Lompat ke isi

Masjid Sunan Cirebon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Masjid Sunan Cirebon adalah sebuah masjid yang terletak di Dusun Cengkehan, Desa Giriloyo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul Yogyakarta. Menurut cerita juru kunci makam dan masjid, konon masjid ini didirikan oleh Sultan Agung. Tidak diketahui persis kapan didirikan oleh Sultan Agung. Tidak diketahui persis kapan didirikannya masjid ini. Diperkirakan sekitar abad ke-17. Masjid ini berdiri di atas tanah Mutihan atau Sultan Ground. Pada waktu didirikan, bangunan ruang utama berbentuk joglo seluas 10x10 meter dan bangunan serambi berbentuk limasan seluas 8 X 10 meter. Masjid Sunan Cirebon berada satu komplek dengan areal pemakaman Pangeran Juminah. Untuk sampai ke pemakaman ini, kita harus mendaki ratusan anak tangga dengan posisi yang cukup tajam.

Arsitektur Bangunan

[sunting | sunting sumber]

Gaya arsitektur bangunan masjid secara keseluruhan kelihatannya meniru Masjid Gede Mataram di Kotagede. Hal ini dapat dipihat dari berbagai bagian masjid yang hampir secara keseluruhan menyerupai Masjid Gede Mataram, walaupun dari segi ukuran, masjid ini jauh lebih kecil. Mulai dari bangunan utama yang berbentuk joglo, bangunan serambi berbentuk limasan, sampai dengan keberadaan kolam untuk bersuci sebelum masuk masjid yang berukuran 10 X 1,5 meter, yang masih tetap dipertahankan. Selain itu juga terdapat pawestren di sebelah selatan ruang utama untuk jamaah putri.

Pada awal didirikan masjid ini menggunakan atap sirap, dengan konstruksi kubah bersusun yang diatasnya terdapat mahkota berbentuk godo dan daun kluwih yang masih asli. Adapun kelengkapan masjid yang masih ada dari 1 meter dengan panjang sekitar 150 cm, kentongan serta mimbar dari kayu, tempat wudhu dan tempat untuk menyimpan bandoso (keranda).

Menurut jurukunci, rehabilitasi masjid yang masih diingat adalah pada tahun 1979. Pada waktu itu diadakan perbaikan di bagian atap masjid yang terbuat dari sirap. Dikarenakan faktor usia, atap sirap banyak yang bocor, kemudian warga masyarakat berinisiatif untuk menambahkan atap genteng tepat di atas sirap yang sudah ada. Hal ini dikarenakan setiap Kraton Ngayogyakarta dan Kraton Surakarta, dengan ketentuan bahwa setiap pembangunan dan rehabilitasi masjid oleh masyarakat tetap diperbolehkan, akan tetapi tidak diperkenankan mengubah bentuk asli masjid.[1]

Pada tahun 1982 juga dilakukan perluasan serambi di sisi selatan. Untuk penambahan serambi ini, takmir juga tidak mengubah serambi utama namun mendirikan serambi tambahan secara terpisah. Pada tahun ini juga dilakukan penambahan bangunan pagar yang mengelilingi kolam setinggi 75 cm.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hamzah, Slamet, dkk (2007). Masjid Bersejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.