Buaya siam
Buaya Siam | |
---|---|
Buaya Siam, di penangkaran | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | C. siamensis
|
Nama binomial | |
Crocodylus siamensis | |
Buaya siam (Crocodylus siamensis) adalah sejenis buaya anggota suku Crocodylidae. Buaya ini secara alami menyebar di Indonesia (Jawa dan Kalimantan Timur), Malaysia (Sabah dan Serawak), Laos, Kamboja, Thailand, dan Vietnam. Disebut buaya siam karena spesimen tipe jenis ini yang dideskripsi dan dijadikan rujukan berasal dari Siam (nama lama Thailand). Di Jawa, buaya ini disebut buaya kodok. Buaya ini sekarang terancam kepunahan di wilayah-wilayah sebarannya, dan bahkan banyak yang telah punah secara lokal.
Ciri-ciri fisik
[sunting | sunting sumber]Buaya ini relatif kecil ukurannya, dengan panjang total maksimal mencapai 4 m; akan tetapi yang umum panjang buaya ini hanya sekitar 2–3 m. Terdapat gigir yang memanjang, tampak jelas di antara kedua matanya, keping tabular di kepala menaik dan menonjol di bagian belakangnya. Sisik-sisik besar di belakang kepala (post-occipital scutes) 2–4 buah. Terdapat sejumlah sisik-sisik kecil di belakang dubur, di bawah pangkal ekor. Sisik-sisik besar di punggung (dorsal scutes) tersusun dalam 6 lajur dan 16–17 baris sampai ke belakang. Sisik perut tersusun dalam 29–33 (rata-rata 31) baris. Warna punggung kebanyakan hijau tua kecoklatan, dengan belang ekor yang pada umumnya tidak utuh.[1]
== Habitat dan konservasi ==
Buaya air tawar ini menyukai perairan dengan arus yang lambat, seperti rawa-rawa, sungai di daerah dataran, dan danau. Hewan ini berbiak di musim penghujan; buaya betina bertelur 20–80 butir, yang diletakkannya dalam sebuah gundukan sarang yang dijagainya hingga anaknya menetas. Telur-telur itu menetas setelah sekitar 80 hari.[2]
Karena perburuan gelap dan rusaknya habitat buaya ini di alam, IUCN memasukkan buaya siam ke dalam kategori kritis (CR, critically endangered).[3] Pada 1992 populasinya bahkan sempat dianggap punah di alam, atau mendekati situasi itu. Akan tetapi untunglah, survai-survai yang berikutnya mendapatkan keberadaan sebuah populasi kecil tak-berbiak di alam di Thailand (beberapa ekor saja, tersebar di beberapa tempat), sebuah populasi kecil di Vietnam (kurang dari 100 individu), sementara –yang menggembirakan– beberapa populasi yang lebih besar dijumpai di Kamboja (total hingga sekitar 4000 individu) dan Laos, di sekitar aliran Sungai Mekong.[4] Pada Maret 2005, para konservasionis mendapatkan sebuah sarang berisi bayi-bayi buaya siam di Provinsi Savannakhet, Laos bagian selatan. Dari Malaysia dan Indonesia, sayangnya, tak ada data yang baru. Menurut perhitungan sekarang, total populasinya di alam diperkirakan kurang dari 5.000 ekor. Di penangkaran, sebagian individu buaya siam adalah merupakan hibridisasi dengan buaya muara, di samping beberapa ribu ekor yang masih asli yang dipelihara pada berbagai tempat penangkaran, terutama di Thailand dan Kamboja.[4]
Di Taman Nasional Bang Sida di Thailand, yang terletak tak jauh dari Kamboja, ada proyek re-introduksi buaya siam ke alam liar. Sejumlah buaya muda dilepas liarkan ke sebatang sungai kecil yang terpencil di taman nasional tersebut, yang tak dapat dijangkau pengunjung.
Buaya siam telah dilindungi oleh undang-undang negara Republik Indonesia.[5]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini. Penerbit ITB, Bandung. hal. 162. ISBN 979-96100-0-1
- ^ Crocodylus siamensis (Schneider 1801) – The Crocodile Specialist Group
- ^ Crocodile Specialist Group (1996). Crocodylus siamensis. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 6 Peb 2008. Listed as Critically Endangered (CR A1ac v2.3)
- ^ a b Crocodylus siamensis Species Account – The Crocodile Specialist Group
- ^ Mumpuni. 2001. Reptilia. dalam M. Noerdjito dan I. Maryanto (eds.). Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Puslit Biologi LIPI – TNC – USAID, Bogor. hal. 112. ISBN 979-579-043-9