Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia Galanga L) SEBAGAI PELANGSING Aromaterapi Secara in Vivo
Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia Galanga L) SEBAGAI PELANGSING Aromaterapi Secara in Vivo
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB
FRAKSINASI SENYAWA AKTIF MINYAK ATSIRI KENCUR
(Kaempferia galanga L) SEBAGAI PELANGSING
AROMATERAPI SECARA IN VIVO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Tesis : Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia
galanga L) sebagai Pelangsing Aromaterapi secara In Vivo
Nama : Lusiani Dewi Assaat
NIM : G451090291
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Dr. Irmanida Batubara, MSi
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-
Nya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga L)
Sebagai Pelangsing Aromaterapi Secara In Vivo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi,
MS dan Dr. Irmanida Batubara, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran, arahan dan bimbingan selama penyusunan tesis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. dr. Irma H. Suparto, MS selaku
penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan, serta
Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si selaku ketua program studi Kimia.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada suami
penulis Soleh atas kesabaran, dukungan moril dan materil serta doanya. Kepada
anak-anak ku Khanza dan Rafi, serta kakak, dan adik-adik ku terima kasih atas
segala doa dan kasih sayangnya. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya selama penelitian,
semoga jasa dan semua amal kebaikannya mendapat imbalan yang berlipat ganda
dari Alloh SWT.
Karya ilmiah ini juga didedikasikan untuk Alm. Ayahanda H. Dudung
Djoendulloh dan Alm. Ibunda Hj. Ai Sholihat, semoga Alloh memberikan tempat
terindah di sana.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Obesitas ……………………………………………………………… 3
Pelangsing …………………………………………………………… 4
Aromaterapi …………………………………………………………. 5
Kencur ………………………………………………………………. 6
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis ……………….. 7
GC-MS ……………………………………………………………… 8
Spektroskopi NMR …………………………………………………. 9
Pengujian In Vivo ………………………………………………….. 10
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Lemak merupakan salah satu komponen makanan yang dibutuhkan oleh
tubuh. Tetapi jika seseorang mengkonsumsi lemak secara berlebihan akan
mengakibatkan terjadi penumpukan lemak tubuh yang disebut dengan kelebihan
berat badan atau identik dengan obesitas. Obesitas merupakan keadaan
berlebihnya lemak tubuh (Lebenthal & Damayanti 2007). Obesitas dapat
mengganggu penampilan dan memiliki resiko terhadap berbagai penyakit
diantaranya hiperkolesterol, penyempitan pembuluh darah, diabetes, tekanan
darah tinggi, dan penyakit jantung koroner (Giannessi et al. 2008). Selain itu
obesitas juga dapat mengganggu penampilan. WHO menyatakan bahwa obesitas
adalah salah satu dari 10 faktor paling beresiko di seluruh dunia. Bahkan hal ini
mulai mengancam negara-negara di benua Asia. Salah satunya di Indonesia pada
tahun 2000, jumlah penduduk yang mengalami overweight mencapai 17,5 %, dan
pasien obesitas 4,7 %.
Oleh karena itu, penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat
diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas.
Terapi non farmakologis seperti diet dan gerak badan lebih diutamakan untuk
pencegahan obesitas, tetapi terapi nonfarmakologis seperti penggunaan obat
sintetik ataupun obat herbal juga dilakukan untuk penanganan obesitas. Obat
antiobesitas atau pelangsing memiliki fungsi mengurangi nafsu makan,
merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas
tertentu (Birari & Bhutani 2007). Obat pelangsing yang ada di pasaran terdiri atas
obat pelangsing sintetik dan obat pelangsing alami yang dibuat secara tradisional.
Kedua jenis obat ini biasanya dikonsumsi secara oral. Namun jenis obat
pelangsing yang sedang dikembangkan adalah obat pelangsing aromaterapi dari
tanaman herbal. Kandungan tanaman herbal yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi adalah minyak atsirinya (Maniapoto 2002).
Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan salah satu jenis rimpang yang
lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia. Kencur memiliki kandungan minyak
atsiri yang beragam kadarnya tergantung pada tipenya. Kandungan minyak atsiri
2
kencur sebesar 2-7 % dari bobotnya (Rostiana dan Djazuli 2007). Khasiat dari
kencur telah banyak dilaporkan dalam berbagai penelitian. Serbuk kencur
memiliki efek tonik terhadap mencit jantan (Nurhayati 2008) dan minyak atsiri
kencur memiliki aktivitas biologis sebagai antimikroba (Tewtrakul 2005). Namun
kajian mengenai potensi minyak atsiri kencur sebagai pelangsing aromaterapi
belum diamati secara luas. Sebelumnya telah dilakukan kajian mengenai potensi
minyak atsiri temulawak sebagai pelangsing aromaterapi (Anggraeni 2010).
Hasilnya bahwa senyawa β-elemenona yang terkandung dalam minyak atsiri
temulawak berpotensi sebagai pelangsing. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kencur dan
menganalisis potensi senyawa aktifnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in
vivo.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa aktif minyak
atsiri kencur sebagai pelangsing dan penurun kolesterol aromaterapi secara in
vivo.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah minyak atsiri kencur memiliki senyawa aktif
yang memiliki potensi sebagai pelangsing dan penurun kolesterol aromaterapi.
TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas
Asupan makanan yang mengandung lemak tinggi memiliki kandungan
trigliserida yang tinggi. Trigliserida di dalam tubuh akan dipecah oleh enzim
lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dinamakan hidrolisis lemak
yang terjadi di usus. Lemak kemudian diabsorbsi melalui sel-sel mukosa pada
dinding usus dan diubah kembali menjadi lemak dan trigliserida. Lemak ini
memiliki ukuran partikel yang kecil (kilomikron) dan dibawa ke dalam darah
melalui cairan limfa. Dari darah lemak kemudian diangkut ke hati yang kemudian
diangkut ke jaringan organ lainnya dan dimanfaatkan sebagai sumber energi,
pertumbuhan, bahan baku hormon, dan sebagainya. Sisa asam lemak yang tidak
dimanfaatkan oleh tubuh disimpan sebagai deposit lemak yang berfungsi sebagai
cadangan makanan dalam tubuh. Jika deposit lemak di dalam tubuh terlalu
berlebih maka akan menyebabkan obesitas atau identik dengan kegemukan.
Penyebab kegemukan terjadi karena kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji
dengan kandungan lemak dan kalori yang tinggi atau mengkonsumsi makanan
yang kurang berserat, stres yang dilarikan pada makanan, dan faktor keturunan
(Lebenthal & Damayanti 2007).
Terdapat beberapa metode untuk menilai kelebihan berat badan.
Diantaranya adalah metode densitometri, yaitu penentuan berat jenis tubuh
dengan cara menimbang di bawah air, CT-scan dan MRI, yaitu penentuan lemak
tubuh total dan pembagian lemak dalam tubuh, dan yang lebih praktis adalah
Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dapat menentukan besarnya massa lemak tetapi
tidak menerangkan pembagian lemak dalam tubuh. Nilai Indeks Massa Tubuh
(IMT), atau Body Mass Index (BMI), atau Quatelet Index (QI) dapat dihitung
dengan cara membagi bobot badan (kg) terhadap kuadrat tinggi badan (m2).
Pelangsing
Obat antiobesitas atau pelangsing memiliki fungsi mengurangi nafsu makan,
merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas
tertentu (Birari & Bhutani 2007). Obat obatan yang biasa digunakan sebagai
pelangsing adalah anoreksansia, yaitu zat-zat yang berdaya menekan nafsu makan
dan digunakan untuk menunjang diet pada penanganan kegemukan. Selain itu
obat-obatan lainnya adalah orlistat, dan hidroksisitrat (HCA). Kedua obat ini
merupakan obat baru yang penggunaannya dimulai tahun 1998. Obat yang
tergolong sintetis ini selain memberikan manfaat dalam penggunaannya juga
memberikan efek samping. Diantaranya memberikan efek samping berupa
gangguan lambung, usus, sakit perut, diare, dan kejang lambung. (Tjay dan
Rahardja 2003).
Selain obat-obatan sintetis juga banyak dikembangkan obat-obatan herba.
Yamamoto et al (2000) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari tanaman suku
5
Aromaterapi
Aromaterapi adalah istilah untuk suatu pengobatan alternatif yang
menggunakan bau-bauan atau wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa
aromatik. Hasil penelitian Maniapoto (2002) melaporkan bahwa manfaat dari
aromaterapi umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan
spiritual. Sedangkan Hongratanaworakit (2004) melaporkan bahwa aroma
memberikan efek fisiologis dan psikologis bagi manusia. Denyut jantung, tekanan
darah, aktivitas elektrodermal, electroencephalogram, gelombang otak, dan
kedipan mata dapat digunakan sebagai indikasi untuk mengukur pengaruh aroma
terhadap fisiologis manusia.
Bahan yang digunakan untuk aromaterapi biasanya dari cairan tanaman
yang mudah menguap atau disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri
merupakan zat yang memberikan aroma pada tanaman dan memiliki komponen
yang mudah menguap (volatil) pada beberapa tanaman dengan karakteristik
tertentu. Setiap senyawa penyusun minyak atsiri memiliki efek tersendiri, dan
campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Secara kimiawi, minyak
atsiri tersusun dari berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya
bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Buchbauer (1993) melaporkan
bahwa minyak atsiri telah digunakan sebagai minyak wangi, kosmetik, bahan
tambahan makanan, dan obat. Penelitian Maniapoto (2002) menyatakan bahwa
minyak atsiri memiliki potensi sebagai obat yang penggunaannya berkaitan
dengan aromaterapi contohnya pelangsing aromaterapi.
Perolehan minyak atsiri temulawak dari rimpang temulawak (berdasarkan
bobot basah) menggunakan destilasi uap sebesar 0,2003%. Kandungan minyak
atsiri temulawak yang dianalisis menggunakan GC-MS adalah xantorizol, kamfor,
borneol, zingiberena, γ-elemena, germakrena-B, β-farnesena, α-kurkumena, α-
cedrena, β-seskuifelandrena, β-elemenona. Hasil penelitian menunjukkan
melaporkan bahwa senyawa β-elemenona yang terkandung dalam minyak atsiri
temulawak berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi (Anggraeni 2010).
6
Kencur
Kencur diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, family
Zingiberaceae, genus Kaempferia, dan spesies K. galanga Linn. Sehingga kencur
ini dikenal dengan nama Kaempferia galanga Linn. Kencur merupakan bahan
baku berbagai industri sebagai obat tradisional, obat herbal terstandar, kosmetik,
bumbu, bahan makanan, dan minuman penyegar. Di masyarakat kencur telah
banyak dimanfaatkan untuk mengobati bengkak, reumatik, batuk, sakit perut,
ekspektoran (memperlancar pengeluaran dahak), infeksi bakteri, dan
menghangatkan badan.
Tanaman kencur banyak ditemukan di daerah Jawa, selain itu mulai
dikembangkan pula pembukaan areal tanam di luar Jawa, antara lain di
Kalimantan Selatan. Secara botanis, kencur dapat dikelompokkan ke dalam dua
tipe, yaitu berdaun lebar dan berdaun sempit. Kencur berdaun lebar biasanya
memiliki rimpang yang besar, sedangkan kencur berdaun sempit berimpang kecil.
Kencur berdaun lebar banyak dibudidayakan di Jawa Barat terutama di daerah
Bogor, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, petani umumnya menanam
kencur berdaun sempit. Kencur berimpang kecil memiliki kandungan minyak
atsiri lebih tinggi daripada kencur berimpang besar (Rostiana dan Djazuli 2007).
Tewtrakul et al (2005) melaporkan bahwa komponen utama kencur adalah
etil-p-metoksisinamat, metil sinamat, karvona, eukaliptol, dan pentadekana.
Sedangkan sumber lain menyebutkan bahwa komponen utama kencur adalah β-
pelandrena, α-terpineol, etilsinamat, dan dihidro-β-seskuipelandrena (Sudibyo
2000).
Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen yang terkandung dalam kencur
berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan iklim dan kondisi geografis
dari area pengambilan sampel yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap
produksi dari komponen minyak atsirinya (Tewtrakul et al. 2005).
GC-MS
dipisahkan. Fase diam GC dapat berupa padatan atau cairan. Sedangkan fase
geraknya berupa gas pembawa yang bersifat inert seperti He, N2, dan H2 (Skoog
et al. 2004).
Instrumentasi GC yang menggunakan spektrometer massa (MS) sebagai
detektor dapat digunakan untuk memisahkan campuran komponen dalam suatu
sampel (GC komponen) sekaligus mengidentifikasi komponen-komponen tersebut
pada tingkat molekuler (MS komponen). Oleh karena itu, prinsip kerja GC-MS
lebih baik daripada prinsip kerja dan analisis dari GC.
Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC akan keluar dari kolom
dan mengalir ke dalam MS. MS kemudian mengidentifikasi senyawa-senyawa
tersebut berdasarkan bobot molekul senyawanya. Molekul-molekul analat yang
bersifat netral diubah menjdi ion-ion dalam fase gas. Ion-ion yang dihasilkan
kemudian dipisahkan menurut rasio massanya untuk menghitung rasio (m/e) yang
didasarkan pada suatu proses yang analog dengan disperse cahaya oleh prisma
pada panjang gelombang tertentu. Spektrum massa dari analat yang muncul
dibandingkan dengan spectrum pada “library” MS sehingga akan diketahui bobot
molekul dari analat tersebut. Hal ini disebabkan spektrum massa adalah gambaran
antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/e atau m/z) (Skoog
et al. 2004).
Inti atom hidrogen atau proton mempunyai sifat-sifat magnet. Bila suatu
senyawa mengandung hidrogen diletakkan dalam bidang magnet yang sangat kuat
dan diradiasi dengan radiasi elektromagnetik maka inti atom hidrogen dari
senyawa tersebut akan menyerap energi melalui suatu proses absorpsi yang
10
dikenal dengan resonansi magnet. Absorpsi radiasi terjadi bila kekuatan medan
magnet sesuai dengan frekuensi radiasi elektromagnetik.
Pengujian In Vivo
Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian potensi sampel dalam
tubuh mahluk hidup seperti tikus, mencit, kelinci, dan kera. Yamamoto et al.
(2000) menyatakan bahwa ekstrak herba Nomame dapat menghambat enzim
lipase CT II sehingga efektif untuk mengatasi kegemukan pada tikus Sprague
dawley. Pramono et al. (2000) melakukan pengujian antiobesitas secara in vivo
terhadap Rattus norvegicus (tikus putih) dan menyatakan bahwa lendir daun jati
belanda dapat menghambat aktivitas enzim lipase pankreas. Selain secara oral,
pengujian secara in vivo juga umum digunakan untuk analisis sampel di bidang
aromaterapi.
Pengggunaan hewan model dalam pengujian in vivo harus disesuaikan
dengan tujuan penggunaannya. Hewan model juga harus memiliki karakteristik
mudah diperoleh dan dipelihara, mudah ditangani, mudah direproduksi dalam
kondisi laboratorium, dan memiliki karakteristik genetik yang terdefinisi dengan
11
baik. Tikus merupakan hewan uji kedua terbesar yang digunakan sebagai hewan
model setelah mencit. Tikus yang biasa dijadikan sebagai hewan model berasal
dari jenis Sprague dawley, Wistar, dan Long evans. Jenis Sprague dawley dan
Wistar merupakan jenis yang lazim digunakan di Indonesia. Jenis kelamin dari
hewan model juga perlu dijadikan pertimbangan. Umumnya, pengujian in vivo
menggunakan hewan uji jantan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal
seperti hormon estrogen terhadap kondisi tubuhnya. Karena hormon estrogen
dapat mempengaruhi konsentrasi kolesterol darah dalam tubuh hewan uji yang
selanjutnya berpengaruh terhadap kegemukan hewan uji tersebut.
BAHAN DAN METODE
Metode
Pada tahap preparasi sampel, sampel kencur segar yang berusia sekitar 1.0-
1.5 tahun diperoleh dari pasar induk Kramat Djati. Sampel dideterminasi di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor
(Lampiran 1), diuji kadar air, dan kadar abu. Isolasi minyak atsiri kencur
dilakukan dengan menggunakan destilasi. Minyak atsiri yang diperoleh disimpan
dalam botol tertutup. Untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung
dalam destilat minyak atsiri kencur, terlebih dahulu dilakukan penentuan eluen
terbaik menggunakan KLT. Selanjutnya fraksinasi dilakukan menggunakan
kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang telah diperoleh dianalisis jumlah nodanya.
Fraksi dengan rendemen terbanyak, fraksi murni, dan distilat minyak atsiri kencur
dianalisis menggunakan GC-MS untuk menentukan kandungan senyawanya.
Ketiga sampel ini disimpan di dalam botol untuk kemudian diujikan pada hewan
uji untuk mengetahui potensinya sebagai pelangsing atau penurun kolesterol
aromaterapi.
Metode analisis minyak atsiri yang berpotensi sebagai pelangsing
aromaterapi pada hewan uji digambarkan dalam Gambar 2.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-dawley
(Yamamoto et al. 2000). Tikus yang digunakan sebanyak 40 ekor berusia 8
minggu dengan bobot badan 140-160 gram. Tikus dikelompokkan menjadi 5
kelompok. Setiap kelompok berjumlah 8 ekor yang ditempatkan di dalam kotak
plastik bertutup kawat yang berisi 4 ekor tikus untuk setiap kotak. Jadi setiap
kelompok ditempatkan dalam 2 kotak. Adapun penggolongan kelompoknya yaitu
kelompok kontrol normal, kontrol negatif, atsiri kasar, Fraksi 2, dan kristal.
Kelompok kontrol normal merupakan kelompok yang diberi pakan standar dan
tidak diinhalasi. Kelompok kontrol negatif merupakan kelompok yang diberi
pakan kolesterol tinggi dan tidak diinhalasi. Kelompok atsiri kasar diberi pakan
kolesterol tinggi dan diinhalasi minyak atsiri kasar hasil destilasi uap dari rimpang
kencur. Kelompok Fraksi 2 diberi pakan kolesterol tinggi dan diinhalasi
menggunakan Fraksi 2 yang merupakan Fraksi dengan rendemen terbanyak.
Kelompok kristal diberi pakan kolesterol tinggi dan diinhalasi menggunakan
Fraksi senyawa murni.. Masa perlakuan dilakukan selama 5 minggu. Pemberian
pakan dilakukan setiap hari, sehingga bobot pakan ditimbang setiap hari. Bobot
badan tikus ditimbang setiap 1 minggu sekali. Pada minggu ke-5, setelah
perlakuan selesai, dilakukan analisis secara fisik meliputi parameter persentase
kenaikan bobot badan, bobot lemak dan hati. Adapun analisis uji darah meliputi
kadar kolesterol, trigliserida dan HDL darah hewan uji.
Metode analisis darah diawali dengan pengumpulan darah pada minggu ke-
5 setelah masa perlakuan. Darah diambil di bagian ekor hewan uji. Darah
disentrifuga kemudian dipisahkan serum darahnya (bagian cairan jernih) dan
disimpan dengan baik di lemari pendingin. Uji analisis darah yang dilakukan
adalah analisis profil lipid meliputi pengukuran kadar kolesterol, kadar
trigliserida, kadar high density lipoprotein (HDL). Berikut adalah cara kerja
analisis profil lipid yang dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB:
16
Metode analisis bobot hati dan bobot deposit lemak pada hewan uji
Metode analisis bobot hati dan bobot deposit lemak dilakukan pada minggu
ke-5 setelah masa perlakuan. Masing-masing tikus dari setiap kelompok perlakuan
dikeluarkan hati dan deposit lemaknya. Kemudian ditimbang bobot hati dan
deposit lemaknya. Adapun lemak yang diambil adalah lemak pada perut bagian
bawah, dan lemak yang membungkus organ di bagian perut.
Sampel kencur segar yang berusia sekitar 1.0-1.5 tahun diperoleh dari pasar
induk Kramat Djati. Sampel kemudian ditentukan kadar air dan abunya.
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air di dalam suatu
sampel. Selain itu kadar air pun berguna untuk mengetahui ketahanan
penyimpanan suatu sampel. Sampel akan relatif lebih tahan lama jika
mengandung kadar air < 10 %, karena pada kadar tersebut sampel terhindar dari
mikroba (Winarno 1995). Pada penelitian ini, sampel yang merupakan rimpang
kencur segar memiliki kadar air 85.3 % (Lampiran 2). Hal ini dikarenakan sampel
selanjutnya akan diproses melalui distilasi uap sehingga diperoleh minyak atsiri
kencur. Maka pemilihan sampel segar merupakan pilihan yang terbaik agar
meminimalkan kerusakan dan kehilangan komponen atsiri yang diperoleh karena
minyak atsiri mengandung komponen yang volatil (mudah menguap).
Penentuan kadar abu juga dilakukan pada sampel. Kadar abu ini berguna
untuk mengidentifikasi kandungan mineral-mineral logam pada sampel. Batas
maksimum kadar abu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai obat adalah
5% (Dalimartha 2005). Kadar abu sampel ini adalah 1,35 % berdasarkan bobot
basah (Lampiran 2). Kadar abu ini masih di bawah batas maksimum kadar abu
tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai obat, oleh karena itu sampel ini
dapat digunakan sebagai obat.
terbentuk 2 lapisan, yaitu destilat dan residu. Destilat adalah minyak atsiri kencur,
sedangkan residu adalah lapisan air yang berada di bawah minyak atsiri kencur.
Oleh karena destilat dan residu ini memiliki perbedaan fase, yaitu fasa minyak
dan air, maka keduanya dapat dengan mudah dipisahkan.
Gambar 3. Minyak(pertama dan kedua dari kiri) dan Kristal (ke-3 dan 4 dari kiri)
yang diperoleh dari hasil distilasi
Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dari sampel ini sebesar 0.3%.
Indeks bias minyak atsiri sebesar 1,4958 pada suhu 20ºC diukur menggunakan
refraktometer Abbe-Atago NAR-3T. Densitas minyak atsiri kencur sebesar 0,9433
g/mL yang dibandingkan dengan densitas air sebesar 1,043 g/mL (Lampiran 3).
Pembandingan minyak atsiri kencur dengan air ini bertujuan sebagai faktor
koreksi.
Ket : H : n-heksana
K : kloroform
DE : dietil eter
EA : etil asetat
Ac : aseton
M : metanol
K:H : kloroform:n-heksana
H:Ea : n-heksana:etil asetat
H:M : n-heksana:methanol (H:M)
Dengan panduan dari profil KLT di atas, vial-vial yang memiliki noda sama
kemudian digabungkan menjadi satu fraksi, sehingga diperoleh 11 fraksi. Setiap
vial memiliki bau khas yang berbeda-beda. Bau khas tersebut menandakan
senyawa atsiri yang sudah terfraksinasi dan terbawa oleh eluen. Di bawah ini
adalah tabel hasil fraksinasi minyak atsiri kencur menggunakan kromatografi
kolom.
23
Tabel 3. Hasil fraksinasi minyak atsiri kencur dengan kromatografi kolom (elusi
gradien)
Analisis GC-MS Minyak Atsiri Kencur, Fraksi 2, Kristal Fase Air, dan
Kristal Fase Minyak
Identifikasi minyak atsiri kencur, Fraksi 2, kristal fase air, dan kristal fase
minyak dilakukan dengan menggunakan Agilent Technologies 6890 Gas
Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and
Chemstation data system. Dengan parameter operasinya sebagai berikut, gas
pembawa Helium, kolom menggunakan HP WAX 25 (m) X 0.25 (mm) I.D X
0.25 (µm) Film Thickness, temperatur kolom 60-240 ºC, temperatur interface
280ºC , temperatur sumber ion 230 ºC, volume injek 1µL, dan mode laju alir
konstan. Kondisi spektrometer massanya adalah energi ionisasi 70 eV, mode
24
ionisasinya adalah EI, split ratio: 250:1. Setiap puncak yang muncul dalam
kromatogram ion total diidentifikasi dengan menganalisis dan membandingkan
hasil spektrum massa yang diperoleh dengan spektrum massa pada library index
MS.
Gambar 6 menunjukkan kromatogram GC dari sampel minyak atsiri kencur,
Fraksi 2, kristal fase air, dan kristal fase minyak. Pada kromatogram terlihat
bahwa minyak atsiri kencur memiliki 3 komponen utama yaitu δ-3-carene, 5-
metiltrisiklo undek-2-en-4-one atau etil sinamat (nama trivial), dan 2-asam
propenoat,3-(4-metoksifenil)-,etilester atau etil-p-metoksisinamat (nama trivial).
Begitu pula dengan fraksi 2 hasil pemisahan menggunakan teknik kromatografi
kolom, ternyata masih terdapat beberapa komponen di dalamnya dengan δ-3-
carene sebagai komponen utamanya. Untuk kedua kristal yang diperoleh dari
destilasi, baik kristal di fase air ataupun kristal di fase minyak memiliki
komponen yang sama, yaitu senyawa etil-p-metoksisinamat.
Berdasarkan analisis GC-MS kristal fase air dan fase minyak merupakan
senyawa yang sama walaupun pada saat proses destilasi diperoleh di dua tempat
yang berbeda, yaitu di fase air dan fase minyak. Oleh karena itu, kedua padatan
ini dilanjutkan dengan analisis NMR untuk mengetahui strukturnya. Gambar 7
menunjukkan spektrum hasil analisis 1H-NMR.
Gambar 7. Spektrum 1H-NMR kristal fase air (atas) dan kristal fase minyak
(bawah)
26
Dari kedua spektrum 1H-NMR di atas terlihat jelas bahwa kedua kristal
memiliki spektrum yang sama. Oleh karena itu kedua kristal tersebut merupakan
senyawa yang sama dengan nama senyawa 2-asam propenoat,3-(4-metoksifenil)-
,etilester atau etil-p-metoksisinamat (nama trivial). Tabel 5 merupakan tabel hasil
analisis spektrum 1H-NMR.
Hal ini dikuatkan oleh spektrum COSY, HMQC, HMBC (lampiran 5). Adapun
hasil analisis lengkap disajikan pada gambar 8.
Gambar 10. Rangkaian alat inhalator (kiri), pengumpulan darah (kedua dari kiri)
dan organ (ke-3 dan 4 dari kiri)
Pada akhir masa perlakuan, darah di ambil di bagian ekor tikus sebelum
tikus dibius (anastesi) menggunakan eter teknis. Kemudian tikus dibedah dan
seluruh organ yang diperlukan ditimbang lalu disimpan di dalam formalin.
Analisis Fisik
Data bobot badan, hati, lemak, kolesterol, trigliserida, dan HDL dihitung
dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) in time yang dilanjutkan dengan
uji Duncan (Lampiran 7).
Gambar 11 menunjukkan persentase kenaikan bobot badan untuk setiap
kelompok. Di minggu ke 3 hingga akhir masa perlakuan persentase kenaikan
bobot badan menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan hasil
perhitungan statistik uji Duncan. Kelompok kristal, Fraksi 2, dan normal memiliki
persentase kenaikan bobot badan yang sama di minggu ke 3 hingga akhir masa
perlakuan. Bahkan kelompok kristal dan Fraksi 2 memiliki persentase kenaikan
terendah dibandingkan kelompok lainnya. Adapun persentase kenaikan bobot
badan kelompok negatif berada jauh di atas ketiga kelompok tadi. Sedangkan
kelompok atsiri kasar mengalami kenaikan bobot badan paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok lainnya, bahkan dengan kelompok negatif
sekalipun.
Hal ini dikuatkan oleh data bobot pakan yang dikonsumsi dan bobot feses
dan urin yang dikeluarkan. Pakan yang dikonsumsi oleh ketiga kelompok
perlakuan (atsiri kasar, Fraksi 2, dan kristal) memiliki rata-rata konsumsi pakan
yang lebih rendah dibandingkan kelompok normal dan kelompok negatif. Adapun
kelompok negatif memiliki rata-rata konsumsi pakan yang lebih tinggi daripada
kelompok lainnya, sedangkan bobot feses dan urin kelompok negatif di bawah
kelompok normal. Hal ini kemudian menyebabkan kelompok negatif memiliki
bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya kecuali kelompok
atsiri kencur. Sedangkan kelompok Fraksi 2 memiliki rata-rata bobot pakan
29
terendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Begitu pula dengan bobot feses
dan urinnya, kelompok Fraksi 2 memiliki rata-rata bobot feses dan urin terendah.
Oleh karena itu, perlakuan yang diberikan terutama kepada kelompok Fraksi 2
mampu menyebabkan bobot badan paling rendah, menekan nafsu makan hingga
bobot pakan yang dikonsumsinya paling rendah, dan memiliki bobot feses dan
urin yang rendah.
Gambar 11. Persentase kenaikan bobot badan hewan uji tiap minggu (atas) bobot
pakan yang dikonsumsi (kiri bawah), bobot feses dan urin hewan uji
(kanan bawah)
Parameter analisis fisik yang lain adalah bobot lemak dan hati. Untuk data
bobot lemak diperoleh dari lemak yang diambil di perut bagian bawah hingga ke
testis. Berdasarkan hasil perhitungan statistik uji Duncan menunjukkan bobot
lemak setiap kelompok tidak berbeda signifikan (Lampiran 8).
30
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui profil lipid yang terdapat di darah
setiap kelompok hewan uji. Darah diambil di bagian ekor hewan uji sesaat
sebelum dianastesi. Darah ditampung pada vial sebanyak 2 mL dan diberi label.
Kemudian darah disentrifuga untuk memperoleh serum yang akan di uji HDL,
kolesterol, dan trigliseridanya.
Gambar 13 menunjukkan kadar HDL dan kolesterol hewan uji. Dari data
kadar HDL darah kelompok normal memiliki kadar HDL yang berbeda signifikan
dengan keempat kelompok lainnya. Sedangkan ketiga kelompok perlakuan
memiliki kadar HDL yang tidak berbeda signifikan dengan kelompok negatif. Hal
ini memiliki arti bahwa tidak ada pengaruh pemberian minyak atsiri, Fraksi 2 dan
kristal kencur terhadap kadar HDL hewan uji.
Gambar 13. Kadar HDL dan kolesterol darah hewan uji
Selain kadar HDL dan kadar kolesterol darah, parameter lain yang dijadikan
pengukuran profil lipid darah adalah kadar trigliserida darah. Kadar trigliserida
darah hewan uji disajikan pada gambar 14.
Kadar trigliserida normal untuk hewan uji tikus berada pada batas 25-145
mg/dL (Suckow et al ,2006). Data menunjukkan bahwa kadar trigliserida untuk
kelima kelompok masih termasuk ke dalam kadar trigliserida normal. Meskipun
normal, kelompok kontrol negatif memiliki kadar trigliserida yang berbeda
signifikan dengan keempat kelompok lainnya. Kelompok yang diberi perlakuan
(minyak atsiri kasar, Fraksi2 dan kristal), mampu menurunkan kadar trigliserida
hingga sama dengan kelompok normal dan berbeda secara signifikan dengan
kelompok kontrol negatif. Terutama pemberian inhalasi minyak atsiri kasar
memiliki kadar trigliserida paling rendah dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
Dari penelitian ini perlu diteliti lebih lanjut mengenai konsentrasi optimum
dari minyak atsiri kencur, Fraksi 2, dan kristal kencur untuk mengetahui aktivitas
optimumnya sebagai pelangsing ataupun penurun kadar kolesterol dan trigliserida
darah menggunakan metode aromaterapi dan perlu diteliti lebih lanjut pengaruh
pemberian minyak atsiri kencur, Fraksi2, dan kristal kencur terhadap hati
menggunakan metode aromaterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Birari RB, Bhutani KK. 2007. Pancreatic lipase inhibitors from natural sources:
unexplored potential. Drug Discovery Today. 12:379-389.
Dachriyanus, Katrin DO, Oktarina R, Ernas O, Suhatri, Mukhtar MH. 2007. Uji
efek A-Mangostin terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol
HDL, dan kolesterol LDL darah mencit putih jantan serta penentuan lethal
dosis 50 (LD50). J. Sains Tek. Far. 12(2).
Rostiana O dan Djazuli M. 2007. Varietas unggul kencur. Warta Penelitian dan
Perkembangan Pertanian. 29 :2.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004. Principles of Instrumental Analysis. Ed
ke-5. Philadelphia: Hartcaurt Brace. Hlm 715-730.
Suckow MA., et al. 2006. The Laboratory Rat. 2nd Edition. Elsevier Academic
Press.
Sudibyo RS. 2000. The contents of volatile oil isolated from Kaempferia galanga
rhizomes. Mass spectroscopic approach. Majalah Farmasi Indonesia. 11 (3)
: 142-149.
Tjay TH, Rahardja K, 2003. Obat-obatan penting khasiat, penggunaan, dan efek-
efek sampingnya. PT. Elexmedia Komputindo. Kelompok Gramedia-
Jakarta.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hlm 81-82.