Jurnal 1 Sinta
Jurnal 1 Sinta
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
smblj. Faculty of law Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Indonesia.
Open Acces at:
Abstrak
Kejahatan ekonomi merupakan kejahatan berdimensi baru yang pelakunya terdiri dari
golongan mampu, intelek, dan terorganisasi. Kejahatan ekonomi lazim juga disebut
dengan kejahatan kerah putih atau white collar crime. Ciri-ciri lain dari kejahatan ini
adalah dapat dilihat dari aspek mobilitasnya yang tinggi dan dilakukan tidak hanya pada
satu wilayah saja, tetapi menerobos batas-batas Negara. Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui pengertian dan ruang lingkup tindak pidana ekonomi, untuk mengetahui
karakteristik tindak pidana ekonomi, serta untuk mengetahui pengaturan
1
Volume 1 No. 1, Juli 2022
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi (dunia) pada awal pertumbuhannya, bahkan sampai
saat ini tidak terlepas dari perkembangan negara. Sejak masa pemerintahan
dilandaskan pada kerajaan sampai dengan pemerintahan yang berlandaskan pada
negara-bangsa (nation-state) dan kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan yang
dilandaskan pada kesejahteran bangsa (welfare-state) menunjukkan adanya kaitan erat
antara bidang ekonomi di satu pihak dan bidang politik di lain pihak.1
1 Daffa Abiyoga, Ivan Taffarel A, dan Donny Arjun, “Studi Pemetaan Hukum Tindak Pidana
peraturan yang ada, pembatasan ini dalam banyak hal diwujudkan dalam bentuk
ancaman pidana, khususnya jika pelanggaran itu mengakibatkan kerugian negara.
2 Amad Sudiro, “Ruang Lingkup Tindak Pidana Ekonomi Di Bidang Perbankan,” Era Hukum 9,
no. 3 (1996), h. 56.
3 Supriyanta, “Ruang Lingkup Kejahatan Ekonomi,” Urnal Ekonomi Dan Kewirausahaan Vol. 7, no.
1 (2007), h. 42.
4 Anas Lutfi and Rusmin Nuriadin, “Tindak Pidana Ekonomi Sebagai Upaya Pembangunan Di
3
Volume 1 No. 1, Juli 2022
148.
9 Konsep kejahatan kerah putih pertama kali dikemukakan pada tahun 1939 di Philadelphia
oleh Edwin H. Sutherland, seorang sosiolog Amerika, yang memberikan pidato pada pertemuan
tahunan ke-34 American Sociological Association berjudul “White – Collar Criminal”. Menurut Sutherland,
White Collar Crime, merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang terhormat, memiliki
status sosial yang tinggi dalam jabatan atau pekerjaan. (teks asli bisa dibaca lebih lanjut dalam:
Aleksandra Szaplonczay, “White-Collar Crime: Contemporary View,” Teisė 120 (2021), h. 140.)
4
Volume 1 No. 1, Juli 2022
kejahatan ini adalah dapat dilihat dari aspek mobilitasnya yang tinggi dan dilakukan
tidak hanya pada satu wilayah saja, tetapi menerobos batas-batas negara.10 Oleh
karena itu, terkait kejahatan ekonomi perlu dilakukan pengkajian yang lebih medalam
dan komprehensif melalui makalah yang berjudul Tindak Pidana
Ekonomi serta Pengaturannya dalam system Hukum Indonesia.
B. METODE PENELITIAN
Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif karena fokus kajian
berangkat dari kekaburan norma11, menggunakan pendekatan: statute approach,
conceptual approach, serta analytical approach. Tehnik penelusuran bahan hukum
menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis
kualitatif.
bidang perekonomian di mana semuanya saat ini sudah tidak berlaku lagi. Dengan
demikian, materi tindak pidana perekonomian atau ekonomi ini berhubungan
dengan politik hukum di bidang perekonomian pada suatu saat
5
Volume 1 No. 1, Juli 2022
tertentu. Melalui UU Darurat No. 7 Tahun 1955 ini maka mulailah istilah TPE masuk
dalam khazanah hukum pidana dan peradilan Indonesia yang berkembang sampai
sekarang.12
Tindak pidana ekonomi (TPE) itu sendiri adalah hukum pidana khusus yang
berkembang di luar kodifikasi (KUHP). TPE sebagai sistem hukum pidana khusus
sudah dikenal sejak UU Darurat No. 7 Tahun 1955 dan agaknya akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi utamanya international
business dan international banking. Secara internasional untuk merujuk pada TPE
kecenderungan dengan atau pada kejahatan perbankan sehingga dikenal istilaah
financial crimes atau business crime.13 Saat ini, TPE telah mendapatkan nama yang
relatif baru, yaitu sebagai setiap perbuatan yang melanggar perundang-undangan
dalam bidang ekonomi dan bidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana 14.
Dalam pengertian TPE ini secara jelas dinyatakan konsep keuangan.15
Sebagaimana diketahui, bahwa hukum pidana ekonomi dalam system hukum
Indonesia termasuk dalam kategori hukum pidana khusus. Pengkategorian
kejahatan ekonomi termasuk ke dalam hukum pidana khusus, berdasarkan pada
pendapat Paul Scholten yang memberi patokan “berlaku umum” dan “berlaku
khusus” terhadap hukum pidana. Hukum pidana yang berlaku secara umum
disebut juga sebagai hukum pidana umum, sementara hukum pidana khusus
adalah “perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana, disebut juga
hukum pidana pemerintahan”. Adapun Andi Hamzah lebih mempersempit
pengertian pidana , yaitu berkenaan dengan istilah “perundang-undangan pidana
khusus bagi semua perundang-undangan di luar
Keadilan Bermartabat,” Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 3, no. 2 (2020), h. 206.
6
Volume 1 No. 1, Juli 2022
sederhana dan dari sudut pandang sempit adalah semata-mata dengan mengaitkan
pada undang-undang tindak pidana ekonomi khususnya apa
yang disebut dalam Pasal 1”. Adapun pengertian TPE dalam arti luas adalah “tindak
pidana yang selain dalam arti sempit, mencakup pula tindak pidana dalam
peraturan-peraturan ekonomi di luar yang memuat dalam UU Darurat No.
7 Tahun 1955”. Atau secara akademis dan dalam pengertian luas, kejahatan
ekonomi dapat ditafsirkan sebagai perbuatan seseorang yang melanggar peraturan
pemerintah dalam lapangan ekonomi.17 Dengan demikian, tindak pidana di bidang
ekonomi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai semua tindak pidana di luar
UU Darurat No. 7 Tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang
dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan
keuangan Negara yang sehat. Tindak pidana di bidang ekonomi dalam pengertian
yang luas ini disebut pula sebagai “kejahatan ekonomi”.18
Kejahatan di bidang ekonomi dapat diartikan secara umum sebagai kejahatan
yang dilakukan karena motif-motif ekonomi. Hal ini sebagaimana diungkapkan
oleh Muladi yang mengatakan bahwa “Tindak pidana ekonomi (economic
crime/financial crime) adalah tindakan ilegal yang dilakukan seorang individu atau
kelompok individu yang terorganisasi untuk memperoleh keuntungan finansial
atau professional.”19 Kemudian sebagaimana dikutip juga oleh Muladi,
16 Ibid., h. 78
17 Edi Setiadi, “Reformasi Hukum Pidana, Untuk Mengantisipasi Perkembangan Kejahatan Di
Bidang Ekonomi (Economic Crimes),” Jurnal Sosial Pembangunan 16, no. 3 (August 2000), h. 207.
Adapun uraian yang tidak berbeda dapat juga ditemukan dalam Hartiwiningsih dan Lushiana
Primasari, Op.Cit., h. 79
18 Daffa Abiyoga, Ivan Taffarel A, dan Donny Arjun, Op.Cit., h. 2
19 Muladi, “Watak Khas Tindak Pidana Ekonomi,” Kompas.id, 2020,
https://www.kompas.id/baca/opini/2020/02/29/watak-khas-tindak-pidana-
7
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Rumusan lain terkait unsur-unsut TPE, dikemukakan oleh Edi Setiadi dan
Rena Yulia sebagaimana dikutip oleh Hartiwiningsih, yaitu sebagai berikut:
a. Perbuatan dilakukan dalam kerangka kegiatan ekonomi yang pada dasarnya
bersifat normal dan sah;
b. Perbuatan tersebut melanggar atau merugikan kepentingan negara atau
masyarakat secara umum, tidak hanya kepentingan individual;
c. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang
merugikan perusahaan lain atau individu lain.22
ekonomi?utm_source=kompasid&utm_medium=bannerregister_meteredpaywall&utm_campaign=me
tered_paywall&utm_content=https%3A%2F%2Fwww.kompas.id%2Fbaca%2Fopini%2F2020%2F02%2
F29%2Fwatak-khas-tindak-pidana-ekonomi&status=sukses_login&status_login=login. Dikunjungi 24
juni 2022.
20 Ibid.
21 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 153
22 Hartiwiningsih dan Lushiana Primasari, Op.Cit., h. 88
8
Volume 1 No. 1, Juli 2022
23 Ibid., h. 78
24 Ibid., h. 83
25 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 13
9
Volume 1 No. 1, Juli 2022
10
Volume 1 No. 1, Juli 2022
30 Ibid., h. 96-97
31 Ibid., h. 118
11
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Di sisi lain, adapun sifat tindak pidana ekonomi berdasarkan penjelasan resmi
UU Darurat No. 7 Tahun 1955, yakni:
a. Praktik Jahat Kalangan perdagangan, penjelasan resmi UU Darurat No. 7 Tahun
1955, antara lain memuat: “dapat dipahami dengan pengetahuan bahwa
kalangan perdagangan berupaya secara maksimal untuk memperoleh
keuntungan (laba) sebesar-besarnya, kadang-kadang mereka lupa akan etika
bahkan berupaya melanggar peraturan. Tanpa memperdulikan kepentingan
umum. Hal yang demikian wajar jika dikategorikan sebagai praktik yang jahat.”
b. Mengancam/Merugikan aspek, kepentingan umum, Pejelasan umumundang-
undang nomor UU Darurat No. 7 Tahun 1955 antara lain memuat:
“mengancam dan merugikan kepentingan-kepentingan yang sangat
gecomplceerd” Dalam kamus, gecompliceer adalah ruwet, kalut, rumit.”
c. Anggapan Bahwa mencari untung sebesarnya-besarnya merupakan kalkulasi
perhitungan usaha, bukan suatu kejahatan.35
Terkait corak TPE, secara umum dapat dibedakan atas dua hal, di antaranya
sebagaimana dijelaskan di bawahni:
a. Consist of crime committed by businessman as an adjunk to their regular business
activities (kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis sebagai
tambahan kegiatan bisnis mereka yang tetap).
b. The provision of illegal goods and services of provision of goods and services in an
illegal manner (Penyediaan barang-barang dan jasa-jasa yang illegal atau
penyediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan cara illegal).36
13
Volume 1 No. 1, Juli 2022
37 Ibid.,h. 121-122
38 Edi Setiadi, Op.Cit., h. 208
39 Ibid.
14
Volume 1 No. 1, Juli 2022
keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untul
mencapai suatu tujuan.” 40 Pendapat lain dikemukakan oleh Harsanto Nursadi, dia
mengatakan bahwa “sistem adalah sesuatu yang saling berhubungan dan saling
ketergantungan dari masing-masing bagian-bagiannya sehingga merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya.”41
Sementara yang dimaksud dengan system hukum, secara sederhana Zaka Firma
Aditya dan Rizkisyabana Yulistyaputri menuliskan bahwa “sistem Hukum
merupakan sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan secara
historis terhadap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan ideologi
politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum.”42
Dalam lingkup kajian hukum, agar sistem yang bekerja dapat dipahami, maka
sangat releven menjadikan pendapat dari Lawrence M. Friedman sebagai
batasannya. Berkenaan dengan sistem hukum, Lawrence M. Friedman membaginya
ke dalam tiga komponen atau fungsi, yaitu komponen struktural, komponen
substansi dan komponen budaya hukum. Ketiga komponen tersebut dalam suatu
sistem hukum saling berhubungan dan saling tergantung.43 Oleh karena itu,
berbicara dalam kontek system hukum yang mengatur terkait TPE, maka yang
dimaksud di sini adalah komponen substansi. Hal ini karena, dalam komponen
substasi tersebutlah dibicarakan kaidah hukum, baik yang berwujud in
concreto (kaidah hukum individual) dan in abstracto (kaidah hukum umum). Atau
dengan kata lain, system yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentantang TPE.
40 Fajar Nurhardianto, “Sistem Hukum Dan Posisi Hukum Indonesia,” Jurnal TAPIs 11, no. 1
(2015), h. 34-35.
41 Harsanto Nursadi, Sistem Hukum Indonesia, 1st ed. (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka,
2008), h. 1.
42 Zaka Firma Aditya dan Rizkisyabana Yulistyaputri, “Romantisme Sistem Hukum Di Indonesia :
Kajian Atas Konstribusi Hukum Adat Dan Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Di Indonesia,”
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 1 (2019), h. 38,
https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i1.305.
43 Harsanto Nursadi, Op.Cit., h. 6
15
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Tindak pidana ekonomi (TPE) diatur dalam UU Darurat No. 7 tahun 1955
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Sesuai
dengan namanya Undang-Undang Darurat44 yaitu undang-undang yang
dikeluarkan oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dalam
suatu keadaan yang mendesak agar segera diberlakukan, karena pada saat itu
memang sangat di perlukan adanya undang-undang ini, kalau kita flash back ke
sejarah lahirnya UU Darurat No. 7 tahun 1955 bahwa pada saat itu Indonesia baru
saja merdeka, dan untuk kemajuan perekonomian bangsa maka Indonesia
membuka diri untuk berbagai jenis investasi.45 Selain dalam UU Darurat No. 7
Tahun 1955, pengaturan terhadap TPE juga termuat dalam UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) secara limitatif, dan beberapa peraturan
perundangan lainnya di luar KUHP.46
UU Darurat No. 7 tahun 1955 adalah merupakan saduran dari wet op de
Economich Delicten di Nederland/Belanda47, tetapi telah disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia walaupun ada beberapa kalimat yang masih asli dari
induknya seperti dalam Pasal 1. Dalam Pasal 1 angka 1e disebutkan bahwa tindak-
persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Undang-undang darurat ini dibuat
untuk mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang perlu diatur dengan segera karena
adanya keadaan darurat. Sekarang, dalam hal terjadi keadaan mendesak dan perlu pengaturan segera,
yang ditetapkan oleh pemerintah bukan lagi undang-undang darurat, melainkan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (Perpu). Fungsi Perpu serupa dengan undang-undang darurat. Hal ini dapat
dilihat dari pengaturan mengenai Perpu dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. (Letezia Tobing,
“Arti Dan Kedudukan Undang-Undang Darurat,” https://www.hukumonline.com/, 2013,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-dan-kedudukan-undang-undang-darurat-
lt51ae7d86ef8fb. dikunjungi 24 juni 2022)
45 Dini Ramdania, “Eksistensi Undang-Undang Drt Nomor 7/1955 Dalam Penegakan Hukum Di
Bidang Ekonomi (Economic Crimes),” Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum 20, no. 1 (2021), h. 4.
https://doi.org/https://doi.org/10.32816/paramarta.v20i1.95.
46 Patricia Rinwigati, Tindak Pidana Ekonomi Dalam RKUHP: Quo Vadis?, 1st ed. (Jakarta: Aliansi
mengakomodasi perkembangan yang terjadi. Di Belanda, semua tindak pidana di bidang ekonomi
diakomodasikan ke dalam Wet op de Economische Delicten. Namun di Indonesia hal itu tidak ditempuh,
karena tindak pidana ekonomi yang lahir berikutnya dimuat dalam berbagai undang-undang.
Akibatnya berbagai kebijakan hukum pidana yang diambil tidak kosisten.Yoserwan, “Kebijakan Hukum
Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Di Bidang Ekonomi Di Indonesia,” Jurnal Masalah-
Masalah Hukum 40, No. 2 (2011), h. 125, Https://Doi.Org/10.26532/Jh.V29i1.329.
16
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Menurut Andi Hamzah sebagaimana dikutip oleh Dini Ramdania, ada tiga
golongan delik dalam UU Darurat No. 7 tahun 1955, yaitu:
1. Golongan pertama ditunjuk undang-undang, ordonanties yang dimaksudkan
menjadi delik ekonomi, diatur dalam Pasal 1 sub 1 UU Darurat No. 7 tahun
1955.
a. Indische scheepvaartwet (Stbl. 1936 Nomor 700), Scheeovaart verordening nya
(Stbl. 1936 Nomor 703). Ini sudah dicabut, diganti dengan Undang- Undang
tentang pelayaran (UU No 17 tahun 2008), yang tidak dimasukan dalam
delik ekonomi.
b. Bedriff Reglementerings Ordonantie 1934 (Stbl. 1938 Nomor 86), ordonansi ini
sudah dicabut yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang tentang
Perindustrian (UU No. 22 tahun 1984).
c. Kapok Belangen Ordonantie 1935 (Stbl. 1935 Nomor 1650, Pasal 5
menyebutkan bahwa dilarang tanpa ijin tertulis yang diberikan oleh
Direktur atau seorang pegawai yang ditunjuk olehnya untuk mengeluarkan
kapok.
d. Ordonantie Aetherische Olien (Stbl. 1937 Nomor 601), yaitu tentang ekspor
minyak.
e. Ordonantie Cassava Producten 1937 (Stbl. 1937 Nomor 602), yaitu tentang
pelarangan ekspor produk ketela.
f. Krosok Ordonantie 1937 (Stbl. 1937 Nomor 64) yaitu pelarangan ekspor
krosok atau tembakau.
2. Golongan kedua, UU Darurat No. 7 tahun 1955 sendiri memuat perumusan
delik seperti dalam Pasal 26, 32 dan 33 yang semuanya merupakan
pelanggaran terhadap hukum acara.
Pasal 26 UU Darurat No. 7 tahun 1955 mengatur tentang subjeknya adalah
“barang siapa” dan adanya bagian inti delik yaitu dengan “sengaja dan tidak
memenuhi tuntutan pegawai pengusust, berdasarkab suatu aturan dari
undang-undang darurat ini adalah tindak pidana ekonomi,
mengenyampingkan Pasal 216 KUHP”.
17
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Pasal 32 UU Darurat No. 7 tahun 1955 mengatur tentang subjek yaitu dengan
kalimat “Barang siapa” dan inti delik adalah dengan “sengaja”, “berbuat atau tidak
berbuat sesuatu” dan “yang bertentangan dengan suatu hukuman tambahan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) sub a,b atau e dengan suatu
tindakan tata tertib seperti tercantum dalam Pasal 8, dengan suatu peraturan
seperti termaksud dalam Pasal 10, atau dengan suatu tindakan tata tertib
sementara atau menghindari hukuman tambahan, tindakan tata tertib,
peraturan, tindakan tata tertib sementara seperti tersebut diatas”.
Pasal 33 UU Darurat No. 7 tahun 1955 mengarur tentang subjek “ Barang
Siapa”, dan bagian initi deliknya menyebutkan subjek adalah “Barang siapa”,
bagian intinya adalah “sengaja”, “baik sendiri atau dengan perantaraan orang
lain”, “menarik bagian- bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan-
tagihan atau pelaksaan suatu hukuman, tindakan tata tertib atautindakan tata
tertib sementara, berdasarkan UUTPE”.
3. Golongan ketiga, ialah undang-undang yang dibuat belakangan yang secara
tegas dinyatakan dalam undang-undang itu bahwa pelanggaran atasnya
termasuk delik ekonomi seperti umpamanya UU No 8 (Prp) tahun 1962
tentang Pengawasan Barang-Barang.48
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004; (11)
Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang lalu Lintas Devisa; (12) Undang-
Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; (13) Undang-Undang No. 14 Tahun
2001 tentang Hak Paten.49
C. PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bagian pembahasan makalah
ini, maka dapat disimpulkan, sebagai berikut:
a. Pengertian TPE dapat dibagi ke dalam arti sempit/terbatas dan arti luas. Dalamarti
sempit, TPE terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
oleh peraturan-peraturan yang berlaku seperti yang disebut secara limitative dalam
Pasal 1 UU Darurat No. 7 Tahun 1955 atau dengan kata lain secara sederhana dan
dari sudut pandang sempit adalah semata-mata dengan mengaitkan pada undang-
undang tindak pidana ekonomi khususnya apa yang
disebut dalam Pasal 1. Adapun pengertian TPE dalam arti luas adalah tindak pidana
yang selain dalam arti sempit, mencakup pula tindak pidana dalam peraturan-
peraturan ekonomi di luar yang memuat dalam UU Darurat No. 7 Tahun 1955.
b. Kejahatan terhadap ekonomi memiliki karakteristik sebagai white collar crimes
sehingga memerlukan sarana-sarana khusus dalam penanggulangan serta
pemberantasannya. Dengan demikian, sebagai hukum pidana khusus tentunya
hukum pidana ekonomi memiliki dasar pembenaran teoretis yang kuat. Hukum
pidana ekonomi memiliki sarana-sarana khusus, di antara cakupannya adalah
bidang hukum pidana materiil dan juga hukum acara pidana.
c. Tindak pidana ekonomi (TPE) diatur dalam UU Darurat No. 7 tahun 1955
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Selain
dalam UU Darurat No. 7 Tahun 1955, pengaturan terhadap TPE juga termuat
dalam UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) secara
limitatif, dan beberapa peraturan perundangan lainnya di luar KUHP, seperti
19
Volume 1 No. 1, Juli 2022
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Hartiwiningsih, dan Lushiana Primasari. Hukum Pidana Ekonomi. Banten: Penerbit
Universitas Terbuka, n.d.
Muladi, dan Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1992.
Nursadi, Harsanto. Sistem Hukum Indonesia. 1st ed. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka, 2008.
Rinwigati, Patricia. Tindak Pidana Ekonomi Dalam RKUHP: Quo Vadis? 1st ed. Jakarta:
Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2016.
Jurnal:
Abiyoga, Daffa, Ivan Taffarel A, and Donny Arjun. “Studi Pemetaan Hukum Tindak Pidana
Ekonomi Di Indonesia.” COURT REVIEW: Jurnal Penelitian Hukum 1, no. 1 (2021):
2.
Aditya, Zaka Firma, and Rizkisyabana Yulistyaputri. “Romantisme Sistem Hukum Di
Indonesia : Kajian Atas Konstribusi Hukum Adat Dan Hukum Islam Terhadap
Pembangunan Hukum Di Indonesia.” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Hukum Nasional 8, no. 1 (2019): 37–58.
https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i1.305.
Damanik, Yanels Garsione. “Problematika Pencegahan Dan Kejahatan Di Bidang
Ekonomi.” Rewang Rencang: Jurnal Hukum Lex Generalis 1, no. 4 (2020): 61.
https://ojs.rewangrencang.com/index.php/JHLG/article/view/208.
Lutfi, Anas, and Rusmin Nuriadin. “Tindak Pidana Ekonomi Sebagai Upaya
Pembangunan Di Bidang Ekonomi.” Jurnal Magister Ilmu Hukum I, no. 1 (2016): 1.
Nurhardianto, Fajar. “Sistem Hukum Dan Posisi Hukum Indonesia.” Jurnal TAPIs 11,
no. 1 (2015): 34–45.
Pane, Musa Darwin. “Bahan Ajar Tindak Pidana Ekonomi.” Bandung: Fakultas Hukum
Universitas Komputer IndoneSIA, 2017.
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/808/jbptunikompp-gdl-musadarwin-40353-
1-bahanaj-i.pdf.
Prasetyo, Teguh, and Jeferson Kameo. “Tipologi Tindak Pidana Ekonomi Dalam
Perspektif Keadilan Bermartabat.” Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 3, no. 2
(2020): 206.
Prastowo, RB Budi. “Membangun Sistem Hukum Pidana Ekonomi Indonesia
20
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Wabsite:
Muladi. “Watak Khas Tindak Pidana Ekonomi.” Kompas.id, 2020.
https://www.kompas.id/baca/opini/2020/02/29/watak-khas-tindak-pidana-
ekonomi?utm_source=kompasid&utm_medium=bannerregister_meteredpaywall&
utm_campaign=metered_paywall&utm_content=https%3A%2F%2Fwww.kompas.i
d%2Fbaca%2Fopini%2F2020%2F02%2F29%2Fwatak-khas-tindak-pidana-
ekonomi&status=sukses_login&status_login=login. Dikunjung 24 juni 2022
Tobing, Letezia. “Arti Dan Kedudukan Undang-Undang Darurat.”
https://www.hukumonline.com/, 2013.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-dan-kedudukan-undang-undang-
darurat-lt51ae7d86ef8fb. Dikunjung 24 juni 2022
21
Volume 1 No. 1, Juli 2022
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1955 Tentang
Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
22