100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
256 tayangan98 halaman

Buku Ajar Desain Kurikulum

Bahan ajar mata kuliah ini membahas desain kurikulum khususnya untuk program studi bidan pendidik. Materi yang dibahas meliputi pengertian desain kurikulum, tujuan mata kuliah, standar kompetensi, urutan bahan ajar, dan petunjuk untuk mahasiswa. Bahan ajar ini memberikan panduan lengkap tentang perencanaan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi bidan.

Diunggah oleh

Moechanis Hidayat
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
256 tayangan98 halaman

Buku Ajar Desain Kurikulum

Bahan ajar mata kuliah ini membahas desain kurikulum khususnya untuk program studi bidan pendidik. Materi yang dibahas meliputi pengertian desain kurikulum, tujuan mata kuliah, standar kompetensi, urutan bahan ajar, dan petunjuk untuk mahasiswa. Bahan ajar ini memberikan panduan lengkap tentang perencanaan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi bidan.

Diunggah oleh

Moechanis Hidayat
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 98

Bahan Ajar Mata Kuliah

BUKU
AJAR

DESAIN KURIKULUM

TIM PENYUSUN :
1. Anna Sri Harwati
2. Deny Tiara Wati
3. Helena Irene
4. Risa Rahmatin S
5. Satyaning Artu A

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK

1
Bahan Ajar Mata Kuliah

S E K O L A H TI N G G I I L M U K E S E H ATAN K A RYA
HUSADA SEMARANG
2015

Kegiatan Belajar
DESAIN KURIKULUM
100 Menit

PENDAHULUAN

Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen


kurikulum . Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari
lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar
dan mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasrkan
urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju
pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.

Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara terperinci tentang komponen yang


harus ada pada setiap kurikulum serta desain kurikulum yang dapat digunankan untuk
proses pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu
terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau
materi atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media
mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan pengajaran. Komponen-

2
Bahan Ajar Mata Kuliah

komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen
mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.

TUJUAN MATA KULIAH

A. Deskripsi Singkat Mata Kuliah


Mata kuliah ini membahas tentang perencanaan dan
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi untuk pendidikan
kebidanan : pengertian dan landasan, beberapa macam pendekatan
pengembangan kurikulum, komponen dan prinsip prinsip
pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi, desain dan
program instruksional
Mata kuliah ini menggunakan competency based learning serta
metoda interaktif yang membentuk mahasiswa terlibat aktif.

B. Kegunaan/Manfaat Mata Kuliah


Dengan adanya mata kuliah Desain Kurikulumdiharapkan dapat menambah wawasan
mahasiswa diantaranya yaitu :
1. Menjelaskan Pengertian kurikulum, peran kurikulum dan proses
pembelajaran
2. Menjelaskan Pengertian kompetensi
3. Melaksanakan Pengertian kualifikasi

3
Bahan Ajar Mata Kuliah

4. Menjelaskan Pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK)


5. Melaksanakan Landasan pengembangan kurikulum dan aturan
aturan dasar
6. Melaksanakan komponen dan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum
7. Menjelaskan proses penyusunankurikulum berbasis kompetensi
(KBK)

C. Standar Kompetensi Mata Kuliah


Standar kompetensi mata kuliah Desain Kurikulum adalah mahasiswa mampu
menjelaskan tentang pengertian kurikulum, Peran kurikulum dan proses
pembelajaran, pengertian kompetensi dan pengertian kualifikasi, pengertian
kurikulum berbasis kompetensi (KBK), landasan pengembangan kurikulum dan
aturan-aturan dasar, komponen dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, proses
penyusunan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan program instruksional,
desain instruksional (GBPP, SAP, Silabus) dengan mengintegrasikan ilmu-ilmu dan
hasil penelitian terkini.

D. Susunan Urutan Bahan Ajar


1. Pengertian kurikulum, peran kurikulum dan proses pembelajaran
2. Pengertian kompetensi
3. Pengertian kualifikasi
4. Pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
5. Landasan pengembangan kurikulum dan aturan aturan dasar
6. Komponen dan prinsip prinsip pengembangan kurikulum
7. Proses penyususnan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan
program instruksional

4
Bahan Ajar Mata Kuliah

E. Petunjuk Bagi Mahasiswa


Mahasiwa dapat mempelajari bahan ajar (modul) ini dan membaca referensi yang
direkomendasikan sebagai buku acuan yang sudah ada.

URAIAN MATERI

BAB I
A. Kompetensi Dasar dan Indikator

NO Kompetensi Dasar Indikator


1. Menjelaskan pengertian desain 1. Menjelaskan Desain kurikulum, peran
kurikulum kurikulum dan proses pembelajaran
2. Menjelaskan kompetensi
3. Menjelaskan kualifikasi
4. Menjelaskan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK)
5. Menjelaskan Landasan
pengembangan kurikulum dan aturan
aturan dasar
6. Menjelaskan Komponen dan prinsip
prinsip pengembangan kurikulum

5
Bahan Ajar Mata Kuliah

7. Menjelaskan Proses penyususnan


kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
dan program instruksional

B. Diskripsi Singkat

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa terhadap


perkembangan desain kurikulum khususnya dalam bidang kebidanan yang didasari
dengan konsep pengertian kurikulum, peran kurikulum serta proses pembelajaran dalam
bidang kebidanan berdasarkan aturan-aturan dan kompetensi yang ada di dalam
kurikulum, pengertian kompetensi dan kualifikasi dalam pengembangan kurikulum,
penggunaan kurikulum yang berbasis kompetensi khususnya kebidanan, serta landasan
pengembangan kurikulum dan aturan-aturan dasar dalam pengembangan kurikulum
dengan adanya komponen dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dengan
mengikutin kurikulum berbasis kompetensi, proses penyususnan kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) dan program instruksional.dalam perencanaan dan pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi khususnya dalam bidang kebidanan, peran kurikulum
serta proses pembelajaran dalam kebidanan.

6
Bahan Ajar Mata Kuliah

7
Bahan Ajar Mata Kuliah

BAB I
PENGERTIAN KURIKULUM, PERAN KURIKULUM
DAN PROSES PEMBELAJARAN

Kurikulum diartikan berbeda oleh pendidik dan penulis pendidikan dalam literatur.
Sehingga upaya untuk menemukan definisi kurikulum yang tepat sangat sukar. Pendidik,
praktisi, profesional, pakar, dan peniliti pendidikan apapun tidak sepenuhnya sepakat
tentang definisi kurikulum, sehingga tidak ada satu definisi pun secara universal bisa
disepakati (wiles, 2009: 2; Parkay et al., 2010: 3; Print, 1993: 7), daripada menemukan
konsensus tentang definisi kurikulum yang diterima banyak pihak, literatur mengungkap
bahwa tidak akan hentinya perdebatan definisi kurikulum yang bisa diterima semua pihak
(Print, 1993: 7). Bab ini memuat konsep dan definisi kurikulum yang umum terdapat dalam
literatur pendidikan.

A. PENGERTIAN DAN KONSEP KURIKULUM


1. Konsep Kurikulum
Kurikulum pada umumnya adalah rancangan yang memuat seperangkat
mata pelajaran dan/atau materinya yang akan dipelajari, atau yang akan di ajarkan
guru kepada, siswa. Dengan kata lain, kurikulum mengacu pada cetak biru
pembelajaran (specific blue print for learning) untuk memetik suatu hasil yang
diinginkan (Wiggins & McTighe, 2006: 5-6). Tetapi, bagi kebanyakan siswa,
kurikulum identik dengan tugas pelajaran, latihan atau isi buku pelajaran. Para
orang tua cenderung memaknai kurikulum sebagai latihan atau pekerjaan rumah
anaknya. Bagi guru, kurikulum sering kali dianggap petunjuk atau pedoman tentang
konten kurikulum (materi pelajaran) yang akan di ajarkan kepada siswa, di samping
strategi, metode atau teknik mengajar serta buku sumber materi ajar. Hal itu
menunjukan bahwa kurikulum diartikan berbeda, bahkan oleh penulis buku

8
Bahan Ajar Mata Kuliah

pendidikan pun. Ini di kuatkan oleh pernyataan Brady & Kennedy (2007: 4), bahwa
seorang penulis buku kurikulum memaknai kurikulum dengan pengertian yang
berbeda.
Sebagai suatu bidang studi yang dinamik, perbedaan tersebut wajar, karena
konsep kurikulum berubah dan berkembang mengikuti perubahan zaman dan
tuntutan kemajuan serta perbedaan persepsi atau pandangan filosofis penulis
pendidikan. Beberapa variasi definisi kurikulum, antara lain, sebagai berikut.
Pertama, definisi kurikulum tradisional, berdasarkan filsafat perenialisme,
mengartikan kurikulum tradisional, berdasarkan filsafat perenialisme, mengartikan
kurikulum sebagai an organized body knowledge (Ornstein & Hunkins, 2013: 34)
yang tersusun dalam berbagai mata pelajaran. Adalah tugas sekolah mentrasfer mata
pelajaran itu kepada siswa. Definisi ini berkembang dari rencana (planned learning
experience) (Parkay et al., 2010: 2).
Kedua, pada abad ke-20, konsepkurikulum tradisional mendapat tantangan.
Khazanah ilmu pengetahuan (explosion of knowledge), sehingga tidak mungkin
semua pengetahuan bisa di ajarkan guru kepada siswa. Ledakan pengetahuan juga
mengakibatkan tidak semua pengetahuan dapat ditulis dalam buku teks, banyak
pengetahuan yang bisa dipelajari siswa dari media cetak dan elektronik, dengan
atau tanpa fasilitas guru. Akibatnya, sangat sukar menyeleksi pengetahuan
esensial untuk masuk buku teks atau buku paket. Kenyataan ini mengharuskan
pendidik mengubah orientasi pembelajaran dari mengajar menjadi membelajarkan
siswa dengan menyesuaikan materi dan tingkat kematangan siswa.
Ketiga, perbedaan konsep urikulum terkait perbedaan aspirasi stakeholders
pendidikan (Brady & Kennedy, 2007: 4-5). Kurikulum, misalnya, dimaknai berbeda
oleh penulis akademik dibandingkan pandangan pemerintah suatu negara yang
umumnya menginginkan kurikulum sebagai instrumen perkembangan sosial dan
ekonomi. Aspirasi terakhir mirip dengan pandangan pebisnis yang memandang

9
Bahan Ajar Mata Kuliah

kurikulum sebagai sarana pembekalan agar siswa memiliki pengetahuan,


keterampilan atau kompetisi untuk memasuki dunia kerja produktif kelak (Brady &
Kennedy, 2007: 4).
Keempat, variasi definisi kurikulum bisa bersumber dari perbedaan aliran
filsafat pendidikan pendidik dan penyusun kurikulum yang terefleksi pada
perdekatan kurikulum yang dipakainya. Dengan kata lain, perbedaan timbul
disebabkan variasi pendekatan kurikulum (curriculum approach) yang dianut
pendidik, pengembangan atau pemangku pendidikan. Pendekatan behavioral,
misalnya, lebih menginginkan kurikulum fokus pada perubahan tingkah laku siswa.
Kurikulumnya harus logis dan perskriptif yaitu kurikulum yang bertumpu pada
prinsip teknis dan saintifik dan, karena itu, kurikulum perlu di formulasi
berdasarkan paradigma, model, strategi, langkah per langkah (step by step)
(Ornstein & Hunins, 2013: 2). Artinya setiap kurikulum harus menetapkan terlebih
dahulu tujuan yang akan dicapai, konten, kegiatan belajar dan pengalaman belajar
yang di rancang untuk mencapai tujuan itu, serta harus dilakukan evaluasi untuk
memastikan apakah kurikulum itu efektif dan efisien.
Adapun kurikulum, menurut pendekatan humanistik, ialah kurikuum yang
mementingkan belajar koorperaif, belajar mandiri, belajar dalam kelompok kecil
(Ornstein & Hunins, 2013: 2)., dan tujuan tidak menjadi bagian penting kurikulum.
Bahkan tujuan kurikulum bisa di tetapkan bersama orang tua siswa atau
masyarakat, bahkan bisa bersama siswa itu sendiri. Walaupun demikian, yang
penting bagi pendidikan humanistik ialah kurikulum harus dapat memberdayakan
(empowering) semua potensi sisaw agar ia bisa merealisasi dirinya (self-realization)
menjadi seorang mandiri sesuai bakat minat dan potensi kebutuhan dan tujuan
pembelajar (learners) melalui program dan latihan yang dapat membantu tiap
individu mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman yang diperlukan
individu merealisasikan dirinya (Clute, 1978: 9).

10
Bahan Ajar Mata Kuliah

Untuk menyajikan semua definisi kurikulum yang bervariasi itu adalah


suatu hal yang mustahil. Yang dapat kita lakukan adalah merangkum beberapa
pengertian atau definisi utama kurikulum.

2. Peran Kurikulum
Makna harfiah, walau istilah kurikulum muncul pertama kalinya di
Skotlandia sekitar 1829, secara resmi istilah ini baru di pakai hampir satu abad
kemudian di Amerika Serikat (Wiles & Bondi, 1989: 6; Wiles, 2009: 2). Secara
harfiah, istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin Currere yang berarti berlari di
lapanganpertandingan (race course). Menurut pengertian ini, kurikulum adalah
suatu arena pertandingan tempat siswa bertanding untuk menguasai satu atau
lebih keahlian guna mencapai garis finish yang ditandai pemberian diploma,
ijazah atau gelar kesarjanaan (Zais, 1976: 6-7). Pengaruh definisi ini sangat besar
dan bertahan lama di dunia pendidikan sehingga menentukan orientasi kurikulum di
hampir semua negara di dunia.
Pengertian harfiah modern terkait asal kata benda kurikulum dan kata
kerja currere yang berari berlari yang kemudian berkembang menjadi program
studi (course of study). Para peserta bertanding dengan mengutamakan kapasitas
individual agar mampu mengaktualisasi diri di masa lalu, sekarang, dan masa
depan. Dari hasil aktualisasi diri masing-masing orang, mereka memiliki visi
tertentu dalam menapaki kehidupan di masa depan (Schubert, 1986: 33). Ini berarti
konsep kurikulum, menurut arti harfiah terakhir, lebih pas sebagai perolehan
perspektif individu tentang kehidupan.
Konsep ini diinterpretasi lebih lanjut oleh Grumet (1980) yang memaknai
kurikulum sebagai suatu proses sosial bagi pendalaman pemahaman diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan melalui proses rekonsepsualisasi (Schubert, 1986: 33).
Tetapi hampir tidak pernah kita memakai kurikulum sebagai kata kerja. Yang

11
Bahan Ajar Mata Kuliah

lazim kita dengar administrator atau guru mengajar to insturct dengan supervisor
memberi supervisi to supervise, tetapi, menurut Oliva (1982: 4), kita tidak pernah
mendengar seseorang mengkurikulum (to curruculurize).
Uraian di atas menunjukan bahwa kata kurikulum itu memiliki makna
dinamis, bergerak dari kata benda race course (lapangan tanding) menjadi kata
kerja currere (berlari). Makna harfiah kurikulum itu menunjukkan kecerendungan
untuk mengartikan kurikulum sebagai pengalaman hidup (life experiences) daripada
perolehan ijazah. Pengertian ini terlihat pada istilah curriculum vitae (CV) individu
yang disyaratkan pemberi kerja sewaktu seseorang melamar suatu posisi atau
pekerjaan.
Di samping itu, terlihat bahwa dari makna harfiah kurikulum, yang berasal
dari lapangan pertandingan yang kemudian menjadi konsep kurikulum, menunjukan
dinamika pengertian kurikulum: dari kurikulum sebagai benda konkret menjadi
konsep abstrak. Karena itu, Dwayne Huebner (1976) menyimpulkan bahwa
pengertian yang luas dan ketidakpastian makna kurikulum, sama hal nya dengan
cerita orang buta yang memegang gajah: seseorang menganggap gading itulah yang
gajah, kakinya bagian lain, telinga nya bagi yang lain lagi, serta bagian badan
lainnya bagi orang tertentu (Olivia, 1982: 4). Ini menunjukan kompleksitas dan
keberagaman pengertian yang diberikan orang pada satu benda yang sama, yaitu
kurikulum.
Sebagai Rencana Pembelajaran. Definisi yang paling populer ialah
kurikulum sebagai rancangan (plan) untuk mencapai tujuan pendidikan (Ornstein &
Hunkins, 2013: 8). Rangcangan itu, menurut Beauchamp mirip diajukan Taba
(1972: 11) bahwa kurikulum sebagai ...a plan for learning; kurikulum sebagai
rencana pembelajaran. Tanner dan Tanner (1975: 45) menggabungkan kedua
definisi tersebut menjadi: kurikulum adalah pengalaman berlajar terencana dan
terprogam serta hasil belajar yang terbentuk dari rekontruksi siswa atas

12
Bahan Ajar Mata Kuliah

pengetahuan yang dipelajarinya di bawah arahan sekolah untuk mencapai


kompetensi personal dan sosial. Kedua penulis ini kemudian merevisi definisi itu
dengan memasukkan siswa sebagai subjek pendidikan yang mampu
mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman (Tanner & Tanner, 1975: 43).
Perlu klarifikasi tentang kurikulum sebagai rancangan pembelajaran.
Kurikulum bukan hanya memuat rancangan tertulis saja, tetapi yang penting adalah
kurikulum harus membuahkan pengalaman berlajar siswa setelah rancangan itu
diimplementasikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Konsep ini bisa
menjawab pernyataan Shuster dan Ploghoft (1977: 5), apakah kurikulum itu suatu
dokumen berisi rencana dan pengalaman siswa? jawaban atas pernyataan itu ialah
bahwa kurikulum bukan dokumen rancangan kurikulum itu saja, tetapi mencakup
pengalaman siswa (learning experiences) sebagai hasil implementasi rancangan itu
dalam pembelajaran di kelas.
Artinya, implementasi kurikulum di sekolah harus menimbulkan interaksi
siswa dengan konten kurikulum. Hasil interaksi inilah yang membuahkan
pengetahuan siswa yang selanjutnya ditransformasi atau dikonstruksi siswa menjadi
pengalaman atau kompetensi, berarti dia mempunyai keterampilan aplikatif dalam
mentransformasi konten menjadi pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi.
Mengapa pengalaman atau kompetensi disebut sebagai hasil implementasi
kurikulum di kelas? Sebab, kompetensi merupakan embrio pengalaman belajar.
Adalah melalui seperangkat pengalaman suatu kompetensi diperoleh, dikuasai, dan
dikembangkan (Harris et al., 1995: 99). Kompetensi bukan sesuatu yang di peroleh
siswa setelah melakukan satu atau beberapa kegiatan belajar saja, tetapi melalui
seperangkat kegiatan belajar sistematik, terus-menerus dan akumulatif, yang dalam
rentangan waktu yang relatif lama, berkembang menjadi pengalaman yang
selanjutnya ditransformasi menjadi kompetens. Makin kompleks suatu kompetensi,
makin lama pula proses transformasi pengalaman menjadi kompetensi. Kesimpulan,

13
Bahan Ajar Mata Kuliah

kurikulum sebagai rencana mengajarkan materi ajar saja tidak memadai, sebab
materi yang tidak diiringi kegiatan siswa mempelajari amteri itu dalam
pembelajaran mengakibakan kurikulum menjadi disfungsional (Zais, 1976: 353),
karena tanpa keterlibatan aktif sisaw mempelajari materi, materi itu tidak akan
dikonstruksinya menjadi pengalaman atau kompetensi.
Kesimpulan ini dikuatkan Saylor dan Alexander (1974: 6) yang memaknai
kurikulum sebahai rancangan pemberian seperangkat kesempatan belajar (learning
opportunities) kepada sisawa untuk mencapai tujuan umum dan beberapa tujuan
khusus. Definisi ini lenih memerinci definisi terdahulu, yaitu kurikulum sebagai
rencana, Berdasarkan ide di atas, kurikulum sebagai rencana harus dilengkapi
kegiatan siswa ntuk memahami dan mendalami sendiri materi ajar dengan atau
tanpa fasilitasi guru. Artinya, rancangan yang memuat kedua komponen kurikulum
materi dan kegiatan belajar perlu dilengkapi uraian tentang bagaimana materi ajar
itu dipelajari konten kurikulum agar ia dapat merekonstruksi materi itu menjadi
pengetahuannya.
Selain itu, kurikulum sebagai rencana, seharusnya juga mencakup
kompomen instruksional lainnya seperti ruang lingkup (scope) pelajaran, urutan
(sequence) materi dan kegiatan belajar, strategi, metode, dan kegiatan berlajar,
strategi, metode, dan teknik membelajarkan siswa, serta hal-hal apa saja yang dapat
direncanakan agar pembelajaran berjalan baik (Saylor, Alexander & Lewis, 1981).
Macdonald (1965: 3) memerinci komponen kurikulum sebagai rencana kerja untuk
menuntun proses pembelajaran, Rencana tersebut dapat berupa dokumen tertulis
atau tidak tertulis yang sudah ada di kepala guru, Hal ini terbukti oleh hasil
observasi P.H Taylor (1970) yang menyimpulkan banyak guru yang merencanakan
pengajaran dengan sedikit catatan, tetapi banyak sekali pengajaran yang dilakukan
guruberdasarkan kurikulum yang tidak tertulis (Schubert, 1986: 27).

14
Bahan Ajar Mata Kuliah

Hampir sama dengan definisi itu, Taba (1962: 11) memandang kurikulum
sebagai rancangan guru untuk di ajarkan kepada siswa. Rencana itu, menuru taba
(1962: 10), memuat beberapa elemen seperti tujuan, objektif, konten, dan evaluasi.
Definisi yang mirip dengan Taba dilaporkan Tanner dan Tanner (1975: 25) bahwa
kurikulum terkait rencana instruksional yang lebih spesifik. Senada dengan definisi
di atas dikemukakan Beauchamp (1981: 6) bahwa rancangan kurikulum tidak harus
tertulis,
Definisi ini menegaskan bahwa kurikulum, tertulis atau tidak tertulis, adalah
rancangan yang keberhasilannya terefleksi pada kesesuaian antara hasil
pembelajaran di sekolah dan kurikulu yang berlaku. Kelemahan utama kurikulum
sebagai kegiatan perencanaan adalah lebih mengeutamakan kegiatan daripada
proses yang membelajarkan siswa. Akibatnya, sekolah lebih fokus pada kegiatan
guru (teaching activities) seolah-olah kegiatan itu merupakan tujuan utama
kurikulum. Zais (1976) menerangkan kaitan antara kegiatan belajar dan
pengalaman belajar. Yang pertama merupakan rancangan tujuan yang ingin
dicapai (intentions); sedangkan yang kedua adalah hasil belajar (result). Ini berarti
pula bahwa yang pertama adalah proses pembelajaran, dan yang kedua adalah
produk berupa pengetahuan sebagai hasil proses pembelajaran itu. Kedua
komponen itu konten dan kegiatan siswa harus menjadi satu kesatuan yang integral
dalam proses pembelajaran sehingga pemisahan atau penghilangan salah satu dari
keduanya menyebabkan kurikulum disfungsional (Zais 1976: 353). Artinya,
kurikulum sebagai kegiatan terencana perlu menetakan hasil belajar yang akan
dicapai dan dengan cara bagaimana (proses) hasil belajar itu dapat dicapai.
Masalah lain definisi kurikulum sebagai rancangan adalah kurikulum dapat
juga berarti rencana pelajaran unit. Rencana pelajaran unit, pada hakikatnya, adalah
instrumen atau bagian kecil suatu kurikulum. Selain itu, pengertian kurikulum yang
sempit ini bermakna bahwa proses aktualisasi rencana itu berada di luar kurikulum.

15
Bahan Ajar Mata Kuliah

Ini identik dengan anggapan bahwa kurikulum ini merupakan bagian yang terpisah
dari pembelajaran yang akan di bicarakan di bagian lain bab ini.
Dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat berarti rancangan tertulis
sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran. Pengertian yang penting ialah bahwa
kedua jenis kurikulum, baik yang tertulis maupun implementasinya di sekolah,
harus dianggap sebagai satu kesatuan tak terpisahkan. Dengan demikian, pada
tingkat evaluasi kurikulum kita tidak boleh hanya mengevaluasi salah satu saja dari
kurikulum dan implementasinya dan pembelajaran. Adapun pada tingkat
pembelajaran, kita perlu evaluasi apakah kedua materi dan kegiatan belajar hadir
pada setiap proses pembelajaran.
Sebagai Mata Pelajaran. Pengertian kurikulum tradisional bermula dari
kurikulum klasik The Seven Liberal Arts yang terdiri dari atas The Trivium (gramar,
retorik, dan dialektik) dan The Quardrivium (aritmatika, geometri, astronomi, dan
musik) (Zais, 1976: 129; Schubert, 1986: 26). Menurut pengertian tradisional,
kurikulum berarti mata pelajaran atau konten (materi) mata pelajaran yang akan
diajarkan di sekolah, termasuk metode penyusunan dan materi ajar (Ornstein &
Hunkins, 2013: 9). Sampai kini, konsep klasik merupakan konsep kurikulum yang
dominan. Di sekolah menengah dan perguruan tinggi, konsep kurikulum klasik ini
sampai kini masih berjalan secara luas, yaitu kurikulum sebagai seperangkat mata
pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan, baik mata kuliah wajib maupun
selektif. Biasa kita temui, misalnya, istilah kurikulum memasuki perguruan tinggi
(college preparatory curriculum), kurikulum sains (science curriculum), dan
kurikulum persiapan kedokteran (premedical curriculum) (Saylor & Alexander,
1974: 3), di samping kurikulum ilmu-ilmu sosial (social science curriculum) dan
kurikulum bahasa (language arts curriculum).
Dalam pengertian sehari-hari, kurikulum diartikan sebagai seperangkat mata
pelajaran yang harus di pelajari siswa di sekolah. Umpamanya, kurikulum sekolah

16
Bahan Ajar Mata Kuliah

A adalah bahasa Indonesia, matematika, bahasa inggris, fisika, kimia, PPKN,


sejarah, dan lain-lain. Atau kalau kita ingin lebih spesifik, kurikulum sekolah B
adalah sejarah kemerdekaan Indonesia, matematika tingkat tinggi, bercakap-cakap
bahasa inggris, menulis karya ilmiah, dan lain-lain.
Kalau definisi ini kita renungkan, terlihat bahwa seperagkat mata pelajaran
tersebut menggambarkan pengetahuan atau kompetensi yang akan dimiliki siswa
setelah mempelajari semua mata pelajaran dan materi ajar tersebut. Oleh karena itu,
para ahli cenderung menamakan daftar seperangkat mata pelajaran itu program
belajar daripada kurikulum. Walaupun sudah hampir satu abad upaya dilakukan
para pakar untuk memperoleh pengertian kurikulum yang lebih luas dan mendalam
berdasarkan seperangkat mata pelajaran, konsep kurikulum sebagai mata pelajaran
tetap di pakai basis desain dan pengembangan kurikulum sampai kini.
Sebagai Konten. Konten atau materi mata pelajaran sering kali di maknai
sebagai kurikulum. Misalnya, Doll(1970: 6) mengartikan kurikulum sebagai konten
atau materi mata pelajaran sebagai sumber siswa memperoleh pengetahuan dan
pemahaman, mengembangkan keterampilan dan sikap, apresiasi, dan nilai-nilai di
bawah tanggung jawab sekolah. Perolehan konten atau materi ajar itu oleh peserta
didik, menurut Dick dan Carey (1991: 2), menimbulkana pandangan bahwa
kurikulum sebagai suatu proses untuk mentransfer materi ajar dalam buku teks
kepada peserta didik yang nanti, melalui tes, akan ditagih beberapa banyak siswa
menguasai materi itu, Kalau hasil tes menunjukkan bahwa dia sudah menguasai
materi itu denhan baik, dia dianggap seorang siswa yang baik, sebab ia sudah
mempelajari apa yang di ajarkan gurunya seperti terbukti dengan kemampuannya
menguasai materi itu kembali secara akurat dalam ujian (Erickson, 2002: vii).
Implikasi pengertian kurikulum sebagai instrumen untuk mentransfer materi ajar
keada siswa sama dengan menganggap bahwa pengetahuan merupakan suatu
kumpulan ilmu yang statis (a static body of knowledge). Padahal, ilmu dan

17
Bahan Ajar Mata Kuliah

pengetahuan berkembang pesat sepanjang masa sehingga banyak dan cepat pula
pengetahuan yang sekarang dianggap benar akan menjadi usang dalam waktu yang
tidak lama untuk digantikan pengetahuan baru. Kecenderungan ini mengharuskan
suatu kurikulum dievaluasi dan direvisi secara terus-menerus (Osntein & Hunkins,
1988: 125) untuk menghindarkan siswa mempelajari pengetahuan yang telah usang.
Berdasarkan definisi diatas, jika ditanyakan tentang kurikulum sejarah
Indonesia, orang cenderung mengartikannya sebagai topik-topik esensial mata
pelajaran itu seperti perang kemerdekaan Indonesia, Perang Padri, Aksi Polisional I,
Hari Pahlawan 10 November, Perang Diponegoro, dan lain-lain. Menurut
pengertian ini, kurikulum adalah data(informasi), fakta, konsep, teori dan
generalisasi dari suau mata pelajaran atau sekelompok mata pelajaran dalam buku
teks, tentang mata pelajaran tertentu tanpa dilengkapi informasi tentang kompetensi,
pengetahuan, keterampilan atau sikap apa yang akan dikuasai siswa setelah
mempelajari seperangkat mata pelajaran atau materi ajarnya.
Beauchamp (1972: 83-86) mengaitkan kurikulum dengan dokumen tertulis
yang memuat garis besar mata pelajaran yang akan diajarkan. Dia juga
menerangkan bahwa semua mata pelajaran itu mengandugn konten yang akan di
ajarkan yang merupakan inti substantif kurikulum. Konsep kurikulum ini cenderung
membatasi pengertian kurikulum pada seleksi dan sistem penyampaian atau transfer
pengetahuan, informasi dan data, kepada siswa. Karena itu, konsep ini kurang
lengkap jika semua mata pelajaran dalam kurikulum bisa menghasilkan pengalaman
dan kompetensi. Padahal, kedua hal ini merupakan bagian penting sasaran
pendidikan.
Selain kedua definisi tersebut tidak menggambarkan kompetensi yang di
harapkan untuk diperoleh siswa dari mempelajari konten kurikulum, definisi ini
lebih fokus pada transfer mata pelajaran tanpa keterlibatan siswa mempelajari
sendiri mata pelajaran itu. Padahal, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran

18
Bahan Ajar Mata Kuliah

merupakan komponen vital untuk menjadikan kurikulum fungsional. Dengan kata


lain, kurikulum sebagai mata pelajaran tidak utuh jika tidak dilengkapi kegiatan
belajar siswa yang membelajarkannya untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,
tanpa kegiatan belajar, kurikulum fokus pada peliputan (coverage) materi ajar
daripada menghasilkan pengalaman atau kompetensi tertentu. Untuk
menghindarkan kurikulum menjadi disfungsional (curriculum dysfunctional), kedua
komponen materi dan kegiatan belajar harus merupakan suatu kesatuan yang
integral dalam setiap proses pembelajaran (Zais, 1976: 353). Hal ini penting
mengingat pembelajaran tanpa keterlibatan aktif siswa mempelajari konten
kurikulum, konten atau materi ajar itu tidak lebih hanya sebagai informasi saja bagi
siswa, belum menjadi pengetahuan, pengalaman apalagi kompetensinya.
Selain sekedar peliputan mata pelajaran beserta konten, hal lain yang
menjadikan kurikulum fungsional adalah metode atau susunan materi dan kegiatan
belajar, seperti urutan, tingkat kesukaran (grading), iklim belajar, strategi dan
metode pembelajaran serta media, yang merupakan faktor penunjang dalam
memfasilitasi siswa menguasai kompetensi tertentu Selain itu, faktor yang juga
berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran yang sering kali terabaikan ialah
pengetahuan awal (entry behavior), keterampilan belajar (learning skills), motivasi
atau sikap positif siswa terhadap mata pelajaran tertentu. Lingkungan belajar,
tingkah laku guru dan lingkungan pendidikan, intensitas interaksi peserta didik dan
materi ajar, guru, iklim akademik, di samping iklim sekolah, kegiatan ko-kurikuler
dan ekstrakulikuler. Jadi, definisi kurikulum sebagai mata pelajaran atau kontennya
saja sangat menyederhakan masalah kurikulum yang begitu kompleks. Implikasi,
kurikulum sekolah mencakup hal-hal yang jauh lebih luas dari peliputan atau
pengajaran seperangkat mata pelajaran saja, sebab ada faktor penunjang di luar
mata pelajaran dan konten kurikulum, kalau kita ingin kurikulum sebagai sarana
untuk menjadikan siswa menjadi orang yang diinginkan (what men can become).

19
Bahan Ajar Mata Kuliah

Kesimpulan, banyak pendidik, terutama pada awal abad ke-20,memaknai


kurikulu tradisional yang fokus pada transfer konten kurikulum dari guru ke siswa
sedemikian rupa sehingga siswa kemudian harus mampu menunjukan hasil trasnfer
itu dalam ujian. Konsepsi kurikulum yang tradisional ini terasa amat luas karena
tidak dapat dipastikan pengetahuan, keterampilan atau sikap apa saja yang harus di
kuasai siswa melalui kurikulum dan pembelajaran.
Sebagai hasil pembelajaran. Selama 40 tahun terakhir, kurikulum mulai
fokus pada hasil belajar (Wiles, 2009: 3), bukan sekedar rancangan saja, tetapi
mengutamakan hasil implementasi rancangan itu dalam pembelajaran. Artiynya,
kurikulum dirancang untuk membuakan hasil belajar untuk dikuasai siswa
(Johnson, 1968: 130; Wiles, 2009: 2).
Kurikulum sebagai hasil belajar menunjukan pergeseran tekanan kurikulum
dari sebagai alat (curriculum plans) menjadi tujuan (learning outcomes). Konsep ini
berdasarkan asumsi bahwa hasil yang dinyatakan adalah suatu cara yang baik untuk
menetapkan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Ini tidak berarti bahwa
kurikulum identik dengan hasil belajar yang diinginkan, tetapi kurikulum
merupakan realisasi dari implementasi (rancangan) kurikulum sekolah bagi
perubahan siswa sesuai tujuan. Dengan kata lain, konsep kurikulum ini
mengharuskan sekolah menyatakan secara eksplesit dan terperinci perubahan apa
saja yang akan dicapai siswa setelah mereka menyelesaikan sekolah. Di samping
itu, kurikulum harus menspesifikasi proses pembelajaran yang bagaimana yang
harus ditempuh sekolah agar tujuan kurikulum itu tercapai. Seperti telah disebut di
muka, desain kurikulum bukan saja harus memuat materi, tetapi juga kegiatan
belajar serta susunan materi dan kegiatan belajar yang efektif dalam menghasilkan
pengalaman belajar yang relevean dengan tujuan.
Ada beberapa kekuatan konsep kurikulum sebagail hasil belajar. Karena
terarah pada pencapaian hasil yang berkontribusi pada perkembangan siswa,

20
Bahan Ajar Mata Kuliah

definisi ini lebih fokus pada pencapainan suatu perubahan pada diri siswa, definisi
ini lebih fokus pada pencapaian suatu perubahan ada diri siswa, bukan pada mata
pelajaran atau materi ajarnya. Implikasi praktisnya ialah kurikulu jaris memuat
bukan saja materi, tujuan kurikulum dan tujuan instruksional saja, tetapi juga
komponen kurikulum lain seperti kegiatan belajar serta sistem evaluasi (Print, 1993:
7) selain media dan alat bantu belajar untuk menunjang pencapaian tujuan.
Keunggulan lain adalah akuntabilitas pendidik dan manajemen sekoah yang
harus profesional dalam merealisasi hasil yang akan dicapai sekolah. Keunggulan
yang lebih penting ialah konsep kurikulum ini lebih memosisika mata pelajaran dan
materi ajar sebagai alat (tools), daripada sebagai target, kurikuum. Artinya,
pelaksana kurikulum, di bawah pimpinan kepala sekolah, harus mampu
mengimplementasi, misalnya, rancangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK),
agar siswa menguasai kompetensi tertentu setelah KBK diterapkan di sekolah.
Sebaliknya, terdapat beberapa kelemahan definisi ini. Pertama, meletakkan
perhatian terlalu banyak pada hasil yang direncanakan bisa mengabaikan hasil yang
tidak direncanakan, yang menurut para ahli, merupakan hal-hal yang sangat
berpengaruh pada pembelajaran siswa (Schubert, 1986: 29; Ornstein & Hunkins,
2013: 9). Pembelajaran sebagai hasil interaksi antara guru, siswa dan materi, sering
kali tanpa disadari dipelajari siswa, walaupun itu tidak direncanakan, dan karena
itu sering terabaikan sehingga luput dari perhatian guru. Hal ini biasa dikenal
sebagai hidden curriculum (Ornstein & Hunkins, 2013: 14). Artinya, kurikulum
tersembunyi muncul sebagai hasil sampingan (side effect) dari interaksi antarsiswa,
guru, dan materi serta lingkungan belajar.
Gejala ini, menurut Print(1993: 10), merupakan hal yang lumrah pada
semua institusi yang menawarkan program pendidikan. Siswa akan memperoleh
hasil belajar yang direncanakan (planned learning) di samping pembelajaran yang
tidak direcanakan (unplanned learning) atau yang tidak diinginkan (unintentional

21
Bahan Ajar Mata Kuliah

learnings). Pembelajaran yang direncanakan fokus pada tujuan, mata pelajaran dan
metode pembelajaran; yang tidak direncanakan terkait sosiopsikologis berupa
perasaan, tingkah laku dan sikap tumbuh dari hasil sampingan interaksi siswa dan
guru dalam proses pembelajaran di sekolah (Ornstein & Hunkins, 2013: 9).
Kurikulum tersembunyi sangat kuat pengaruhnya pada pernbentukan
karakter siswa, karena bisa berkontribusi pada perkembangan dan pembentukan
kepribadian siswa. Selain itu, kurikulum tersembunyi berkaitan dengan null
curriculum, yaitu menurut Eisner (2002), materi yang tidak diajarkan sekolah,
padahal itu sama pentingnya dengan kurikulum yang direncanakan (plancd
cuuiculum) (Hendeson & Gore nik, 2007: 47; Ornstein & Hunkins, 2013: 9). Kedua
penulis pertama menegaskan bahwa kedua hidden cuuriculum dan null curiculum
berperan besar dalam pembentukan nilai-nilai, sikap dan persepsi siswa.
Misalnya, siswa memiliki sikap atau persepsi positifatau negatiftentang
ras, kelas sosial, gender, kelompok etnik dan disabilitas tertentu yang dipelajari
siswa, tanpa disadari guru telah menimbulkan sikap yang mungkin tidak sejalan
dengan tujuan guru mengajarkan sikap tersebut.
Penelitian tentang kurikulum tersembunyi mengungkap bahwa kurikulum
ini bisa menghasilkan pembelajaran yang positif dan negatif (Print, 1993: 10-11).
Salah satu contoh kurikulum tersembunyi negatif ialah proses pembelajaran untuk
mengajar anak agar bisa mernbaca : dengan baik. Disebabkan proses pembelajaran
dilakukan guru dengan metode yang tidak tepat, tanpa disadarinya, ternyata
menghasilkan anak yang tidak senang membaca. Contoh lain ialah proses
pembelajaran yang lebih fokus pada ekspose verbal tentang materi, ternyata
"memaksa" siswa untuk menghafal materi itu daripada memahami atau
merekonstruksi materi itu menjadi pengetahuan baru siswa.
Contoh kurikulum tersembunyi positif yaitu proses pembelajaram
yang memotivasi siswa mempelajari suatu pokok bahasan sebelum ia

22
Bahan Ajar Mata Kuliah

datang ke sekolah dan guru memulai pertemuan di kelas dengan memotivasi siswa
untuk mengemukakan pendapat masing-masing siswa sebagai hasil yang
diperolehnya dari mempelajari sendiri materi itu sebelum ke sekolah, sehingga
kelas disulap guru menjadi ruang diskusi daripada ruang expose verbal materi.
Strategei yang mungkin dilakukan ialah dengan menjadikan sesi pelajaran menjadi
sesi tanya-jawab tentang pokok bahasan tertentu. Metode ini mengharuskan siswa
memberdayakan nalarnya atas apa yang telah dipelajarinya di rumah, bukan yang
diperolehnya dari guru di kelas. Artinya, materi yang mejadi pokok kok bahasan
pada hari tertentu tidak diterangkan guru, tetapi dipakai sebagai pancingan agar
siswa mengemukakan pandangan sendiri tentang materi itu.
Definisi kurikulum sebagai hasil belajar perlu mewaspadai beberapa hal.
Pertama, kurikulum tersembunyi menghasilkan hasil pembelajaran yang terembunyi
negatif di samping pembelajaran yang direncanakan. Telah disinggung bahwa
kurikulum tersembunyi muncul sebagai dampak dari pendekatan, metode, atau
teknik mengajar, suasana kelas, strategi instruksional tertentu dalam pembelajaran.
Termasuk ke dalam kategori ini, hasil belajar yang sama bisa menimbulkan
pengalaman belajar yang berbeda pada perkembangan individual siswa. Misalnya,
mata pelajaran sejarah, akan menimbulkan pengalaman belajar yang berbeda jika
diajar dengan metode penelitian (inquiry method), simulasi, belajar mandiri
(independent study), kelompok-kelompok kecil, tugas lapangan, dibandingkan hasil
pengajaran sejarah metode ceramah atau ekspose verbal materi sejarah.
Kedua, kurikulum yang fokus pada hasil belajar yang direncanakan saja
berarti mengabaikan tanggung jawab pada pelaksanaan proses yang sudah biasa
dilaksanakan penyusun kurikulum, seperti seleksi konten, materi ajar atau suatu
tema dan penetapan kegiatan belajar (Zais, 1976: 10). Padahal, penentuan konten
dan materi ajar masih tetap dianggap sebagai bagian esensial dari kurikulum, karena
konten dan kegiatan siswa mempelajari materi yang tidak relevan dengan

23
Bahan Ajar Mata Kuliah

pencapaian suatu tujuan dapat menjauhkan sekolah dari pencapaian hasil yang
diharapkan.
Ketiga, kurikulum yang direncanakan juga termasuk, sadar atau tidak,
materi yang tidak diajarkan (null curriculum) guru, yang menurut Eisner (2002),
sama pentingnya dengan yang diajarkan (Ornstein & Hunkins, 2013:9). Karena itu,
null curriculum perlu diwaspadai karena biasanya terkait konten yang kontroversial
di masyarakat sehingga guru tidak mengajarkannya, seperti isu tentang pendidikan
seks, marxisme, komunisme, homoseksual, dan lain-lain. Kesimpulan, definisi
kuriku- lum sebagai hasil belajar memiliki kelemahan besar jika kurang
memperhatikan pembelaj aran yang tidak direncanakan tetapi, tanpa disadari guru,
"dipelajari" siswa. Padahal, hasil kurikulum yang tidak disadari (tersembunyi) atau
yang tidak diajarkan bisa merupakan suatu pembelajaran afektif yang signifikan
bagi perkembangan siswa.
Sebagai Reproduksi Kultural. Ada yang menginginkan sekolah sebagai
bagian dari kebudayaan. Artinya sekolah didirikan agar siswa mampu manghayati
pentingnya pengetahuan, moral atau sikap, dan nilai-nilai yang dianut orang tua
mereka untuk mereka terapkan dalam kehidupan mereka setelah dewasa. sebab,
kultur mengandung cara pikir dan bersikap, budi dan nilai luhur masyarakat yang
mencakup pengetahuan dan kebiasaan kelompok sosial masyarakat yang
menjadikan mereka sebagai satu kesatuan sosial (Ornstein & Levin, 1985: 324).
salah satu elemen penting dalam kultur itu ialah keterampilan hidup (survival skills)
untuk diwariskan kepada genersai baru sebagai bekal anak mereka di masa depan.
Selain mempelajari muatan budaya tersebut, generasi muda diharapkan dapat pula
memelihara dan meneruskan nilai-nilai dan kebudayaan nenek moyangnya supaya
jangan hilang ditelan masa.
Implikasi terhadap fungsi sekolah adalah kurikulum di masyarakat mana
pun harus merupakan refleksi kebudayaan masyarakat. Berdasarkan itu, sekolah

24
Bahan Ajar Mata Kuliah

berfungsi sebagai pelaksana reproduksi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai bagi


generasi mendatang. Adaiah tugas para ahli pendidikan untuk mentransformasi
butir-butir kebudayaan ke dalam kurikulum dan pembelajaran agar dimiliki dan
diaplikasikan generasi muda masyarakat itu. Hal ini sesuai dengan pernyatan
Ornstein & Hunkins (2013: 53), bahwa agar kebudayaan hidup terus, kebudayaan
itu harus ditransfer dari orang dewasa ke anak.
Ada beberapa kelemahan definisi kurikulum sebagai reproduksi kultural.
Konsep kurikulum sebagai sarana untuk mentransfer kebudayaan kepada generasi
muda seperti apa adanya sama dengan menjadikan kurikulum sebagai alat
mempertahankan status quo kebudayaan, dan karena itu, bisa berarti sekolah anti
perubahan. Artinya, sekolah tidak ikut melakukan perbaikan kultural dan
rekonstruksi sosial yang justru diperlukan jika masyarakat ingin lebih maju dari
masyarakat kini. Orientasi kulural dan rekonstruksi sosial kurikulum ini dapat
berakibat lebih fatal bagi kehidupan sosial masyarakat. Umpamanya, yang kaya dan
yang berkuasa akan tetap berada di atas dari kelompok masyarakat yang tidak
berada, dan para pekerja, akan tetap berada di bawah. Ini berarti, kurikulum,
menurut orientasi definisi ini, tidak menyediakan tangga sosial (social ladders) bagi
kemajuan individu anak dan kehidupan masyarakat. Padahal, pendidikan, pada
dasarnya, sangat pro perubahan bagi kemaslahatan umat, anti-satus quo.
Sebagai Pengalaman Belajar. Semenjak akhir tahun 1930-an, ada yang
mengartikan kurikulum sebagai semua pengalaman belajar atau pengalaman
pendidikan yang diperoleh siswa sesuai yang direncana- kan dan dilaksanakan
sekolah (Foshay, 1969:275). Definisi ini bertahan lama. Sebelumnya, Foshay
(1969), Caswell dan Campbell (1935: 66) memandang kurikulum bukan sebagai
sekelompok mata pelajaran yang harus diajarkan kepada siswa, tetapi sebagai
pengalaman yang diperoleh anak-anak di bawah arahan guru. Malahan Saylor dan
Alexander (1974: 5) mengartikan kurikulum lebih luas dari pengalaman yang

25
Bahan Ajar Mata Kuliah

diperoleh siswa di sekolah. Kedua penulis ini mendefinisikan kurikulum sebagai


upaya bersama sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik melalui
pembelajaran di kelas dan lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah. Definisi
yang sejalan dengan itu dikemukakan Mark dan Jamisson (1989) yang mengartikan
kurikulum sebagai seperangkat pengalaman belajar yang dimiliki siswa dalam suatu
"settting" pembelajaran (Harris, et al., 1995: 119).
Definisi ini lebih luas dari definisi sebelumnya yang membatasi kurikulum
sebagai rencana, atau sekadar untuk mengajarkan mata pelajaran dan materi
ajarnya. Dalam kurikulum sebagai pengalaman mencakup pengertian bahwa
kurikulum bukan hanya rancangan tertulis kurikulum untuk membelajarkan siswa,
tetapi termasuk hasil implementasi rancangan itu dalam kelas, di lingkungan
sekolah dan di luar sekolah, asalkan pengalaman itu sejalan dengan tujuan
pendidikan. Dengan bekal pengalaman, siswa kini dapat melakukan hal-hal baru
seperti membaca, memainkan suatu instrumen, bersosialisasi, dan bersikap positif
dan sebagainya (Wiles, 2009:3).
Definisi kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman belajar (learning
experiences) makin populer. Shuster dan Ploghoft (1977: 5) menegaskan bahwa
kurikulum bukan hanya mengacu pada pengajaran seperangkat mata pelajaran atau
mata kuliah saja, tetapi jauh lebih kompleks, yaitu suatu "...a course of life, a
curriculum vitae." Kedua penulis Percaya bahwa kurikulum, dalam konteks
pedidikan, merupakan pengalaman akumulatif yang diperoleh setiap siswa melalui
semua kegiatan dan lingkungan belajar yang direncanakan dan diprakarsai sekolah
(Shuster & Ploghoft, 1977: 5). Orientasi pengalaman dalam definisi ini
menunjukkan dinamika pengertian kurikulum, dari sebagai rancangan tertulis
berkembang menjadi hasil implementasi rancangan kurikulum itu berupa
pengalaman belajar (learning experiences) atau pengalaman pendidikan
(educational experiences).

26
Bahan Ajar Mata Kuliah

Apa kaitan antara pengalaman dan kompetensi bagi siswa agar mereka dapat
berfungsi optimal dalam kehidupan di masyarakat? Seorang yang berpengalaman
tentang sesuatu, besar kemungkinan ia dapat mengembangkannya menjadi
kompetensi, melalui proses pembelajaran
(Harris et al., 1955: 100). selain itu, siswa yang sudah berpengalaman, dia
akan dapat melakukan sesuatu yang baru (Wiles, 2009: 3). Artinya, dengan berbekal
pengalaman, siswa sudah mendekati kepada pemilikan kompetensi, sebab
"experience as an essential element of competence" (Harris et al., 1995:20).
Kesimpulan, pengalaman pendidikan merupa- kan embrio kompetensi sebagai
atribut apa yang dapat dilakukan siswa, bukan hanya tentang apa yang sekadar
diketahuinya.
Karena sangat luas cakupan pengertian kurikulum sebagai pengalaman,
banyak ahli yang menerima atau menolak konsep definisi ini. Krug (1956: 4),
misalnya, menerima konsep ini, sebab kurikulum adalah semua cara yang ditempuh
sekolah agar siswa memperoleh kesempatan belajar (learning opportunities) untuk
memiliki pengalaman yang diinginkan. Adapun beberapa pakar, seperti Taba
(1962), Johnson (1967), Inlow (1973) menolak konsepsi ini karena terlalu luas
cakupannya sehingga tidak jelas mana pengalaman yang diperoleh siswa melalui
kurikulum sekolah atau yang diperoleh mereka melalui "kurikulum di luar sekolah"
(Zais, 1976: 8).
Selain itu, Doll (1970: 15) mencatat bahwa terdapat pergeseran konsep
kurikulum, dari konten kurikulum atau seperangkat pelajaran menjadi semua
pengalaman belajar yang direncanakan sekolah. Menurut dimensi ini, guru berperan
sebagai fasilitator perkembangan individual siswa daripada sebagai pengajar siswa.
Dengan demikian, kurikulum dirancang untuk membekali siswa memperoleh
pengalaman melalui proses pembelajaran interaktif antara siswa, guru, materi serta
lingkungan belajar. Dapat disimpulkan bahwa walau kurikulum sebagai pengalaman

27
Bahan Ajar Mata Kuliah

dikritik terlalu luas, tetapi banyak pakar pendidikan yang menerima konsep ini,
sebab kurikulum tidak hanya dokumen mati yang memuat berbagai rencana ideal
untuk membelajarkan siswa tetapi dokumen yang ideal itu harus diimplementasi
guru dalam kelas untuk membekali siswa dengan pengalaman bermakna
(meaningful ex- perience), bukan hanya sekadar menghasilkan pengetahuan yang
harus mereka ketahui atau hafal saja.
Kita setuju bahwa pengalaman belajar lebih menggambarkan keadaan yang
lebih akurat dari kurikulum. Sebab, sekolah didirikan untuk mendidik siswa agar
berkembang optimal. Perkembangan ini hanya dapat dicapai jika siswa memperoleh
pengalaman dari apa yang dipelajarinya di sekolah, bukan verbal knowledge saja.
Artinya, kurikulum sebagai cetak biru pendidikan, harus bermuara pada penguasaan
aplikatif dan integratif pengetahuan, keterampilan dan nilai oleh individu siswa
sampai berakumulasi menjadi pengalaman dan kompetensinya.
Selain kritik di atas, kurikulum sebagai pengalaman belajar, kedengarannya
bagus, tetapi Schubert (1986: 31) memandang konsep ini tidak praktis. Kenyataan
di lapangan, lanjut Schubert, bagaimana guru mungkin menghasilkan interaksi yang
menimbulkan pengalaman belajar kalau setiap guru berhadapan dengan 30-50 orang
murid setiap hari. Zais (1976: 8) juga memperkirakan konsepsi kurikulum ini tidak
berfungsi pada tahap perencanaan, karena pengalaman riil siswa sebagai hasil
interaksinya dengan kurikulum tidak dapat diketahui lebih dahulu.
Walau begitu, Zais (1976) memandang bahwa pada tahap evaluasi, hasil
implementasi kurikulum yang bagaimanapun, sukar untuk tidak diperhitungkan jika
kita memang ingin memperoleh informasi tentang keseluruhan pengalaman belajar
yang diperoleh siswa pada waktu diadakan evaluasi. Zais yakin bahwa semua
pengalaman nyata yang diperoleh siswa dari penerapan kurikulum merupakan data
berharga bagi efektivitas kurikulum yang direncanakan untuk mereka (Zais, 1976:
8). Pendek kata, walau kurikulum berorientasi pengalaman ditolak karena terlalu

28
Bahan Ajar Mata Kuliah

luas atau tidak praktis, tetapi banyak pakar menerima berdasar kenyataan bahwa
banyak perubahan kurikulum yang telah diberlakukan tetapi tidak menghasilkan
pembelajaran bermakna pada siswa.
Kita setuju konsep kurikulum sebagai pengalaman berdasarkan dua hal: (l)
Walau definisi ini dikritik terlalu luas, tetapi tidak ada manfaat jika kurikulum tidak
berpengaruh pada peningkatan penge- tahuan atau jika hanya menghasilkan hafalan
saja pada siswa; dan (2) Pengalaman berimplikasi perlunya implementasi kurikulum
menghasilkan pengalaman, asalkan pengalaman itu berkontribusi pada pencapaian
tujuan pendidikan.
Sebagai Sistem Produksi. Kurikulum adalah seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil pendidikan. Biasanya, tu juan akhir dispesifikasi
dalam bentuk tingkah laku seperti mempelajari keahlian, tugas, atau melakukan
suatu tingkah laku lama dengan lebih baik. Pendekatan ini berasal dari program
latihan di perusahaan, industri, dan militer. Konsep kurikulum ini merupakan
aplikasi manajemen dan industri pada pendidikan seperti terlihat pada metode
analisis tugas atau analisis kegiatan. Pendekatan ini biasa disebut "sistem produksi".
Menurut sistem ini, seperti pada pabrik, ditetapkan terlebih dahulu tu- gas atau
tingkah laku yang akan dicapai (behavioral objectives), teknologi instruksional,
termasuk analisis sistem dan akuntabilitas.
Menurut Popham (1969), kurikulum berkisar pada pertimbangan tentang
hasil akhir pendidikan berupa tujuan instruksional yang harus dicapai siswa. Tujuan
instruksional tersebut harus dinyatakan secara jelas dan tepat yang dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku yang diinginkan dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk
operasional, yaitu yang bisa dilihat (observable) dan diukur (measurable). Popham,
seorang yang membedakan kurikulum dan pengajaran, menegaskan bahwa
perbedaan keduanya ada'ah yang terdahulu adalah tujuan dan yang tersebut
kemudian adalah alat untuk mencapai tujuan itu. Tetapi, keduanya merupakan dua

29
Bahan Ajar Mata Kuliah

komponen proses produksi untuk memperoleh produk akhir (terminal), yaitu


tingkah laku siswa terukur dan terlihat serta relevan dengan tujuan pendidikan
(Popham, 1969: 36-7).
Lebih lanjut, menurut Popham, sistem pendidikan kita perlu meng-
identifikasi tujuan instruksional yang ingin dicapai secara persis dan
mengumpulkannya dalam "bank Tujuan Tingkah Laku" yang mudah diakses guru
sehingga guru tidak perlu menghabiskan waktu mengidentifikasi tujuan-tujuan itu
karena sudah tersedia di bank itu (Popham, 1969: 60). Implikasi definisi ini adalah
bahwa guru bertindak sebagai seorang mekanik yang tugas pokoknya melaksanakan
dan menjaga agar kurikulum, beserta semua komponen proses teknologi
produksinya, menghasilkan kualitas produk yang memadai melalui kualitas kontrol
yang baik.
Pada dasarnya, pandangan ini bertumpu pada teori Skinner (1968) operant
conditioning" yang menyatakan bahwa tugas guru bersifat mekanik, yaitu
mengusahakan adanya penguatan (enforcement) berupa rangsangan agar siswa
secara otomatis bertingkah laku akhir seperti yang diinginkan kurikulum (Zais,
1976: 269). Kritik terhadap konsep ini adalah kecenderungan untuk memandang
pendidikan sebagai suatu mesin mekanis bagi pencapaian kognitif terendah, seperti
meng ingat informasi yang diberikan atau yang dihafalkan. Ini berarti, siswa
direduksi menjadi suatu sistem respons mekanistik, dan oleh karena itu, kurikulum
dianggap sebagai proses belajar yang hasilnya harus dapat diukur dan diamati
(Tanner & Tanner, 1975: 29),
Telah disebut sebelum ini, kurikulum menurut konsep tujuan tingkah laku,
identik dengan komponen proses produksi teknologi. Menurut konsep ini,
penetapan proses teknologi dapat ditingkatkan produktivitas guru mengajar. Selain
itu, konsep teknologi dapat mengatasi masalah utama yang dihadapi dunia
pendidikan: guru mengajar lebih banyak materi atau pelajaran kepada lebih banyak

30
Bahan Ajar Mata Kuliah

pelajar (Zais, 1976: 269-70). Pendekatan teknologi menganggap kurikulum sebagai


"mesin kurikulum" yang dapat dijalankan dengan menghidupkan stop kontak. Bush
dan Allen (1964) memberikan perumpamaan bahwa keseluruhan kurikulum
dianggap sebagai arena yang akan digarap. Dimensi horizontal adalah jumlah
pelajar yang akan diajar, dimensi vertikal adalah lamanya proses penggarapan arena
itu (Tanner & Tanner, 1975:30). Orientasi teknologi, lanjut Tanner dan Tanner,
menghasilkan kurikulum menjadi kotak segi empat dengan variabel jumlah murid
yang akan diproses dan waktu tersedia untuk memprosesnya.
Implikasi orientasi kurikulum teknologi, antara lain, belajar bersifat linear
dan mekanistik, sedangkan siswa dianggap sebagai suatu benda mekanik yang dapat
dikondisi untuk menghasilkan pembelajaran secara otomatik, Di samping itu,
orientasi definisi kurikulum teknologi berasumsi bahwa keseluruhan proses
pembelajaran bersifat aditif, yaitu jumlah keseluruhan unit yang dipelajari siswa
merupakan gabungan dari semua kepingan unit yang membentuknya. Selanjutnya,
tingkat belajar yang lebih tinggi, seperti apresiasi, pengetahuan tentang pengetahuan
diri sendiri (metakognitif), serta nilai-nilai (values), amat sulit diperoleh melalui
latihan seperti yang diisyaratkan konsep kurikulum sistem produksi.
Sebagai Bidang Studio. Kurikulum adalah bidang studi atau mata
Pelajaran/kuliah memiliki fondasi dan ruang lingkup sendiri seperti bidang studi
Iain. di samping memiliki riset, teori-teori dan prinsip (Ornstein & Hunkins,
1988:6). Kurikulum sebagai bidang studi mun- cul dalam buku The Curriculum
oleh Bobbit dan Charters (1918) yang memuat prinsip perencanaan kurikulum
berintikan mata, pelajaran yang harus diajarkan kepada siswa, dan kegiatan belajar
yang harus dilakukan siswa untuk melatih dan mengembangkan performa mereka.
Menurut Ornstein dan Hunkins (2013: 77), Bobbit menggariskan prinsip
pengembangan kurikulum, yaitu agar kurikulum menetapkan pengetahuan penting

31
Bahan Ajar Mata Kuliah

dalam tiap mata pelajaran dan mengembangkan kegiatan yang tepat untuk mencapai
tujuan kurikulum terutama di sekolah dasar.
Tahun 1920-an dianggap sebagai tahun lahirnya kurikulum sebagai bidang
studi (Zais, 1976: 5), sebab pada waktu itu diterbitkan beberapa buku kurikulum.
Beberapa di antaranya adalah Curriculum and Instruction (1923) oleh Charters dari
Ohio State University. Kemudian How to Make a Curriculum oleh Bobbit sebagai
buku keduanya. Dan pada tahun 1926, terbit pula The Foundations and Technique
of Curriculum Construction oleh National Society for the Study of Education
(NSSE) yang memuat kajian kurikulum (Zais, 1976: 5). Setelah itu, banyak muncul
buku dan proyek yang berisi kajian kurikulum dan penyempurnaan yang waktu itu
dianggap hal baru.
Perkembangan selanjutnya ialah tumbuh laboratorium di Teachers College,
Columbia University (19 frang mengkaji kurikulum sebagai suatu inovasi. Akhirnya
pada tahun 1930-an, perkembangan kurikulum sebagai suatu bidang studi mencapai
puncaknya. Hal ini ditunjukkan banyaknya departemen pendidikan negara bagian di
Amerika Serikat yang tertarik pada revisi dan perbaikan kurikulum termasuk
implementasinya di dalam kelas. Sekolah Tinggi dan Fakultas Pendidikan di
beberapa universitas mendirikan Jurusan Kurikulum. Pendirian Departemen
Kurikulum dan Pembelajaran pada Teachers College, Columbia University pada
tahun 1937 dianggap sebagai landmark dari kelahiran suatu bidang studi bernama
"kurikulum.

3. Kurikulum dan Proses Pembelajaran

32
Bahan Ajar Mata Kuliah

Para ahli berbeda pendapat tentang makna kurikulum dan pembel- ajaran.
Johnson, (1968) misalnya, memandang kurikulum sebagai panduan belajar, maka
itu disebut pengajaran, bukan kurikulum. Selanjutnya, menurut Johnson (1968:
130), kurikulum merupakan seperangkat hasil belajar terstruktur yang akan dicapai
sekolah. Yang lain dari itu, menurut Johnson, adalah pengajaran (instructions),
bukan kurikulum. Mirip dengan Johnson (1968), Beauchamp (1981) menganggap
kuriku lum dan pembelajaran sebagai dua hal yang berbeda. Kedua pakar ini
memandang kurikulum mengkaji tentang "apa"-nya pendidikan, sedangkan
pengajaran mengenai "bagaimana" nya (Parkay et al., 2010: 2). Dengan perkataan
lain, pengajaran menyangkut hal-hal yang lebih teknis yaitu yang terkait proses
penyampaian konten atau materi pelajaran (Schubert, 1986: 40). Lebih jauh Oliva
(1982: 10-11) memerinci bahwa kurikulum bersifat programmatic, menyangkut
program, rencana, konten, dan pengalaman belajar; sedangkan pengajaran
bernuansa methodological, terkait metodologi, strategi, teknik pengajaran,
implementasi dan presentasi program, rencana atau konten kurikulum tersebut.
Hampir sama dengan ini adalah definisi James Macdonald (1965: 5-6), bahwa
kurikulum sebagai rencana implementasi pengajaran di kelas, karena kurikulum
timbul lebih dahulu dari pengajaran.
Parkay et al. (2010: 310-11) menegaskan bahwa kurikulum dan pengajaran
berkaitan sangat erat, kurikulum sebagai the whats-nya, sedangkan pengajaran the
hows-nya pengajaran di kelas, keduanya mutually exclusive, saling terkait satu
sama lain dengan fungsi yang berbeda antara the whats dan the hows. Dengan kata
lain, keduanya ibarat dua Sisi mata uang yang sama. Karena itu, keduanya adalah
bagian integral dari pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan dan
memengaruhi. Misalnya, ketika ditetapkan suatu materi atau konten kurikulum.

33
Bahan Ajar Mata Kuliah

untuk diajarkan kepada siswa berarti juga dietapkan metode pengajaran


yang tepat bagi siswa tertentu dalam proses pengajaran, agar konten atau materi itu
menjadi pengetahuan, keterampilan atau nilai yang bermakna bagi siswa.
Implikasi perbedaan pengertian kurikulum dan pengajaran seperti yang
dikemukakan Johnson, Macdonald, dan Oliva tersebut sangat signifikan (Zais,
1976: 9). Dengan membatasi pengertian kurikulum pada seperangkat hasil belajar
terstruktur saja, lanjut Zais (9176), berarti perencanaan tradisional seperti seleksi
konten kurikulum atau materi ajar dan penetapan kegiatan belajar, bukan termasuk
perencanaan kurikulum. Menurut pengertian ini, proses dalam kelas adalah
implementasi rencana pengajaran, bukan implementasi kurikulum. Ini juga berarti
bahwa implementasi kurikulum hanya berupa hasil belajar yang dicapai.
Zais (1976: 9) menggugat bahwa definisi Johnson bisa menimbul- kan
kesulitan teoretis dan praktis. Dia percaya bahwa usaha Johnson memisahkan antara
hasil dan proses atau cara yang ditempuh dan hasil yang dicapai, adalah suatu yang
mustahil. Selain itu, konsepsi Johnson itu juga tidak sesuai dengan suasana yang
kita hadapi tiap saat di sekolah. Jika para pakar kurikulum, lanjut Zais, hanya
membatasi perhatiannya pada formulasi seperangkat hasil belajar yang ingin dicapai
saja, menghindarkan tanggung jawab dan perhatian pada hal-hal yang sangat
esensial dan yang sudah sangat lumrah dilakukan perancang dan pengembang
kurikulum, yaitu seleksi konten dan materi ajar serta perencanaan kegiatan belajar
yang relevan dengan pencapaian tujuan (Zais, 1976:9). Apakah disebut kurikulum
atau pengajaran rasanya kurang penting, jika diingat bahwa kedua hal tersebut harus
ditangani secara serius pada saat perencanaan. Ide Zais ini sejajar dengan Parkay et
al. (2010) yang telah dikemukakakan di atas, yaitu bahwa kedua komponen itu
saling terkait, saling melengkapi, dan karena itu, kedua komponen itu tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Barangkali itulah para penulis buku dan juga nama
departemen atau jurusan di banyak universitas di Amerika Serikat dan Barat lainnya

34
Bahan Ajar Mata Kuliah

memadukan keduanya dengan istilah Curriculum and Instruction sebagai jalan ke


luar dari perdebatan panjang tentang kedua istilah itu.
Ada pula yang menganggap bahwa pemisahan kurikulum dan pengajaran
terlalu dibuat-buat (Dewey, 1916; Macdonald & Zaret, 1975). Menurut mereka,
walaupun bagaimana, para ahli kurikulum harus memperhatikan keseluruhan proses
pendidikan, karena pengajaran bukan hanya presentasi atau penyajian konten
kurikulum dan materi pelajaran saja. Pengembangan dan perubahan praktik
pengajaran di kelas berpengaruh pada keseluruhan sistem, sejak penetapan tujuan,
seleksi materi/konten, dan organisasi pengalaman atau kegiatan belajar,serta
evaluasi hasil pembelajaran.
Kurikulum dan pengajaran merupakan satu kesatuan, karena kurikulum
memberikan arah pembelajaran walau kurikulum tidak memuat rencana
pembelajaran. Dapat dirangkum bahwa kurikulum mengacu pada program, rencana,
konten, dan pengalaman belajar; sedangkan pembelajaran merujuk pada
metodologi, kegiatan pengajaran, implementasi atau realisasi dari rancangaan
kurikulum sehingga tidak ada dikotomi antara keduanya.
Telah disinggung, kebanyakan program studi kurikulum di perguruan
tinggi Amerika Serikat menetralisasi kontroversi kedua istilah itu dengan
menamakan mata kuliah ini "Curriculuem and Instruction Usaha untuk
menetralisasi kedua istilah itu juga diajukan Zais (1976: 12) bahwa kedua konsep
tersebut berada dalam satu kontinium: pada ujung kiri kontinium ada kurikulum
yang bersifat akhir general (ultimate general) dan pada ujung lainnya terdapat
pembelajaran yang bersifat langsung-spesifik (immediate specific). Hal ini mirip
dengan usul parkay et al. (2010:2) bahwa kurikulum mengacu pada the what of
education sedangkan pembelajaran pada the how of teaching.

35
Bahan Ajar Mata Kuliah

2 Jenis Proses Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013 :


Proses Pembelajaran Langsung dan Proses Pembelajaran Tidak Langsung
Saat anda mengimplementasikan Kurikulum 2013 di kelas anda, maka dalam proses
pembelajaran anda harus mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu:
1. proses pembelajaran langsung
2. proses pembelajaran tidak langsung.
Harap digarisbawahi, bahwa istilah proses pembelajaran langsung dan proses
pembelajaran tidak langsung yang akan dibahas di sini sama sekali tidak sama dan
tidak ada hubungannya dengan model pembelajaran langsung (direct instruction).

Proses Pembelajaran Langsung


Proses pembelajaran langsung merupakan proses pendidikan di mana d
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, siswa mengembangkan
pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik dengan
berinteraksi secara langsung dengan sumber belajar. Sumber belajar ini tentu saja
telah dirancang sedemikian rupa sebelumnya dalam silabus dan RPP d kegiatan-
kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik
melakukan kegiatan lam bentuk kegiatan-kegiatan belajar seperti: mengamati,
bertanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, menganalisis, hingga
mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Di
dalam proses pembelajaran langsung akan dihasilkan pengetahuan (aspek kognitif)
dan keterampilan langsung (psikomotor) atau yang disebut dengan instructional
effect.

Proses Pembelajaran Tidak Langsung


Pembelajaran tidak langsung yaitu proses pendidikan yang terjadi selama
proses pembelajaran langsung akan tetapi tanpa melalui perancangan dalam

36
Bahan Ajar Mata Kuliah

kegiatan khusus. Proses pembelajaran tidak langsung sangat berkaitan dengan


pengembangan nilai dan sikap (afektif).
Tidak sama dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan
dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan
sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku harus dilakukan oleh semua
mata pelajaran serta pada tiap kegiatan yang dilakukan di dalam kelas, sekolah, dan
masyarakat. Karenanya pada proses pembelajaran yang mengimplementasikan
Kurikulum 2013, setiap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran di sekolah
dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses
pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap.
Proses pembelajaran langsung maupun proses pembelajaran tidak langsung
dilakukan secara terintegrasi dan tidak terpisah-pisah satu sama lain. Proses
pembelajaran secara langsung akan terkait dengan pembelajaran yang menyangkut
KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Baik KI-3 maupun KI-4
dikembangkan secara bersamaan pada proses pembelajaran dan merupakan sarana
untuk pengembangan KD pada KI-1 dan KI-2. Proses pembelajaran tidak langsung
berkenaan dengan pembelajaran terkait KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.

5 Pengalaman Belajar Pokok dalam Kurikulum 2013


Setiap proses pembelajaran dalam implementasi Kurikulum 2013 semestinya terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati; Pada pengalaman belajar MENGAMATI ini, kegiatan belajaran
yang dpat dilakukan siswa misalnya membaca, mendengar, menyimak, melihat
(dengan atau tanpa alat). Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui
pengalaman belajar MENGAMATI adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan
kemampuan mencari informasi.

37
Bahan Ajar Mata Kuliah

2. Menanya. Kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa untuk pengalaman


belajar MENANYA adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi apa yang
tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk memperoleh
informasi tambahan tentang apa yang sedang mereka amati. Pertanyaan yang
siswa ajukan semestinya dapat dimulai dari pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat faktual saja hingga mengarah kepada pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya hipotetik (dugaan). Kompetensi yang dikembangkan dari pengalaman
belajar MENANYA adalah pengembangan kreativitas, rasa ingin tahu
(curiousity), kemampuan merumuskan pertanyaan untuk pengembangan
keterampilan berpikir kritis, dan pembentukan karakter pebelajar sepanjang
hayat (life long learner).
3. Mengumpulkan informasi. Kegiatan belajar sebagai bentuk dari pengalaman
belajar MENGUMPULKAN INFORMASI adalah melakukan eksperimen,
membaca beragam sumber informasi lainnya selain yang terdapat pada buku
teks, mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan aktivitas tertentu,
hingga berwawancara dengan seorang narasumber. Kompetensi yang ingin
dikembangkan dari langkah pembelajaran(pengalaman belajar)
MENGUMPULKAN INFORMASI ini adalah, siswa akan mengembangkan
sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, memiliki kemampuan
berkomunikasi, memiliki kemampuan mengumpulkan informasi dengan
beragam cara, mengembangkan kebiasaan belajar, hingga menjadi seorang
pebelajar sepanjang hayat (life long learner).
4. Mengasosiasi atau mengolah informasi. Bentuk kegiatan belajar yang dapat
diberikan guru untuk menyediakan pengalaman belajar (langkah pembelajaran)
MENGASOSIASIKAN atau MENGOLAH INFORMASI ini antara lain
pengolahan informasi mulai dari beragam informasi yang memperdalam dan
memperluas informasi hingga informasi yang saling mendukung, bahkan yang

38
Bahan Ajar Mata Kuliah

berbeda atau bertentangan. Melalui pengalaman belajar MENGASOSIASIKAN


atau MENGOLAH INFORMASI ini diharapkan siswa akan mengembangkan
sikap jujur, teliti, disiplin, taat kepada aturan, bekerja keras, mampu
menerapkan suatu prosedur dalam berpikir secara deduktif atau induktif untuk
menarik suatu kesimpulan.
5. Mengkomunikasikan. Untuk memberikan pengalaman belajar
MENGKOMUNIKASIKAN maka siswaa diajak untuk melakukan kegiatan
belajar berupa menyampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukannya,
kesimpulan yang diperolehnya berdasarkan hasil analisis, dilakukan baik secara
lisan, tertulis, atau cara-cara dan media lainnya. Ini dimaksudkan agar siswa
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya dalam hal
pengembangan sikap jujur, teliti, toleransi, berpikir secara sistematis,
mengutarakan pendapat dengan cara yang singkat dan jelas, hingga
berkemampuan berbahasa secara baik dan benar.

39
Bahan Ajar Mata Kuliah

BAB II
KOMPETENSI

A. Gambaran Umum

Pemberlakuan peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan


pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan
dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap
sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum. Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

1. Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan,


pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan
tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai
kompleksitasnya.

2. Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran


minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta
didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali
dan jaminan mutu.

3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota


sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan
daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang
bersangkutan.

40
Bahan Ajar Mata Kuliah

4. Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan
kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun
2006, yang mencakup komponen:

a) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang


mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui,
dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi
yang diajarkan.

b) Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan


materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

B. Pendidikan Berbasis Kompetensi

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan,
ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan.

41
Bahan Ajar Mata Kuliah

Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum
dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut
menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik.

Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari
upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi
peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran
paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.

SKL adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan (SNP), yang merupakan
kompetensi lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki patok mutu, baik
evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk pembelajaran,
maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi program pendidikan,
sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL mata
pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan KD.

Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta didik dalam suatu mata
pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik,
yang dikembangkan oleh para pakar mata pelajaran, pakar pendidikan dan pakar
psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip:

1. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.

42
Bahan Ajar Mata Kuliah

Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan
diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.

2. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.

Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika,


logika, estetika, dan kinestetika.

3. Penguatan Integritas Nasional.

Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuh


kembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui
pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban
bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.

4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.

Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai
pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian
serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.

5. Pengembangan Kecakapan Hidup.

Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis,


dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif,
kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.

6. Pilar Pendidikan.

43
Bahan Ajar Mata Kuliah

Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan


Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami
dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara
efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e)
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

7. Menyeluruh dan Berkesinambungan.

Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan,


keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara
berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal
sampai dengan pendidikan menengah.

8. Belajar Sepanjang Hayat.

Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik


yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-
unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi
dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.

SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan,
yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu.
Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan
atau kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat
global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya
manusia (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi

44
Bahan Ajar Mata Kuliah

diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat


regional, nasional, dan global.

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam


mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran
yang terjadi di kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru,
perlu diberi keleluasaan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus, memilih
strategi pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi dan potensi peserta
didik dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
perlu dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi.
Pedoman pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu pedoman umum
dan pedoman khusus untuk setiap mata pelajaran.

Pedoman umum pengembangan silabus memberi penjelasan secara umum


tentang prosedur dan cara mengembangkan SK dan KD menjadi indikator
pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian,
alokasi waktu, sumber belajar. Sedangkan pedoman khusus menjelaskan
mekanisme pengembangan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang
disertai contoh-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah pengembangan
silabus.

C. Kurikulum Berbasis Kompetensi

45
Bahan Ajar Mata Kuliah

Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian.


Oleh karena itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi
karena merupakan konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI
dinyatakan bahwa: KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara
tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual
melalui program remidial dan pengayaan.

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan


SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan pembelajaran, dan aktivitas untuk
mengembangkan dan memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan
belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk
menguasai kompetensi tertentu.

D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil


belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, sistem
penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak
perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19). Dalam pembelajaran berbasis kompetensi
perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembelajaran berbasis kompetensi
meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai
kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi. Kompetensi yang harus
dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan

46
Bahan Ajar Mata Kuliah

dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip relevansi dan konsistensi antara


kompetensi dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta
lingkungan belajar yang digunakan (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik,
antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis
kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan
teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman,
1982: 16; Bratton, 1991: 263).

Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara


jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam
kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak
perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi.

Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran.


Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah :

a. pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.

b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.

c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan


kompetensi dan sistem penilaian. Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk :

1) menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang


disampaikan guru harus benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin
dicapai.

47
Bahan Ajar Mata Kuliah

2) mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan


suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis,
siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau
menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.

3) meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan


kesempatan peserta didik.

4) membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan


lebih dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK.

5) memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam
pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan
dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan
didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.

6) memperjelas komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau


pengalaman belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk
menentukan keberhasilan belajarnya.

7) meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun,


divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan
untuk mempertanggung jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.

8) memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih


spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip
yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

48
Bahan Ajar Mata Kuliah

E. Standar Kompetensi

1. Standar Kompetensi Lulusan SMA

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan


berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Menengah yang
terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Acuan untuk merumuskan kompetensi lulusan dapat berupa landasan yuridis yaitu
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh
pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi lulusan
SMA dapat dijabarkan dari perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3
dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selain berdasarkan peraturan perundang-undangan, kompetensi lulusan


SMA juga dapat dirumuskan berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh
pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace/stakeholder). Sebagai contoh di
Australia, dalam mengatasi masalah relevansi pendidikan, selalu diusahakan adanya
jalinan kerja sama antara sekolah dengan dunia industri.

Usaha dimaksud dengan melalui pengintegrasian SK yang ditentukan oleh industri


ke dalam kurikulum sekolah. Dunia industri menentukan standar kompetensi
lulusan berupa pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai seseorang agar

49
Bahan Ajar Mata Kuliah

memiliki kompetensi untuk memasuki dunia kerja (Adams, 1995: 3). Secara garis
besar, kompetensi dimaksud merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan,
dan penerapan pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam melaksanakan tugas di
lapangan kerja. Secara rinci, kompetensi dimaksud meliputi:

(a) keterampilan melaksanakan tugas pokok

(b) keterampilan mengelola

(c) keterampilan melaksanakan pengelolaan dalam keadaan mendesak

(d) keterampilan berinteraksi dengan lingkungan kerja dan bekerja sama dengan
orang lain

(e) keterampilan menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.

Perumusan aspek-aspek kompetensi secara rinci dapat dilakukan dengan


menganalisis kompetensi. Bloom et al. (1956: 17) menganalisis kompetensi menjadi
tiga aspek, dengan tingkatan yang berbeda-beda setiap aspeknya, yaitu kompetensi:

a) kognitif, meliputi tingkatan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,


sintesis, dan penilaian.

b) afektif, meliputi pemberian respons, penilaian, apresiasi, dan internalisasi.

c) sikomotorik, meliputi keterampilan gerak awal, semi rutin dan rutin.

Berbeda dengan Bloom, Hall & Jones (1976: 48) membagi kompetensi menjadi
5 macam, yaitu kompetensi:

a) kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.

50
Bahan Ajar Mata Kuliah

b) afektif yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi.

c) penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.

d) produk atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan


terhadap pihak lain.

e) eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai


nilai kegunaan di masa depan, sebagai hasil samping yang positif.

Sehubungan dengan kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan


nasional, ada dua butir kompetensi yang perlu mendapatkan perhatian yaitu
pertama kecakapan hidup (life skill) dan kedua keterampilan sikap. Kecakapan
hidup (life skill) merupakan kecakapan untuk menciptakan atau menemukan
pemecahan masalah-masalah baru (inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep,
prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari. Penemuan pemecahan masalah baru
itu dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk
mempertahankan, meningkatkan, atau memperbarui hidup dan kehidupan peserta
didik. Kecakapan hidup tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai
pengalaman belajar peserta didik. Dari berbagai pengalaman mempelajari
berbagai materi pembelajaran, diharapkan peserta didik memperoleh hasil
samping yang positif berupa upaya memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip
dan prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam bentuk kecakapan hidup.
Di samping itu, hendaknya kecakapan hidup tersebut diupayakan pencapaiannya
dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman belajar yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, seorang peserta didik tinggal di sebuah kampung


pedalaman di tepi sungai. Di sekolah dia telah mempelajari dinamo pembangkit

51
Bahan Ajar Mata Kuliah

tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang antara lain dapat menggerakkan turbin
atau baling-baling. Peserta didik tersebut kemudian memanfaatkan air sungai
untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan dinamo yang
digantungkan di permukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik
yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, peserta didik yang telah
mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan
udara, lalu menciptakan leher angsa dari bahan tanah liat untuk penahan bau
dalam pembuatan WC, dapat membuat alat untuk menyiram tanaman hias yang
digantung.

Selain kecakapan yang bersifat teknis (vokasional), kecakapan hidup


mencakup juga kecakapan sosial (social skills), misalnya kecakapan mengadakan
negosiasi, kecakapan memilih dan mengambil posisi diri, kecakapan mengelola
konflik, kecakapan mengadakan hubungan antar pribadi, kecakapan
memecahkan masalah, kecakapan mengambil keputusan secara sistematis,
kecakapan bekerja dalam sebuah tim, kecakapan berorganisasi, dan lain
sebagainya.

Keterampilan sikap (afektif) mencakup dua hal. Pertama, sikap yang


berkenaan dengan nilai, moral, tata susila, baik, buruk, demokratis, terbuka,
dermawan, jujur, teliti, dan lain sebagainya. Kedua, sikap terhadap materi dan
kegiatan pembelajaran, seperti menyukai, menyenangi, memandang positif,
menaruh minat, dan lain sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan,
mengajarkan, dan mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif
tersebut tidak dimasukkan dalam program pembelajaran. Sama halnya dengan
kecakapan hidup, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaiannya
melalui pengintegrasian dengan topik-topik dan pengalaman belajar yang
relevan.

52
Bahan Ajar Mata Kuliah

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang diharapkan


dimiliki oleh lulusan atau tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA.) dapat
dirumuskan sebagai berikut:

a. Berkenaan dengan aspek afektif, peserta didik memiliki keimanan dan


ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-
masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari; memiliki nilai-nilai etika
dan estetika, serta mampu mengamalkan dan mengekspresikannya dalam
kehidupan sehari-hari; memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan
humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara baik dalam lingkup nasional maupun global.

b. Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan


kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.

c. Berkenaan dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan


berkomunikasi, kecakapan hidup, dan mampu beradaptasi dengan
perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal,
regional, maupun global; memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang
bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari. Berdasarkan
rumusan tersebut, maka kompetensi dapat dikelompokkan menjadi
kompetensi yang berkenaan dengan bidang moral keagamaan, kemanusiaan
(humaniora), komunikasi, estetika, dan IPTEK.

Hal ini tercantum dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang


Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Pasal 1 :

53
Bahan Ajar Mata Kuliah

(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan


menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan
kelulusan peserta didik.

(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1


meliputi standar kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata
pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1


tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.

SKL Satuan Pendidikan untuk SMA sebagaimana yang tercantum pada


lampiran Permendiknas nomor 23 tahun 2006, adalah :

a) Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan


perkembangan remaja.

b) Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan


diri serta memperbaiki kekurangannya.

c) Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,


perbuatan, dan pekerjaannya.

d) Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial.

e) Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial


ekonomi dalam lingkup global.

54
Bahan Ajar Mata Kuliah

f) Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis,


kritis, kreatif, dan inovatif.

g) Menunukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif


dalam pengambilan putusan.

h) Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk


pemberdayaan diri.

i) Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil


yang terbaik.

j) Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah


kompleks.

k) Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial.

l) Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.

m) Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara secara demokratis dalam wadah NKRI.

n) Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya.

o) Mengapresiasi karya seni dan budaya.

p) Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.

q) Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta


kebersihan lingkungan.

55
Bahan Ajar Mata Kuliah

r) Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.

s) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat.

t) Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang


lain.

u) Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara


sistematis dan estetis.

v) Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan


berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

w) Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan


tinggi.

x) Berdasarkan profil kompetensi lulusan tersebut selanjutnya dijabarkan


ke dalam sejumlah SK dan Kompetensi mata pelajaran yang relevan
yang diperlukan untuk mencapai kebulatan kompetensi tersebut.

Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan


yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak
meterjemahlkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang
efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui
apa yang harus dilakukan..Suatu kompetensi adalah apa yang seorang
karyawan mampu kerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu
pekerjaan. Kinerja atau hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku
ditempat kerja yang didasarkan pada KSAs.

56
Bahan Ajar Mata Kuliah

Untuk praktik, seuatu pekerjaan spesifik harus diidentifikasi kriteria-


kriteria utamanya yang kemudian dijabarkan ke dalam dimensi-dimensi dan
indikator-indikator kinerja kunci yang harus dicapai berdasarkan standar
kinerja yang telah ditetapkan. KSAs di sini adalah merupakan dasar
kompetensi kerja yang merupakan kemampuan, kemauan, dan sikap untuk
mencapai strandar kinerja yang telah dietapkan dalam setiap pekerjaan
spesifik. Kemampuan, kemauan, dan sikap ini dapat diamati dalam perilaku
di tempat kerja dalam seseorang melaksanakan pekerjaannya. Misalnya,
Motivasi sesungguhnya tidak lain adalah sikap seseorang dalam bekerja di
tempat kerja, seperti bersemamgat, tekun, ulet, yang tidak dapat diamati di
luar tempat kerja. Dasar motivasi adalah kebutuhan-kebutuhan manusia,
yang menimbulkan dorongan atau tidak untuk berperilaku tertentu.

Kepemimpinan tidak lain adalah KSAs, artinya mengandung unsur-


unsur pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dalam proses mempengaruhi
orang-orang lain. Komunikasi sebagai bidang ilmu pemahaman juga
mengandung KSAs, artinya untuk berkomunikasi yang efektif harus
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang etis. Jadi tidak ada
pekerjaan apapun yang tidak mengandung KSAs, hanya berbeda dalam
proporsinya saja.

Dalam bidang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah


sampai pendidikan tinggi memerlukan adannya keterkaitan dan kesesuaian
antara lembaga pendidikan dan dunia kerja (link antara University &
Industry). Sebagai konsekwensinya, kurikulum-bebasiskan-kompetensi
harus dirancang berdasarkan pada praktik-praktik dalam industri, sebaliknya
praktik-praktik dalam industri seharusnya didasarkan pada KSAs yang telah
diperoleh dari lembaga pendidikan.

57
Bahan Ajar Mata Kuliah

Di Indonesia, ini berarti perlu adanya kerjasama antara badan yang


mempunyai otoritas dalam penysunan kurikulum berbasiskan kompetensi
dengan badan yang mempunyai otoritas menentukan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia, yang berwewnang memberikan sertifikasi
profesi.. Jika tidak, maka kurikulum berbasiskan kompetensi
kemungkinan besar tidak akan sesuai dengan standar kompetensi kerja
dalam industri. Berarti krikulum berbasiskan kompetensi tidak mampu
menyediakan SDM yang siap pakai.

BAB III
PENGERTIAN KUALIFIKASI

A. PENGERTIAN KUALIFIKASI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang
diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 603)
Secara etimologis kata kualifikasi diadopsi dari bahasa Inggris qualification yang
berarti training, test, diploma, etc. that qualifies a person (Manser, 1995: 337).

58
Bahan Ajar Mata Kuliah

Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan seseorang
memenuhi syarat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualifikasi adalah
pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk
melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu (Depdikbud, 1996: 533)

Jadi kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu keahlian atau


kecakapan khusus.Dalam dunia pendidikan, kualifikasi dimengerti sebagain
keahlian atau kecakapan khusus dalam bidang pendidikan, baik sebagai pengajar
mata pelajaran, administrasi pendidikan dan seterusnya. Bahkan, kualifikasi
terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya. Seperti dalam UU Sisdiknas
2003, ditetapkan bahwa untuk menjadi guru Sekolah Dasar (SD) harus lulusan Strara
S-1, tentu saja jika ingin menjadi guru yang mengajar pada tingkat lebih tinggi
(SMP?MTs, SMU/SMK/MA, Perguruan Tingggi).

Dalam upaya melakukan kualifikasi terhadap lulusan perguruan tinggi di


Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 08 tahun 2012
tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Lampirannya yang
menjadi acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran lulusan dari setiap jenjang
pendidikan secara nasional.

Terbitnya Perpres No. 08 tahun 2012 dan UU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 29
ayat (1), (2), dan (3) telah berdampak pada kurikulum dan pengelolaannya di setiap
program. Kurikulum yang pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi
menjadi mengacu pada capaian pembelajaran (learning outcomes). Secara ringkas
KKNI terdiri dari Sembilan level kualifikasi akademik SDM Indonesia.

Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat


kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah tapi dengan melihat kepada kerangka

59
Bahan Ajar Mata Kuliah

kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil
pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang
akuntanbel dan transparan.

Pelaksanaan KKNI melalui 8 tahapan yaitu melalui penetapan Profil


Kelulusan, Merumuskan Learning Outcomes, Merumuskan Kompetensi Bahan
Kajian, Pemetaan LO Bahan Kajian, Pengemasan Matakuliah, Penyusunan Kerangka
kurikulum, Penyusuan Rencana Perkuliahan.

Dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005


tentang Guru dan Dosen, Bab IV Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, dan
Sertifikasi Pasal 8 dan 9 yang dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika (2005: 7) sebagai
berikut :

a. Pasal 8

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidikan,


sehat jasmai dan rohani, serta mmiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

b. Pasal 9

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui


pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.

Selanjutnya, kualifikasi guru diperjelas kembali dalam Permendiknas Nomor 16


tahun 2007, Poin A beriku ini (Aqib, 2008: 39-41):

60
Bahan Ajar Mata Kuliah

1. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal

Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup


kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-
kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah
(SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),
guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar
luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa
(SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah
aliyah kejuruan (SMK/MAK*), sebagai berikut.

a. Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA


Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan
anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang
terakreditasi.
b. Kualifikasi Akademik Guru SD/MI
Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi
yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
c. Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs
Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

d. Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA


Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau

61
Bahan Ajar Mata Kuliah

sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
e. Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/SMALB
Guru pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus
memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang
terakreditasi.
f. Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK*
Guru pada SMK/MAK* atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

2. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan

Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru


dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan
di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji
kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah
dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.
1. Kualifikasi Dosen
Sama halnya dengan guru, kualifikasi dosen juga di jelaskan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Bab V, bagian satu kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, dan jabatan akademik.
Pasal 45 dan 46, ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
a. Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang

62
Bahan Ajar Mata Kuliah

dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki


kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Pasal 46
Ayat 1
Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang
terakreditasi sesuai denganbidang keahlian.
Ayat 2
Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum;
a) Lulusan program magister untuk program diploma atau program
sarjana; dan
b) Lulusan program doctor untuk program pascasarjana.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesia Qualification Framework)


1. Perpres 8 Tahun 2012: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
atau Indonesian Qualification Framework (IQF) lengkap dengan lampirannya .
2. Permendikbud 49 Tahun 2014: Standar Nasional Pendidikan Tinggi (lengkap
dengan lampirannya).
3. Permendikbud 83 tahun 2013: Sertifikat Kompetensi.
4. Permendikbud 81 Tahun 2014: Ijazah, Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Profesi
Perguruan Tinggi.
5. Permendikbud 73 Tahun 2013: Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Bidang
Pendidikan Tinggi. Permendikbud ini merupakan Juklak Peraturan Presiden no. 8
Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
BAB IV
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)

A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)


Kurikulum berbasis kompetensi mulai diterapkan di Indonesia
pada tahun pelajaran 2001/2002 dibeberapa sekolah SD, SMP, dan
SMA yang ditunjuk oleh pemerintah dan atau atas inisiatif sekolah

63
Bahan Ajar Mata Kuliah

sendiri yang disebut mini piloting KBK di bawah koordinasi direktorat


SMP/SMA dan pusat kurikulum.
Legalitas formal pelaksanaan KBK pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah belum ada karena tidak ada Permendiknas yang
mengatur tentang hal itu. Meskipun demikian landasan hukum untuk
penyelenggaraan KBK bisa mengacu pada: Peraturan Pemerintah No.
25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah bidang pendidikan dan
kebudayaan yaitu : pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1)
standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan
kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta
pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional
dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X
pasal 36 ayat:
1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional,
2) Kurikulum pada semua enjag dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasii sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pada
pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
Sebelum membahas lebih jauh tentang KBK terlebih dahulu perlu
dijelaskan pengertian dari kompetensi dan kurikulum berbasis
kompetensi itu sendiri.
1. Pengertian Kompetensi

64
Bahan Ajar Mata Kuliah

Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang


Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan Kompetensi
adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu.
Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa kompetensi
adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.
Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi dari kompetensi
yaitu:
Competence is defined as the ability to adequately perform a
task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills,
personal values and attitudes. Competence builds on knowledge
and skills and is acquired through work experience and learning
by doing.
Dari definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai
kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas,
kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-
ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan
untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang
didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
2. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Eve Krakow (2005) mengemukakan bahwa pengajaran
berbasis kompetensi adalah keseluruhan tentang pembelajaran
aktif (active learning) dimana guru membantu siswa untuk
belajar bagaimana belajar dari pada hanya mempelajari isi (learn
how to learn rather than just cover content).

65
Bahan Ajar Mata Kuliah

Lebih jauh Christine Gilbert sebagai chief inspector Ofsted


pada dokumen visi 2020 dari Ofsted menyebutkan bahwa:
Learning how to learn half a dozen times, as it describes the
imperatives for developing the 21st-century curriculum. In the
last decade, it seems that we have established the notion that an
appreciation of the how students learn is at least as important
as what they learn. The National Strategies at primary and
secondary level are promoting learning competencies and the
mantra for Every Child Matters includes enjoyment and
engagement with learning as a key outcome
Pendapat di atas menekankan bahwa pengembangan
kurikulum di abad ke-21 lebih ditekankan pada bagaimana
mengembangkan suatu konsep learning how to learning.
Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan
bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat
rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar
yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi
pada:
1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta
didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna,
dan
2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan
kebutuhannya.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada
tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide

66
Bahan Ajar Mata Kuliah

akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan,


kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya,
pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran
kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum
harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan
pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta
jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus
diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai
dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia
ilmu (Suyanto, 2005).
Kurikulum berbasis kompetensi memuat standar kompetensi
dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran. Standar
kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan
dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan
standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar
penampilan (performance standard). Kompetensi dasar,
merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing
standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran,
yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar,
isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata
pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah
kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat
dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.

67
Bahan Ajar Mata Kuliah

Dari definisi-definisi di atas kurikulum berbasis kompetensi


menekankan pada mengeksplorasi kemampuan/potensi peserta
didik secara optimal, mengkonstruk apa yang dipelajari dan
mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kurikulum berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap
peserta didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat
kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan,
lingkungan, sumber daya, norma, integrasi dan aplikasi berbagai
kecakapan kinerja, dengan kata lain KBK berorientasi pada
pendekatan konstruktivisme.

Ciri-ciri KBK, yaitu:


a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara
individual maupun klasikal
b. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
yang lain yang memenuhi unsur edukasi
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi ditujukan
untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam
membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini
dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan,

68
Bahan Ajar Mata Kuliah

pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta


membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Dengan
kurikulum yang dernikian dapat memudahkan guru dalam
penyajian pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip
belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar
pendidikan universal, yaitu: belajar mengetahui, belajar
melakukan, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam
kebersamaan.
B. Komponen Utama Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang
memiliki empat komponen dasar yaitu: Kurikulum dan Hasil Belajar,
Penilaian Berbasis Kelas, Kegiatan Belajar Mengajar, dan Pengelolaan
Kurikulum Berbasis Sekolah, secara skematis dapat dilihat dari
gambar di bawah ini:
1. Kurikulum dan Hasil Belajar
2. Penilaian Berbasis Kelas
3. Kurikulum Berbasis Kompetensi
4. Kegiatan Belajar Mengajar
5. Peng. Kurikulum Berbasis Sekolah

1. Kurikulum Hasil Belajar (KHB)


Memuat perencanaan pengembangan peserta didik yang perlu
dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai dengan usia 18
tahun. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil
belajar, dan indikator dari Taman Kanak-kanak dan Raudhatul
Athfal (TK & RA) sampai dengan kelas XII. KHB membrikan suatu
rentang kompetensi dan hasil belajar siswa yang bermanfaat bagi

69
Bahan Ajar Mata Kuliah

guru pendidikan pradasar (TK & RA) sampai kelas XII SMA untuk
menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa, bagaimana
seharusnya mereka dievaluasi, dan bagaimana pembelajaran
disusun. KHB dibagi menjadi satu (1) rumpun pengembangan TK
dan RA dan 11(sebelas) rumpun pelajaran yang terdiri dari
Pendidikan Asgama, Kewarganegaraan, Bahasa Indoenesia,
Matematika, sains, Ilmu Sosial, Bahasa Inggris dan bahasa asing
lainnya, Kesenian, dan Pendidikan Jasmani. Keterampilan, dan
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan
yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik
melalui penilaian terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di
kelas (berbasis kelas) dengan mengumpulkan kerja siswa
(fortofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja
(performance), dan tes tertulis. Penilaian ini mengidentifikasi
kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, dan memuat
pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.

3. Kegiatan Belajar Mengajar


Memuat gagasan-gagasan pokoktentang pembelajaran dan
pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta
gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistik
4. Pengelolaan Kurikulum Berbasis sekolah
Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan
sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini

70
Bahan Ajar Mata Kuliah

dilengkapi dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum,


pengembangan perangkat kurikulum (antara lain silabus),
pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan
sistem infoermasi kurikulum.

C. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan dengan
tujuan memperbaiki kelemahan pada Kurikulum 1994. KBK
menitikberatkan pada kompetensi yang harus dicapai siswa.
Misalnya, standar kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa
pada hakikatnya belajar berkomunikasi dan belajar menghargai
manusia serta nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan
kemampuan berkomunikasi dan menghargai nilai-nilai, bukan pada
kemampuan menguasai ilmu kebahasaan. Akan tetapi, ilmu bahasa
dipelajari untuk mendukung keterampilan berkomunikasi. Kegiatan
belajar pun dikembalikan pada konsep bahwa siswa akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya
mengetahuainya. Pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat,
tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam
kehidupan nyata untuk jangka panjang.
Berdasarkan kajian teoretik dan pengalaman lapangan,
sebenarnya KBK merupakan salah satu kurikulum yang memberikan
konstribusi besar terhadap pengembangan potensi peserta didik

71
Bahan Ajar Mata Kuliah

secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme asal


implementasinya benar. Beberapa kelebihan KBK antara lain:
1. Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek
mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten
mata pelajaran itu sendiri.
2. Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student oriented). Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika
belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan
membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar.
Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan
berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan
mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan
memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu
dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir,
merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu.
Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis.
3. Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-
masing
4. Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek
dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan
terhadap kekurangan peserta didik.
5. Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa
untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal,
dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.
Disamping kelebihan, kurikulum berbasis kompetensi juga
terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih banyak pada

72
Bahan Ajar Mata Kuliah

penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan


beberapa permasalahan antara lain:
1) Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti
kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher
oriented
2) Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD,
40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak
untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2%
guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang
studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara
berdasarkan Human Development Index.
3) Sarana dan pra sarana pendukung pembelajaran yang belum
merata di setiap sekolah, sehingga KBK tidak bisa
diimplementasikan secara komprehensif.
4) Kebijakan pemerintah yang setengah hati, karena KBK
dilaksanakan dengan uji coba di beberapa sekolah mulai tahun
pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum tentang
pelaksanaan tersebut.
Di samping kelemahan dalam kebijakan dan implementasi KBK
juga memiliki kelamahan dari sisi isi kurikulum, antara lain:
1) Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun,
padahal indikator sebaiknya disusun oleh guru, karena guru
yang paling mengetahui tentang kondisi peserta didik dan
lingkungan
2) Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan
standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga
menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran secara
berkelanjutan.

73
Bahan Ajar Mata Kuliah

74
Bahan Ajar Mata Kuliah

BAB V
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN
ATURAN ATURAN DASAR

1. Landasan pengembangan kurikulum


Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan
tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin
Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is
perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang
mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam
penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam
mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar
pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh
sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-
kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus
dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada
tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan
menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu.
Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan
pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman
tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan

75
Bahan Ajar Mata Kuliah

kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara


sembarangan. Penyususnan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan-landasan yang kuat dapat berakibat fatal
terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berakibat pula
terhadap proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan
pendidikan. Pengembangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalm
merumuskan tujuan suatu satuan pendidikan.
b. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
c. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan
peserta didik.
d. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi
(interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk ilmu pengetahuan teknologi
(kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
e. Kebutuhan pembangunan yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang
ekonomi, kesejahtraan rakyat, hukum, dan sebagainya.
f. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiawian serta budaya bangsa.

Landasan pengembangan kurikulum psikologi juga perlu dalam pengembangan


kurikulum itu sendiri karena dalam hal belajar merupakn suatu studi tentang bagaimana
individu belajar. Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori
belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah

76
Bahan Ajar Mata Kuliah

upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses
belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya.
Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan
memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di
tingkat makro maupun mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat
yang mengkin ditimbulkannya.
Kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan serta niali-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan
masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan
mampu membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan
dan perkembangan yang ada di masyarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki social budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu
aspek penting dalam system social budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berprilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik, atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan

77
Bahan Ajar Mata Kuliah

perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkemabang sehingga menunutut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi disekitar masyarakat.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan
social, ekonomi, budaya, politik dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industry mempunyai hubungan timbal-
balik dengan pendidikan. Industry dengan teknologi maju memproduksi berbagai
macam alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi atau
materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
system evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat
membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan.

2. Aturan-aturan dasar
Ketika pertama kali Kurikulum 2013 diberlakukan secara terbatas pada tahun
pelajaran 2013-2014, bahwa untuk menunjang penerapan Kurikulum 2013 pemerintah
telah menerbitkan sejumlah peraturan menteri yang menjadi rujukan penerapan
Kurikulum 2013, diantaranya adalah peraturan menteri tentang:
a. Standar Kompetensi Lulusan
b. Standar Isi

78
Bahan Ajar Mata Kuliah

c. Standar Proses
d. Standar Penilaian
e. Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum mulai jenjang SD/MI sampai
jenjang SLTA
f. Buku Teks Pelajaran
Selanjutnya, untuk kepentingan pelaksanaan Kurikulum 2013 pemerintah
menerbitkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Peraturan ini tampaknya masih bersifat transisional, karena belum menggambarkan
secara utuh dan lengkap bagaimana seharusnya mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Memasuki tahun pelajaran 2014-2015, akhirnya secara resmi pemerintah
memberlakukan Kurikulum 2013 dalam skala nasional. Dan untuk kepentingan
pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional ini, pada bulan Juli 2014 pemerintah
melalui Kemendikbud menerbitkan beberapa Permendikbud guna melengkapi peraturan
yang sudah ada, diantaranya tentang:
a. Kurikulum SD
b. Kurikulum SMP
c. Kurikulum SMA
d. Kurikulum SMK
e. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
f. Kegiatan Ekstra Kurikuler
g. Kepramukaan
h. Peminatan
pada awal Oktober 2014, pemerintah kembali meluncurkan sejumlah peraturan baru
yang terkait dengan Kurikulum 2013, diantaranya adalah tentang:
a. Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
b. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah
c. Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah
d. Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

79
Bahan Ajar Mata Kuliah

e. Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan


Pendidikan Menengah
f. Evaluasi Kurikulum.

80
Bahan Ajar Mata Kuliah

BAB VI
KOMPONEN DAN PRINSIP PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Komponen pengembangan kurikulum


Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3)
metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5)
evaluasi.
1) Tujuan
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan dari pendidikan nasional dapat
dilihatsecara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watakserta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman danbertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
DalamPermendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
tingkat satuanpendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan
umum pendidikan berikut:
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikutipendidikan lebih lanjut

81
Bahan Ajar Mata Kuliah

Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,


pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikutipendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam
tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yangdikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang
hendakdicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran.Pada
tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan
lebih menggambarkan tentang what will the student be able to do as result of the
teaching that he was unable to do before (Rowntree dalam Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997). Tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih
menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta
didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka
perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat
operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada
tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat
terkaiterat dengan filsafat yang melandasinya.Jika kurikulum yang dikembangkan
menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)
sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada
pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya
pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.Apabila kurikulum yang
dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya,
maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan
aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan

82
Bahan Ajar Mata Kuliah

aspek afektif. Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat


rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak
diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan
bekerja sama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan
dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.

2) Materi atau Isi Pembelajaran


Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat
dan teori pendidikan dikembangkan.Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulumyang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk : teori, konsep, generalisasi, prinsip, prosedur, fakta,
istilah, contoh, defenisi, preposisi.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik.Materi
pembelajaran yang didasarkanpada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran
dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-temadan topik-topik yang diangkat
dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentangekonomi, sosial bahkan
tentang alam.Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologipendidikan
banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan
diambilhal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi.Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana
Syaodih Sukamadinata (1997)mengetengahkan tentang sekuens susunan materi
pembelajaran.Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai
menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan
materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki

83
Bahan Ajar Mata Kuliah

tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta
didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.

3) Metode atau Strategi Pencapaian


Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat
penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar.Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual. Strategi pembelajaran yang
berorientasi pada guru tersebut menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya
aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui
dinamika kelompok. Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru
tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika
kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau
role playing, diskusi, dan sejenisnya.

4) Organisasi kurikulum
Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan
dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua
materi diberikan sama Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai
upaya untuk mengurangi kelemahankelemahan sebagai akibat pemisahan mata
pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang
saling berkorelasi guna memudahkan peserta didikmemahami pelajaran
tertentu.Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa
pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang
sama dan dikorelasikan (difungsikan)dalam satu bidang pengajaran. Salah satu

84
Bahan Ajar Mata Kuliah

mata pelajaran dapat dijadikan core subject, dan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut.Program yang berpusat pada anak (child
centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata pelajaran.Inti Masalah (core program), yaitu suatu
program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari
suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya.Mata pelajaran-
mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.

5) Evaluasi
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yangbersangkutan.Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkanuntuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.Indikatorkinerja yang dievaluasi tidak
hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan
(feasibility) program.Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baikuntuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan
keputusandalam kurikulum itu sendiri.Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijakanpendidikan dan para pengembang
kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakanpengembangan sistem
pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil hasil
evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan
parapelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik,memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-

85
Bahan Ajar Mata Kuliah

alat bantu pelajaran, cara penilaian sertafasilitas pendidikan lainnya. (disarikan


dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) Selanjutnya,
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam
evaluasi kurikulum,yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2)
pendekatan obyektif; dan (3)pendekatan campuran multivariasi.

B. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum


Kurikulum di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam masyarakat.Penerapan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum salah satunya dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya
dalam kurikulum berbasis kompetensi dimana dalam prinsip pengembangan ini juga
memperhatikan beberapa aspek mendasar tentang karakteristik bangsa.
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang harus dijadikan acuan oleh
pendidik dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP), serta prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
pada pendidikan anak usia dini.Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum terdiri
dari dua hal yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip
umum meliputi :
1) Relevansi
Dalam hal ini dapat dibedakan relevansi keluar yang berarti bahwa tujuan, isi, dan
proses belajar harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan
masyarakat dan relevansi ke dalam berarti bahwa terdapat kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses
penyampaian dan penilaian yang menunjukkan keterpaduan kurikulum.

2) Fleksibilitas
Kurikulum harus dapat mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang
akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang
dan kemampuan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus berisi hal-

86
Bahan Ajar Mata Kuliah

hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya


penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan,
dan latar belakang anak.
3) Kontinoitas
Terkait dengan perkembangan dan proses belajar anak yang berlangsung secara
berkesinambungan, maka pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga
hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya,
antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, serta antara jenjang
pendidikan dengan pekerjaan.
4) Praktis atau efisisensi
Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana
dan biayanya murah. Dalam hal ini, kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan
dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun
personalia.
5) Efektifitas
Efektifitas berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan kurikulum baik secara
kuantitas maupun kualitasnya. Kurikulum merupakan penjabaran dari perencanaan
pendidikan dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam pengembangannya, harus
diperhatikan kaitan antara aspek utama kurikulum yaitu tujuan, isi, pengalaman
belajar, serta penilaian dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

C. Prinsip-prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum


1) Prinsip berkenaan dengan tujuan
Tujuan pendidikan merupakan pusat dan arah semua kegiatan pendidikan sehingga
perumusan komponen pendidikan harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Tujuan ini bersifat umum atau jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada
ketentuan dan kebijakan pemerintah, survey mengenai persepsi orangtua /
masyarakat tentang kebutuhan mereka, survey tentang pandangan para ahli dalam

87
Bahan Ajar Mata Kuliah

bidang-bidang tertentu, survey tentang manpower, pengalaman-pengalaman


negara lain dalam masalah yang sama, dan penelitian.
2) Prinsip pemilihan berkenaan dengan isi pendidikan
Dalam perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu
perlunya penjabaran tujuan pendidikan ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar
yang khusus dan sederhana, isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan,
sikap, dan keterampilan, dan unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang
logis dan sistematis.
3) Prinsip yang berkenaan dengan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar hendaknya mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu apakah metode yang digunakan cocok, apakah dengan metode tersebut
mampu memberikan kegiatan yang bervariasi untuk melayani perbedaan
individual siswa, apakah metode tersebut juga memberikan urutan kegiatan yang
bertingkat-tingkat, apakah penggunaan metode tersebut dapat mencapai tujuan
kognitif, afektif dan psikomotor, apakah metode tersebut lebih menaktifkan siswa,
apakah metode tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru, apakah
metode tersebut dapat menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan rumah
sekaligus mendorong penggunaan sumber belajar di rumah dan di masyarakat,
serta perlunya kegiatan belajar yang menekankan learning by doing, bukan
hanya learning by seeing and knowing.
4) Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran
Proses belajar mengajar perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat
bantu pengajaran yang tepat. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut,
yaitu alat/media apa yang dibutuhkan, bila belum ada apa penggantinya,
bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, bagaimana pembiayaannya, dan
kapan dibuatnya, bagaimana pengorganisasiannya dalam keseluruhan kegiatan
belajar, serta adanya pemahaman bahwa hasil terbaik akan diperoleh dengan
menggunakan multi media
5) Prinsip berkenaan dengan dengan pemilihan kegiatan penilaian

88
Bahan Ajar Mata Kuliah

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi
kegiatan penyusunan alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari
perumusan tujuan umum, menguraikan dalam bentuk tingkah laku siswa yang
dapat diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran dan menuliskan butir-butir
tes. Selain itu, terdapat bebarapa hal yang perlu juga dicermati dalam perencanaan
penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan siswa
yang akan dites, berapa lama waktu pelaksanaan tes, apakah tes berbentuk uraian
atau objective, berapa banyak butir tes yang perlu disusun, dan apakah tes
diadministrasikan guru atau murid. Dalam kegiatan pengolahan haisl penilaian
juga perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan
dalam pengolahan hasil tes, apakah digunakan formula guessingbagaimana
pengubahan skor menjadi skor masak, skor standar apa yang digunakan, serta
untuk apa hasil tes yang digunakan.

89
Bahan Ajar Mata Kuliah

VII
PROSES PENYUSUSNAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK) DAN PROGRAM INSTRUKSIONAL

A. PROSES PENYUSUNAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI


Kegiatan penyusunan kurikulum perlu ditempuh melalui langkah-langkah tertentu
secara sistematis sehingga dapat dihasilkan kurikulum yang baik. KBK merupakan
suatu model kurikulum yang penyusunannya berpijak dan berorientasi pada
pengembangan kompetensi-kompetensi tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Penyusunan KBK memiliki
prosedur atau langkah-langkah yang berbeda dengan kurikulum yang berbasis materi.
Penyusunan kurikulum berbasis materi lebih didasarkan pada sistematisasi disiplin
ilmu masing-masing. Prosesnya dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu
mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan
untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu. Sedangkan penyusunan KBK bertolak
dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu. Materi
yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai
dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Menurut Waridjan, dkk.,prosedur
penyusunan KBK adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kompetensi lulusan, yaitu menetapkan dan mendeskripsikan
ciri-ciri jenis dan mutu kompetensi yang harus dimiliki seseorang untuk mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu atau melaksanakan
tugas melanjutkan pendidikan. Menurut Arief Furchan dkk.,pengidentifikasian
dan penetapankompetensiinihendaknyadidasarkanpadaanalisiskebutuhan dari
masyarakatpengguna dan profesi (stakeholders) mengenaikompetensi-kompetensi
yang diperlukan untuk lulusannya. Kompetensi-kompetensi tersebut hendaknya
merupakan corecompetencies yang harus dikuasai oleh lulusan yang sekaligus

90
Bahan Ajar Mata Kuliah

dapat memenuhi standar internasional untuk mengantisipasi globalisasi. Karena


itudianjurkan untuk mencari informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan
untuk program studi serupa di PT luar negeri, karena kemungkinan mereka telah
melakukan hal serupa jauh lebih awal dari indonesia
b. Menjabarkan kompetensi lulusan, yakni menjabarkan kompetensi lulusan menjadi
rumusan kompetensi yang lebih operasional meliputi standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator kompetensi.
c. Menyusun pengalaman belajar, yaitu menyediakan pengalaman-pengalaman
belajar yang diperlukan peserta didik untuk dapat melaksanakan langkah-langkah
tugas yang disebutkan pada poin b.
d. Menetapkan topik dan subtopik, yaitu mengidentifikasi pokok bahasan dan sub
pokok bahasan sebagai isi atau persoalan-persoalan yang dibahas untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang disebutkan pada poin c.
e. Menetapkan alokasi waktu yang diperlukan untuk mempelajari tiap topik dan
subtopik dengan mengingat apakah sesuatu topik atau subtopik dipelajarimelalui
tatap muka, praktikum atau kerja lapangan.
f. Memberi nama mata pelajaran/mata kuliah dengan cara mengorganisasikan
terlebih dahulu topik-topik atau subtopik-subtopik yang relevan satu sama lain
menjadi satuan-satuan bahan pembelajaran. Kemudian denganmemperhatikan isi
topik-topik atau subtopik-subtopik yang sudah menjadi satuan bahan pengajaran
itu, diberi nama mata pelajaran/mata kuliah yang sesuai.
g. Menetapkan bobot SKS sesuatu mata pelajaran/ mata kuliah dengan dasar jumlah
jam yang diperlukan peserta didik untuk mempelajari semua topik dan subtopik
dari sesuatu mata pelajaran/mata kuliah. Dalam menetapkan bobot SKS
hendaknya tidak dilupakan perbandingan harga waktu antara tatap muka,
praktikum, dan kerjalapangan.

B. INSTRUKSIONAL
Segala perbuatan manusia mengandung tujuan, tak terkecuali dalam dunia
pendidikan. Dalam sistem pendidikan secara nasional, tujuan umum pendidikan

91
Bahan Ajar Mata Kuliah

secara eksplisit tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Seluruh
aparatur pemerintah termasuk petugas-petugas pendidikan, harus terlebih dahulu
memahami makna dari rumusan tersebut dan menterjemahkannya dalam bentuk
rumusan tujuan yang sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan yang
diselenggarakan pada lembaga tersebut. Dari tujuan umum pendidikan ini kemudian
dijabarkan ke dalam tiga bentuk tujuan; yaitu tujuan institusional, tujuan kurikuler,
dan tujuan instruksional.
Tujuan institusional merupakan tujuan yang dirumuskan dari masing-masing
institusi atau lembaga pendidikan, seperti tujuan Sekolah Dasar, tujuan Sekolah
Menengah Pertama, tujuan Madrasah Aliyah, dan lain sebagainya yang masing-
masing dicanangkan sesuai dengan harapan lulusannya. Sedangkan tujuan kurikuler
merupakan tujuan yang dirumuskan untuk masing-masing mata pelajaran. Misalnya
tujuan pelajaran Pendidikan Agama, Matematika, dan seterusnya. Masing-masing
mata pelajaran memiliki tujuan yang berbeda sesuai karakteristik mata pelajaran
tersebut serta tingkat institusi yang melaksanakannya.
Sementara tujuan instruksional merupakan tujuan yang lahir akibat
terjadinya proses mempelajari setiap materi pelajaran yang dilakukan dalam situasi
belajar-mengajar. Tujuan instruksional selanjutnya dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Perbedaan antara kedua macam tujuan ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan
dicapai.

Merumuskan tujuan instruksional sangatlah penting, bahkan ini dapat


dipandang sebagai sebuah kebutuhan dan hak peserta didik yang harus dilaksanakan
oleh setiap pendidik. Selain untuk menjelaskan arah belajar peserta didik, manfaat
lain yang bisa diperoleh dari membuat tujuan instruksional ini adalah:
1. guru memiliki arah untuk memilih bahan pelajaran dan prosedur mengajar;

92
Bahan Ajar Mata Kuliah

2. guru mengetahui batas-batas tugas dan wewenangnya dalam mengajarkan


suatu bahan;

3. guru memiliki patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta


didik;

4. guru sebagai pelaksana dan pemegang kebijakan pembelajaran mempunyai


kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi pengajaran;

5. dan lain sebagainya.

93
Bahan Ajar Mata Kuliah

RANGKUMAN

1. Kurikulum diartikan berbeda oleh pendidik dan penulis pendidikan


dalam literatur. Sehingga upaya untuk menemukan definisi
kurikulum yang tepat sangat sukar. Pendidik, praktisi, profesional,
pakar, dan peniliti pendidikan apapun tidak sepenuhnya sepakat
tentang definisi kurikulum, sehingga tidak ada satu definisi pun
secara universal bisa disepakati (wiles, 2009: 2; Parkay et al.,
2010: 3; Print, 1993: 7). Kurikulum adalah perangkat mata
pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam
satu periode jenjang pendidikan.
2. Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
ketrampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja
yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Secara garis besar,
Kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan orang di tempat
kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standard masing
masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan individual yang memungkinkan
menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehinggga
mencapai standard kualitas profesional dalam bekerja.
3. Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan
seseorang memenuhi syarat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kualifikasi adalah pendidikan khusus untuk

94
Bahan Ajar Mata Kuliah

memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk melakukan


sesuatu atau menduduki jabatan tertentu
4. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,
berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Dengan demikian, implementasi kurikulum dapat menumbuhkan
tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar
menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), serta
memberanikan diri berperan serta dalam berbagai kegiatan, baik
di sekolah maupun dimasyarakat.
5. Penyususunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan-landasan yang kuat dapat berakibat
fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Untuk kepentingan pelaksanaan
Kurikulum 2013 pemerintah menerbitkan Permendikbud No. 81A tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum 2013. Peraturan ini tampaknya masih bersifat
transisional, karena belum menggambarkan secara utuh dan lengkap bagaimana
seharusnya mengimplementasikan Kurikulum 2013. Memasuki tahun pelajaran
2014-2015, akhirnya secara resmi pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013
dalam skala nasional.
6. Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3)
metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan
(5) evaluasi. Sedangkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang harus
dijadikan acuan oleh pendidik dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), serta prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum pada pendidikan anak usia dini.Prinsip-prinsip

95
Bahan Ajar Mata Kuliah

dalam pengembangan kurikulum terdiri dari dua hal yaitu prinsip-prinsip umum dan
prinsip-prinsip khusus.
7. Penyusunan KBK memiliki prosedur atau langkah-langkah yang berbeda dengan
kurikulum yang berbasis materi. Penyusunan kurikulum berbasis materi lebih
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Prosesnya dilakukan
dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin
ilmu. Sedangkan penyusunan KBK bertolak dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria
evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job
analysis) tersebut.

96
Bahan Ajar Mata Kuliah

TES FORMAT IF

1. Jelaskan pengertian kurikulum, peran serta fungsinya!


2. Apa yang di maksud dengan kompetensi ?
3. Jelaskan tentang kualifikasi dalam kurikulum !
4. Apa yang dimaksud dengan kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) ?
5. Apakah landasan penyusunan kurikulum itu penting? Coba
jelaskan!
6. Sebutkan dan jelaskan 5 komponen utama kurikulum!
7. Bagaimana prosedur penyusunan kurikulum berbasis
kompotensi?

97
Bahan Ajar Mata Kuliah

DAFTAR PUSTAKA

a. Abdullah. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.


Jogjakarta: CV. Sinar Baru
b. Ansyar, M. 2015. Kurikulum, Hakikat, Fondasi, Desain dan
Pengembangan. Jakarta: Kencana
c. Direktorat akademik dan direktorat jendral pendidikan tinggi,
2008, buku panduan pengembangan KBK, jakarta
d. Mulyasa, 2009, Kurikulum Yang Disempurnakan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
e. Narsoyo, T. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejujuran. Bandung: PT Refika Aditama
f. Direktorat akademik dan direktorat jendral pendidikan tinggi,
2008, buku panduan pengembangan KBK, jakarta
g. Mulyasa, 2009, Kurikulum Yang Disempurnakan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

98

Anda mungkin juga menyukai