0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan3 halaman

Tari Cangget

Diunggah oleh

Bayu Pratama
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan3 halaman

Tari Cangget

Diunggah oleh

Bayu Pratama
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 3

Nama : Dirli

Kelas :V

Tari Gambyong

Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari
wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut
tamu. Gambyong bukanlah satu tarian saja melainkan terdiri dari bermacam-macam
koreografi, yang paling dikenal adalah Tari Gambyong Pareanom (dengan beberapa
variasi) dan Tari Gambyong Pangkur (dengan beberapa variasi). Meskipun banyak
macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu gerakan
tarian tayub/tlèdhèk.[1] Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, tetapi
sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan
unsur blocking panggung[1] sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar.[2]

1
Sejarah
Serat Centhini, kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-
1820) dan Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya gambyong sebagai
tarian tlèdhèk. Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintahan
Pakubuwana IX (1861-1893) bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian
rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priyayi.
[3]
 Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer dan menurut Nyi Bei
Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944), gambyong
biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Istana
Mangkunegaran.[4]

Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang
pelatih tari dari Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat
versi gambyong yang "dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom.
Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul,
saudara perempuan MN VIII, pada tahun 1951. Tarian ini disukai oleh masyarakat
sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk konsumsi
masyarakat luas.

Gerak tari
Secara umum, Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau
dalam istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan,
dan mundur beksan.[5]

Yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerak kaki, lengan,
tubuh, dan juga kepala.[6] Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri
khas utama tari Gambyong.[6] Pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti
setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jari-jari tangan juga merupakan
hal yang sangat dominan.[6] Selain itu gerakan kaki yang begitu harmonis seirama
membuat tarian gambyong indah dilihat.[6]

2
Penggunaan

 Pada awalnya, tari gambyong digunakan pada upacara ritual pertanian


yang bertujuan untuk kesuburan padi dan perolehan panen yang
melimpah. Dewi Padi (Dewi Sri) digambarkan sebagai penari-penari yang
sedang menari.[1]
 Sebelum pihak keraton Mangkunegara Surakarta menata ulang dan
membakukan struktur gerakannya, tarian gambyong ini adalah milik rakyat
sebagai bagian upacara.[1]
 Kini, tari gambyong dipergunakan untuk memeriahkan acara resepsi
perkawinan dan menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan.[1]

Ciri khusus

 Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan


warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan.[1]
 Sebelum tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.[7]
 Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu
menampilkan karakter tari yang luwes, kenes, kewes, dan tregel.[7]

Anda mungkin juga menyukai