Buku Ajar Desain Kurikulum
Buku Ajar Desain Kurikulum
BUKU
AJAR
DESAIN KURIKULUM
TIM PENYUSUN :
1. Anna Sri Harwati
2. Deny Tiara Wati
3. Helena Irene
4. Risa Rahmatin S
5. Satyaning Artu A
1
Bahan Ajar Mata Kuliah
S E K O L A H TI N G G I I L M U K E S E H ATAN K A RYA
HUSADA SEMARANG
2015
Kegiatan Belajar
DESAIN KURIKULUM
100 Menit
PENDAHULUAN
2
Bahan Ajar Mata Kuliah
komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen
mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.
3
Bahan Ajar Mata Kuliah
4
Bahan Ajar Mata Kuliah
URAIAN MATERI
BAB I
A. Kompetensi Dasar dan Indikator
5
Bahan Ajar Mata Kuliah
B. Diskripsi Singkat
6
Bahan Ajar Mata Kuliah
7
Bahan Ajar Mata Kuliah
BAB I
PENGERTIAN KURIKULUM, PERAN KURIKULUM
DAN PROSES PEMBELAJARAN
Kurikulum diartikan berbeda oleh pendidik dan penulis pendidikan dalam literatur.
Sehingga upaya untuk menemukan definisi kurikulum yang tepat sangat sukar. Pendidik,
praktisi, profesional, pakar, dan peniliti pendidikan apapun tidak sepenuhnya sepakat
tentang definisi kurikulum, sehingga tidak ada satu definisi pun secara universal bisa
disepakati (wiles, 2009: 2; Parkay et al., 2010: 3; Print, 1993: 7), daripada menemukan
konsensus tentang definisi kurikulum yang diterima banyak pihak, literatur mengungkap
bahwa tidak akan hentinya perdebatan definisi kurikulum yang bisa diterima semua pihak
(Print, 1993: 7). Bab ini memuat konsep dan definisi kurikulum yang umum terdapat dalam
literatur pendidikan.
8
Bahan Ajar Mata Kuliah
pendidikan pun. Ini di kuatkan oleh pernyataan Brady & Kennedy (2007: 4), bahwa
seorang penulis buku kurikulum memaknai kurikulum dengan pengertian yang
berbeda.
Sebagai suatu bidang studi yang dinamik, perbedaan tersebut wajar, karena
konsep kurikulum berubah dan berkembang mengikuti perubahan zaman dan
tuntutan kemajuan serta perbedaan persepsi atau pandangan filosofis penulis
pendidikan. Beberapa variasi definisi kurikulum, antara lain, sebagai berikut.
Pertama, definisi kurikulum tradisional, berdasarkan filsafat perenialisme,
mengartikan kurikulum tradisional, berdasarkan filsafat perenialisme, mengartikan
kurikulum sebagai an organized body knowledge (Ornstein & Hunkins, 2013: 34)
yang tersusun dalam berbagai mata pelajaran. Adalah tugas sekolah mentrasfer mata
pelajaran itu kepada siswa. Definisi ini berkembang dari rencana (planned learning
experience) (Parkay et al., 2010: 2).
Kedua, pada abad ke-20, konsepkurikulum tradisional mendapat tantangan.
Khazanah ilmu pengetahuan (explosion of knowledge), sehingga tidak mungkin
semua pengetahuan bisa di ajarkan guru kepada siswa. Ledakan pengetahuan juga
mengakibatkan tidak semua pengetahuan dapat ditulis dalam buku teks, banyak
pengetahuan yang bisa dipelajari siswa dari media cetak dan elektronik, dengan
atau tanpa fasilitas guru. Akibatnya, sangat sukar menyeleksi pengetahuan
esensial untuk masuk buku teks atau buku paket. Kenyataan ini mengharuskan
pendidik mengubah orientasi pembelajaran dari mengajar menjadi membelajarkan
siswa dengan menyesuaikan materi dan tingkat kematangan siswa.
Ketiga, perbedaan konsep urikulum terkait perbedaan aspirasi stakeholders
pendidikan (Brady & Kennedy, 2007: 4-5). Kurikulum, misalnya, dimaknai berbeda
oleh penulis akademik dibandingkan pandangan pemerintah suatu negara yang
umumnya menginginkan kurikulum sebagai instrumen perkembangan sosial dan
ekonomi. Aspirasi terakhir mirip dengan pandangan pebisnis yang memandang
9
Bahan Ajar Mata Kuliah
10
Bahan Ajar Mata Kuliah
2. Peran Kurikulum
Makna harfiah, walau istilah kurikulum muncul pertama kalinya di
Skotlandia sekitar 1829, secara resmi istilah ini baru di pakai hampir satu abad
kemudian di Amerika Serikat (Wiles & Bondi, 1989: 6; Wiles, 2009: 2). Secara
harfiah, istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin Currere yang berarti berlari di
lapanganpertandingan (race course). Menurut pengertian ini, kurikulum adalah
suatu arena pertandingan tempat siswa bertanding untuk menguasai satu atau
lebih keahlian guna mencapai garis finish yang ditandai pemberian diploma,
ijazah atau gelar kesarjanaan (Zais, 1976: 6-7). Pengaruh definisi ini sangat besar
dan bertahan lama di dunia pendidikan sehingga menentukan orientasi kurikulum di
hampir semua negara di dunia.
Pengertian harfiah modern terkait asal kata benda kurikulum dan kata
kerja currere yang berari berlari yang kemudian berkembang menjadi program
studi (course of study). Para peserta bertanding dengan mengutamakan kapasitas
individual agar mampu mengaktualisasi diri di masa lalu, sekarang, dan masa
depan. Dari hasil aktualisasi diri masing-masing orang, mereka memiliki visi
tertentu dalam menapaki kehidupan di masa depan (Schubert, 1986: 33). Ini berarti
konsep kurikulum, menurut arti harfiah terakhir, lebih pas sebagai perolehan
perspektif individu tentang kehidupan.
Konsep ini diinterpretasi lebih lanjut oleh Grumet (1980) yang memaknai
kurikulum sebagai suatu proses sosial bagi pendalaman pemahaman diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan melalui proses rekonsepsualisasi (Schubert, 1986: 33).
Tetapi hampir tidak pernah kita memakai kurikulum sebagai kata kerja. Yang
11
Bahan Ajar Mata Kuliah
lazim kita dengar administrator atau guru mengajar to insturct dengan supervisor
memberi supervisi to supervise, tetapi, menurut Oliva (1982: 4), kita tidak pernah
mendengar seseorang mengkurikulum (to curruculurize).
Uraian di atas menunjukan bahwa kata kurikulum itu memiliki makna
dinamis, bergerak dari kata benda race course (lapangan tanding) menjadi kata
kerja currere (berlari). Makna harfiah kurikulum itu menunjukkan kecerendungan
untuk mengartikan kurikulum sebagai pengalaman hidup (life experiences) daripada
perolehan ijazah. Pengertian ini terlihat pada istilah curriculum vitae (CV) individu
yang disyaratkan pemberi kerja sewaktu seseorang melamar suatu posisi atau
pekerjaan.
Di samping itu, terlihat bahwa dari makna harfiah kurikulum, yang berasal
dari lapangan pertandingan yang kemudian menjadi konsep kurikulum, menunjukan
dinamika pengertian kurikulum: dari kurikulum sebagai benda konkret menjadi
konsep abstrak. Karena itu, Dwayne Huebner (1976) menyimpulkan bahwa
pengertian yang luas dan ketidakpastian makna kurikulum, sama hal nya dengan
cerita orang buta yang memegang gajah: seseorang menganggap gading itulah yang
gajah, kakinya bagian lain, telinga nya bagi yang lain lagi, serta bagian badan
lainnya bagi orang tertentu (Olivia, 1982: 4). Ini menunjukan kompleksitas dan
keberagaman pengertian yang diberikan orang pada satu benda yang sama, yaitu
kurikulum.
Sebagai Rencana Pembelajaran. Definisi yang paling populer ialah
kurikulum sebagai rancangan (plan) untuk mencapai tujuan pendidikan (Ornstein &
Hunkins, 2013: 8). Rangcangan itu, menurut Beauchamp mirip diajukan Taba
(1972: 11) bahwa kurikulum sebagai ...a plan for learning; kurikulum sebagai
rencana pembelajaran. Tanner dan Tanner (1975: 45) menggabungkan kedua
definisi tersebut menjadi: kurikulum adalah pengalaman berlajar terencana dan
terprogam serta hasil belajar yang terbentuk dari rekontruksi siswa atas
12
Bahan Ajar Mata Kuliah
13
Bahan Ajar Mata Kuliah
kurikulum sebagai rencana mengajarkan materi ajar saja tidak memadai, sebab
materi yang tidak diiringi kegiatan siswa mempelajari amteri itu dalam
pembelajaran mengakibakan kurikulum menjadi disfungsional (Zais, 1976: 353),
karena tanpa keterlibatan aktif sisaw mempelajari materi, materi itu tidak akan
dikonstruksinya menjadi pengalaman atau kompetensi.
Kesimpulan ini dikuatkan Saylor dan Alexander (1974: 6) yang memaknai
kurikulum sebahai rancangan pemberian seperangkat kesempatan belajar (learning
opportunities) kepada sisawa untuk mencapai tujuan umum dan beberapa tujuan
khusus. Definisi ini lenih memerinci definisi terdahulu, yaitu kurikulum sebagai
rencana, Berdasarkan ide di atas, kurikulum sebagai rencana harus dilengkapi
kegiatan siswa ntuk memahami dan mendalami sendiri materi ajar dengan atau
tanpa fasilitasi guru. Artinya, rancangan yang memuat kedua komponen kurikulum
materi dan kegiatan belajar perlu dilengkapi uraian tentang bagaimana materi ajar
itu dipelajari konten kurikulum agar ia dapat merekonstruksi materi itu menjadi
pengetahuannya.
Selain itu, kurikulum sebagai rencana, seharusnya juga mencakup
kompomen instruksional lainnya seperti ruang lingkup (scope) pelajaran, urutan
(sequence) materi dan kegiatan belajar, strategi, metode, dan kegiatan berlajar,
strategi, metode, dan teknik membelajarkan siswa, serta hal-hal apa saja yang dapat
direncanakan agar pembelajaran berjalan baik (Saylor, Alexander & Lewis, 1981).
Macdonald (1965: 3) memerinci komponen kurikulum sebagai rencana kerja untuk
menuntun proses pembelajaran, Rencana tersebut dapat berupa dokumen tertulis
atau tidak tertulis yang sudah ada di kepala guru, Hal ini terbukti oleh hasil
observasi P.H Taylor (1970) yang menyimpulkan banyak guru yang merencanakan
pengajaran dengan sedikit catatan, tetapi banyak sekali pengajaran yang dilakukan
guruberdasarkan kurikulum yang tidak tertulis (Schubert, 1986: 27).
14
Bahan Ajar Mata Kuliah
Hampir sama dengan definisi itu, Taba (1962: 11) memandang kurikulum
sebagai rancangan guru untuk di ajarkan kepada siswa. Rencana itu, menuru taba
(1962: 10), memuat beberapa elemen seperti tujuan, objektif, konten, dan evaluasi.
Definisi yang mirip dengan Taba dilaporkan Tanner dan Tanner (1975: 25) bahwa
kurikulum terkait rencana instruksional yang lebih spesifik. Senada dengan definisi
di atas dikemukakan Beauchamp (1981: 6) bahwa rancangan kurikulum tidak harus
tertulis,
Definisi ini menegaskan bahwa kurikulum, tertulis atau tidak tertulis, adalah
rancangan yang keberhasilannya terefleksi pada kesesuaian antara hasil
pembelajaran di sekolah dan kurikulu yang berlaku. Kelemahan utama kurikulum
sebagai kegiatan perencanaan adalah lebih mengeutamakan kegiatan daripada
proses yang membelajarkan siswa. Akibatnya, sekolah lebih fokus pada kegiatan
guru (teaching activities) seolah-olah kegiatan itu merupakan tujuan utama
kurikulum. Zais (1976) menerangkan kaitan antara kegiatan belajar dan
pengalaman belajar. Yang pertama merupakan rancangan tujuan yang ingin
dicapai (intentions); sedangkan yang kedua adalah hasil belajar (result). Ini berarti
pula bahwa yang pertama adalah proses pembelajaran, dan yang kedua adalah
produk berupa pengetahuan sebagai hasil proses pembelajaran itu. Kedua
komponen itu konten dan kegiatan siswa harus menjadi satu kesatuan yang integral
dalam proses pembelajaran sehingga pemisahan atau penghilangan salah satu dari
keduanya menyebabkan kurikulum disfungsional (Zais 1976: 353). Artinya,
kurikulum sebagai kegiatan terencana perlu menetakan hasil belajar yang akan
dicapai dan dengan cara bagaimana (proses) hasil belajar itu dapat dicapai.
Masalah lain definisi kurikulum sebagai rancangan adalah kurikulum dapat
juga berarti rencana pelajaran unit. Rencana pelajaran unit, pada hakikatnya, adalah
instrumen atau bagian kecil suatu kurikulum. Selain itu, pengertian kurikulum yang
sempit ini bermakna bahwa proses aktualisasi rencana itu berada di luar kurikulum.
15
Bahan Ajar Mata Kuliah
Ini identik dengan anggapan bahwa kurikulum ini merupakan bagian yang terpisah
dari pembelajaran yang akan di bicarakan di bagian lain bab ini.
Dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat berarti rancangan tertulis
sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran. Pengertian yang penting ialah bahwa
kedua jenis kurikulum, baik yang tertulis maupun implementasinya di sekolah,
harus dianggap sebagai satu kesatuan tak terpisahkan. Dengan demikian, pada
tingkat evaluasi kurikulum kita tidak boleh hanya mengevaluasi salah satu saja dari
kurikulum dan implementasinya dan pembelajaran. Adapun pada tingkat
pembelajaran, kita perlu evaluasi apakah kedua materi dan kegiatan belajar hadir
pada setiap proses pembelajaran.
Sebagai Mata Pelajaran. Pengertian kurikulum tradisional bermula dari
kurikulum klasik The Seven Liberal Arts yang terdiri dari atas The Trivium (gramar,
retorik, dan dialektik) dan The Quardrivium (aritmatika, geometri, astronomi, dan
musik) (Zais, 1976: 129; Schubert, 1986: 26). Menurut pengertian tradisional,
kurikulum berarti mata pelajaran atau konten (materi) mata pelajaran yang akan
diajarkan di sekolah, termasuk metode penyusunan dan materi ajar (Ornstein &
Hunkins, 2013: 9). Sampai kini, konsep klasik merupakan konsep kurikulum yang
dominan. Di sekolah menengah dan perguruan tinggi, konsep kurikulum klasik ini
sampai kini masih berjalan secara luas, yaitu kurikulum sebagai seperangkat mata
pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan, baik mata kuliah wajib maupun
selektif. Biasa kita temui, misalnya, istilah kurikulum memasuki perguruan tinggi
(college preparatory curriculum), kurikulum sains (science curriculum), dan
kurikulum persiapan kedokteran (premedical curriculum) (Saylor & Alexander,
1974: 3), di samping kurikulum ilmu-ilmu sosial (social science curriculum) dan
kurikulum bahasa (language arts curriculum).
Dalam pengertian sehari-hari, kurikulum diartikan sebagai seperangkat mata
pelajaran yang harus di pelajari siswa di sekolah. Umpamanya, kurikulum sekolah
16
Bahan Ajar Mata Kuliah
17
Bahan Ajar Mata Kuliah
pengetahuan berkembang pesat sepanjang masa sehingga banyak dan cepat pula
pengetahuan yang sekarang dianggap benar akan menjadi usang dalam waktu yang
tidak lama untuk digantikan pengetahuan baru. Kecenderungan ini mengharuskan
suatu kurikulum dievaluasi dan direvisi secara terus-menerus (Osntein & Hunkins,
1988: 125) untuk menghindarkan siswa mempelajari pengetahuan yang telah usang.
Berdasarkan definisi diatas, jika ditanyakan tentang kurikulum sejarah
Indonesia, orang cenderung mengartikannya sebagai topik-topik esensial mata
pelajaran itu seperti perang kemerdekaan Indonesia, Perang Padri, Aksi Polisional I,
Hari Pahlawan 10 November, Perang Diponegoro, dan lain-lain. Menurut
pengertian ini, kurikulum adalah data(informasi), fakta, konsep, teori dan
generalisasi dari suau mata pelajaran atau sekelompok mata pelajaran dalam buku
teks, tentang mata pelajaran tertentu tanpa dilengkapi informasi tentang kompetensi,
pengetahuan, keterampilan atau sikap apa yang akan dikuasai siswa setelah
mempelajari seperangkat mata pelajaran atau materi ajarnya.
Beauchamp (1972: 83-86) mengaitkan kurikulum dengan dokumen tertulis
yang memuat garis besar mata pelajaran yang akan diajarkan. Dia juga
menerangkan bahwa semua mata pelajaran itu mengandugn konten yang akan di
ajarkan yang merupakan inti substantif kurikulum. Konsep kurikulum ini cenderung
membatasi pengertian kurikulum pada seleksi dan sistem penyampaian atau transfer
pengetahuan, informasi dan data, kepada siswa. Karena itu, konsep ini kurang
lengkap jika semua mata pelajaran dalam kurikulum bisa menghasilkan pengalaman
dan kompetensi. Padahal, kedua hal ini merupakan bagian penting sasaran
pendidikan.
Selain kedua definisi tersebut tidak menggambarkan kompetensi yang di
harapkan untuk diperoleh siswa dari mempelajari konten kurikulum, definisi ini
lebih fokus pada transfer mata pelajaran tanpa keterlibatan siswa mempelajari
sendiri mata pelajaran itu. Padahal, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
18
Bahan Ajar Mata Kuliah
19
Bahan Ajar Mata Kuliah
20
Bahan Ajar Mata Kuliah
definisi ini lebih fokus pada pencapainan suatu perubahan pada diri siswa, definisi
ini lebih fokus pada pencapaian suatu perubahan ada diri siswa, bukan pada mata
pelajaran atau materi ajarnya. Implikasi praktisnya ialah kurikulu jaris memuat
bukan saja materi, tujuan kurikulum dan tujuan instruksional saja, tetapi juga
komponen kurikulum lain seperti kegiatan belajar serta sistem evaluasi (Print, 1993:
7) selain media dan alat bantu belajar untuk menunjang pencapaian tujuan.
Keunggulan lain adalah akuntabilitas pendidik dan manajemen sekoah yang
harus profesional dalam merealisasi hasil yang akan dicapai sekolah. Keunggulan
yang lebih penting ialah konsep kurikulum ini lebih memosisika mata pelajaran dan
materi ajar sebagai alat (tools), daripada sebagai target, kurikuum. Artinya,
pelaksana kurikulum, di bawah pimpinan kepala sekolah, harus mampu
mengimplementasi, misalnya, rancangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK),
agar siswa menguasai kompetensi tertentu setelah KBK diterapkan di sekolah.
Sebaliknya, terdapat beberapa kelemahan definisi ini. Pertama, meletakkan
perhatian terlalu banyak pada hasil yang direncanakan bisa mengabaikan hasil yang
tidak direncanakan, yang menurut para ahli, merupakan hal-hal yang sangat
berpengaruh pada pembelajaran siswa (Schubert, 1986: 29; Ornstein & Hunkins,
2013: 9). Pembelajaran sebagai hasil interaksi antara guru, siswa dan materi, sering
kali tanpa disadari dipelajari siswa, walaupun itu tidak direncanakan, dan karena
itu sering terabaikan sehingga luput dari perhatian guru. Hal ini biasa dikenal
sebagai hidden curriculum (Ornstein & Hunkins, 2013: 14). Artinya, kurikulum
tersembunyi muncul sebagai hasil sampingan (side effect) dari interaksi antarsiswa,
guru, dan materi serta lingkungan belajar.
Gejala ini, menurut Print(1993: 10), merupakan hal yang lumrah pada
semua institusi yang menawarkan program pendidikan. Siswa akan memperoleh
hasil belajar yang direncanakan (planned learning) di samping pembelajaran yang
tidak direcanakan (unplanned learning) atau yang tidak diinginkan (unintentional
21
Bahan Ajar Mata Kuliah
learnings). Pembelajaran yang direncanakan fokus pada tujuan, mata pelajaran dan
metode pembelajaran; yang tidak direncanakan terkait sosiopsikologis berupa
perasaan, tingkah laku dan sikap tumbuh dari hasil sampingan interaksi siswa dan
guru dalam proses pembelajaran di sekolah (Ornstein & Hunkins, 2013: 9).
Kurikulum tersembunyi sangat kuat pengaruhnya pada pernbentukan
karakter siswa, karena bisa berkontribusi pada perkembangan dan pembentukan
kepribadian siswa. Selain itu, kurikulum tersembunyi berkaitan dengan null
curriculum, yaitu menurut Eisner (2002), materi yang tidak diajarkan sekolah,
padahal itu sama pentingnya dengan kurikulum yang direncanakan (plancd
cuuiculum) (Hendeson & Gore nik, 2007: 47; Ornstein & Hunkins, 2013: 9). Kedua
penulis pertama menegaskan bahwa kedua hidden cuuriculum dan null curiculum
berperan besar dalam pembentukan nilai-nilai, sikap dan persepsi siswa.
Misalnya, siswa memiliki sikap atau persepsi positifatau negatiftentang
ras, kelas sosial, gender, kelompok etnik dan disabilitas tertentu yang dipelajari
siswa, tanpa disadari guru telah menimbulkan sikap yang mungkin tidak sejalan
dengan tujuan guru mengajarkan sikap tersebut.
Penelitian tentang kurikulum tersembunyi mengungkap bahwa kurikulum
ini bisa menghasilkan pembelajaran yang positif dan negatif (Print, 1993: 10-11).
Salah satu contoh kurikulum tersembunyi negatif ialah proses pembelajaran untuk
mengajar anak agar bisa mernbaca : dengan baik. Disebabkan proses pembelajaran
dilakukan guru dengan metode yang tidak tepat, tanpa disadarinya, ternyata
menghasilkan anak yang tidak senang membaca. Contoh lain ialah proses
pembelajaran yang lebih fokus pada ekspose verbal tentang materi, ternyata
"memaksa" siswa untuk menghafal materi itu daripada memahami atau
merekonstruksi materi itu menjadi pengetahuan baru siswa.
Contoh kurikulum tersembunyi positif yaitu proses pembelajaram
yang memotivasi siswa mempelajari suatu pokok bahasan sebelum ia
22
Bahan Ajar Mata Kuliah
datang ke sekolah dan guru memulai pertemuan di kelas dengan memotivasi siswa
untuk mengemukakan pendapat masing-masing siswa sebagai hasil yang
diperolehnya dari mempelajari sendiri materi itu sebelum ke sekolah, sehingga
kelas disulap guru menjadi ruang diskusi daripada ruang expose verbal materi.
Strategei yang mungkin dilakukan ialah dengan menjadikan sesi pelajaran menjadi
sesi tanya-jawab tentang pokok bahasan tertentu. Metode ini mengharuskan siswa
memberdayakan nalarnya atas apa yang telah dipelajarinya di rumah, bukan yang
diperolehnya dari guru di kelas. Artinya, materi yang mejadi pokok kok bahasan
pada hari tertentu tidak diterangkan guru, tetapi dipakai sebagai pancingan agar
siswa mengemukakan pandangan sendiri tentang materi itu.
Definisi kurikulum sebagai hasil belajar perlu mewaspadai beberapa hal.
Pertama, kurikulum tersembunyi menghasilkan hasil pembelajaran yang terembunyi
negatif di samping pembelajaran yang direncanakan. Telah disinggung bahwa
kurikulum tersembunyi muncul sebagai dampak dari pendekatan, metode, atau
teknik mengajar, suasana kelas, strategi instruksional tertentu dalam pembelajaran.
Termasuk ke dalam kategori ini, hasil belajar yang sama bisa menimbulkan
pengalaman belajar yang berbeda pada perkembangan individual siswa. Misalnya,
mata pelajaran sejarah, akan menimbulkan pengalaman belajar yang berbeda jika
diajar dengan metode penelitian (inquiry method), simulasi, belajar mandiri
(independent study), kelompok-kelompok kecil, tugas lapangan, dibandingkan hasil
pengajaran sejarah metode ceramah atau ekspose verbal materi sejarah.
Kedua, kurikulum yang fokus pada hasil belajar yang direncanakan saja
berarti mengabaikan tanggung jawab pada pelaksanaan proses yang sudah biasa
dilaksanakan penyusun kurikulum, seperti seleksi konten, materi ajar atau suatu
tema dan penetapan kegiatan belajar (Zais, 1976: 10). Padahal, penentuan konten
dan materi ajar masih tetap dianggap sebagai bagian esensial dari kurikulum, karena
konten dan kegiatan siswa mempelajari materi yang tidak relevan dengan
23
Bahan Ajar Mata Kuliah
pencapaian suatu tujuan dapat menjauhkan sekolah dari pencapaian hasil yang
diharapkan.
Ketiga, kurikulum yang direncanakan juga termasuk, sadar atau tidak,
materi yang tidak diajarkan (null curriculum) guru, yang menurut Eisner (2002),
sama pentingnya dengan yang diajarkan (Ornstein & Hunkins, 2013:9). Karena itu,
null curriculum perlu diwaspadai karena biasanya terkait konten yang kontroversial
di masyarakat sehingga guru tidak mengajarkannya, seperti isu tentang pendidikan
seks, marxisme, komunisme, homoseksual, dan lain-lain. Kesimpulan, definisi
kuriku- lum sebagai hasil belajar memiliki kelemahan besar jika kurang
memperhatikan pembelaj aran yang tidak direncanakan tetapi, tanpa disadari guru,
"dipelajari" siswa. Padahal, hasil kurikulum yang tidak disadari (tersembunyi) atau
yang tidak diajarkan bisa merupakan suatu pembelajaran afektif yang signifikan
bagi perkembangan siswa.
Sebagai Reproduksi Kultural. Ada yang menginginkan sekolah sebagai
bagian dari kebudayaan. Artinya sekolah didirikan agar siswa mampu manghayati
pentingnya pengetahuan, moral atau sikap, dan nilai-nilai yang dianut orang tua
mereka untuk mereka terapkan dalam kehidupan mereka setelah dewasa. sebab,
kultur mengandung cara pikir dan bersikap, budi dan nilai luhur masyarakat yang
mencakup pengetahuan dan kebiasaan kelompok sosial masyarakat yang
menjadikan mereka sebagai satu kesatuan sosial (Ornstein & Levin, 1985: 324).
salah satu elemen penting dalam kultur itu ialah keterampilan hidup (survival skills)
untuk diwariskan kepada genersai baru sebagai bekal anak mereka di masa depan.
Selain mempelajari muatan budaya tersebut, generasi muda diharapkan dapat pula
memelihara dan meneruskan nilai-nilai dan kebudayaan nenek moyangnya supaya
jangan hilang ditelan masa.
Implikasi terhadap fungsi sekolah adalah kurikulum di masyarakat mana
pun harus merupakan refleksi kebudayaan masyarakat. Berdasarkan itu, sekolah
24
Bahan Ajar Mata Kuliah
25
Bahan Ajar Mata Kuliah
26
Bahan Ajar Mata Kuliah
Apa kaitan antara pengalaman dan kompetensi bagi siswa agar mereka dapat
berfungsi optimal dalam kehidupan di masyarakat? Seorang yang berpengalaman
tentang sesuatu, besar kemungkinan ia dapat mengembangkannya menjadi
kompetensi, melalui proses pembelajaran
(Harris et al., 1955: 100). selain itu, siswa yang sudah berpengalaman, dia
akan dapat melakukan sesuatu yang baru (Wiles, 2009: 3). Artinya, dengan berbekal
pengalaman, siswa sudah mendekati kepada pemilikan kompetensi, sebab
"experience as an essential element of competence" (Harris et al., 1995:20).
Kesimpulan, pengalaman pendidikan merupa- kan embrio kompetensi sebagai
atribut apa yang dapat dilakukan siswa, bukan hanya tentang apa yang sekadar
diketahuinya.
Karena sangat luas cakupan pengertian kurikulum sebagai pengalaman,
banyak ahli yang menerima atau menolak konsep definisi ini. Krug (1956: 4),
misalnya, menerima konsep ini, sebab kurikulum adalah semua cara yang ditempuh
sekolah agar siswa memperoleh kesempatan belajar (learning opportunities) untuk
memiliki pengalaman yang diinginkan. Adapun beberapa pakar, seperti Taba
(1962), Johnson (1967), Inlow (1973) menolak konsepsi ini karena terlalu luas
cakupannya sehingga tidak jelas mana pengalaman yang diperoleh siswa melalui
kurikulum sekolah atau yang diperoleh mereka melalui "kurikulum di luar sekolah"
(Zais, 1976: 8).
Selain itu, Doll (1970: 15) mencatat bahwa terdapat pergeseran konsep
kurikulum, dari konten kurikulum atau seperangkat pelajaran menjadi semua
pengalaman belajar yang direncanakan sekolah. Menurut dimensi ini, guru berperan
sebagai fasilitator perkembangan individual siswa daripada sebagai pengajar siswa.
Dengan demikian, kurikulum dirancang untuk membekali siswa memperoleh
pengalaman melalui proses pembelajaran interaktif antara siswa, guru, materi serta
lingkungan belajar. Dapat disimpulkan bahwa walau kurikulum sebagai pengalaman
27
Bahan Ajar Mata Kuliah
dikritik terlalu luas, tetapi banyak pakar pendidikan yang menerima konsep ini,
sebab kurikulum tidak hanya dokumen mati yang memuat berbagai rencana ideal
untuk membelajarkan siswa tetapi dokumen yang ideal itu harus diimplementasi
guru dalam kelas untuk membekali siswa dengan pengalaman bermakna
(meaningful ex- perience), bukan hanya sekadar menghasilkan pengetahuan yang
harus mereka ketahui atau hafal saja.
Kita setuju bahwa pengalaman belajar lebih menggambarkan keadaan yang
lebih akurat dari kurikulum. Sebab, sekolah didirikan untuk mendidik siswa agar
berkembang optimal. Perkembangan ini hanya dapat dicapai jika siswa memperoleh
pengalaman dari apa yang dipelajarinya di sekolah, bukan verbal knowledge saja.
Artinya, kurikulum sebagai cetak biru pendidikan, harus bermuara pada penguasaan
aplikatif dan integratif pengetahuan, keterampilan dan nilai oleh individu siswa
sampai berakumulasi menjadi pengalaman dan kompetensinya.
Selain kritik di atas, kurikulum sebagai pengalaman belajar, kedengarannya
bagus, tetapi Schubert (1986: 31) memandang konsep ini tidak praktis. Kenyataan
di lapangan, lanjut Schubert, bagaimana guru mungkin menghasilkan interaksi yang
menimbulkan pengalaman belajar kalau setiap guru berhadapan dengan 30-50 orang
murid setiap hari. Zais (1976: 8) juga memperkirakan konsepsi kurikulum ini tidak
berfungsi pada tahap perencanaan, karena pengalaman riil siswa sebagai hasil
interaksinya dengan kurikulum tidak dapat diketahui lebih dahulu.
Walau begitu, Zais (1976) memandang bahwa pada tahap evaluasi, hasil
implementasi kurikulum yang bagaimanapun, sukar untuk tidak diperhitungkan jika
kita memang ingin memperoleh informasi tentang keseluruhan pengalaman belajar
yang diperoleh siswa pada waktu diadakan evaluasi. Zais yakin bahwa semua
pengalaman nyata yang diperoleh siswa dari penerapan kurikulum merupakan data
berharga bagi efektivitas kurikulum yang direncanakan untuk mereka (Zais, 1976:
8). Pendek kata, walau kurikulum berorientasi pengalaman ditolak karena terlalu
28
Bahan Ajar Mata Kuliah
luas atau tidak praktis, tetapi banyak pakar menerima berdasar kenyataan bahwa
banyak perubahan kurikulum yang telah diberlakukan tetapi tidak menghasilkan
pembelajaran bermakna pada siswa.
Kita setuju konsep kurikulum sebagai pengalaman berdasarkan dua hal: (l)
Walau definisi ini dikritik terlalu luas, tetapi tidak ada manfaat jika kurikulum tidak
berpengaruh pada peningkatan penge- tahuan atau jika hanya menghasilkan hafalan
saja pada siswa; dan (2) Pengalaman berimplikasi perlunya implementasi kurikulum
menghasilkan pengalaman, asalkan pengalaman itu berkontribusi pada pencapaian
tujuan pendidikan.
Sebagai Sistem Produksi. Kurikulum adalah seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil pendidikan. Biasanya, tu juan akhir dispesifikasi
dalam bentuk tingkah laku seperti mempelajari keahlian, tugas, atau melakukan
suatu tingkah laku lama dengan lebih baik. Pendekatan ini berasal dari program
latihan di perusahaan, industri, dan militer. Konsep kurikulum ini merupakan
aplikasi manajemen dan industri pada pendidikan seperti terlihat pada metode
analisis tugas atau analisis kegiatan. Pendekatan ini biasa disebut "sistem produksi".
Menurut sistem ini, seperti pada pabrik, ditetapkan terlebih dahulu tu- gas atau
tingkah laku yang akan dicapai (behavioral objectives), teknologi instruksional,
termasuk analisis sistem dan akuntabilitas.
Menurut Popham (1969), kurikulum berkisar pada pertimbangan tentang
hasil akhir pendidikan berupa tujuan instruksional yang harus dicapai siswa. Tujuan
instruksional tersebut harus dinyatakan secara jelas dan tepat yang dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku yang diinginkan dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk
operasional, yaitu yang bisa dilihat (observable) dan diukur (measurable). Popham,
seorang yang membedakan kurikulum dan pengajaran, menegaskan bahwa
perbedaan keduanya ada'ah yang terdahulu adalah tujuan dan yang tersebut
kemudian adalah alat untuk mencapai tujuan itu. Tetapi, keduanya merupakan dua
29
Bahan Ajar Mata Kuliah
30
Bahan Ajar Mata Kuliah
31
Bahan Ajar Mata Kuliah
dalam tiap mata pelajaran dan mengembangkan kegiatan yang tepat untuk mencapai
tujuan kurikulum terutama di sekolah dasar.
Tahun 1920-an dianggap sebagai tahun lahirnya kurikulum sebagai bidang
studi (Zais, 1976: 5), sebab pada waktu itu diterbitkan beberapa buku kurikulum.
Beberapa di antaranya adalah Curriculum and Instruction (1923) oleh Charters dari
Ohio State University. Kemudian How to Make a Curriculum oleh Bobbit sebagai
buku keduanya. Dan pada tahun 1926, terbit pula The Foundations and Technique
of Curriculum Construction oleh National Society for the Study of Education
(NSSE) yang memuat kajian kurikulum (Zais, 1976: 5). Setelah itu, banyak muncul
buku dan proyek yang berisi kajian kurikulum dan penyempurnaan yang waktu itu
dianggap hal baru.
Perkembangan selanjutnya ialah tumbuh laboratorium di Teachers College,
Columbia University (19 frang mengkaji kurikulum sebagai suatu inovasi. Akhirnya
pada tahun 1930-an, perkembangan kurikulum sebagai suatu bidang studi mencapai
puncaknya. Hal ini ditunjukkan banyaknya departemen pendidikan negara bagian di
Amerika Serikat yang tertarik pada revisi dan perbaikan kurikulum termasuk
implementasinya di dalam kelas. Sekolah Tinggi dan Fakultas Pendidikan di
beberapa universitas mendirikan Jurusan Kurikulum. Pendirian Departemen
Kurikulum dan Pembelajaran pada Teachers College, Columbia University pada
tahun 1937 dianggap sebagai landmark dari kelahiran suatu bidang studi bernama
"kurikulum.
32
Bahan Ajar Mata Kuliah
Para ahli berbeda pendapat tentang makna kurikulum dan pembel- ajaran.
Johnson, (1968) misalnya, memandang kurikulum sebagai panduan belajar, maka
itu disebut pengajaran, bukan kurikulum. Selanjutnya, menurut Johnson (1968:
130), kurikulum merupakan seperangkat hasil belajar terstruktur yang akan dicapai
sekolah. Yang lain dari itu, menurut Johnson, adalah pengajaran (instructions),
bukan kurikulum. Mirip dengan Johnson (1968), Beauchamp (1981) menganggap
kuriku lum dan pembelajaran sebagai dua hal yang berbeda. Kedua pakar ini
memandang kurikulum mengkaji tentang "apa"-nya pendidikan, sedangkan
pengajaran mengenai "bagaimana" nya (Parkay et al., 2010: 2). Dengan perkataan
lain, pengajaran menyangkut hal-hal yang lebih teknis yaitu yang terkait proses
penyampaian konten atau materi pelajaran (Schubert, 1986: 40). Lebih jauh Oliva
(1982: 10-11) memerinci bahwa kurikulum bersifat programmatic, menyangkut
program, rencana, konten, dan pengalaman belajar; sedangkan pengajaran
bernuansa methodological, terkait metodologi, strategi, teknik pengajaran,
implementasi dan presentasi program, rencana atau konten kurikulum tersebut.
Hampir sama dengan ini adalah definisi James Macdonald (1965: 5-6), bahwa
kurikulum sebagai rencana implementasi pengajaran di kelas, karena kurikulum
timbul lebih dahulu dari pengajaran.
Parkay et al. (2010: 310-11) menegaskan bahwa kurikulum dan pengajaran
berkaitan sangat erat, kurikulum sebagai the whats-nya, sedangkan pengajaran the
hows-nya pengajaran di kelas, keduanya mutually exclusive, saling terkait satu
sama lain dengan fungsi yang berbeda antara the whats dan the hows. Dengan kata
lain, keduanya ibarat dua Sisi mata uang yang sama. Karena itu, keduanya adalah
bagian integral dari pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan dan
memengaruhi. Misalnya, ketika ditetapkan suatu materi atau konten kurikulum.
33
Bahan Ajar Mata Kuliah
34
Bahan Ajar Mata Kuliah
35
Bahan Ajar Mata Kuliah
36
Bahan Ajar Mata Kuliah
37
Bahan Ajar Mata Kuliah
38
Bahan Ajar Mata Kuliah
39
Bahan Ajar Mata Kuliah
BAB II
KOMPETENSI
A. Gambaran Umum
40
Bahan Ajar Mata Kuliah
4. Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan
kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun
2006, yang mencakup komponen:
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan,
ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan.
41
Bahan Ajar Mata Kuliah
Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum
dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut
menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari
upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi
peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran
paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan (SNP), yang merupakan
kompetensi lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki patok mutu, baik
evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk pembelajaran,
maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi program pendidikan,
sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL mata
pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta didik dalam suatu mata
pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik,
yang dikembangkan oleh para pakar mata pelajaran, pakar pendidikan dan pakar
psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
42
Bahan Ajar Mata Kuliah
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan
diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai
pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian
serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
6. Pilar Pendidikan.
43
Bahan Ajar Mata Kuliah
SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan,
yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu.
Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan
atau kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat
global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya
manusia (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi
44
Bahan Ajar Mata Kuliah
45
Bahan Ajar Mata Kuliah
46
Bahan Ajar Mata Kuliah
47
Bahan Ajar Mata Kuliah
5) memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam
pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan
dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan
didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
48
Bahan Ajar Mata Kuliah
E. Standar Kompetensi
2. Acuan untuk merumuskan kompetensi lulusan dapat berupa landasan yuridis yaitu
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh
pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi lulusan
SMA dapat dijabarkan dari perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3
dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
49
Bahan Ajar Mata Kuliah
memiliki kompetensi untuk memasuki dunia kerja (Adams, 1995: 3). Secara garis
besar, kompetensi dimaksud merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan,
dan penerapan pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam melaksanakan tugas di
lapangan kerja. Secara rinci, kompetensi dimaksud meliputi:
(d) keterampilan berinteraksi dengan lingkungan kerja dan bekerja sama dengan
orang lain
Berbeda dengan Bloom, Hall & Jones (1976: 48) membagi kompetensi menjadi
5 macam, yaitu kompetensi:
50
Bahan Ajar Mata Kuliah
51
Bahan Ajar Mata Kuliah
tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang antara lain dapat menggerakkan turbin
atau baling-baling. Peserta didik tersebut kemudian memanfaatkan air sungai
untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan dinamo yang
digantungkan di permukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik
yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, peserta didik yang telah
mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan
udara, lalu menciptakan leher angsa dari bahan tanah liat untuk penahan bau
dalam pembuatan WC, dapat membuat alat untuk menyiram tanaman hias yang
digantung.
52
Bahan Ajar Mata Kuliah
53
Bahan Ajar Mata Kuliah
54
Bahan Ajar Mata Kuliah
55
Bahan Ajar Mata Kuliah
s) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat.
56
Bahan Ajar Mata Kuliah
57
Bahan Ajar Mata Kuliah
BAB III
PENGERTIAN KUALIFIKASI
A. PENGERTIAN KUALIFIKASI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang
diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 603)
Secara etimologis kata kualifikasi diadopsi dari bahasa Inggris qualification yang
berarti training, test, diploma, etc. that qualifies a person (Manser, 1995: 337).
58
Bahan Ajar Mata Kuliah
Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan seseorang
memenuhi syarat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualifikasi adalah
pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk
melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu (Depdikbud, 1996: 533)
Terbitnya Perpres No. 08 tahun 2012 dan UU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 29
ayat (1), (2), dan (3) telah berdampak pada kurikulum dan pengelolaannya di setiap
program. Kurikulum yang pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi
menjadi mengacu pada capaian pembelajaran (learning outcomes). Secara ringkas
KKNI terdiri dari Sembilan level kualifikasi akademik SDM Indonesia.
59
Bahan Ajar Mata Kuliah
kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil
pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in formal) yang
akuntanbel dan transparan.
a. Pasal 8
b. Pasal 9
60
Bahan Ajar Mata Kuliah
61
Bahan Ajar Mata Kuliah
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
e. Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/SMALB
Guru pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus
memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang
terakreditasi.
f. Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK*
Guru pada SMK/MAK* atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
62
Bahan Ajar Mata Kuliah
63
Bahan Ajar Mata Kuliah
64
Bahan Ajar Mata Kuliah
65
Bahan Ajar Mata Kuliah
66
Bahan Ajar Mata Kuliah
67
Bahan Ajar Mata Kuliah
68
Bahan Ajar Mata Kuliah
69
Bahan Ajar Mata Kuliah
guru pendidikan pradasar (TK & RA) sampai kelas XII SMA untuk
menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa, bagaimana
seharusnya mereka dievaluasi, dan bagaimana pembelajaran
disusun. KHB dibagi menjadi satu (1) rumpun pengembangan TK
dan RA dan 11(sebelas) rumpun pelajaran yang terdiri dari
Pendidikan Asgama, Kewarganegaraan, Bahasa Indoenesia,
Matematika, sains, Ilmu Sosial, Bahasa Inggris dan bahasa asing
lainnya, Kesenian, dan Pendidikan Jasmani. Keterampilan, dan
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
Memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan
yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik
melalui penilaian terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di
kelas (berbasis kelas) dengan mengumpulkan kerja siswa
(fortofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja
(performance), dan tes tertulis. Penilaian ini mengidentifikasi
kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, dan memuat
pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
70
Bahan Ajar Mata Kuliah
71
Bahan Ajar Mata Kuliah
72
Bahan Ajar Mata Kuliah
73
Bahan Ajar Mata Kuliah
74
Bahan Ajar Mata Kuliah
BAB V
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN
ATURAN ATURAN DASAR
75
Bahan Ajar Mata Kuliah
76
Bahan Ajar Mata Kuliah
upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses
belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya.
Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan
memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di
tingkat makro maupun mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat
yang mengkin ditimbulkannya.
Kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan serta niali-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan
masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan
mampu membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan
dan perkembangan yang ada di masyarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki social budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu
aspek penting dalam system social budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berprilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik, atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan
77
Bahan Ajar Mata Kuliah
perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkemabang sehingga menunutut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi disekitar masyarakat.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan
social, ekonomi, budaya, politik dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industry mempunyai hubungan timbal-
balik dengan pendidikan. Industry dengan teknologi maju memproduksi berbagai
macam alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi atau
materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
system evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat
membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan.
2. Aturan-aturan dasar
Ketika pertama kali Kurikulum 2013 diberlakukan secara terbatas pada tahun
pelajaran 2013-2014, bahwa untuk menunjang penerapan Kurikulum 2013 pemerintah
telah menerbitkan sejumlah peraturan menteri yang menjadi rujukan penerapan
Kurikulum 2013, diantaranya adalah peraturan menteri tentang:
a. Standar Kompetensi Lulusan
b. Standar Isi
78
Bahan Ajar Mata Kuliah
c. Standar Proses
d. Standar Penilaian
e. Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum mulai jenjang SD/MI sampai
jenjang SLTA
f. Buku Teks Pelajaran
Selanjutnya, untuk kepentingan pelaksanaan Kurikulum 2013 pemerintah
menerbitkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Peraturan ini tampaknya masih bersifat transisional, karena belum menggambarkan
secara utuh dan lengkap bagaimana seharusnya mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Memasuki tahun pelajaran 2014-2015, akhirnya secara resmi pemerintah
memberlakukan Kurikulum 2013 dalam skala nasional. Dan untuk kepentingan
pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional ini, pada bulan Juli 2014 pemerintah
melalui Kemendikbud menerbitkan beberapa Permendikbud guna melengkapi peraturan
yang sudah ada, diantaranya tentang:
a. Kurikulum SD
b. Kurikulum SMP
c. Kurikulum SMA
d. Kurikulum SMK
e. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
f. Kegiatan Ekstra Kurikuler
g. Kepramukaan
h. Peminatan
pada awal Oktober 2014, pemerintah kembali meluncurkan sejumlah peraturan baru
yang terkait dengan Kurikulum 2013, diantaranya adalah tentang:
a. Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
b. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah
c. Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah
d. Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
79
Bahan Ajar Mata Kuliah
80
Bahan Ajar Mata Kuliah
BAB VI
KOMPONEN DAN PRINSIP PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
81
Bahan Ajar Mata Kuliah
82
Bahan Ajar Mata Kuliah
83
Bahan Ajar Mata Kuliah
tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta
didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
4) Organisasi kurikulum
Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan
dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua
materi diberikan sama Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai
upaya untuk mengurangi kelemahankelemahan sebagai akibat pemisahan mata
pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang
saling berkorelasi guna memudahkan peserta didikmemahami pelajaran
tertentu.Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa
pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang
sama dan dikorelasikan (difungsikan)dalam satu bidang pengajaran. Salah satu
84
Bahan Ajar Mata Kuliah
mata pelajaran dapat dijadikan core subject, dan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut.Program yang berpusat pada anak (child
centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata pelajaran.Inti Masalah (core program), yaitu suatu
program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari
suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya.Mata pelajaran-
mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
5) Evaluasi
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yangbersangkutan.Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas,
evaluasi kurikulum dimaksudkanuntuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.Indikatorkinerja yang dievaluasi tidak
hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan
(feasibility) program.Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baikuntuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan
keputusandalam kurikulum itu sendiri.Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijakanpendidikan dan para pengembang
kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakanpengembangan sistem
pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil hasil
evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan
parapelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik,memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-
85
Bahan Ajar Mata Kuliah
2) Fleksibilitas
Kurikulum harus dapat mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang
akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang
dan kemampuan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus berisi hal-
86
Bahan Ajar Mata Kuliah
87
Bahan Ajar Mata Kuliah
88
Bahan Ajar Mata Kuliah
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi
kegiatan penyusunan alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari
perumusan tujuan umum, menguraikan dalam bentuk tingkah laku siswa yang
dapat diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran dan menuliskan butir-butir
tes. Selain itu, terdapat bebarapa hal yang perlu juga dicermati dalam perencanaan
penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan siswa
yang akan dites, berapa lama waktu pelaksanaan tes, apakah tes berbentuk uraian
atau objective, berapa banyak butir tes yang perlu disusun, dan apakah tes
diadministrasikan guru atau murid. Dalam kegiatan pengolahan haisl penilaian
juga perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan
dalam pengolahan hasil tes, apakah digunakan formula guessingbagaimana
pengubahan skor menjadi skor masak, skor standar apa yang digunakan, serta
untuk apa hasil tes yang digunakan.
89
Bahan Ajar Mata Kuliah
VII
PROSES PENYUSUSNAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK) DAN PROGRAM INSTRUKSIONAL
90
Bahan Ajar Mata Kuliah
B. INSTRUKSIONAL
Segala perbuatan manusia mengandung tujuan, tak terkecuali dalam dunia
pendidikan. Dalam sistem pendidikan secara nasional, tujuan umum pendidikan
91
Bahan Ajar Mata Kuliah
secara eksplisit tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Seluruh
aparatur pemerintah termasuk petugas-petugas pendidikan, harus terlebih dahulu
memahami makna dari rumusan tersebut dan menterjemahkannya dalam bentuk
rumusan tujuan yang sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan yang
diselenggarakan pada lembaga tersebut. Dari tujuan umum pendidikan ini kemudian
dijabarkan ke dalam tiga bentuk tujuan; yaitu tujuan institusional, tujuan kurikuler,
dan tujuan instruksional.
Tujuan institusional merupakan tujuan yang dirumuskan dari masing-masing
institusi atau lembaga pendidikan, seperti tujuan Sekolah Dasar, tujuan Sekolah
Menengah Pertama, tujuan Madrasah Aliyah, dan lain sebagainya yang masing-
masing dicanangkan sesuai dengan harapan lulusannya. Sedangkan tujuan kurikuler
merupakan tujuan yang dirumuskan untuk masing-masing mata pelajaran. Misalnya
tujuan pelajaran Pendidikan Agama, Matematika, dan seterusnya. Masing-masing
mata pelajaran memiliki tujuan yang berbeda sesuai karakteristik mata pelajaran
tersebut serta tingkat institusi yang melaksanakannya.
Sementara tujuan instruksional merupakan tujuan yang lahir akibat
terjadinya proses mempelajari setiap materi pelajaran yang dilakukan dalam situasi
belajar-mengajar. Tujuan instruksional selanjutnya dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Perbedaan antara kedua macam tujuan ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan
dicapai.
92
Bahan Ajar Mata Kuliah
93
Bahan Ajar Mata Kuliah
RANGKUMAN
94
Bahan Ajar Mata Kuliah
95
Bahan Ajar Mata Kuliah
dalam pengembangan kurikulum terdiri dari dua hal yaitu prinsip-prinsip umum dan
prinsip-prinsip khusus.
7. Penyusunan KBK memiliki prosedur atau langkah-langkah yang berbeda dengan
kurikulum yang berbasis materi. Penyusunan kurikulum berbasis materi lebih
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Prosesnya dilakukan
dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin
ilmu. Sedangkan penyusunan KBK bertolak dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria
evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job
analysis) tersebut.
96
Bahan Ajar Mata Kuliah
TES FORMAT IF
97
Bahan Ajar Mata Kuliah
DAFTAR PUSTAKA
98