Artikel Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ibnu Rusyd Kotabumi
Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Peningkatan Kemampuan 1 (1): 57 – 66
© Penulis 2022
Membaca Kitab Kuning dengan DOI: 10.61094/arrusyd.2830-2281.7
Diterima: 8 April 2022
Metode Sorogan pada Santri Direvisi: 28 Mei 2022
Diterbitkan: 4 Juni 2022
Pondok Pesantren Walisongo
Ridho Hidayah
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Rusyd Kotabumi, Indonesia
Hasyim Asy’ari
Institut Agama Islam Ma’arif NU Metro, Indonesia
Abstract
In this study, the main problem that must be faced is how we can improve the ability of students to
read the yellow book. The yellow book or what we often call the bald book has messages that are so
valuable that they require special skills to understand them. The ability to read the yellow book is one
of the most important factors to understand the content contained in the text of the book. This ability
is very necessary called habituation, and training, training to read the yellow book is one of the efforts
to improve the ability of students to understand the yellow book. This sorogan training is a form of
community service carried out by the Asatidz Council at MDF Walisongo Islamic Boarding School.
Where a teacher will teach the values contained in the yellow book. In learning the yellow book, the
walisongo Islamic boarding school uses the sorogan method, where the students come forward one
by one to face the kiyai or ustadz, then read the book by paying attention to the nahwu and shorofnya.
Then after reading, the students then translate and explain the contents of the book. The sorogan
method aims so that students can read the yellow book properly and correctly according to the nahwu
and shorof rules, and can understand the contents in a yellow book. This research was conducted to
find out how to increase the ability to read the yellow book with the sorogan method at the walisongo
Islamic boarding school. The sorogan method is one of the traditional methods applied at the
Walisongo Islamic Boarding School to assist students in reading and understanding the Yellow Book.
The results of this study illustrate that the Walisongo Islamic Boarding School has given birth to a
number of students who are able to read books with the initial stage knowing sakal, the second stage
knowing Arabic grammar, and the third stage being able to provide the real meaning contained in the
book being read.
Keywords
Santri, Sorogan Method, Yellow Book, Reading Ability
Abstrak
Dalam pembelajaran ini masalah pokok yang harus dihadapi adalah bagaimana kita dapat
meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab kuning. Kitab kuning atau yang sering
kita sebut dengan kitab gundul memiliki pesan-pesan yang sangat bernilai sehingga menuntut
keahlian khusus untuk memahaminya. Kemampuan membaca kitab kuning ini adalah salah satu
faktor yang sangat penting untuk memahami dalam isi kandungan yang terdapat dalam teks
Penulis Korespondensi:
Ridho Hidayah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Rusyd
Kotabumi, Tanjung. Harapan - 34511
Email: ridhohidayah104@gmail.com
58 Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1 (1)
kitab. Kemampuan tersebut sangat diperlukan yang namanya pembiasaan, dan pelatihan,
pelatihan membaca kitab kuning merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan
santri dalam memahami kitab kuning. Pelatihan sorogan ini sebagai bentuk pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh dewan asatidz di MDF pondok pesantren walisongo. Dimana
seorang guru akan mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab kuning tersebut. Dalam
pembelajaran kitab kuning, pondok pesantren walisongo menggunakan metode sorogan,
dimana para santri maju satu persatu menghadap kiyai atau ustadz, kemudian membaca
kitabnya dengan memperhatikan nahwu dan shorofnya. Kemudian setelah membaca,
selanjutnya santri menterjemah dan menjelaskan isi kitab tersebut. Metode sorogan bertujuan
agar para santri dapat membaca kitab kuning dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
nahwu dan shorof, seta dapat memahami isi dalam sebuah kitab kuning. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan membaca kitab kuning dengan metode
sorogan di pondok pesantren walisongo. Metode sorogan merupakan salah satu metode
tradisional yang diterapkan di pondok pesantren walisongo untuk membantu santri dalam
membaca dan memahami kitab kuning. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa Pondok
Pesantren Walisongo telah melahirkan sejumlah santri yang mampu membaca kitab dengan
tahapan awal mengetahui sakal, tahap kedua mengetahui tata bahasa Arab, dan tahap ketiga
dapat memberikan makna sesungguhnya yang termaktub di dalam kitab yang dibaca.
Kata Kunci
Santri, Metode Sorogan, Kitab Kuning, Kemampuan Baca
Pendahuluan
Peningkatan membaca kitab kuning adalah suatu hal yang sangat penting bagi para
santri, karena pada dasarnya santri akan terjun kepada masyarakat yang secara tidak
langsung santri tersebut akan dituntut dalam mengajarkan hal-hal yang berkaitan
dengan keagamaan dan sumber-sumber keagamaan itu terdapat dalam sebuah kitab
kuning. Dimana kitab kuning sangat penting bagi para santri untuk memfasilitasi
pemahaman keagamaan yang mendalam, sehingga mampu merumuskan penjelasan yang
baik tetapi tidak ahistoris mengenai ajaran islam, al quran dan hadist nabi. Kitab kuning
mencerminkan pemikiran keagamaan yang lahir dan berkembang sepanjang sejarah
peradaban islam (Mariyam, 2021).
Seperti yang kita ketahui bahwa pondok pesantren adalah salah satu tempat
pembelajaran agama yang tidak terlepas dari pembelajaran kitab kuning. Berbagai
metode tertentu telah dihadirkan untuk digunakan dalam pembelajaran kitab kuning
sebagai media untuk memahami tulisan arab yang tanpa harokat, mulai dari metode–
metode tradisional sampai model model pembelajaran baru sebagai pembaharuan dari
Ridho Hidayah dan Hasyim Asy’ari 59
metode–metode tradisional. Metode–metode tersebut tentunya mempunyai kelebihan
dan kekurangan sesuai dengan motif dan tujuannya (Mariyam, 2021).
Dalam mempelajari dan membaca kitab kuning bukanlah hal yang mudah sangat
diperlukan ketekunan dan ilmu lain seperti ilmu bahasa arab, nahwu, shorof dan
sebagainya (Priyanto, 2014). Seseorang dikatakan mampu membaca kitab kuning apabila
ia mampu menerapkan ketentuan–ketentuan dalam ilmu nahwu dan shorof. Ilmu nahwu
adalah ilmu yang membahas perubahan akhir kalimat sedangkan ilmu shorof adalah ilmu
yang membahas tentang perubahan bentuk kalimat. Namun tidak semua santri bisa
membaca kitab kuning dengan baik. Dan inilah yang menjadi bentuk pengabdian kami
kepada masyarakat dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning agar santri
tersebut menjadi santri yang siap pakai, maksudnya adalah santri bisa mengajarkan ilmu
keagamaannya kepada masyarakat dalam keadaan yang siap (Imam Tabroni, Asep saipul
malik and Diaz Budiarti, 2021).
Dengan melihat data tersebut maka perlu usaha yang keras untuk meningkatkan
kemampuan membaca kitab yaitu dengan menambah waktu di luar jam pengajian yang
diadakan di pesantren, yaitu di lakukan di jam istirahat dan pagi hari sebelum sekolah
formal dengan menggunakan metode sorogan. Dilakukan dengan cara santri dituntut
untuk membaca satu persatu dan diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan kalimat
yang santri tersebut baca. Namun penerapan metode sorogan ini merupakan bagian yang
sulit dari semua sistem pendidikan islam tradisional, sebab metode ini menuntut
kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin. Metode sorogan lebih efektif dari pada
metode yang lain dalam dunia pesantren, dengan cara santri menghadap ke kiai atau
ustadz secara individu untuk menerima pembelajaran secara langsung, kemampuan
santri terkontrol ustadz dan kiai (Priyanto, 2014). Sistem ini memungkinkan kiai atau
ustadz mengawasi, menilai dan membimbing.
Metode ini memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau
literal.Metode ini dianggap paling intensif, karena dilakukan oleh perorangan, tujuan
dirumuskan dengan jelas, dan ada kesempatan bertanya secara langsung walaupun
waktunya terbatas.Hasil observasi dilapangan banyak dari santri yang mempunyai
60 Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1 (1)
kemampuan diatas rata-rata dalam mempelajari kitab kuning dikelas.Begitu juga ada
santri yang lemah dalam memahami kitab kuning, karena pembelajaran di diniyah tidak
merata dalam memahami kitab kuning sehingga kami melakukan pengabdian pada
masyarakat (Ghofur and Husniah, 2022).
Pondok pesantren walisongo adalah salah satu pondok pesantren yang konsisten dalam
memberikan pembelajaran bagi para santri, sebagaimana pondok-pondok yang lain,
Pondok pesantren walisongo juga dalam sistem pendidikanya mengutamakan materi
agama sebagai usaha membekali kehidupan santri kelak di kemudian hari. Sama halnya
dengan pondok pesantren lainya, di Pondok pesantren walisongo merupakan salah satu
pondok pesantren yang mengkaji berbagai kitab kuning dan menggunakan metode
sorogan untuk meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab kuning. Oleh
karenanya peneliti mengangkat permasalahan ini dalam sebuah judul “Peningkatan
Kemampuan Membaca Kitab Kuning Dengan Metode Sorogan Pada Santri Pondok
Pesantren Walisongo”. Berdasarkan penemuan dilapangan penulis menyadari sangat
pentingnya metode sorogan dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan. Membaca
kitab kuning adalah salah satu tujuan yang sangat penting dari santri yang siap pakai
dalam terjun di masyarakat untuk mengajarkan hal-hal mengenai keagamaan.
Metode Penelitian
Untuk mendapatkan sebuah data yang diperlukan dalam penelitian ini serta hasilnya,
maka maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Dalam
penelitian ini penulis akan menganalisis secara seksama dalam suatu peristiwa, program,
kelompok individu. Penulis menggunakan teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi untuk menemukan atau memperoleh data yang diinginkan. Pada proses
observasi penulis menggali langsung ketempat atau hadir ke lapangan untuk
mendapatkan sketsa yang utuh. Adapun dalam proses wawancara penulis menargetkan
atau menggali kepada penanggung jawab, santri, guru. Setelah data yang diperlukan
dalam penelitian ini diperoleh maka dilanjutkan dengan triangulasi sumber dan metode
yang kemudian disajikan secara deskriptif (Putu and Permana, 2021).
Ridho Hidayah dan Hasyim Asy’ari 61
Tempat atau lokasi pusat penelitian ini adalah di pesantren walisongo, yang merupakan
lembaga pendidikan non formal yang letaknya strategis dan tidak jauh dari pusat kota.
Adapun alasan peneliti menjadikan tempat tersebut sebagai lokasi penelitian, karena
pembelajaran kitab kuning di pesantren walisongo memiliki keunikan tersendiri serta
dipandang baik oleh masyarakat luas sehingganya peneliti ingin membahas dalam
sebuah jurnal.
Hasil dan Pembahasan
Peningkatan kemampuan membaca kitab kuning dalam metode sorogan pada santri
pondok pesantren walisongo
Kegiatan pembelajaran yang ada di pondok pesantren walisongo bandar kagungan
raya, kecamatan Abung selatan, kabupaten lampung utara terjadwal secara rinci. Dan
semua santri diwajibkan mengikuti jadwal tersebut. Yang mana dalam kegiatan ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan santri dalam memperkaya dan
memahami pembelajaran yang ada di pondok pesantren. Proses peningkatan
kemampuan santri dalam pembelajaran membaca kitab kuning dilakukan
menggunakan metode sorogan. Proses pembelajaran menggunakan metode sorogan
dapat mempermudah santri dalam hal memahami sebuah kitab dan mengurai atau
menjelaskan isi kitab kuning (Thoha, 2021).
Proses peningkatan membaca kitab kuning yang baik perlu menggunakan berbagai
jenis metode pembelajaran yang bervariasi, karena masing-masing metode memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Oleh karenanya kami memilih metode
yang paling tepat untuk menciptakan proses peningkatan yang baik. ketepatan
penggunaan metode dalam menyampaikan pembelajaran sangatlah tergantung pada
penyampaian (Nana, 2013).
Metode peningkatan santri pondok pesantren walisongo tidak terlepas dari peningkatan
di pesantren-pesantren lainya yaitu masih tetap menggunakan metode pengajaran
bahasa arab tradisional, seperti metode bandongan dan
62 Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1 (1)
metode sorogan yang memiliki tujuan untuk memudahkan santri dalam proses belajar
memahami kandungan dari isi kitab kuning. penggunaan metode tradisional di pondok
pesantren walisongo bertujuan untuk melestarikan metode-metode pengajaran ulama
terdahulu yang dikenal masih efektif untuk diterapkan di zaman modern ini.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri
dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang
berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu cara yang dilalui untuk mencapai tujuan
(Abid, 2021). Dalam bahasa Arab metode disebut “thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud (Departemen Agama, 2005). Metode juga bisa diartikan sebagai cara melakukan
suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan
konsep-konsep secara sistematis (Razali and Jantan, 2003). Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara yang dilalui dalam melakukan
suatu kegiatan dengan konsep-konsep secara sistematis untuk mencapai tujuan
kegiatan itu sendiri.
Pembelajaran menurut Warsita adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar
atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik (Rohman, 2019). Dengan
demikian dapat disimpulkan, bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik
penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan
pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok agar proses belajar-mengajar
pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Dalam pemilihan suatu metode yang hendak
digunakan dalam pembelajaran, Abu al-Ainain mengingatkan 6 prinsip untuk
menentukan baik tidaknya metode pendidikan Islam dilihat dari filsafat pendidikan
Islam, yaitu:
a) Fleksibel, dapat menerima perubahan dan penyesuaian dengan keadaan dan
suasana proses pendidikan.
b) Selalu menghubungkan teori dengan praktik, proses belajar dengan amal, dan
harapan dengan pemahaman secara terpadu.
c) Menghindarkan cara-cara mengajar yang bersifat meringkas, karena ringkasan
Ridho Hidayah dan Hasyim Asy’ari 63
itu merusak kemampuan-kemampuan rinci keilmuan yang berguna.
d) Menekankan kebebasan peserta didik untuk berdiskusi, berdebat dan
berdialog dengan cara sopan dan saling menghormati.
e) Menghormati hak dan kedudukan pendidik untuk memilih metode yang
menurutnya sesuai dengan watak pelajaran dan warga belajar yang
mengikutinya.
Dalam rangkaian sistem pengajaran, metode menempati urutan sesudah materi
(kurikulum). Penyampaian materi tidak berarti apapun tanpa melibatkan metode.
Metode selalu mengikuti materi, dalam arti menyesuaikan dengan bentuk dan coraknya,
sehingga metode mengalami transformasi bila materi yang disampaikan berubah. Akan
tetapi, materi yang sama bisa dipakai metode yang berbeda-beda. Seperti halnya materi,
hakikat metode hanya sebagai alat, bukan tujuan. Untuk merealisir tujuan sangat
dibutuhkan alat. Bahkan alat merupakan syarat mutlak bagi setiap kegiatan pendidikan
dan pengajaran. Bila kiai maupun ustadz mampu memilih metode dengan tepat dan
mampu menggunakannya dengan baik, maka mereka memiliki harapan besar terhadap
hasil pendidikan dan pengajaran yang dilakukan. Mereka tidak sekedar sanggup
mengajar santri, melainkan secara profesional berpotensi memilih model pengajaran
yang paling baik diukur dari perspektif didaktik-methodik. Maka proses belajar-
mengajar bisa berlangsung secara efektif dan efisien, yang menjadi pusat perhatian
pendidikan modern sekarang ini.
Perencanaan peningkatan membaca kitab kuning dilaksanakan pada tanggal 1 november
2021 dengan mendiskusikan rencana tersebut pada tanggal 28 oktober 2021 dengan
segenap pengurus pondok walisongo dan dewan asatidz di perguruan MA plus
walisongo. Pelaksanaan peningkatan membaca kitab kuning berlangsung dengan baik.
Dimana para santri membaca di depan ustadz satu persatu sedangkan ustadz menyimak,
apabila santri salah dalam membaca maka ustadz tersebut memberikan penjelasan
mengenai jawaban yang benar dengan harapan ingatan santri tersebut lebih terasah dan
tidak keliru dalam memahami kitab yang dibaca.
64 Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1 (1)
Sorogan adalah proses belajar mengajar yang digunakan oleh santri di Pesantren dengan
membawa kitab-kitab yang akan dipelajari di depan para guru. Guru membacakan
terlebih dahulu kemudian diikuti oleh para santri dan dibaca berulang- ulang dan
berkesinambungan. Kalau diibaratkan kata sorogan dengan pesantren seperti laut dan
pantai, dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Pembelajaran ini mempunyai filosofis yang mana santri memperoleh perlakuan yang
berbeda dari seorang guru atau ustadz. Tingkatan kelas menjadi pedoman keselarasan
perlakuan sehingga santri diberi kesempatan atau bisa mempersembahkan atas
kemampuannya masing-masing sesuai tingkatannya.
Didalam metode sorogan, pesantren selalu berusaha semaksimal mungkin agar program
dan prioritas dalam pengembangan dan pencapaian sesuai target. Namun hal ini bisa
tercapai dengan sumber daya manusia yang ada. Santri senior yang telah menguasai
berbagai ilmu dapat dijadikan solusi untuk membantu pelaksanaan sorogan. Ini menjadi
Motivasi santri senior untuk mendapatkan dan memberikan ilmu kepada santri junior
yang ada dibawahnya. Sebagaimana hadis nabi Yang artinya “Sampaikanlah dariku
walaupun hanya satu ayat” Ini mengindetikan kepada kita semua agar bisa
menyampaikan ilmu walaupun sedikit dan menjadi tolak ukur agar kegiatan belajar
mengajar bukan hanya tentang melaksanakan tugas, tetapi harus memberi manfaat
kepada orang lain.
Pondok pesantren yang notabenenya menggunakan metode sorogan merupakan
peranan penting dalam meningkatkan pemahaman membaca kitab kuning. Sebab
indicator didalam sorogan ada beberapa tahapan:
1. Tahap awal: mengetahui baris (sakal) dalam membaca kitab kuning
2. Tahap pertengahan: mengetahui arti bacaan kitab kuning
3. Tahap akhir: mengetahui tarkib (susunan bahasa) yang baik dan benar dalam
kitab kuning.
Jadi inti dari sorogan selain membaca pemahaman isi dan mengungkapkan bacaan yaitu
faktor utama dalam keberhasilan dan proses pembelajaran metode sorogan.
Ridho Hidayah dan Hasyim Asy’ari 65
Kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi (Sudjana, 2013),
Sedangkan Burns, dkk, mengemukakan kemampuan membaca merupakan sesuatu yang
vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Kemampuan membaca kitab kuning adalah
kemampuan santri dalam membaca membaca kitab sesuai dengan ketepatan penerapan
ilmu nahwu dan shorfnya serta kemampuan dalam memahami isi dari kandungan kitab
kuning yang dibacanya. Kemampuan membaca kitab kuning ini berkembang seiring
dengan bertambahnya pemahaman santri terhadap ilmu Nahwu dan Shorfnya.
Kesimpulan
Pesantren merupakan lembaga non formal yang mendalami tentang keilmuan agama
islam. Dalam dunia pesantren, maju dan mundurnya ditentukan oleh kiyai yang
memimpinnya. Dalam pimpinannya kiayi memegang peran penting dalam menentukan
pola pendidikan dan gaya pembelajaran, termasuk metode dalam pembelajaran yang
digunakan oleh para santri. Dari sekian banyak metode dalam pembelajaran kitab kuning
di pesantren adalah metode membaca kitab kuning dengan metode sorogan. Metode
sorogan yaitu guru membaca terlebih dahulu kata perkata beserta artinya kemudian
diikuti oleh santri. Metode membaca kitab kuning dengan metode sorogan terbukti dapat
meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning bagi para santri. Hal ini dinilai lebih
efektif dan efisien karena dapat sekaligus memahami isi dari kitab yang dibacanya.
Daftar Pustaka
Abid, A. (2021) ‘Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren’, Jurnal
Mubtadiin, 7 (1).
Departemen Agama, R. I. (2005) Pembakuan sarana pendidikan, Jakarta: Direktorat
jenderal kelembagaan agama Islam, DEPAG RI. Jakarta: Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.
Ghofur, M. A. and Husniah, H. (2022) ‘Metode Muḥ ā faẓ ah Naẓ am Jurū miyyah untuk
Memudahkan Baca Kitab Kuning’, Al-Fusha: Arabic Language Education Journal, 4(1),
pp. 10–16.
Imam Tabroni, Asep saipul malik and Diaz Budiarti (2021) ‘Peran Kyai Dalam Membina
Akhlak Santri Di Pondok Pesantren Al-Muinah Darul Ulum Desa Simpang Kecamatan
Wanayasa’, Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama, 7(2), pp. 108–114. doi:
10.53565/pssa.v7i2.322.
Mariyam, S. (2021) ‘Hubungan Penguasaan Nahwu Sharaf dengan Kemampuan Membaca
Kitab Kuning Pesantren Riyadhul Huda’, Tatsqifiy: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab,
2(1), p. 71. doi: 10.30997/tjpba.v2i1.2828.
66 Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam 1 (1)
Nana, S. (2013) ‘Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Priyanto, A. (2014) ‘Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas
Bermain’, Jurnal Ilmiah Guru Caraka Olah Pikir Edukatif, 0(2).
Putu, I. and Permana, H. (2021) ‘Analisis Rasio Pada Instagram Untuk Penelitian Kualitatif
Menggunakan Metode Ekploratif’, Jurnal Sistem Informasi dan Komputer Terapan
Indonesia (JSIKTI), 3(3), pp. 44–56.
ShahabudinHashim MahaniRazali & Ramlah Jantan (2003) Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Taufiq Rohman, S.Pd.I, M. P. (2019) ‘Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli’,
Psikologi Perkembangan, pp. 1–224.
Thoha, M. (2021) ‘Reformulasi Model Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan’, Tadris, 16(2), pp. 453–464.