di sekolah, guru renang, guru menyetir, guru les jahit, coach atlit professional, tentor, dan sebagainya; mereka adalah guru-guru yang telah berbagi ilmu kepada kita dan memiliki jasa yang amat sangat besaaar. Dan sungguh jasa guru itu tak ternilai. Beruntungnya --meski tidak semua guru sejahtera secara ekonomi--mereka memiliki banyak tabungan akhirat. Ilmu-ilmu bermanfaat yang mereka ajarkan (dengan ikhlas) akan menjadi investasintak ternilai di hari di mana manusia sangat butuh dengan segenap kebaikan yang dia kerjakan di dunia. Agar selamat. Agar timbangan di yaumil mizan tidak bergeser ke kiri. 

⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪

Sungguh, dalam urusan dunia saja, kita butuh belajar. Kita butuh guru. Lalu bagaimana dengan urusan akhirat yang menjadi bekal panjang kita? Kita takkan pernah bisa mengerti (apalagi mengerjakan amalnya) kalau kita tidak berilmu dan tidak pula mau mengikuti majlis ilmu. Kita tidak akan pernah bisa baca al Qur'an dengan baik dan benar jika kita tidak belajar dari seorang guru. Semoga kita tetap bersemangat mencari ilmu untuk keselamatan kita terutama di akhirat sana dan juga di dunia πŸ’•πŸ’•❤.
Read More