0% found this document useful (0 votes)
62 views16 pages

Pneumonia

This document discusses pneumonia with bronchial asthma. It defines pneumonia and divides it into community-acquired pneumonia (CAP) and hospital-acquired pneumonia (HAP) based on where it is acquired. It presents a case study of a 53-year-old man diagnosed with bilateral pneumonia and bronchial asthma based on physical examination findings, laboratory tests, and chest x-ray results showing infiltrates. Treatment included oxygen, IV fluids, antibiotics, and bronchodilators.

Uploaded by

Fahmi Harahap
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
62 views16 pages

Pneumonia

This document discusses pneumonia with bronchial asthma. It defines pneumonia and divides it into community-acquired pneumonia (CAP) and hospital-acquired pneumonia (HAP) based on where it is acquired. It presents a case study of a 53-year-old man diagnosed with bilateral pneumonia and bronchial asthma based on physical examination findings, laboratory tests, and chest x-ray results showing infiltrates. Treatment included oxygen, IV fluids, antibiotics, and bronchodilators.

Uploaded by

Fahmi Harahap
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 16

PNEUMONIA DENGAN ASMA BRONKIAL

Aan Kunaifi, Ahmad Muzaki, Aulia Ziqri Mursalin, Mohammad Iqbal Mubarakh, Rea
Septrialdi Muhammad
Departemen Anestesiologi RSUD PIRNGADI MEDAN

Abstract

Pneumonia is defined as inflammation of the lung parenchyma, distal to the terminal bronchioles, which include
the respiratory bronchioles and alveoli, and causes consolidation of lung tissue and local gas exchange
disturbances. Pneumonia based on the place of acquisition is divided into two main groups, namely, community
acquired pneumonia (CAP) and nosocomial pneumonia (hospital acquired pneumonia, HAP). Empirical
antibiotic therapy represents the best guess based on pneumonia classification and possible organism, as
microbiological results are generally not available for 12-72 hours. Supportive measures include oxygen to
maintain PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) and intravenous fluid resuscitation to ensure hemodynamics. Assistive
ventilation: non-invasive ventilation (eg continuous positive airway pressure (continuous positive airway
pressure), or ventilation may be required in respiratory failure If fever or pleuritic pain antipyretic analgesics can
be given and mucolytics or expectorants may be given to reduce sputum, preferably is therapy with -lactams
(cefotaxime, ceftriaxone, ampicillin/sulbactam, high-dose intravenous ampicillin) in combination with oral or
intravenous macrolides or doxycycline, or intravenous antipneumococcal fluroquinolones.
Abstrak
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia berdasarkan tempat didapatkannya dibagi dalam dua
kelompok utama yakni, pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia, CAP) yang didapat di
masyarakat dan pneumonia nosokomial (hospital aqquired pneumonia, HAP). Terapi antibiotika empiris
menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena
hasil mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Tindakan suportif meliputi oksigen untuk
mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous
positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri
pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi
dahak. terapi yang dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam (cefotaxim, ceftriaxon,
ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena) yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin
oral atau intravena, atau pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena.

PENDAHULUAN

1
Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan.
World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas bawah sebagai infeksi
penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5 juta kematian per tahun.
Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai penyebab kematian sekitar 50.000 estimasi
kematian pada tahun 2010.1,2
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
berdasarkan tempat didapatkannya dibagi dalam dua kelompok utama yakni, pneumonia
komunitas (community aqquired pneumonia, CAP) yang didapat di masyarakat dan
pneumonia nosokomial (hospital aqquired pneumonia, HAP).3,4
Pneumonia komunitas (PK) atau community-acquired pneumonia (CAP) masih
menjadi suatu masalah kesehatan utama tidak hanya di negara yang sedang berkembang,
tetapi juga di seluruh dunia. PK merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan
merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 di Amerika Serikat. Di Indonesia, Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat kematian akibat pneumonia dan
infeksi saluran nafas sebanyak 34 per 100.000 penduduk pada pria dan 28 per 100.000
penduduk pada wanita. Sementara itu, menurut Riskesdas 2013, pneumonia menduduki
urutan ke-9 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia, yaitu sebesar 2,1%.5,6,7.
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat, mengingat
penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia. Untuk itu, diagnosis
yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, perawatan yang baik, serta usaha
preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas
dan mortalitas pada pneumonia.

KASUS

Seorang laki-laki, Tn.x,53 tahun, pekerjaan wirasawasta, dirawat di ruang ICU RSU
Dr Pirngadi Medan, sejak tanggal 24 Juni 2021 dengan sesak lebih kurang 1 mingu,
sebelumnya os sudah dirawat diruang matahari lebih kurang 7 hari, Os juga merasakan batuk.
Pada pemeriksaan fisik saat diruangan Hasil auskultasi pulmo dijumpai wheezing,
Akral: H/M/K, dengan Tekanan Darah 128/90 mmHg, Pulse rate 95x/I, SpO2 ; 95%
temperature : 36o C. composmentis, RC +/+, Pupil isokor, urine positif dengan pemasangan
kateter, warna kuning jernih, Oedem maupun fraktur tidak dijumpai.

2
Pada pemeriksaan laboratorium awal, leukosit 39,11 103/uL, trombosit 556 103/uL ,
neutrophil 36.06 103 uL, monosit 2.27 103uL, basofil 0.14 103uL dan limfosit 0.62 103uL.
Didapati pemeriksaan D-dimer 820mg/ml, Pemeriksaan Swab naso dan orofaring : negatif.
Hasil foto thoraks dengan hasil tampak infiltrate air bronchogram.
Dari pemeriksaan ini, ditegakkan diagnosa pneumonia bilateral dengan asma
bronkial. Penatalaksanaan yang dilakukan oksigen 2-3 liter, IVFD NaCL 20gtt/I, inj.
Dexametason 1mp/12jam, azitromisin 1x500mg, n. asetil sistein 3x200mg, Nebul
combivent/8 jam, nebul Pulmicort/12 jam, injeksi levofloxacin 750mg/hari, , meropenem
1gr/8jam, retaphyl 30 mg 2x1

DISKUSI
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada kasus
ini, pneumonia selalu ditandai dengan sesak dan batuk. Selain itu disertai demam demam.
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya wheezing. Berdasarkan teori pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini dijumpai pemeriksaan
laboratorium awal, leukosit 39,11 103/uL, trombosit 556 103/uL , neutrophil 36.06 103 uL,
monosit 2.27 103uL, basofil 0.14 103uL dan limfosit 0.62 103uL. didapati pemeriksaan D-
dimer 820mg/ml, Pemeriksaan Swab naso dan orofaring : negatif. Hasil foto thoraks
merupakan pemeriksaan penunjang utama (gold standart) untuk mengeakkan diagnosis
pneumonia. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil tampak
infiltrate air bronchogram dengan kesan pneumonia. Diagnosis pasti pneumonia komunitas
ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah
dengan 2 atau lebih gejala seperti batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik
dahak/purulent, suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam, pemeriksaan fisis ditemukan
tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki, leukosit > 10.000 atau < 4500.
3
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT).2,8,9
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis penyerta asma bronkial karena pada
pemeriksaan auskultasi dijumpai wheezing. Hal ini dikarenakan adanya penyempitan saluran
napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas yaitu kontraksi
otot polos saluran napas, edema pada saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan
hipersekresi mucus.10
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
sakit.1,3
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis.
pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona pada
daerah pasitik parasitik terset yaitu Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan
cairan edema; Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah; Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat
terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak Zona resolusi E: daerah
tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.1,2,3
Penatalaksanaan pada pasien ini ditegakkan diagnose pneumonia bilateral dengan
asma bronkial. Penatalaksanaan yang dilakukan oksigen 2-3 liter, IVFD NaCL 20gtt/I, inj.
Dexametason 1mp/12jam, azitromisin 1x500mg, n. asetil sistein 3x200mg, Nebul
combivont/8 jam, nebul Pulmicort/12 jam, injeksi levofloxacin 750mg/hari, meropenem
1gr/8jam, retaphyl 30 mg 2x1. Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah
memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
4
tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu
diberikan untuk menjaga kondisi pasien.3
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis umumnya
tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau
HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan
kepada pasien. Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal
napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat
diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak. Pemilihan ini harus didasarkan
pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin
serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada hasil terapi
dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan
antibiotika berspektrum luas.
Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien dengan CAP oleh American
Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dengan
penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor modifikasi, terapi yang dianjurkan adalah
terapi dengan golongan β-lactam (cefotaxim, ceftriaxon, ampicillin/sulbactam, dosis tinggi
ampicillin intravena) yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau
intravena, atau pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja. Begitu juga
panduan penatalaksanaan yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society of America
(IDSA) menganjurkan pemberian cephalosporin ditambah makrolide atau βlactam/β-
lactamase inhibitor ditambah makrolide atau fluroquinolon saja.
Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal pneumonia akan
secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP. Terdapat isu penting tentang
penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik dibandingkan
denganmonoterapi pada pasien CAP. Dual terapi yang dimaksud adalah kombinasi antara
regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam, makrolide, atau fluroquinolon. Sedangkan
monoterapi yang dimaksud adalah penggunaan golongan β-lactam atau fluoroquinolon
sebagai agen tunggal.4
5
KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia dibedakan menjadi dua berdasarkan
tempat didapatkannya kuman, yaitu pneumonia komuniti dan pneumonia nosokomial.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumonia sendiri menurut Riskesdas 2013, menduduki urutan ke-9 dari 10
penyebab kematian utama di Indonesia, yaitu sebesar 2,1%. Diagnosis pneumonia kominiti
didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala. Pada
prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap
kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi
kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wunderink RG, Watever GW. 2014. Community-acquired pneumonia. N Engl J Med.2014;370:543-


51.
2. PDPI. 2018. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.
3. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia
4. .Allen JN. 2004. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk (editor). Baum's Textbook of
Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.
5. Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. 2011. Perbandingan antara Pemberian Antibiotika Monoterapi
dengan Dualterapi terhadap Outcome pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah
Sakit Sanglah Denpasar. J Peny Dalam;12:13-20.
6. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA, Campbell GD, Dean N, File T, Fine
MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU, M.D. Guidelines for the Management of Adults with
Community-acquired Pneumonia – Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and
Prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163: 1730-1754.

6
7. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT). 2001: 2
8. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired pneumonia.
American Family Physician. 2010;73(3):442-50.
9. Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the Diagnosis Empiric Management,
and Prevention of Community-acquired Pneumonia (CAP) in Immunocompetent Adults. 2010
10. N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract downregulates C/EBPa in
asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J 2011; 38: 50–58

7
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Lk
Usia : 53 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Jermal Sumatera Utara
Tanggal masuk : 24 Juni 2021

B. AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak

Telaah : Pasien datang ke rumah sakit,pekerjaan wirasawasta, dirawat


di ruang ICU RSU Dr Pirngadi Medan, sejak tanggal 24 Juni
2021 dengan sesak lebih kurang 1 minggu, sebelumnya os
sudah dirawat diruang matahari lebih kurang 7 hari, Os juga
merasakan batuk dan demam naik turun 1 minggu ini. Mual
(+), muntah disangkal, nafsu makan baik, BAB (+) normal.

Riwayat penyakit Terdahulu : Post Covid-19


Riwayat penyakit Keluarga :-
Riwayat penggunaan obat :-
Alergi obat :-
C PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Compos Mentis (G C S: E4 M6 V5)
Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang
Berat Badan : 75 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 30 kg/m2

8
Tekanan darah : 128/90 mmHg
Frekuensi nadi : 81 kali/menit
Pernapasan : 26 kali/menit
Temperatur : 36’ C
KEPALA DAN LEHER
Pupil : Bulat isokor
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Tidak Ikterik
Lidah : Dalam batas normal
THORAKS
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem Fremitus Kiri=kanan
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi kering (+/+), wheezing (+/+)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan a/r epigastrium
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
KELENJAR & GETAH BENING
Dalam batas normal
EKSTREMITAS
Akral hangat, ROM tidak terbatas, CRT : < 2 detik.
GENITALIA
Inspeksi : Tidak dievaluasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH LENGKAP
24/6/2021

9
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 15,0 gr/dl 12-16 gr/dl
Hematokrit 42,4 % 36-46 %
Leukosit 39.11 103/uL 4.500-11.000/mm3
Eritrosit 4.80 106/uL 4.20 – 5.40
Trombosit 556.000 103/uL 150.000-400.000/mm3
MCV 88,2 fL 80-97 fL
MCH 31,1 pg 26,5 – 33,5pg
MCHC 35,3 g/dL 31,5- 35,5 %
LED 74 0-20 mm/jam
Neutrofil 36.06 103/uL 2.00-7.00
Monosit 2.27 103/uL 0.12-1.20
Limfosit 0.62 103/uL 0.80-4.00
Kimia Darah

Gula Darah Sewaktu 100 110-200 mg/dL


HbA1c 13,5 0.00-6.50%
Serologi Imunologi
Rapid Test Covid-19
SARS_COV-2 IgG Non- Reaktif Non- Reaktif
SARS_COV-2 IgM Non- Reaktif Non- Reaktif
PCR Negatif Negatif
AGDA
Ph 7,604 Arteri : 7,35-7,45
PCo2 22,30 mmHg Arteri : 35-45
PO2 94,50 mmhg Arteri : 80-100
TCO2 22,90 Arteri : 23-27
HCO3 22,30 Arteri : 22-26
Base Excess 0,60 Arteri : (-2) – (+2)
O2 Saturasi 95,40 % Arteri : 95-98
Urin
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan keruh Jernih

28/6/2021 – 29/6/2021

10
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 15,0 gr/dl 12-16 gr/dl
Hematokrit 42 % 36-46 %
Leukosit 37.27 103/uL 4.500-11.000/mm3
Eritrosit 4.52 106/uL 4.20 – 5.40
Trombosit 380.000 103/uL 150.000-400.000/mm3
MCV 86.7 fL 80-97 fL
MCH 29.8 pg 26,5 – 33,5pg
MCHC 34.4 g/dL 31,5- 35,5 %
LED 74 0-20 mm/jam
Neutrofil 32.62 103/uL 2.00-7.00
Monosit 3.29 103/uL 0.12-1.20
Limfosit 1.25 103/uL 0.80-4.00
Albumin 3 g/dl 3.60-5.00
Ureum 48 mg/dl 10-50
Creatinin 0.81 0.60-1.20
AGDA
Ph 7,596 Arteri : 7,35-7,45
PCo2 20,90 mmHg Arteri : 35-45
PO2 78,30 mmhg Arteri : 80-100
3.3.2 FOTO
TCO2 THORAX 21,20 Arteri : 23-27
HCO3 20,50 Arteri : 22-26
Base Excess -1,30 Arteri : (-2) – (+2)
Chlorida
O2 Saturasi 97,60 % Arteri : 95-98
Elektrolit
Natrium 116 mmol/L 136-155
Kalium 3,70 mmol/L 3,50-5,50
92 mmol/L 95-103
Urin
Hemostatis
Warna Kuning Kuning
Fibrinogen 324.00 mg/dl 240-340 mg/dl
Kekeruhan keruh Jernih
D-dimer 820 mg/dl <500mg/dl

30/6/2021
Urin
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan keruh Jernih

11
Tanggal: 24-6- 2021
Kesan: Pneumonia Bilateral
- Sinus kostofrenikus kanan/kiri lancip
- Diafragma kanan/kiri baik
- Jantung bentuk dan ukuran baik, CTR <50%
- Tampak Infiltrat air broncogram
- Tulang-tulang costa kanan/kiri intak

3.3. Diagnosis Banding :


- Pneumonia Bilateral
- Asma Bronkial
- Tuberkulosis Paru

3.4. Diagnosis Kerja : Pneumonia bilateral + asma bronkial

3.5. Penatalaksanaan :
- O2 2-3 L/i
- IVFD NaCL 20gtt/I
- inj. Dexametason 1mp/12jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivent/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam
- meropenem 1gr/8jam
- retaphyl 30 mg 2x1

12
BAB IV

FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

Tanggal Assessment
24/6/2021 S/ sesak nafas(+), batuk (+)

O/ TD: 110/100, HR:80, RR: 28x/i, T:36’C, SPO2: 96%,

A/ Pneumonia bilateral + Asma bronkial

P/
- O2 2-3 L/i
- IVFD NaCL 20gtt/I
- inj. Dexametason 1mp/12jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivont/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam

13
- retaphyl 30 mg 2x1
25/06/2021 S/ sesak nafas (+) batuk(+)

O/ TD: 130/90 mmHg, HR: 98x/I, RR: 28x/I, T: 36C,

A/ Pneumonia bilateral + Asma bronkial

P/ - O2 2-3 L/i
- IVFD NaCL 20gtt/I
- inj. Dexametason 1mp/12jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivont/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam
- retaphyl 30 mg 2x1
- Diet Mb Tktp

26/06/2021 S/ Lemas (+), sesak nafas (+) batuk(+)

O/ TD: 170/80 mmHg, Hr: 116x/I, RR: 30x/I, SpO2: 93%, T: 36,6

A/ Pneumonia bilateral + Asma bronkial

P/ O2 NRM 10 L/i
- IVFD NaCL 20gtt/I
- inj. Dexametason 1mp/12jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivont/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam

27/06/2021 S/ Lemas (+), sesak nafas (+) batuk(+)

O/ TD: 170/80 mmHg, Hr: 116x/I, RR: 28x/I, SpO2: 93% T: 36,6

A/ Pneumonia bilateral + Asma bronkial

P/ O2 10 L/i
- IVFD NaCL 20gtt/I
- inj. Dexametason 1mp/12jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivont/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari

14
- meropenem 1gr/8jam

28/06/2021 S/ sesak nafas (+) batuk(+)


Perawatan
ICU O/ Airway terpasang clear , terpasang Niv:10, Peep:8, Fi02: 80%
Sens: Cm, TD: 130/80 mmHg, HR: 100x/I, RR: 20 x/I, T: 36.5C,
Sp02:98%, UOP(+)

A/ Pneumonia bilateral + Asma bronkial

P/
- IVFD RL 20gtt/i
- Injeksi Fentanyl 300 mcg + 15 mg miloz + 50 cc Nacl 0,9%
3cc/jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8 j
- inj. OMZ 40 mg/ 24j
- inj Aminofluid 1 fls/ hari
- inj Fluconazole 500 mg/ 12j

29/06/2021 S/Lemas (+), Sesak nafas (+) sulit tiddur (+)

O/ Airway clear terpasang Niv 10, Peep:8, Fi02:80%


Sens: Cm, TD : 134/85, HR :86x/I, RR: 24x/I Sp02: 90%, akral :DBP
UOP (+)

A/ Pneumonia + Asma bronkial

P/
- IVFD RL 20gtt/I
- Injeksi Fentanyl 300 mcg + 15 mg miloz + 50 cc Nacl 0,9%
3cc/jam
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam
- inj. Aminofluid 1 fls/hr
- inj fluconazole 500 mg/12 j
- inj. OMZ 40 mg/ 24j
- inj furosemide 1 amp/8j

30/06/2021 S/ Ku: berat, sesak nafas (+), sulit tidur (+), lemas (+)

O/ Airway clear terpasang Niv 10, Peep:8, Fi02:100%


Sens: Cm, TD; 176/109 mmHg, HR 92x/I, RR: 29x/I, Akral : H/M/K

15
A/ Pneumonia + Asma bronkial

P/ IVFD NaCL 20gtt/I


- inj. Dexametason 1amp/12jam
- inj. Ranitidine 1 amp/12 j
- azitromisin 1x500mg
- n. asetil sistein 3x200mg
- Nebul combivont/8 jam
- nebul Pulmicort/12 jam
- injeksi levofloxacin 750mg/hari
- meropenem 1gr/8jam
- inj. Aminofluid 1 fls/hr
- fluconazole 2x50mg
- sucralfate syr 3x1
- Lasix 1amp/8 jam.
- Retaphyl 300mg 3x1

16

You might also like