PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TOMAT (Solanum
lycopersicum) dan MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP
                 PERTUMBUHAN Salmonella typhi
                         (Skripsi)
                       Oleh:
               YOSUA PANDAPOT PURBA
        PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
             FAKULTAS KEDOKTERAN
              UNIVERSITAS LAMPUNG
                BANDAR LAMPUNG
                      2018
                                  ABSTRACT
 THE EFFECT OF TOMATO (Solanum lycopersicum) AND CUCUMBER
(Cucumis sativus L.) ETHANOL EXTRACT ON Salmonella typhi GROWTH
                                       By:
                         YOSUA PANDAPOT PURBA
Background: Typhoid fever is an infectious disease by Salmonella typhi. The
incidence of typhoid in Indonesia is high. Treament with antibiotics has begun to
experience resistance, so plants can be used as an alternative treatment. Tomato
(Solanum lycopersicum) and cucumber (Cucumis sativus L.) also have an
antibacterial effect of the flavonoid, saponin, and alkaloid compounds. The purpose
of this research is to know the existence of antibacterial activity between tomato
and cucumber ethanol extract on Salmonella typhi bacteria growth.
Method: The extract of tomato and cucumber were divided into 5 series
concentrations (20%, 40%, 60%, 80%, and 100%). The Salmonella typhi inhibitory
test of both extracts used the well method with three repetitions. Aquades are used
as negative controls, and ceftriaxone is used as a positive control.
Result: The mean diameter of the inhibitory zone of bacteria formed on negative
control 0 mm, positive control 48,33 mm, tomato extract 26,07 mm, cucumber
extract 17,47 mm. Maximum inhibitory zone is formed at 100% concentration of
tomato extract with a mass of 32,67 mm and a cucumber extract with a mass of 25
mm.
Conclusion: Tomato and cucumber ethanol extract has the ability to inhibit the
growth of Salmonella typhi bacteria.
Keywords: cucumber, tomato, typhoid fever, Salmonella typhi
                                  ABSTRAK
      PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TOMAT (Solanum
        lycopersicum) dan MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP
                       PERTUMBUHAN Salmonella typhi
                                     Oleh:
                         YOSUA PANDAPOT PURBA
Latar belakang: Demam tifoid merupakan penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhi. Insiden tifoid di Indonesia tergolong tinggi. Pengobatan dengan antibiotik
sudah mulai mengalami resistensi, sehingga tanaman dapat dijadikan sebagai
alternatif pengobatan. Buah tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun
(Cucumis sativus L.) juga memiliki efek sebagai antibakteri dari kandungan
senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloidnya. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui adanya aktivitas antibakteri antara ekstrak etanol tomat dan mentimun
terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
Metode: Ekstrak tomat dan mentimun masing-masing dibagi menjadi 5 seri
konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%). Pengujian daya hambat Salmonella
typhi dari kedua ekstrak ini menggunakan metode sumuran dengan tiga kali
pengulangan. Aquades digunakan sebagai kontrol negatif, dan seftriakson
digunakan sebagai kontrol positif.
Hasil: Rerata diameter zona hambat bakteri yang terbentuk pada kontrol negatif 0
mm, kontrol positif 48,33 mm, ekstrak tomat 26,07 mm, ekstrak mentimun 17,47
mm. Zona hambat maksimal terbentuk pada konsentrasi 100% dari ekstrak tomat
dengan besar 32,67 mm dan ekstrak mentimun dengan besar 25 mm.
Simpulan: Ekstrak etanol tomat dan mentimun memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
Kata kunci: demam tifoid, mentimun, tomat, Salmonella typhi
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TOMAT (Solanum
  lycopersicum) dan MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP
                 PERTUMBUHAN Salmonella typhi
                          Oleh
               YOSUA PANDAPOT PURBA
                         Skripsi
     Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
                 SARJANA KEDOKTERAN
                          Pada
                   Fakultas Kedokteran
                   Universitas Lampung
               FAKULTAS KEDOKTERAN
                UNIVERSITAS LAMPUNG
                  BANDAR LAMPUNG
                        2018
                             RIWAYAT HIDUP
       Penulis lahir di Batam pada tanggal 11 Juni 1996, sebagai anak kedua dari
empat bersaudara, dari Bapak Lauren Bongsu Purba dan Ibu Roni Lumbantoruan.
Penulis memiliki 1 orang kakak bernama Lolly Laisa Purba, dan 2 orang adik yaitu
Ucha Verucha Purba, dan Ezra Zenaa Purba.
       Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Advent Batam tamat pada
tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Advent Batam pada tahun
2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 6 Batam
pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri
1 Batam pada tahun 2014. Pada saat SMP dan SMA penulis sering mengikuti
perlombaan olahraga basket, musik dan paduan suara.
       Tahun 2014, penulis mengikuti jalur undangan Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada
organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
\
    -GOD IS GOOD-
                    i
                                SANWACANA
        Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat yang
telah dikaruniakan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
        Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Tomat
(Solanum lycopersicum) dan Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi” diselesaikan dalam rangka memenuhi syarat untuk
mendapat gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
        Saat menyelesaikan skripsi ini, Penulis mengalami banyak tantangan
selama penelitian dan perampungan penulisan. Namun, Penulis mendapatkan
dukungan dalam bentuk masukan, bimbingan, motivasi, dan doa dari berbagai
pihak. Untuk itu Penulis berkenan mengucapkan terima kasih kepada:
   1. Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus yang selalu ada dan setia
        menemani kehidupan Penulis.
   2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
   3. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA. selaku Dekan Fakultas
        Kedokteran Universitas Lampung.
   4. dr. M. Ricky Ramadhian, S.Ked., M.Sc. selaku pembimbing I, atas segala
        ilmu, arahan, dan waktu yang telah diberikan selama proses penelitian dan
        penulisan skripsi.
                                                                               ii
5. Prof. Dr. Sutyarso, M.Biomed. selaku pembimbing II, atas koreksi pada isi
   maupun penulisan skripsi, juga yang selalu memberi semangat dan motivasi
   kepada Penulis.
6. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked., M.Kes., Sp.MK. selaku
   pembahas, atas segala pengetahuan, kritik, dan saran untuk kebaikan skripsi
   Penulis.
7. Seluruh dosen, staff, dan karyawan FK Unila atas pengembangan wawasan
   ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis.
8. Ibu Romiani dan Mbak Eka selaku laboran Lab Mikrobiologi FK Unila,
   yang sudah mendampingi dan mengajari Penulis selama penelitian.
9. Pedagang tomat dan mentimun, laboran FP dan FMIPA Unila yang telah
   membantu untuk mendapatkan bahan ekstrak.
10. Papa dan Mama terkasih, yang selalu setia mendukung dan memperhatikan
   keperluan Penulis, menjadi motivasi bagi Penulis. Terima kasih atas kerja
   keras, kasih sayang, dan doa yang diberikan.
11. Kakak dan adik-adik yang terkasih, atas segala bantuan dan keceriaan yang
   diberikan untuk menemani Penulis dalam keseharian.
12. Keluarga besar terkasih yang menjadi inspirasi, juga senantiasa memberi
   doa dan dukungan bagi Penulis.
13. Teman satu jiwaku, Karen Kuniya Sijabat, yang aku temui bagian diriku di
   dalam dirinya, yang selalu bersedia untuk diusik namun selalu sabar dengan
   kelakuanku. Terima kasih karena sudah mau berjuang bersama.
14. Keluarga besar Permako Medis, Kelompok Kecil BPJS, dan Titik Kumpul
   yang telah menjadi wadah untuk bersekutu bersama.
                                                                           iii
   15. Aliansi Perak dan seluruh teman-teman CRAN14L yang sudah melewati
       masa perkuliahan bersama, semoga tetap semangat untuk terus berjuang
       meraih yang terbaik.
       Terimakasih untuk setiap pihak yang terlibat dalam proses penyusunan
       skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
       Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Besar harapan Penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
                                                Bandar Lampung, 22 Januari 2018
                                                Penulis
                                                Yosua Pandapot Purba
                                                                              iv
                                                DAFTAR ISI
                                                                                                         Halaman
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
          1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
          1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
          1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
                1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 5
                1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 5
          1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
                1.4.1 Bagi Peneliti ................................................................................ 6
                1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan ............................................................... 6
                1.4.3 Bagi Masyarakat.......................................................................... 6
                1.4.4 Bagi Peneliti Lain ........................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 7
          2.1 Salmonella typhi .................................................................................... 7
                2.1.1 Morfologi dan Sifat Bakteri ........................................................ 7
                2.1.2 Identifikasi Bakteri ...................................................................... 8
                2.1.3 Penyakit Akibat Bakteri .............................................................. 9
                2.1.4 Epidemiologi Demam Tifoid ...................................................... 9
                2.1.5 Patogenesis Demam Tifoid ....................................................... 10
                                                                                                                    v
              2.1.6 Gejala Klinis Demam Tifoid ..................................................... 11
              2.1.7 Diagnosis Demam Tifoid .......................................................... 12
              2.1.8 Penatalaksanaan Demam Tifoid ................................................ 13
        2.2 Antibiotik ............................................................................................ 14
              2.2.1 Definisi Antibiotik .................................................................... 14
              2.2.2 Mekanisme Kerja Antibiotik ..................................................... 15
              2.2.3 Metode Pengujian Antibiotik .................................................... 17
              2.2.4 Resistensi Antibiotik ................................................................. 20
              2.2.5 Seftriakson ................................................................................ 21
        2.3 Tomat (Solanum lycopersicum) .......................................................... 22
              2.3.1 Deskripsi dan Taksonomi Tanaman .......................................... 22
              2.3.2 Jenis-Jenis Tomat ...................................................................... 24
              2.3.3 Kandungan dan Senyawa Kimia Tomat .................................... 25
              2.3.4 Fungsi Tomat ............................................................................ 28
        2.4 Mentimun (Cucumis sativus L.) .......................................................... 30
              2.4.1 Deskripsi dan Taksonomi Tanaman .......................................... 30
              2.4.2 Jenis-Jenis Mentimun ................................................................ 31
              2.4.3 Kandungan dan Manfaat Mentimun ......................................... 32
        2.5 Ekstrak................................................................................................. 34
              2.5.1 Definisi Ekstrak ......................................................................... 34
              2.5.2 Metode Ekstrak ......................................................................... 35
        2.6 Kerangka Teori.................................................................................... 37
        2.7 Kerangka Konsep ................................................................................ 40
        2.8 Hipotesis .............................................................................................. 40
              2.8.1 Hipotesis Null (H0) ................................................................... 40
              2.8.2 Hipotesis Alternatif (Ha) ........................................................... 40
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 41
        3.1 Desain Penelitian ................................................................................ 41
        3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 41
              3.2.1 Tempat Penelitian...................................................................... 41
              3.2.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 42
        3.3 Mikroba Uji dan Bahan Uji Penelitian ................................................ 42
                                                                                                                    vi
              3.3.1 Mikroba Uji ............................................................................... 42
              3.3.2 Bahan Uji .................................................................................. 42
              3.3.3 Media Kultur ............................................................................. 42
        3.4 Identifikasi Variabel ............................................................................ 43
              3.4.1 Variabel Independen ................................................................. 43
              3.4.2 Variabel Dependen .................................................................... 43
        3.5 Definisi Operasional............................................................................ 44
        3.6 Besar Sampel ....................................................................................... 44
        3.7 Prosedur Penelitian.............................................................................. 45
              3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 46
              3.7.2 Sterilisasi Alat ........................................................................... 47
              3.7.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Tomat dan Mentimun .................... 47
              3.7.4 Identifikasi Bakteri Uji.............................................................. 48
              3.7.5 Teknik Pembuatan Suspensi Bakteri ......................................... 50
              3.7.6 Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA) ........................ 50
              3.7.7 Uji Diameter Zona Hambat Salmonella typhi dengan Metode
                    Sumuran .................................................................................... 50
        3.8 Alur Penelitian .................................................................................... 52
              3.8.1 Alur Penelitian Ekstrak Tomat (Solanum lycopersicum) .......... 52
              3.8.2 Alur Penelitian Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) ......... 53
        3.9 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 54
              3.9.1 Pengolahan Data........................................................................ 54
              3.9.2 Analisis Data ............................................................................. 54
        3.10 Etika Penelitian ................................................................................. 56
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 57
        4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 57
        4.2 Hasil Analisis Data .............................................................................. 58
              4.2.1 Analisis Deskriptif Perbandingan Zona Hambat Pada
                    Salmonella typhi ....................................................................... 58
              4.2.2 Analisis Univariat ..................................................................... 59
              4.2.3 Analisis Bivariat ....................................................................... 61
        4.3 Pembahasan ........................................................................................ 65
                                                                                                               vii
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 75
        5.1 Simpulan ............................................................................................. 75
        5.2 Saran .................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
                                                                                                                    viii
                                             DAFTAR TABEL
Tabel                                                                                                        Halaman
1.    Definisi operasional variabel independen dan dependen penelitian. ........... 44
2.    Diameter zona hambat Salmonella typhi dari ekstrak tomat (Solanum
      lycopersicum). ............................................................................................. 57
3.    Diameter zona hambat Salmonella typhi dari ekstrak mentimun (Cucumis
      sativus L.). ................................................................................................... 57
4.    Rerata diameter zona hambat Salmonella typhi. .......................................... 58
5.    Hasil uji normalitas data diameter zona hambat tiap konsentrasi ekstrak
      tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
      Salmonella typhi. ......................................................................................... 60
6.    Hasil analisis univariat diameter zona hambat ekstrak tomat (Solanum
      lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Salmonella
      typhi. ............................................................................................................ 61
7.    Hasil uji normalitas diameter zona hambat ekstrak tomat (Solanum
      lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Salmonella
      typhi. ............................................................................................................ 62
8.    Hasil transformasi data diameter zona hambat ekstrak tomat (Solanum
      lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Salmonella
      typhi. ............................................................................................................ 62
9.    Hasil uji Kruskal-Wallis diameter zona hambat ekstrak tomat (Solanum
      lycopersicum) terhadap Salmonella typhi. ................................................... 63
10.   Hasil uji Kruskal-Wallis diameter zona hambat ekstrak mentimun (Cucumis
      sativus L.) terhadap Salmonella typhi.......................................................... 63
11.   Hasil analisis Post Hoc Mann-Whitney diameter zona hambat ekstrak tomat
      (Solanum lycopersicum) terhadap Salmonella typhi. .................................. 64
                                                                                                                         ix
12.   Hasil analisis Post Hoc Mann-Whitney diameter zona hambat ekstrak
      mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Salmonella typhi. ....................... 64
13.   Hasil uji Paired-Sample T-test diameter zona hambat masing-masing
      konsentrasi ekstrak tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis
      sativus L.) terhadap Salmonella typhi.......................................................... 65
14.   Hasil uji Paired-Sample T-test diameter zona hambat ekstrak tomat
      (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
      Salmonella typhi. ......................................................................................... 65
                                                                                                                  x
                                          DAFTAR GAMBAR
Gambar                                                                                                 Halaman
1. Salmonella typhi perbesaran 1000x. .................................................................. 8
2. Struktur seftriakson. ......................................................................................... 22
3. Tomat (Solanum lycopersicum). ...................................................................... 23
4. Struktur kimia flavonoid. ................................................................................. 26
5. Sruktur kimia saponin. ..................................................................................... 27
6. Struktur kimia alkaloid. ................................................................................... 28
7. Mentimun (Cucumis sativus L.). ...................................................................... 31
8. Kerangka teori uji daya hambat pertumbuhan Salmonella typhi melalui
   ekstrak etanol tomat dan mentimun. ................................................................ 39
9. Kerangka konsep pengaruh ekstrak etanol tomat dan mentimun terhadap
   zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi. .................................................. 40
10. Alur penelitian ekstrak tomat (Solanum lycopersicum). ................................. 52
11. Alur penelitian ekstrak mentimun (Cucumis sativus L.)................................. 53
                                                                                                                  xi
                             DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat persetujuan etik
Lampiran 2. Surat izin peminjaman laboratorium
Lampiran 3. Hasil analisis data penelitian
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
Lampiran 5. Perhitungan pengenceran bahan ekstrak
                                                    xii
                                 BAB 1
                             PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
   Penyakit infeksi tropis merupakan penyakit yang masih sering terjadi di
   negara-negara berkembang. Air yang tidak aman, kurangnya akses ke
   pelayanan kesehatan, kekurangan gizi dan sanitasi yang buruk meningkatkan
   kerentanan terhadap infeksi (WHO, 2011). Ada berbagai jenis penyakit yang
   termasuk ke dalam infeksi tropis diantaranya; yang disebabkan oleh gigitan
   nyamuk (malaria dan demam berdarah); gigitan serangga (tripanosomiasis,
   penyakit chagas, leishmaniasis); dan karena pencemaran makanan seperti
   demam tifoid (Eerik, 2010).
   Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
   Salmonella typhi. Bakteri ini merupakan kuman batang gram negatif yang tidak
   memiliki spora dan bergerak dengan flagel peritrik (Cita, 2011). Penyakit ini
   ditransmisikan melewati makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
   feses atau urin dari orang yang terinfeksi. Penyakit menular ini masih
   merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22
   juta per tahun di dunia dan menyebabkan 216.000-600.000 kematian. Di
   Indonesia, insiden tifoid masih tergolong tinggi, bahkan menempati urutan
   ketiga di dunia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
                                                                             2
2007, terjadi peningkatan jumlah kasus tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-
rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan kematian diperkirakan sekitar 0,6–
5% (Purba et al., 2016).
Pada penyakit ini demam bersifat bertahap makin naik setiap hari sampai
dengan 40-41°C, disertai dengan lemah badan, malas, nyeri kepala, nyeri otot
punggung dan sendi, perut kembung kadang-kadang nyeri, obstipasi, mual,
muntah dan batuk (Rofiqi, 2009). Bahaya yang dapat ditimbulkan penyakit ini
berupa perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, dan ensefalopati yang dapat
menimbulkan syok dan kematian bagi si penderita. Untuk mencegah bahaya
tersebut dapat dilakukan pemberian antibiotik yang sesuai sehingga penderita
dapat disembuhkan (Levine, 2009).
Beberapa jenis antibiotik yang sering digunakan pada pengobatan demam
tifoid adalah kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, seftriakson dan
tiamfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk mengobati demam tifoid (Widodo, 2009). Namun, penelitian yang
dilakukan pada beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan mulai adanya
Multi Drug Resistant Salmonella typhi (MDRST). MDRST adalah resistensi
terhadap antibiotik pilihan utama dalam pengobatan demam tifoid yang
disebabkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan perubahan faktor
intrinsik dalam mikroba (Mulyana, 2007; Suswati dan Juniarti, 2009; Juwita et
al., 2013; Fithria et al., 2015).
Upaya yang dilakukan terhadap peningkatan resistensi antibiotik yaitu
memanfaatkan bahan alami sebagai alternatif pengobatan. Tomat (Solanum
                                                                            3
lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan bahan alami
yang dapat digunakan sebagai pengobatan. Tomat dan mentimun merupakan
jenis sayuran yang diproduksi dalam bentuk buah segar. Selain relatif murah,
sayuran ini juga mudah ditemukan di Indonesia, karena termasuk sayuran yang
dipanen berulang kali atau lebih dari satu kali dalam setahun. Menurut data
statistik produksi hortikultura tahun 2014 oleh Kementerian Pertanian RI,
kedua jenis sayuran ini menunjukkan angka kontribusi yang besar bagi
produksi sayuran di Indonesia. Tomat menunjukkan angka produksi sebesar
915.987 ton dan mentimun sebesar 477.976 ton (Taufik et al., 2014).
Kandungan senyawa dalam tomat diantaranya alkaloid solanin, saponin, asam
malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein,
lemak, vitamin, mineral dan histamin. Tomat juga merupakan bahan makanan
tinggi asam folat, vitamin C, dan kalium. Kandungan kalium dalam seratus
gram tomat adalah 245 mg. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi natrium dalam urin dan air dengan cara diuretik (Lavenia et al.,
2016). Dalam tomat juga terkandung serat, dimana serat merupakan komponen
makanan lain yang telah dihubungkan dengan penurunan risiko kanker
(Mataram dan Wahyuniari, 2007).
Mentimun mengandung zat-zat saponin, flavonoid, protein, lemak, kalsium,
fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1, dan C. Mentimun mentah bersifat
menurunkan panas badan, juga meningkatkan stamina. Diketahui pula di dalam
mentimun terdapat dua isolat triterpenoid, yaitu senyawa metabolit sekunder
                                                                           4
alkaloid dan saponin yang mampu memberikan efek larvasida terhadap larva
nyamuk (Syamsul dan Purwanto, 2014).
Selain berbagai manfaat tersebut, tomat dan mentimun juga memiliki manfaat
sebagai antimikroba. Tidak banyak orang yang mengetahui akan hal tersebut.
Tomat dan mentimun memiliki beberapa kandungan kimia yang sama dan
berfungsi sebagai antimikroba diantaranya, alkaloid solanin, saponin, asam
folat, flavonoid dan tannin (Suhartati et al., 2015). Pada terbitan jurnal
International Food Research, telah dilakukan penelitian yang membuktikan
bahwa senyawa dalam produk alami yang berasal dari tanaman seperti alkaloid,
flavonoid, tannin dan saponin memiliki sifat antimikroba (Sylvester et al.,
2015). Beberapa penelitian juga telah meneliti bahwa tomat dan mentimun bisa
menghambat Staphylococcus aureus dan Ralstonia solanacearum (Purwanti et
al., 2011; Suhartati dan Nuryanti, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, mempertimbangkan tomat dan mentimun sebagai
tanaman yang mudah diperoleh dan memiliki senyawa antimikroba, maka
diperlukan penelitian mengenai aktivitas antimikrobanya. Dalam hal ini,
bakteri uji yang digunakan adalah Salmonella typhi didasarkan keterlibatannya
dalam menimbulkan penyakit demam tifoid.
                                                                              5
1.2 Rumusan Masalah
   Berdasarkan pada pernyataan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian
   sebagai berikut:
   1. Apakah ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun
        (Cucumis sativus L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan
        bakteri Salmonella typhi?
   2. Pada konsentrasi berapa ekstrak etanol tomat dan mentimun yang efektif
        untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi?
   3. Apakah terdapat perbedaan daya antibakteri antara ekstrak etanol tomat
        (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
        pertumbuhan Salmonella typhi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
        Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui adanya aktivitas
        antibakteri antara ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan
        mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella
        typhi.
1.3.2   Tujuan Khusus
        Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
        1. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan
            mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap daya hambat pertumbuhan
            bakteri Salmonella typhi.
                                                                              6
        2. Mengetahui konsentrasi efektif ekstrak etanol tomat dan mentimun
           dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
        3. Mengetahui perbedaan daya antibakteri antara ekstrak etanol tomat
           (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
           pertumbuhan Salmonella typhi?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Peneliti
        Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman peneliti saat
        melakukan penelitian ini.
1.4.2   Bagi Ilmu Pengetahuan
        Memberikan informasi ilmiah mengenai efektivitas ekstrak etanol tomat
        dan mentimun dalam menghambat pertumbuhan Salmonella typhi.
1.4.3   Bagi Masyarakat
        Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat mengenai bahan alami
        yang dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap Salmonella typhi.
1.4.4   Bagi Peneliti Lain
        Menjadi landasan untuk penelitan selanjutnya mengenai ekstrak tomat dan
        mentimun terhadap bakteri lain.
                                  BAB 2
                            TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella typhi
2.1.1   Morfologi dan Sifat Bakteri
        Salmonella merupakan bakteri fakultatif anareob gram negatif berbentuk
        batang, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan berflagella (bergerak
        dengan rambut getar). Bakteri ini umumnya memiliki ukuran panjang 2-5
        mikron dan lebar 0,5-1,5 mikron. Kuman ini dapat tumbuh pada suhu 15-
        41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C) dan pH pertumbuhan 6-8.
        Salmonella termasuk ke dalam kelompok Enterobacteriaceae. Oleh Ewing
        Salmonella diklasifikasikan dalam tiga spesies, yaitu Salmonella
        choleraesuis, Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan kuman dengan
        tipe antigenik yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari Salmonella
        paratyphi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya (Radji, 2010).
        Sedangkan Kauffman-White menggambarkan klasifikasi Salmonella
        berdasarkan determinan antigen utama, yaitu antigen H (antigen flagella),
        antigen O (antigen somatik), dan antigen K (antigen kapsul). Pembagian ini
        lalu diadopsi oleh International Association of Microbiologists pada tahun
        1934 (Hidayah, 2011).
                                                                                8
                    Gambar 1. Salmonella typhi perbesaran 1000x (Cita, 2011).
        Berikut ini adalah taksonomi Salmonella typhi:
        Kingdom       : Bacteria
        Filum         : Proteobacteria
        Ordo          : Gamma Proteobacteria
        Kelas         : Enterobacteriales
        Famili        : Enterobacteriaceae
        Genus         : Salmonella
        Spesies       : Salmonella typhi (Brooks et al., 2010).
2.1.2   Identifikasi Bakteri
        Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak
        pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk
        asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella biasanya
        menghasilkan H2S. Mereka bertahan dalam air yang membeku untuk waktu
        yang lama. Salmonella resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal, hijau
        brilian, natrium terrarionar, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri
        enterik lain; oleh karena itu, senyawa-senyawa tersebut berguna untuk
                                                                                 9
        inklusi isolat Salmonella dari feses pada medium. Pada agar SS, Endo,
        Embe dan MacConkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak
        berwarna, pada agar Wilson-Blair koloni kuman berwarna hitam (Brooks et
        al., 2010).
2.1.3   Penyakit Akibat Bakteri
        Infeksi Salmonella atau Salmonelosis merupakan penyakit endemis yang
        banyak dijumpai pada anak, khususnya di negara yang beriklim tropis. Di
        antara Salmonelosis, demam tifoid merupakan satu-satunya bentuk infeksi
        Salmonella typhi sistemik sebagai akibat dari bakteremia yang terjadi.
        Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi kotoran
        atau tinja dari seorang penderita tifoid. Bakteri masuk melalui mulut
        bersama makanan, kemudian berlanjut ke saluran pencernaan. Selanjutnya
        bakteri masuk ke jaringan limfatik dan menyebar ke sirkulasi darah
        sehingga menyebabkan bakteremia, demam tifoid, dan komplikasi organ
        lain (Andino dan Hanning, 2015).
2.1.4   Epidemiologi Demam Tifoid
        Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
        enterica serovar typhi (S. typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A,
        B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.
        Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada
        daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid.
        Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta
        kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000 (Nelwan, 2012).
                                                                                10
        Di Indonesia, data yang ditemukan pada rumah sakit menunjukkan
        peningkatan jumlah penderita tiap tahunnya sekitar 500/100.000 penduduk
        dimana angka kematian yaitu 0,6-5%. Terjadinya kematian tersebut akibat
        terlambatnya penanganan, pengobatan dan tingginya biaya pengobatan
        (Purba et al., 2016). Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan
        dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat
        terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
        menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat
        buang air besar dalam rumah (Nelwan, 2012).
2.1.5   Patogenesis Demam Tifoid
        Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
        makanan yang terkontaminasi. Setelah kuman tertelan, kuman tersebut
        dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam usus. Bila
        respons imunitas humoral mukosa (IgA) kurang baik, maka kuman akan
        menembus sel epitel terutama sel M untuk sampai di lamina propria. Kuman
        difagosit oleh makrofag dan berkembang biak di dalam makrofag. Kuman
        selanjutnya dibawa ke Peyer’s patches ileum distal lalu ke kelenjar getah
        bening mesenterika. Melalui duktus torasikus, kuman yang ada di dalam
        makrofag ini dibawa ke sirkulasi darah. Bakteremia primer terjadi pada
        tahap ini, biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih
        memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14
        hari. Di sini kuman menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
        terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel fagosit
        kemudian berkembang biak memperbanyak diri (Widodo, 2009).
                                                                                   11
        Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam system
        peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus
        menandai     berakhirnya     periode    inkubasi.    Bakteremia     sekunder
        menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
        Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu bersama cairan empedu,
        lalu diekskresikan ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
        melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
        usus. Bakteri dapat menetap jika tidak diobati dan dapat tersebar luas di
        hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di
        mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui
        proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi
        perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi (Nelwan, 2012).
2.1.6   Gejala Klinis Demam Tifoid
        Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari
        asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi
        hingga kematian. Pada minggu pertama ditemukan keluhan demam, nyeri
        kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, dan
        epistaksis. Demam meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga
        malam hari. Dalam minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
        bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali,
        gangguan mental berupa somnolen, stupor, dan koma (Widodo, 2009).
                                                                                  12
2.1.7   Diagnosis Demam Tifoid
        Demam tifoid dapat didiagnosis melalui beberapa pemeriksaan penunjang.
        Terdapat tiga prinsip untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, yaitu
        isolasi bakteri, deteksi antigen mikroba, dan titrasi antibodi terhadap
        organisme penyebab (Nelwan, 2012).
        Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostik. Hasil biakan
        darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
        menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal
        diantaranya; telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang
        (diperlukan 5 cc darah), dan riwayat vaksinasi (Widodo, 2009).
        Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella
        typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
        dengan antibodi yang disebut aglutinin. Aglutinin yang ditentukan dalam
        serum penderita, yaitu Aglutinin O, Aglutinin H, dan Aglutinin Vi.
        Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua
        pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil
        pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat (Widodo,
        2009).
        Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan
        yang positif menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen
        yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada
        Salmonella serogroup D (Nelwan, 2012).
                                                                               13
        Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan
        IgG. Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
        terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase
        pertengahan. Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi,
        oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan kasus
        dalam masa penyembuhan (Nelwan, 2012).
2.1.8   Penatalaksanaan Demam Tifoid
        Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk observasi dan
        pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
        demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
        mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Selain
        istirahat, diet juga dapat menjadi terapi demam tifoid. Beberapa peneliti
        menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
        pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
        dengan aman pada pasien demam tifoid. Pemberian bubur saring juga dapat
        diberikan, dengan maksud untuk menghindari komplikasi perdarahan usus
        atau perforasi usus (Rofiqi, 2009).
        Pemberian antibiotik juga merupakan pengobatan demam tifoid. Pemberian
        antibiotik dilakukan dengan tujuan menghentikan dan mencegah
        penyebaran kuman. Beberapa antibiotik yang selama ini digunakan dalam
        pengobatan demam tifoid adalah kloramfenikol, seftriakson, tiamfenikol,
        kotrimoksazol, ampsilin, dan amoksisilin. Kombinasi 2 antibiotik juga
                                                                                    14
        dapat digunakan dengan indikasi tertentu antara lain toksik tifoid, peritonitis
        atau perforasi, serta syok septik (Widodo, 2009).
        Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella
        typhi setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap
        banyak antibiotik dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan.
        Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik
        kelompok kloramfenikol, ampisilin, dan trimethoprim sulfamethoxazole
        (multiple drug resistance), serta resisten terhadap antibiotik fluorokuinolon.
        Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST) merupakan petanda
        berkurangnya sensitivitas terhadap fluorokuinolon (Nelwan, 2012).
2.2     Antibiotik
2.2.1   Definisi Antibiotik
        Antibiotik adalah salah satu jenis antimikroba yang digunakan untuk
        mengobati atau mencegah infeksi bakteri. Obat yang digunakan untuk
        membasmi bakteri, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya, obat
        tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak
        toksik untuk hospes. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik
        yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, dikenal sebagai aktivitas
        bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh bakteri, dikenal sebagai
        aktivitas bakterisid (Setiabudy dan Vincent, 2001).
        Antibiotik yang bersifat bakteriostatik adalah kloramfenikol dan
        eritromisin, sedangkan antibiotik yang bersifat bakterisid adalah penisilin,
                                                                                15
        sefalosporin, dan aminoglikosida. Secara umum, obat-obat yang aktif pada
        dinding sel adalah bakterisid, dan obat-obat yang menghambat sintesis
        protein adalah bakteriostatik (Katzung, 2012).
2.2.2   Mekanisme Kerja Antibiotik
        Kadar    minimum     yang   diperlukan   antibiotik   untuk   menghambat
        pertumbuhan bakteri dan membunuhnya dikenal masing-masing sebagai
        kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM).
        Peranan lamanya kontak antara bakteri dengan antibiotik dalam kadar
        efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan efek. Berdasarkan
        mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam beberapa kelompok.
        Kelompok tersebut adalah sebagai berikut (Setiabudy dan Vincent, 2001):
        2.2.2.1 Antibiotik yang menghambat metabolisme sel
                Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida,
                trimetoprim, p-aminosalisilat acid (PAS) dan sulfon. Antibiotik ini
                bekerja dengan efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam
                folat untuk kelangsungan hidupnya. Bakteri patogen harus
                mensintesis sendiri asam folat dari para amino benzoic acid
                (PABA). Sehingga antibiotik bersaing dengan PABA dalam
                pembentukan asam folat sehingga mencegah bergabung ke dalam
                folat.
                                                                        16
2.2.2.2 Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
       Bakteri memiliki dinding sel, yang mengelilingi sitoplasma
       membran sel, yang lebih kaku bila dibandingkan dengan sel hewan.
       Tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada di luar sel,
       maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya
       lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang
       peka. Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja ini secara berturut-
       turut dari yang paling dini menghambat sampai yang kurang
       menghambat yaitu sikloserin, basitrasin, vankomisin, penisilin dan
       sefalosporin.
2.2.2.3 Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel
       Antibiotik yang mengubah tegangan permukaan, dapat merusak
       permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Akibatnya,
       aktivitas kemoteraupetik selektif dapat terjadi. Antibiotik yang
       berperan dalam menghambat fungsi membran sel yaitu azoles,
       polien, dan polimiksin. Kerusakan membran sel menyebabkan
       keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu
       protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.
2.2.2.4 Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel
       Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
       tRNA. Perbedaan tipe ribosom, komposisi kimiawi, dan spesivitas
       fungsional antara sel bakteri dan sel mamalia berbeda sehingga
       dapat menerangkan antibiotik dapat menghambat sintesis protein di
                                                                                17
                 ribosom bakteri tanpa menunjukkan efek nyata pada ribosom
                 mamalia. Aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida atau eritromisin,
                 kloramfenikol, dan linkomisin terbukti dapat menghambat sintesis
                 protein melalui kerja pada ribosom bakteri.
        2.2.2.5 Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel
                 Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini ialah rifampisin, dan
                 golongan kuinolon. Walaupun bersifat antimikroba, karena sifat
                 sitotoksisitasnya, pada umumnya hanya digunakan sebagai obat
                 antikanker.
2.2.3   Metode Pengujian Antibiotik
        Kerentanan patogen bakteri terhadap obat-obatan antibiotik dapat diuji
        dengan dua metode utama, yaitu difusi dan dilusi. Kedua metode ini
        memiliki prinsip yang berbeda. Metode pengujian antibiotik yang dipilih
        haruslah yang tepat, murah dan mudah untuk dilakukan. Hasil uji antibiotik
        yang didapat tidak hanya dipengaruhi oleh metode saja, tetapi dipengaruhi
        pula oleh aktivitas bakteri dan cara ekstraksi yang digunakan (Klan et al.,
        2010).
        2.2.3.1 Metode Difusi
                 Metode difusi merupakan teknik secara kualitatif yang akan
                 menunjukkan ada atau tidaknya senyawa dengan aktivitas
                 antimikroba. Metode difusi dipengaruhi banyak faktor fisik dan
                 kimia selain interaksi sederhana antara obat dan organisme (misal,
                 sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekuler dan
                                                                         18
       stabilitas obat) (Brooks et al., 2010). Metode difusi dibagi menjadi
       beberapa cara, yaitu (Nuraina, 2015):
       a. Metode Sumuran
          Metode sumuran yaitu membuat lubang pada agar yang telah
          diinokulasi bakteri. Letak dan jumlah lubang disesuaikan
          dengan penelitian, lalu lubang diisi dengan larutan yang akan
          diuji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati dengan
          melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang.
       b. Metode Kertas Cakram Disc Diffusion
          Metode ini dilakukan dengan meletakkan kertas cakram yang
          telah direndam larutan uji di atas media yang telah diinokulasi
          dengan bakteri. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati
          dan melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling cakram.
       c. Metode Silinder Gelas
          Pada metode ini, diletakkan beberapa silinder di atas media yang
          telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder ditempatkan
          hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan uji dan
          diinkubasi. Setelah itu, pertumbuhan bakteri diamati untuk
          melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling silinder.
2.2.3.2 Metode Dilusi
       Metode dilusi digunakan untuk kuantitatif yang akan menunjukkan
       jumlah obat tertentu yang diperlukan untuk menghambat (atau
       membunuh) mikroorganisme yang diuji. Uji kerentanan dilusi
                                                                  19
membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaannya terbatas pada
keadaan-keadaan tertentu. Sejumlah zat antibiotik dimasukkan ke
dalam medium bakteriologi padat atau cair. Biasanya digunakan
pengenceran dua kali lipat zat antibiotik. Medium akhirnya
diinokulasi dengan bakteri uji lalu diinkubasi (Brooks et al., 2010).
Metode dilusi dibagi menjadi beberapa cara, yaitu (Nuraina, 2015):
a. Pengenceran Tabung
   Cara ini dilakukan dengan zat antibakteri dilarutkan dengan
   pelarut yang sesuai, kemudian diencerkan dengan medium cair
   pada tabung yang disusun dalam satu deret hingga konsentrasi
   terkecil. Tiap tabung ditanami suspensi bakteri lalu diinkubasi
   selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri diamati dengan melihat
   kekeruhan dalam tabung. Larutan uji agen antibiotik pada kadar
   terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya bakteri uji ditetapkan
   sebagai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM). Larutan tersebut
   dikultur ulang dan diinkubasi selama 24 jam. Media yang tetap
   terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai Konsentrasi
   Bunuh Minimal (KBM).
b. Penapisan Lempeng Agar
   Larutan zat antibakteri dibuat pengenceran kelipatan sehingga
   dilipat berbagai variasi konsentrasi. Hasil pengenceran dicampur
   dengan media yang telah dicarikan kemudian dijaga pada suhu
   45°C, dengan perbandingan 1:9. Setelah itu, dituang ke dalam
   cawan petri dan dibiarkan membeku. Cawan petri ditanam
                                                                                  20
                   suspensi bakteri dan diinokulasi. Hasil pengamatan KHM dibaca
                   sebagai konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan
                   bakteri.
                 c. Turbidimetri
                   Metode ini dilakukan dengan suatu turunan protein yang
                   dimurnikan dan dibiakkan dalam satuan tuberkulin. Reaksi pada
                   metode ini adalah mengerasnya jaringan yang dengan mudah
                   dapat dirasakan.
2.2.4   Resistensi Antibiotik
        Resistensi bakteri ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel bakteri
        oleh antibiotik. Resistensi terhadap antibiotik bisa didapat atau bawaan.
        Pada resistensi bawaan atau bisa disebut resistensi yang dipindahkan, gen
        yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu organisme ke
        organisme lain. Secara klinis resistensi yang didapat, adalah dimana bakteri
        yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten. Terdapat tiga
        macam resistensi bakteri terhadap antibiotik sebagai berikut (Brooks et al.,
        2010):
        2.2.4.1 Resistensi kromosomal
                 Resistensi terjadi akibat mutasi spontan dalam lokus yang mengatur
                 kepekaan antibiotik yang diberikan. Adanya antibiotik sebagai
                 mekanisme selektif yakni membunuh bakteri yang peka dan
                 membiarkan tumbuh bakteri yang resisten.
                                                                                21
        2.2.4.2 Resistensi ekstra-kromosomal
               Bakteri berisi materi genetik yang disebut plasmid. Materi genetik
               yang dimiliki plasmid diberikan kepada kromosom untuk memberi
               sifat resistensi. Gen plasmid untuk resistensi antibiotik mengontrol
               pembentukan enzim yang mampu merusak antibiotik.
        2.2.4.3 Resistensi silang
               Resistensi silang merupakan keadaan bakteri resisten yang
               mentransfer materi genetik kepada bakteri non-resisten untuk
               mendapatkan sifat resistensi terhadap antibiotik. Biasanya terjadi
               antara antibiotik yang memiliki struktur kimia hampir sama atau
               antibiotik dengan struktur kimia yang berbeda dengan mekanisme
               aksi yang hampir sama.
2.2.5   Seftriakson
        Seftriakson adalah golongan antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang
        dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi
        bakteri, seperti demam tifoid, pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi
        kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan sel darah
        putih yang rendah. Pada demam tifoid, seftriakson merupakan pengobatan
        lini kedua yang juga memiliki sensitivitas yang cukup baik. Sifat
        menguntungkan dari antibiotik ini adalah secara selektif dapat merusak
        struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai
        spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman masih
                                                                                 22
        terbatas. Selain itu, seftriakson juga dapat diberikan kepada pasien yang
        akan menjalani operasi untuk mencegah terjadinya infeksi (Cita, 2011).
        Seftriakson diabsorpsi cepat secara utuh pada pemberian intramuskuler.
        Pemberian berulang seftriakson dengan dosis 0,5-2 gram setiap interval 12-
        24 jam secara intravena dan intramuskuler menghasilkan 15-36%
        seftriakson terakumulasi di plasma dan tidak terdapat perubahan waktu
        paruh eliminasi. Seftriakson menunjukkan waktu paruh eliminasi sangat
        panjang, yaitu 5,8 sampai 8,7 jam. Sama seperti obat-obat lain, seftriakson
        juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang
        biasa terjadi setelah mengonsumsi antibiotik ini adalah kelelahan, sariawan,
        dan nyeri tenggorokan (Wiryalie, 2017).
                         Gambar 2. Struktur seftriakson (Wiryalie, 2017).
2.3 Tomat (Solanum lycopersicum)
2.3.1   Deskripsi dan Taksonomi Tanaman
        Tomat merupakan salah satu tanaman yang sering dijumpai di Indonesia.
        Tomat berasal dari Amerika tropis, ditanam sebagai tanaman buah di
        ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian 1 – 1600 m dari
                                                                          23
permukaan laut. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta
menghendaki tanah yang gembur dan subur (Maong dan Rorong, 2016).
         Gambar 3. Tomat (Solanum lycopersicum) (Ruby dan Green, 2015).
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari tomat adalah sebagai berikut:
Kingdom          : Plantae
Divisi           : Spermatophyta
Anak divisi      : Angiospermae
Kelas            : Dicotyledonae
Ordo             : Solanales
Famili           : Solanaceae
Genus            : Solanum
Spesies          : Solanum lycopersicum (Pretoria, 2012).
Tanaman tomat memiliki akar yang kuat yang dapat tumbuh hingga
kedalaman 50 cm atau lebih. Batangnya padat, kasar, dan berbulu, serta
dapat tumbuh hingga ketinggian 2-4 meter. Daun berbentuk spiral dan
                                                                             24
        ditutupi dengan rambut kelenjar. Daun yang memiliki ukuran panjang 15-
        50 cm dan lebar 10-30 cm, ditopang oleh tangkai daun yang berukuran 3-6
        cm. Diantara daun terdapat pula bunga yang berwarna kuning. Buah tomat
        berbentuk bulat, bulat lonjong atau bulat pipih. Buah yang belum matang
        berwarna hijau, sedangkan yang sudah matang berkisar dari kuning hingga
        merah. Buahnya memiliki daging buah yang lembut, lunak, dan kadang-
        kadang banyak mengandung biji (Naika et al., 2005).
2.3.2   Jenis-Jenis Tomat
        Tomat dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara tumbuh,
        warna buah, ukuran dan bentuknya. Berikut penggolongan jenis tomat
        menurut jenis buahnya (Ruby dan Green., 2015; Nair dan Hannan, 2015):
        2.3.2.1 Tomat Plum
               Tomat yang memiliki bentuk bulat lonjong. Dagingnya banyak
               mengandung air dan memiliki permukaan kulit yang tipis. Selain
               untuk membuat jus tomat, umumnya tomat ini juga digunakan untuk
               tumisan dan masakan, serta banyak dijual di pasar. Itulah yang
               membuat tomat jenis ini merupakan tomat yang digunakan pada
               penelitian ini.
        2.3.2.2 Tomat Ceri
               Tomat jenis ini berbentuk kecil dan lonjong. Rasa dagingnya cukup
               manis sehingga digunakan sebagai pelengkap salad atau dimakan
               pada keadaan segar.
                                                                                25
        2.3.2.3 Tomat Pear
               Tomat ini mirip dengan buah pear, namun berukuran kecil.
               Memiliki warna yang bervariasi mulai dari merah sampai kuning.
               Tomat jenis ini tidak banyak ditemukan di Indonesia.
        2.3.2.4 Tomat Beef
               Tomat ini memiliki bentuk yang paling besar diantara jenis tomat
               lainnya. Sering digunakan untuk membuat sandwich dan
               hamburger.
        2.3.2.5 Tomat Hijau
               Tomat yang berwarna hijau ini memiliki tekstur agak keras. Sering
               pula digunakan dalam tumisan karena rasanya cenderung segar.
2.3.3   Kandungan dan Senyawa Kimia Tomat
        Tomat memiliki berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik bagi
        kesehatan. Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah,
        bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang baik. Selain
        itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, kalium dan antioksidan likopen.
        Dalam tomat, likopen adalah karotenoid dengan konsentrasi tertinggi, tetapi
        tomat juga mengandung karotenoid lain meliputi phytoene, phytofluene,
        dan provitamin A. Likopen merupakan antioksidan yang potensial yang
        dapat menurunkan risiko kanker (Mataram dan Wahyuniari, 2007).
        Kandungan kimia lainnya yang terdapat pada tomat antara lain, alkaloid
        solanin, saponin, asam folat, asam sitrat, asam malat, flavonoid, klorin
                                                                       26
sulfur, dan senyawa tomatin yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan anti
radang. Menurut penelitian yang terbaru ini (Olajuyigbe dan Afolayan,
2012; Oleszek, 2017) telah ditemukan bahwa metabolit sekunder pada
tanaman berupa flavonoid, saponin, dan juga alkaloid dapat berfungsi
sebagai antibakteri.
2.3.3.1 Flavonoid
       Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan, dalam bentuk aglikon
       maupun terikat pada gula sebagai glikosida. Pada tumbuhan,
       flavonoid juga dapat berfungsi untuk mengatur pertumbuhan serta
       mengatur fotosintesis. Flavonoid merupakan golongan yang penting
       karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dengan
       mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Flavonoid memiliki
       kerangka dasar yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua cincin
       benzen terikat dan membentuk struktur C6-C3-C6 (Olajuyigbe dan
       Afolayan, 2012).
                Gambar 4. Struktur kimia flavonoid (Redha, 2010).
                                                                      27
2.3.3.2 Saponin
       Saponin merupakan senyawa yang secara alami mengandung
       glikosida, banyak terdapat di tumbuhan. Saponin bersifat seperti
       sabun. Keberadaan saponin dapat dideteksi dengan mengamati
       kemampuannya       membentuk      busa.    Saponin     menghambat
       pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi
       dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah
       adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel-sel (Oleszek,
       2017).
                   Gambar 5. Sruktur kimia saponin (Oleszek, 2017).
2.3.3.3 Alkaloid
       Senyawa ini banyak ditemukan pada tanaman berbunga. Senyawa
       yang tergolong ke dalam alkaloid adalah senyawa yang mengandung
       nitrogen. Alkaloid memiliki efek farmakologi pada hewan dan
       manusia, seperti penggunaan sebagai anestetik dan analgesik
       (Reapina, 2007; Olajuyigbe dan Afolayan, 2012).
                                                                               28
                          Gambar 6. Struktur kimia alkaloid (Marwoko, 2013).
2.3.4   Fungsi Tomat
        Secara umum tomat dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam
        masakan, lalap, tumisan, dan juga diolah menjadi minuman jus tomat.
        Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa tomat juga dapat digunakan
        sebagai obat. Pengobatan melalui tomat sebenarnya sudah dikenalkan di
        Eropa sejak abad ke-16. Seiring berjalannya waktu, banyak penemuan-
        penemuan baru mengenai manfaat tomat dalam bidang kesehatan (Miller,
        2007).
        Manfaat tomat dalam pengobatan antara lain:
        2.3.4.1 Pengobatan pada iritasi mata
                 Dokter-dokter di China menganjurkan pasien yang terkena iritasi
                 mata untuk mengonsumsi 1 atau 2 tomat segar dipagi hari sebagai
                 pengobatan. Para peneliti juga meyakini bahwa vitamin C dan
                 flavonoid pada tomat dapat memperkuat pembuluh darah. Ada juga
                 bukti yang menyebutkan bahwa likopen pada tomat dapat mencegah
                 terjadinya katarak (Miller, 2007).
                                                                        29
2.3.4.2 Pembersih kulit wajah
       Tomat sangat baik digunakan untuk menghilangkan sel-sel kulit
       mati pada wajah. Cocok digunakan untuk semua jenis kulit. Vitamin
       C dan asam yang terkandung pada tomat yang membuat wajah
       terlihat lebih lembut (Naika et al., 2005).
2.3.4.3 Mengembalikan vitalitas pada kelelahan persisten
       Penderita hipoglikemia dilanda dengan kelelahan yang konstan dan
       juga kekurangan energi. Tomat bisa dijadikan sebagai penambah
       energi, karena memiliki kandungan glukosa dan fruktosa. Penelitian
       yang dilakukan di Universitas Tohoku, Jepang membuktikan bahwa
       tomat segar dapat meningkatkan glikogen pada kelinci percobaan
       (Miller, 2007).
2.3.4.4 Pemulihan fungsi hati
       Tomat mengandung klorin dan sulfur sebagai penetral racun dan
       pengembalian fungsi hati. Meminum tomat segar juga dapat
       meregenerasi sel-sel hati yang rusak (Lavenia dan Nurdin, 2016).
2.3.4.5 Antibiotik
       Secara luas tomat juga dapat digunakan sebagi agen antiseptik
       karena kandungan asam nikotinnya. Seperti yang telah disebutkan
       sebelumnya, kandungan flavonoid, saponin, dan alkaloid dapat
       berfungsi sebagai antibakteri. Biasanya infeksi pada luka kecil akan
       sembuh dalam 2-3 hari dengan irisan tomat. Selain itu, tomat juga
       dapat membantu menjaga kebersihan gigi dan gusi (Miller, 2007).
                                                                             30
2.4 Mentimun (Cucumis sativus L.)
2.4.1   Deskripsi dan Taksonomi Tanaman
        Mentimun merupakan salah satu tumbuhan yang menghasilkan buah yang
        dapat dimakan. Menurut sejarah, para ahli tanaman memastikan daerah asal
        tanaman mentimun adalah India, tepatnya di lereng Gunung Himalaya.
        Tanaman ini sangat sensitif terhadap suhu yang dingin dan bisa mati pada
        suhu 1°C. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada suhu minimum 16°C dan
        suhu maksimum 40°C (Motes et al., 2007).
        Tanaman mentimun dalam taksonomi tanaman dapat diklasifikasikan
        sebagai berikut:
        Kingdom        : Plantae
        Divisi         : Spermatophyta
        Subdivisi      : Angiospermae
        Kelas          : Dicotyledonae
        Ordo           : Cucurbitales
        Famili         : Cucurbitaceae
        Genus          : Cucumis
        Spesies        : Cucumis sativus L. (Krístkova et al., 2003).
                                                                                   31
                 Gambar 7. Mentimun (Cucumis sativus L.) (Shankar et al., 2014).
        Mentimun merupakan tanaman semusim yang sifatnya menjalar dengan
        perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral. Batang utama
        mentimun berbulu halus. Daunnya bertangkai panjang, bentuknya lebar
        bertaju dengan pangkal berbentuk jantung, ujung runcing, tepi bergerigi.
        Memiliki bunga dengan kelopak yang berwarna kuning. Buah mentimun
        berwarna hijau ketika muda dengan larik-larik putih kekuningan. Semakin
        buah masak warna luar buah berubah menjadi hijau pucat sampai putih.
        Bentuk buah memanjang seperti torpedo, tumbuh bergantung, mempunyai
        panjang 10-20 cm, dan berbiji banyak (Utami, 2011).
2.4.2   Jenis-Jenis Mentimun
        Pada dasarnya mentimun dibagi menjadi 2 golongan utama, yaitu (Sebastian
        et al., 2010):
                                                                                32
        2.4.2.1 Mentimun kulit bintik putih
               Mentimun ini pada bagian kulitnya mempunyai tanda bintik-bintik
               putih. Pada golongan ini terdapat 3 macam mentimun, yaitu
               mentimun lalap, watang, dan wuku. Mentimun lalap ditandai dengan
               ukuran yang tidak terlalu besar, mempunyai daging buah yang
               cukup manis, dan berwarna hijau keputihan. Mentimun watang
               mempunyai buah yang agak tebal dan keras. Mentimun wuku
               menyerupai mentimun watang, namun memiliki perbedaan warna.
               Pada mentimun watang berwarna kuning ketuaan, dan pada
               mentimun wuku berwarna kecoklatan.
        2.4.2.2 Mentimun tidak berbintil atau mentimun krai
               Mentimun jenis ini memiliki buah yang lebih besar dan lebih manis
               dibandingkan jenis mentimun yang sebelumnya. Pada golongan ini
               terdapat 2 macam mentimun, yaitu mentimun krai dan suri.
               Mentimun krai mempunyai ukuran buah yang besar, dan cita
               rasanya seperti mentimun biasa. Sedangkan mentimun suri, ukuran
               buahnya hampir 10 kali besar mentimun biasa, bentuknya bulat oval,
               dan rasanya manis renyah.
2.4.3   Kandungan dan Manfaat Mentimun
        Banyak kandungan dari mentimun yang bermanfaat bagi kehidupan
        manusia. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini
        merupakan sumber mineral dan vitamin. Zat gizi yang dimiliki mentimun
        antara lain kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
                                                                       33
vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, niasin, karotin, serat,
asetilklin dan saponin. Biji buah mentimun mengandung banyak vitamin E
yang dapat menghambat penuaan dan menghilangkan keriput. Selain itu,
mentimun juga mengandung 0,65% protein, 0,1% lemak dan karbohidrat
sebanyak 2,2% (Utami, 2011).
Sama seperti tomat, buah mentimun disajikan dalam bentuk olahan segar
seperti acar, asinan, kimchi, salad dan lalap. Mentimun dapat pula
dikonsumsi sebagai minuman segar, berupa jus mentimun. Namun ternyata
bukan hanya untuk dimakan mentah sebagai lalap, rujak, atau diasinkan
sebagai teman nasi, buah hijau muda ini ternyata memiliki banyak manfaat
dalam kesehatan (Utami, 2011).
Mentimun yang sifatnya dingin dapat dipakai untuk mengobati gigitan
serangga. Bagian tubuh yang tersiram air panas pun jika dibalut dengan
parutan daging mentimun akan dengan cepat terobati (Syamsul dan
Purwanto, 2014). Menurut penelitian dari Jurnal Ipteks Terapan tahun 2016,
campuran jus tomat dan jus mentimun memiliki khasiat untuk meringankan
penyakit hipertensi. Karena memiliki kandungan kalium yang tinggi
(Lavenia dan Nurdin, 2016). Mentimun yang kaya serat juga berguna untuk
melancarkan buang air besar, menurunkan kolesterol, dan menetralkan
racun (Utami, 2011). Sama dengan tomat, mentimun juga mengandung
flavonoid, saponin, dan alkaloid yang berfungsi sebagai antiradang dan
antibakteri (Balqis et al., 2016).
                                                                               34
2.5 Ekstrak
2.5.1   Definisi Ekstrak
        Salah satu metode yang digunakan sebagai penemuan obat tradisional
        adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan kegiatan pemisahan
        kandungan senyawa organik atau beberapa zat yang dapat larut dari suatu
        padatan atau cairan dengan bantuan bahan pelarut. Jenis pelarut
        pengekstraksi juga mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung
        dalam ekstrak. Ada berbagai jenis bahan pelarut, diantaranya (Reichardt et
        al., 2010):
        2.5.1.1 Pelarut Polar
               Molekul polar terdiri dari gugus polar OH. Struktur dapat
               ditunjukkan dengan formula R-OH. Senyawa yang bersifat polar
               akan larut dalam pelarut polar. Molekul polar bercampur dengan air
               (hidrofilik). Beberapa contoh dari pelarut polar adalah air (H-OH),
               asam asetat (CH3CO-OH), etanol (CH3CH2-OH) dan metanol (CH3-
               OH). Etanol dan metanol biasanya digunakan dalam ekstraksi
               senyawa antioksidan yang berasal dari tanaman maupun buah-
               buahan contohnya brokoli, delima, stroberi, biji mangga, dan
               gandum. Pelarut metanol umumnya digunakan sebagai pelarut untuk
               tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).
        2.5.1.2 Pelarut Semipolar
               Molekul semipolar memiliki momen dipol ikatan besar. Molekul ini
               tidak mengandung kelompok OH. Contoh dari pelarut semipolar
                                                                                35
               adalah, aseton [(CH3)2-C=O], etil asetat (CH3CO2CH2CH3), dan
               dimetil sulfosida [(CH3)2-SO].
        2.5.1.3 Pelarut Non-Polar
               Molekul non-polar memiliki konstanta dielektrik rendah. Pelarut
               non-polar bersifat hidrofobik (tidak bercampur dengan air). Pelarut
               ini juga bersifat lipofilik karena melarutkan zat non-polar seperti
               minyak dan lemak. Beberapa contoh pelarut non-polar adalah,
               benzena     (C6H6),   tetraklorida   (CCl4),    dan   dietil    eter
               (CH3CH2OCH2CH3).
2.5.2   Metode Ekstrak
        Terdapat berbagai jenis metode ekstrak yang digunakan untuk bahan yang
        berasal dari tanaman. Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan
        adalah sebagai berikut (Mukhriani, 2014):
        2.5.2.1 Maserasi
               Maserasi merupakan salah satu metode yang sederhana dan paling
               sering digunakan, karena dapat menghindari rusaknya senyawa-
               senyawa yang bersifat termolabil. Metode ini dilakukan dengan
               dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut ke dalam wadah
               inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ini dilakukan
               sampai terjadi kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
               pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
               ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
                                                                       36
2.5.2.2 Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
       Metode ini merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan
       menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi,
       20 kHz). Wadah yang berisi serbuk sampel ditempatkan dalam
       wadah ultrasonic dan ultrasound. Sinyal dengan frekuensi tinggi ini
       dapat memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan
       rongga    pada     sampel.   Kerusakan   sel   dapat   menyebabkan
       peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan
       hasil ekstraksi.
2.5.2.3 Perkolasi
       Metode ini dilakukan dengan cara serbuk sampel dibasahi secara
       perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi
       dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada
       bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada
       bagian bawah. Kelebihannya adalah sampel senantiasa dialiri oleh
       pelarut baru. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan
       banyak pelarut dan memakan banyak waktu.
2.5.2.4 Reflux dan Destilasi Uap
       Metode reflux dilakukan dengan memasukkan sampel bersama
       pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut
       dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan
       kembali ke dalam labu. Destilasi uap juga memiliki proses yang
       sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial
                                                                              37
              (campuran berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap
              terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak
              saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan
              kondensor.
      2.5.2.5 Soxhlet
              Pada metode ini, serbuk sampel ditempatkan dalam sarung selulosa
              (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan
              di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai
              dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu
              reflux. Keuntungannya adalah proses ektraksi yang kontinyu,
              sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga
              tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak
              waktu. Sedangkan kerugiannya adalah senyawa yang bersifat
              termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-
              menerus berada pada titik didih.
2.6 Kerangka Teori
   Tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki
   berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik bagi kesehatan. Senyawa
   kimia yang terdapat pada tomat dan mentimun antara lain, alkaloid solanin,
   saponin, asam folat, asam sitrat, asam malat, flavonoid (Mataram et al., 2007;
   Balqis et al., 2016). Menurut penelitian yang terbaru ini (Olajuyigbe et al.,
   2012; Oleszek, 2017) telah ditemukan bahwa metabolit sekunder pada tanaman
   berupa flavonoid, saponin, dan juga alkaloid dapat berfungsi sebagai
                                                                            38
antibakteri. Flavonoid memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan
merusak membran sel bakteri. Saponin merupakan senyawa yang merusak
permeabilitas selektif membran sel bakteri. Alkaloid membunuh bakteri dengan
cara menghambat pertumbuhan dinding sel bakteri. Dengan adanya senyawa
antibakteri tersebut dapat melihat daya hambat terhadap pertumbuhan
Salmonella typhi (Reapina, 2007; Olajuyigbe dan Afolayan, 2012).
                                                                                      39
                           Ekstrak etanol tomat (Solanum
                            lycopersicum) dan mentimun
                                (Cucumis sativus L.)
                            Mengandung senyawa kimia
     Flavonoid                        Saponin                       Alkaloid
Membentuk senyawa               Mengubah tegangan                Menghambat
 kompleks dengan                permukaan bakteri                pembentukan
protein ekstraseluler                                          peptidoglikan pada
    dan terlarut                                                   sel bakteri
 Merusak membran                       Merusak                 Lapisan dinding sel
   sel bakteri dan              permeabilitas selektif            bakteri tidak
 keluarnya senyawa                dari membran sel            terbentuk secara utuh
     intraseluler                      bakteri                   dan merusak sel
                                  Efek Antibakteri
                        Hambat pertumbuhan Salmonella typhi
 Gambar 8. Kerangka teori uji daya hambat pertumbuhan Salmonella typhi melalui
ekstrak etanol tomat dan mentimun (Mataram dan Wahyuniari, 2007; Reapina, 2007;
         Olajuyigbe dan Afolayan, 2012; Balqis et al., 2016; Oleszek, 2017).
                                                                                40
2.7 Kerangka Konsep
               Variabel bebas:                           Variabel terikat:
        Ekstrak etanol tomat (Solanum                Zona hambat pertumbuhan
         lycopersicum) dan mentimun                      Salmonella typhi
             (Cucumis sativus L.)
         Gambar 9. Kerangka konsep pengaruh ekstrak etanol tomat dan mentimun
                 terhadap zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi.
2.8 Hipotesis
2.8.1    Hipotesis Null (H0)
         Ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis
         sativus L.) tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
2.8.2    Hipotesis Alternatif (Ha)
         Ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis
         sativus L.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
                                 BAB 3
                            METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
   Penelitian ini bersifat analitik laboratorik dengan menggunakan rancangan atau
   desain penelitian observasional perbandingan kelompok statis (static group
   comparison). Dalam rancangan ini terdapat kelompok yang menerima
   perlakuan dan kelompok kontrol atau pembanding. Rancangan penelitian ini
   bertujuan untuk meneliti pengaruh dari ekstrak etanol tomat (Solanum
   lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap zona hambat
   Salmonella typhi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
   sumuran, yaitu dengan cara membuat lubang pada media Muller Hinton Agar
   yang sudah tercampur dengan bakteri uji Salmonella typhi setiap cawan,
   kemudian pada setiap lubang (sumuran) dimasukkan ekstrak etanol tomat dan
   mentimun dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Notoadmojo, 2010).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1   Tempat Penelitian
        Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
        Kedokteran Universitas Lampung dan Laboratorium Kimia Fakultas
        Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
                                                                              42
3.2.2   Waktu Penelitian
        Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan
        Desember 2017.
3.3 Mikroba Uji dan Bahan Uji Penelitian
3.3.1   Mikroba Uji
        Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Salmonella
        typhi yang diperoleh dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Bandar
        Lampung.
3.3.2   Bahan Uji
        Penelitian ini menggunakan tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun
        (Cucumis sativus L.) yang dibeli di pasar tradisional di Bandar Lampung.
        Jenis tomat (Solanum lycopersicum) yang digunakan adalah tomat plum,
        sedangkan jenis mentimun (Cucumis sativus L.) yang digunakan adalah
        mentimun kulit bintik putih atau mentimun lalap. Tomat (Solanum
        lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) ini nantinya akan
        dibersihkan dan dikeringkan, kemudian akan diekstrak di Laboratorium
        Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
        Universitas Lampung.
3.3.3   Media Kultur
        Media kultur yang digunakan pada penelitian ini adalah Salmonella-
        Shigella Agar (SSA). Agar SS merupakan media agar yang selektif untuk
        pertumbuhan dan perkembangan bakteri Salmonella dan Shigella sehingga
        cocok untuk perkembangan Salmonella typhi (Brooks et al., 2010). Setelah
                                                                             43
        dilakukan kultur, digunakan media Muller Hinton Agar (MHA) sebagai
        media tempat dilakukannya uji diameter zona hambat bakteri.
3.4 Identifikasi Variabel
   Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel yang dibagi ke dalam beberapa
   bagian, yaitu variabel independen dan dependen.
3.4.1   Variabel Independen
        Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol tomat (Solanum
        lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) dalam berbagai tingkat
        konsentrasi.
3.4.2   Variabel Dependen
        Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat
        pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
                                                                                          44
3.5 Definisi Operasional
   Tabel 1. Definisi operasional variabel independen dan dependen penelitian.
    Variabel           Definisi           Cara Ukur          Hasil Ukur         Skala
    Ekstrak etanol     Zat yang           Menggunakan        Ekstrak etanol     Ordinal
    tomat (Solanum     diperoleh dari     persamaan;         tomat dan
    lycopersicum)      ekstraksi etanol                      mentimun
    dan mentimun       tomat dan          N1xV1=N2xV2        dengan kadar
    (Cucumis sativus   mentimun           Keterangan         dan volume akhir
    L.)                menjadi cairan                        yang diinginkan
                       yang               N1 = Konsentrasi
                       mengandung         awal
                       flavonoid,
                                          V1 = Volume awal
                       saponin, dan
                       alkaloid           N2 = Konsentrasi
                       melalui proses     akhir
                       mekanik dan
                       kimiawi.           V2 = Volume
                                          akhir
    Daya hambat        Pertumbuhan        Menggunakan        Zona               Numerik
    pertumbuhan        bakteri yang       jangka sorong      hambat
    Salmonella typhi   terbentuk          untuk              pertumbuhan
                       setelah variabel   mengukur           bakteri
                       independen dan     diameter           (mm)
                       kontrol positif    zona hambat
                       serta negatif
                       diberikan
                       dengan
                       menggunakan
                       metode
                       sumuran.
3.6 Besar Sampel
   Pada penelitian ini sampel yang akan digunakan adalah ekstrak etanol tomat
   (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.), masing-masing
   dibuat 5 seri konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, 100%). Seftriakson digunakan
   sebagai kontrol positif, dan akuades sebagai kontrol negatif yang akan diberikan
   untuk mempengaruhi pertumbuhan Salmonella typhi. Untuk menentukan
   banyaknya sampel atau pengulangan pada penelitian ini digunakan rumus
   Federer (Sastroasmoro, 2011):
                                                                                 45
                                   (n-1) (k-1) ≥ 15
                                  (n-1) (12-1) ≥ 15
                                    (n-1) 11 ≥ 15
                                    11n – 11 ≥ 15
                                      11n ≥ 26
                                       n ≥ 2,36
   Keterangan:
   n = banyaknya sampel (pengulangan)
   k = banyaknya perlakuan
   Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka besar sampel yang digunakan
   adalah 2,36. Untuk menghindari terjadinya kesalahan, maka besar sampel
   dibulatkan keatas menjadi 3. Besar sampel ini digunakan sebagai acuan
   dilakukannya pengulangan pada penelitian ini.
3.7 Prosedur Penelitian
   Penelitian ini bersifat analitik laboratorik. Pada penelitian ini, ekstrak etanol
   tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) diencerkan
   sehingga terbentuk berbagai macam konsentrasi di dalam tabung reaksi. Setelah
   terbentuk konsentrasi yang diinginkan, ekstrak etanol tomat dan mentimun
   dimasukan kedalam sumuran yang telah dibuat, lalu kemudian diamati zona
   hambat dari pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Penelitian ini akan
   dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
                                                                                 46
3.7.1   Alat dan Bahan Penelitian
        3.7.1.1 Alat Penelitan
               Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
               a. Handschoon dan masker
               b. Inkubator
               c. Rak dan tabung reaksi
               d. Tabung Erlenmeyer
               e. Cawan petri
               f. Gelas beker
               g. Pipet
               h. Mikro pipet
               i. Jarum ose
               j. Lampu bunsen
               k. Jangka sorong
               l. Autoklaf
               m. Rotary evaporator
        3.7.1.2 Bahan Penelitian
               Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
               a. Ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun
                  (Cucumis sativus L.) yang diperoleh dari ekstraksi buah tomat
                  dan buah mentimun. Proses pengekstrakan dilakukan di
                  Laboratorium     Kimia    Fakultas   Matematika     dan    Ilmu
                  Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.
                                                                              47
               b. Bakteri uji yang digunakan yaitu Salmonella typhi yang
                   diperoleh dari UPTD Balai Laboratorium Klinik Bandar
                   Lampung.
               c. Media nutrient agar, Salmonella-Shigella Agar, dan Muller
                   Hinton Agar.
               d. Akuades steril.
3.7.2   Sterilisasi Alat
        Alat yang digunakan dalam penelitian dibersihkan dan dikeringkan terlebih
        dahulu kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus. Selanjutnya
        sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm
        selama 15-20 menit (Suhartati dan Nuryanti, 2015).
3.7.3   Pembuatan Ekstrak Etanol Tomat dan Mentimun
        Buah tomat (Solanum lycopersicum) sebanyak 2 kg dan buah mentimun
        (Cucumis sativus L.) sebanyak 2 kg dibersihkan dari kotoran yang
        menempel dan dilakukan pencucian. Sampel dipotong-potong kecil,
        kemudian dikeringkan dalam oven selama 2x24 jam dan diperoleh simplisia
        buah tomat (Solanum lycopersicum) sebanyak 51 g dan buah mentimun
        (Cucumis sativus L.) sebanyak 24 g. Setelah kering, sampel kemudian
        direndam dengan etanol 96% secukupnya sesuai dengan banyaknya
        simplisia. Etanol digunakan sebagai pelarut karena bersifat netral, kuman
        sulit tumbuh dalam etanol, tidak beracun, absorbsi baik, etanol dapat
        bercampur dengan air dalam segala perbandingan, selektif dalam
        menghasilkan jumlah senyawa aktif yang optimal. Setelah terendam
                                                                                48
        sempurna selama 24 jam, kemudian dimaserasi selama 2x24 jam hingga
        terekstrak sempurna dan diperoleh maserat kedua buah dan ampas.
        Penyaringan dilakukan untuk memisahkan hasil maserat dengan ampas
        menggunakan kertas saring. Hasil penyaringan dievaporasi selama 3 jam
        untuk menghilangkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 50°C
        sehingga diperoleh ekstrak etanol tomat dan mentimun. Masing-masing
        ekstrak kental yang diperoleh, diencerkan dengan akuades steril lalu dibuat
        5 seri konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, 100%) (Eveline et al., 2014;
        Syamsul dan Purwanto, 2014; Maong dan Rorong, 2016).
3.7.4   Identifikasi Bakteri Uji
        Identifikasi dilakukan dengan pewarnaan gram dan tes biokimia, yaitu
        sebagai berikut:
        3.7.4.1 Pewarnaan Gram
               Dari bahan pemeriksaan akan dibuat sediaan dari object glass, lalu
               diwarnai dengan prinsip pewarnaan gram, dan diamati di bawah
               mikroskop. Bakteri gram positif menunjukkan warna ungu dan
               bakteri gram negatif menujukkan warna merah muda (Radji, 2010).
        3.7.4.2 Kultur Bakteri
               Bakteri sebanyak satu ose dikultur pada media yang sesuai yaitu
               media agar Salmonella-Shigella, dan dimasukkan ke dalam
               inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam (Radji, 2010).
                                                                      49
3.7.4.3 Tes Biokimiawi
      a. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
           Menguji kemampuan bakteri untuk memfermentasikan gula,
           menghasilkan gas, dan menghasilkan sulfur. Berupa agar miring
           yang mengandung 3 jenis gula, yaitu glukosa, laktosa, sukrosa.
           Hasil positif yang menandakan bakteri memfermentasikan gula
           adalah terjadi perubahan warna lereng menjadi merah dan warna
           dasar menjadi kuning. Jika bakteri menghasilkan gas, hasil
           positif berupa terbentuknya gelembung udara di bagian dasar.
           Hasil positif yang menandakan bakteri menghasilkan H2S adalah
           perubahan warna kehitaman pada goresan (Radji, 2010).
      b. Uji Simmon’s Citrat Agar
           Menguji kemampuan bakteri menggunakan natrium sitrat
           sebagai sumber utama metabolisme dan pertumbuhan. Positif
           bila warna berubah menjadi biru yang artinya timbul warna asam
           (Radji, 2010).
      c. Uji SIM (Sulfid Indol Motility)
           Melihat pergerakan bakteri. Hasil positif jika ada pertumbuhan
           bakteri disekitar tusukan dengan ose dan menyebar pada media
           SIM tersebut (Radji, 2010).
      d.   Uji fermentasi gula-gula
           Uji   ini   didasarkan     atas   kemampuan   bakteri   untuk
           memfermentasi gula-gula yang ditandai dengan perubahan
           warna dari biru menjadi kuning. Larutan gula yang dipakai
                                                                                50
                   adalah laktosa, maltosa, glukosa, sukrosa, dan manitol (Brooks
                   et al., 2010).
3.7.5   Teknik Pembuatan Suspensi Bakteri
        Bakteri   strain   murni    Salmonella   typhi   dibuat   suspensi   dengan
        memasukannya ke nutrient broth. Kemudian suspensi bakteri diinkubasi di
        dalam inkubator selama 24 jam (Suhartati dan Nuryanti, 2015).
3.7.6   Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)
        Membuat media dengan menimbang 6,8 gram Muller Hinton Agar (38 gr/L)
        dengan komposisi medium (Beef infusion 300 gram, Casamino acid 17,5
        gram, Starch 1,5 gram, dan agar), kemudian dilarutkan dalam 200 ml
        akuades lalu dipanaskan sampai mendidih, setelah itu disterilkan dalam
        autoklaf selama 20 menit dengan tekanan udara 1 atm suhu 121°C.
        Selanjutnya sebanyak 200 ml media ini, diinokulasikan dengan suspensi
        bakteri Salmonella typhi sebanyak 4 ml sesuai standar kekeruhan 0,5
        McFarland, dan diaduk sampai merata. MHA yang telah diinokulasi
        Salmonella typhi dituang ke 9 buah cawan petri masing-masing 20 ml. Pada
        tiap cawan petri dibuat 4 lubang sumuran menggunakan sedotan steril
        dengan diameter 6 mm (Suhartati dan Nuryanti, 2015).
3.7.7   Uji Diameter Zona Hambat Salmonella typhi dengan Metode Sumuran
        Uji aktivitas antibakteri yang digunakan adalah metode difusi sumuran (well
        diffusion method). Metode sumuran dipilih karena penanaman bakteri yang
        langsung dicampurkan ke dalam larutan             sehingga menyebabkan
        pertumbuhan bakteri yang lebih merata dibandingkan dengan metode lain.
                                                                        51
Selain itu, substrat uji akan langsung diinjeksikan ke dalam lubang sumuran
sehingga diharapkan kerja dari substrat uji lebih efektif dan hasil yang
diperoleh lebih maksimal (Nuraina, 2015).
Pengujian diameter zona hambat Salmonella typhi dilakukan menggunakan
metode sumuran dengan langkah kerja sebagai berikut:
a. Memasukkan 50µL masing-masing ekstrak etanol tomat (Solanum
   lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) dengan konsentrasi
   20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% ke dalam masing-masing sumuran.
b. Sebagai kontrol positif digunakan seftriakson yang dimasukkan ke
   dalam sumuran sebanyak 50 µl.
c. Sebagai kontrol negatif digunakan akuades steril yang dimasukan ke
   dalam sumuran sebanyak 50 µl.
d. Tiap media diberi label lalu diinkubasi pada suhu kamar 37°C selama
   24 jam.
e. Diukur zona hambat yang terbentuk disekitar sumuran dengan
   menggunakan penggaris atau jangka sorong.
f. Prosedur di atas dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
                                                                                       52
3.8 Alur Penelitian
3.8.1    Alur Penelitian Ekstrak Tomat (Solanum lycopersicum)
                                    Uji identifikasi bakteri
                        Pembiakan Salmonella typhi pada media MHA
          K1          K2          K3          K4            K5         K6         K7
        Bakteri    Bakteri     Bakteri     Bakteri        Bakteri    Bakteri    Bakteri
        diberi     diberi      diberi      diberi         diberi     diberi     diberi
        akuades    seftriak-   ekstrak     ekstrak        ekstrak    ekstrak    ekstrak
        steril     son         tomat       tomat          tomat      tomat      tomat
                               dengan      dengan         dengan     dengan     dengan
        Kontrol    Kontrol
                               konsent-    konsent-       konsent-   konsent-   konsent-
        negatif    positif
                               rasi 20%    rasi 40%       rasi 60%   rasi 80%   rasi
                                                                                100%
                               Pengukuran diameter zona hambat
                                          Analisis data
               Gambar 10. Alur penelitian ekstrak tomat (Solanum lycopersicum).
                                                                                         53
3.8.2    Alur Penelitian Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.)
                                     Uji identifikasi bakteri
                         Pembiakan Salmonella typhi pada media MHA
          K1           K2          K8          K9            K10        K11        K12
        Bakteri     Bakteri     Bakteri     Bakteri        Bakteri    Bakteri    Bakteri
        diberi      diberi      diberi      diberi         diberi     diberi     diberi
        akuades     seftriak-   ekstrak     ekstrak        ekstrak    ekstrak    ekstrak
        steril      son         men-        men-           men-       men-       men-
                                timun       timun          timun      timun      timun
        Kontrol     Kontrol
                                dengan      dengan         dengan     dengan     dengan
        negatif     positif
                                konsent-    konsent-       konsent-   konsent-   konsent-
                                rasi 20%    rasi 40%       rasi 60%   rasi 80%   rasi
                                                                                 100%
                                Pengukuran diameter zona hambat
                                           Analisis data
               Gambar 11. Alur penelitian ekstrak mentimun (Cucumis sativus L.).
                                                                               54
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1   Pengolahan Data
        Data yang diperoleh melalui pencatatan hasil identifikasi kultur bakteri
        Salmonella typhi setelah diberi perlakuan terhadap ekstrak etanol tomat
        (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.), kontrol
        negatif (akuades), dan kontrol positif (antibiotik), kemudian diubah ke
        dalam bentuk tabel, data diolah menggunakan program IBM SPSS Statistic
        24 for Windows α = 0,05. Proses pengolahan data menggunakan program
        komputer terdiri dari beberapa langkah, diantaranya (Dahlan, 2014);
        a. Editting, kegiatan ini berupa pengecekan dan perbaikan data yang
           menunjang penelitian.
        b. Coding, mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan
           selama penelitian ke dalam simbol yang sesuai untuk keperluan analisis.
        c. Data entry, memasukan data kedalam program komputer.
        d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau responden
           untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan,
           dan kemudian dilakukan koreksi.
3.9.2   Analisis Data
        3.9.2.1 Analisis Univariat
               Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
               tiap variabel penelitian. Untuk data numerik digunakan nilai mean
               dan standar deviasi. Analisis ini hanya memberikan data mengenai
               distribusi/penyebaran yang diperoleh. Distribusi dikatakan normal
                                                                      55
       bila p > 0,05 (memenuhi asumsi normalitas) dan jika p < 0,05
       distribusi dikatakan tidak normal (Dahlan, 2014).
3.9.2.2 Analisis Bivariat
       Analisis ini digunakan untuk menganalisis dua variabel yaitu
       variabel independen dan dependen yaitu untuk mengetahui ada
       tidaknya pengaruh pemberian ekstrak etanol tomat (Solanum
       lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
       pertumbuhan (diameter zona hambat) Salmonella typhi. Uji statistik
       yang digunakan adalah Anova satu arah (One-Way Anova)
       dilanjutkan dengan Post Hoc. Lalu untuk membandingkan pengaruh
       zona hambat antara ekstrak etanol tomat dan mentimun digunakan
       Paired-Sample T-test. Namun jika persebaran data tidak normal,
       untuk One-Way Anova digunakan uji alternatif Kruskal-Wallis
       dan untuk Paired-Sample T-test digunakan uji alternatif
       Wilcoxon. Interpretasi uji satistik, yaitu;
           a. Bila p value < α (0,05) maka hasil bermakna/signifikan,
              artinya ada hubungan bermakna antara variabel independen
              dan dependen, atau H0 ditolak.
           b. Bila p value > α (0,05) H0 diterima, hal ini berarti bahwa
              data sampel tidak mendukung adanya perbedaan yang
              bermakna (Dahlan, 2014).
                                                                       56
3.10 Etika Penelitian
     Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan
     Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan telah mendapatkan izin
     penelitian dengan nomor surat 3662/UN26.8/DL/2017.
                                 BAB 5
                          SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
   Berikut ini adalah simpulan yang didapat dari penelitian ini:
   1.   Ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis
        sativus L.) memiliki efek antibakteri untuk menghambat pertumbuhan
        bakteri Salmonella typhi.
   2.   Zona hambat maksimal bakteri Salmonella typhi terbentuk pada
        konsentrasi 100% dari ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum)
        dengan diameter 32,67 mm dan mentimun (Cucumis sativus L.) dengan
        diameter 25 mm.
   3.   Terdapat perbedaan bermakna perbandingan zona hambat bakteri
        Salmonella typhi antara ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersicum) dan
        mentimun (Cucumis sativus L.)
   4.   Ekstrak etanol tomat (Solanum lycopersium) memiliki rerata zona hambat
        sebesar 26,07 mm dan ekstrak etanol mentimun (Cucumis sativus L.)
        memiliki rerata zona hambat sebesar 17,47 mm.
                                                                              76
5.2 Saran
   Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
   1.   Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar kandungan senyawa
        aktif yang memiliki efek antibakteri pada ekstrak etanol tomat (Solanum
        lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.).
   2.   Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan Kadar Hambat
        Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol
        tomat (Solanum lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.)
        terhadap bakteri Salmonella typhi dengan metode lainnya.
   3.   Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap bakteri gram positif dan
        negatif lainnya mengenai efek ekstrak etanol tomat (Solanum
        lycopersicum) dan mentimun (Cucumis sativus L.).
                              DAFTAR PUSTAKA
Andino A, Hanning I. 2015. Salmonella enterica : Survival, colonization, and
      virulence differences among serovars. The Scientific World Journal.
      2015:1–16.
Balqis U, Azzahrawani N, Aliza D, Armansyah T. 2016. Efficacy of cucumber
       (Cucumis sativus L.) on healing of IIB degree burn wound (Vulnus
       combustion). Jurnal Medika Veterinaria. 10(2):90-93.
Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. 2010. Jawetz, Melnick,
       and Adelberg medical microbiology ed 25. The McGraw-Hill Companies,
       Inc.
Cita YP. 2011. Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal Kesehatan
      Masyarakat September - Maret 2011. 6(1):42–46.
Cushnie TPT, Lamb AJ. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids. International
      Journal of Antimicrobial Agents. (26):343-356.
Dahlan S. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-6. Jakarta:
      Epidemiologi Indonesia.
Eerik I. 2010 .Tropical diseases and their simultaneous treatment worldwide [tesis].
        Finlandia: Universitas Mikkeli.
Eveline, Marsilam T, Sanny. 2014. Studi aktivitas antioksidan pada tomat
       (Lycopersicon esculentum) konvensional dan organik selama penyimpanan.
       Tangerang: Universitas Pelita Harapan. (5):22–28.
Fithria RF, Damayanti K, Fauziah P. 2015. Perbedaan efektivitas antibiotik pada
        terapi demam tifoid di puskesmas bancak Semarang tahun 2014:1–6.
Hakim AR, Saputri R. 2017. Identifikasi senyawa kimia ekstrak etanol mentimun
      (Cucumis sativus L.) dan ekstrak etanol nanas (Ananas comosus (L) Merr.).
      Jurnal Pharmascience. 4(1):34-38.
Hidayah N. 2011. Salmonella : A foodborne pathogen. International Food Research
      Journal. 473(18):465–473.
Juwita S, Hartoyo E, Budiarti LY. 2013. Pola senstivitas in vitro Salmonella typhi
       terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin, dan kotrimoksazol. Berkala
       Kedokteran. 9(1):21–29.
Katzung BG. 2012. Basic & clinical pharmacology ed 12th. Mc Graw Hill.
Klan A, Jer B, Smole S. 2010. Evaluation of diffusion and dilution methods to
      determine the antibacterial activity of plant extracts. Journal of
      Microbiological Methods. 81:121–126.
Krishna JM, Bhaumik A, Kumar P. 2013. Phytochemical Analysis and
       Antimicrobial Studies of Various Extracts of Tomato (Solanum
       lycopersicum). Scholars Academic Journal of Bioscinces.1(2):34-38.
Krístkova E, Lebada A, Vinter V, Blahousek O. 2003. Genetic resources of the
       genus Cucumis and their morphological description. Horticultural Science
       Prague. 30(1):14–42.
Lavenia C, Nurdin. 2016. Pemberian juice campuran tomat dan mentimun tehadap
       penurunan tekanan darah kepada penderita hipertensi. Jurnal Ipteks
       Terapan. 1:108–116.
Levine MM. 2009. Typhoid fever. Surgery in Africa - Monthly Review. Ontario,
       Canada: Brian Ostrow MD, FRCS:913–937.
Maong R, Rorong JA. 2016. Aktivitas ekstrak buah tomat (Lycopersicum
     esculentum Mill) Sebagai penstabil oksigen singlet dalam reaksi
     fotooksidasi asam linoleat. 5(1):60–64. Jurnal Mipa Unsrat [Online Journal]
     [diunduh       18      maret      2017].     Dapat     diakses      melalui
     http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo.
Marwoko MTB. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji aktifitas senyawa alkaloid daun
       binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). Chem Info Journal.
       1(1):196–201.
Mataram KW, Wahyuniari IAI. 2007. Manfaat tomat dalam mengurangi risiko
      kanker prostat:1–14.
Miller P. 2007. Tomato. slow food upstate:3–7 [diunduh 18 Maret 2017]. Dapat
       diakses melalui: http://www.renatovicario.com.
Motes J, O’sullivan J, Jarvis W. 2007. Vegetable crops production guide for the
      atlantic provinces. Canada: Altlantic Provinces Agriculture.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.
      Jurnal Kesehatan. VII(2):361–367.
Mulyana Y. 2007. Sensitivity test of Salmonella Sp. as causative of typhoid fever
      to several antibiotics at immanuel hospital bandung. Universitas Padjajaran.
Naika S, Jeude J, van L, De Goffau M, De Hilmi M, Dam B Van. 2005. Cultivation
       of tomato ed 4th. Wageningen, Netherlands: PROTA.
Nair A, Hannan J. 2015. Recommended tomato varieties for commercial
      production in iowa. Iowa State University of Science and Technology
      [Online Journal] [diunduh 18 maret 2017]. Dapat diakses melalui:
      www.extension.iastate.edu.
Nelwan R. 2012. Tata laksana terkini demam tifoid. Continuing Medical Education.
      39:247–250.
Notoadmojo S. 2010. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraina. 2015. Uji aktivitas antimikroba ekstrak daun (Garcinia benthami Pierre)
       dengan metode dilusi [skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Olajuyigbe OO, Afolayan AJ. 2012. In vitro pharmacological activity of the crude
       acetone extract of Erythrina caffra Thunb : antibacterial and antifungal
       assessment. Journal of Medicinal Plants Research. 6(9):1713–20.
Oleszek WA. 2017. Natural food antimicrobial systems:295–32 [Online Journal]
       [diunduh     18     maret     2017].    Dapat     diakses    melalui:
       https://www.researchgate.net.
Omodamiro OD, Amechi U. 2013. The phytochemical content, antioxidant,
     antimicrobial, and anti-inflamatory activities of Lycopersion esculentum
     (tomato). Asian Journal of Plant Science and Research. 3(5):70-81.
Pretoria. 2012. Production guidelines for tomato, directorate agricultural
        information services. Republic of South Africa: Department of Agriculture
        Forestry and Fisheries.
Purba IE, Wandra T, Nugrahini N, Nawawi S. 2016. Program pengendalian demam
       tifoid di Indonesia : tantangan dan peluang. Media Litbangkes. 26(2):99–
       108.
Purwanti L, Maharani A, Syafnir L. 2011. Uji aktivitas antibakteri isolasi alkaloid
      dalam daun tomat (Lycopersicom esculentum M.). Makara Journal of Health
      Research. 15(1):44–50.
Radji M. 2010. Buku ajar mikrobiologi. Edisi Revisi. Jakarta, Indonesia: Binarupa
       Aksara.
Reapina E. 2007. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak kulit kayu mesoyi
      (Cryptocaria massoia) terhadap bakteri patogen dan pembusuk pangan
      [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Redha A. 2010. Flavonoid: struktur, sifat antioksidatif dan peranannya dalam
      sistem biologi. Jurnal Berlin. 9(2):196–202.
Reichardt C, Welton T. 2010. Classification of solvents. Dalam: Solvents and
       solvent effects in organic chemistry. (3):65–106.
Rofiqi F. 2009. Perbandingan uji widal cara tabung di laboratorium prodia malang
       tahun 2008 dan 2009 dengan tepat waktu. Malang.
Ruby A, Green SG. 2015. Variety of tomato. University of California, Agriculture
      and Natural Resources.
Sastroasmoro S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 4. Jakarta:
       Sagung Seto.
Sebastian P, Schaefer H, Telford IRH, Renner SS. 2010. Cucumber (Cucumis
       sativus) and melon (C. melo) have numerous wild relatives in Asia and
       Australia, and the sister species of melon is from Australia. Proceedings of
       the National Academy of Sciences of the United States of America.
       107(32):14269–73.
Setiabudy, Vincent HSG. 2001. Farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Shankar R, Harsha S, Bhandary R. 2014. Growing guide: cucumbers. Tower
      Garden. Juice Plus [diakses 19 maret 2017]. Dapat diakses melalui:
      http://www.csrees.usda.gov/Extension/
Suhartati, R. Nuryanti, D. 2015. Potensi antibakteri limbah tomat (Lycopersicum
       esculentum Mill) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Kesehatan
       Bakti Tunas Husada.13(1)107–112.
Suswati I, Juniarti A. 2009. Sensitivitas Salmonella typhi terhadap kloramfenikol
      dan seftriakson di RSUD Dr . Soetomo Surabaya dan di RSUD Dr. Saiful
      Anwar Malang Tahun 2008-2009:27–32.
Syamsul ES, Purwanto EN. 2014. Uji Aktivitas perasan buah mentimun (Cucumis
      sativus L.) sebagai biolarvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti L.
      Jurnal Kimia Mulawarman. 11(2):69.
Sylvester WS, Son R, Lew KF. and Rukayadi, Y. 2015. Antibacterial activity of
       java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) extract against Klebsiella
       pneumoniae isolated from several vegetables. International Food Research
       Journal. 22(5):1770–1776.
Taufik Y, Promosiana A, Atmojo HD. 2014. Statistik produksi hortikultura tahun
       2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Utami SK. 2011. Sehat dan segar dengan mentimun (Cucumis sativus L.). Litbang
      Pertanian NTB:1090–93.
Viogenta P, Ferry A, Utama Y. 2017. Fraksi kloroform ekstrak buah mentimun
       (Cucumis sativus L.) sebagai anti bakteri terhadap Staphylococcus
       edpidermidis. Jurnal Kesehatan. 8(2):165-169.
Vora JD, Reane L, Kumar SA. 2014. Biochemical, anti-microbal and organoleptic
      studies of cucumber (Cucumis sativus L.). International Journal of Science
      and Research. 3(3):662-664.
WHO. 2011. Neglected tropical diseases. WHO Library Cataloguing-in-
    Publication Data. Geneva, Switzerland: Publication of the World Health
    Organization.
Widodo D. 2009. Demam tifoid. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
      Jakarta: Interna Publishing.
Wiryalie L. 2017. Ceftriaxone- hospital pack. Info Produk Kalbemed. 44(3):231–
       234.