Teori Habit
Teori Habit
1M.
Miftah Arief, 2Dina Hermina, 3Nuril Huda
1Institut Agama Islam Darussalam Martapura, 2 Universitas Islam Negeri
Abstract
Habit are the result of automatic cognitive processes, developed through extensive
repetition, well-learned and do not require conscious effort. The habit according to Islamic
education is an effective method or way to instill religious values. Habit is a series of
repeated actions by a person for the same thing and takes place without a thought process.
Habit, when associated with learning, is oriented and can be understood as a series of
behaviors that are carried out consistently/repeatedly by students in their learning
activities. Almost all education assesses the learning success of students in terms of value
indicators alone, if the student's score is high then the teaching and learning process is
considered successful. This is basically contrary to intelligence theory and Bloom's
Taxonomy theory, the concept of three hierarchical models used to classify children's
educational development objectively. The need for understanding the concept of habit is
very necessary to straighten out the problems that assume that the success of education is
seen from the value of the subject. If learning is oriented to the concept of habit, then in
the learning and learning process there is no term coercion or pressure, as well as
learning outcomes of course not only seen in the aspect of value, but balance with
behavior after learning will also be an indicator of success in education. This type of
research is library research which is based on literature studies, extracting and collecting
data using documentation techniques that are oriented towards various studies and
relevant theories so that later information data is collected regarding. Building good
habits is a fundamental problem for human life because our behavior is strongly
influenced by our habits. Routine/ Consistent/ Istiqomah, are the behavior patterns we
repeat most often, literally etched into our neural pathways. Through repetition and
practice, it is possible to form (and maintain) new habits in which new response
mechanisms are formed. A good way to start forming new habits is to keep them easy and
simple.
Keywords: Habit Theory, Psychological Perspective, Islamic Education
Abstrak
Habit adalah hasil dari proses kognitif otomatis, yang dikembangkan melalui
pengulangan yang ekstensif, dipelajari dengan baik sehingga tidak memerlukan usaha
sadar. Adapun habit menurut pendidikan Islam merupakan salah satu metode atau cara
yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan. Habit adalah serangkaian
tindakan yang diulang-ulang oleh seseorang untuk hal yang sama dan berlangsung
tanpa proses berpikir. Habit bila dikaitkan dengan belajar maka berorientasi dan dapat
dipahami sebagai rangkaian perilaku yang dilakukan secara konsisten/berulang-ulang
oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Hampir seluruh pendidikan menilai keberhasilan
belajar pesertadidik dilihat dari indikator nilai saja, apabila nilai pesertadidik tinggi maka
dianggap proses belajar mengajar berhasil. Hal inilah pada dasarnya bertolak belakang
M. Miftah Arief, dkk Teori Habit …
dengan teori kecerdasan dan teori Taksonomi Bloom, konsep tentang tiga model hierarki
yang digunakan untuk mengklasifikasikan perkembangan pendidikan anak secara
objektif. Perlunya pemahaman konsep habit ini sangat diperlukan untuk meluruskan
permasalahan yang beranggapan bahwa keberhasilan pendidikan dilihat dari nilai mata
pelajaran. Apabila belajar berorientasi pada konsep habit maka dalam proses belajar dan
pembelajaran tidak ada istilah pemaksaan atau tekanan, begitu juga dengan hasil belajar
tentu tidak hanya dilihat pada aspek nilai saja, namun keseimbangan dengan prilaku
setelah belajar juga akan menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam pendidikan.
Jenis penelitian ini library research yang didasarkan pada studi literature, penggalian
dan pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi yang berorientasi berbagai
penelitian dan teori-teori yang relevan sehingga nantinya terkumpulah data informasi
berkenaan dengan. Membangun kebiasaan yang baik adalah masalah mendasar bagi
kehidupan manusia karena perilaku kita sangat dipengaruhi oleh kebiasaan kita. Rutin/
Konsisten/ Istiqomah, adalah pola perilaku yang paling sering kita ulangi, secara harfiah
terukir di jalur saraf kita. Melalui pengulangan dan latihan, dimungkinkan untuk
membentuk (dan memelihara) kebiasaan baru di mana mekanisme respons baru
terbentuk. Cara yang baik untuk mulai membentuk kebiasaan baru adalah dengan
membuatnya tetap mudah dan sederhana.
Kata Kunci: Teori Habit, Perspektif Psikologi, Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Pakar pendidikan dan peneliti sangat merespon dalam hal
menumbuhkan habit positif pada anak(Chen, Chan, Wong, Looi, Liao, Cheng,
Wong, Mason, So, Murthy, et al., 2020). Habit adalah suatu rutinitas perilaku
yang diulang-ulang secara teratur dan cenderung terjadi tanpa disadari. Dari
sudut pandang psikolog, habit dipahami sebagai cara berpikir, keinginan, atau
perasaan yang kurang lebih tetap yang diperoleh melalui pengulangan
pengalaman mental sebelumnya.(Andrews, 1903). Habit adalah hasil dari proses
kognitif otomatis, yang dikembangkan melalui pengulangan yang ekstensif,
dipelajari dengan baik sehingga tidak memerlukan usaha sadar (Aarts et al.,
1997). Dalam 25 tahun terakhir banyak kemajuan telah dibuat dalam
menjelaskan dan memprediksi inisiasi dari perilaku manusia seperti yang
dibahas pada model sikap atau perilaku (Aarts et al., 1997). Adapun habit
menurut pendidikan Islam merupakan salah satu metode atau cara yang efektif
untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan. Siswa dilatih dan dibiasakan untuk
melakukannya aktifitas positif setiap hari (Angdreani et al., 2020). Kebiasaan
yang dilakukan setiap hari serta diulang-ulang senantiasa akan tertanam dan
diingat oleh peserta didik sehingga mudah untuk melakukannya tanpa harus
diperingatkan.
Habit adalah serangkaian tindakan yang diulang-ulang oleh seseorang
untuk hal yang sama dan berlangsung tanpa proses berpikir (Siagian, 2015).
Habit bila dikaitkan dengan belajar maka berorientasi dan dapat dipahami
sebagai rangkaian perilaku yang dilakukan secara konsisten/berulang-ulang
oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Dengan kata lain, habit belajar adalah
perilaku siswa yang ditunjukkan secara berulang-ulang tanpa berpikir ulang
dalam kegiatan belajar yang mereka lakukan. Istilah belajar mengacu pada
kegiatan dan peran siswa dalam menerima suatu pelajaran atau pembelajaran,
yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
atau keterampilan tentang suatu pekerjaan yang dapat dicapai melalui proses
berpikir atau dengan latihan.
Habit pada dasarnya dapat memicu minat seseorang, membina kreativitas
individu, dan menanamkan kebiasaan belajar sepanjang hayat (Roschelle &
Burke, 2019). Pendidikan secara konsep adalah mengubah individu yang belajar.
Hampir seluruh pendidikan di Indonesia bahkan “di Asia” (Roschelle & Burke,
2019) menilai keberhasilan belajar pesertadidik dilihat dari indikator nilai saja,
apabila nilai pesertadidik tinggi maka dianggap proses belajar mengajar berhasil.
Hal inilah pada dasarnya bertolak belakang dengan teori kecerdasan dan teori
Taksonomi Bloom, konsep tentang tiga model hierarki yang digunakan untuk
mengklasifikasikan perkembangan pendidikan anak secara objektif (Utari et al.,
2011), dikenal dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Haryadi &
Aripin, 2015). Begitu juga bila dipandang dengan teori kecerdasan IQ, EQ dan
SQ apabila keberhasilan pendidikan hanya pada ranah kognitif saja artinya
indikatornya adalah pada sisi pengetahuannya saja. Namun pada dasarnya hasil
dan tujuan pendidikan seharusnya dilihat dari keberhasilan membentuk tiga
cerdasan tersebut.
Perlunya pemahaman konsep habit ini sangat diperlukan untuk
meluruskan permasalahan yang beranggapan bahwa keberhasilan pendidikan
dilihat dari nilai mata pelajaran. Konsep habit persepektif psikologi dapat disebut
(The Cognitive Perspective) telah memberikan indikasi bahwa “habit merupakan
alternatif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku seseorang”(Mustafa,
2011). Habit dalam Cambridge Dictionary diartikan “Something that you do often
and regularly, sometimes without knowing that you are doing it”(Wibowo, 2020).
Dengan demikian apabila belajar berorientasi pada konsep habit maka dalam
proses belajar dan pembelajaran tidak ada istilah pemaksaan atau tekanan,
begitu juga dengan hasil belajar tentu tidak hanya dilihat pada aspek nilai saja,
namun keseimbangan dengan prilaku setelah belajar juga akan menjadi salah
satu indikator keberhasilan dalam pendidikan.
Selain itu pengkajian habit pada tulisan ini akan dikolaborasi dengan habit
dalam pandangan pendidikan Islam sehingga nantinya diharapkan ditemukan
beberapa konsep yang mungkin saling berkaitan atau malah sebaliknya diantara
keduanya. Selain itu tujuan tulisan ini ingin menyikapi persoalan pendidikan
yang kita hadapi pada kerisis paradigma yang berorientasi pada pola pikir atau
pola kerja (Suardi, 2018). Berorientasi pada hal ini maka, penekanan
keseimbangan kemampuan kognitif dan psikomotor yang berarti bahwa proses
pendidikan harus lebih menitikberatkan terhadap pembentukan dan kesadaran
anak didik disamping transfer ilmu dan keahlian. Sehingga lahirlah persepsi
tugas lembaga pendidikan tidak hanya membuat manusia yang mempunyai akal
pikiran yang tinggi dengan sekumpulan ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki
tugas menjadi manusia yang cakap dan berkepribadian.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan kualitatif
analisis kritis, Teknik penelitian menggunakan pendekatan naturalistik untuk
mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam
suatu latar belakang yang berkonteks khusus, tujuannya adalah memahami
suatu fenomena dalam konteks khusus. Sedangkan jenis penelitian ini library
research yang didasarkan pada studi literature. Penggalian dan pengumpulan
data menggunakan teknik dokumentasi yang berorientasi berbagai penelitian
dan teori-teori yang relevan sehingga nantinya terkumpulah data informasi
berkenaan dengan variabel.
B. Pembahasan
1. Habit
Habit atau bisa disebut kebiasaan dalam beberapa penelitian baik itu
dalam penyelasaian tugas akhir dalam pendidikan tinggi sampai pada jurnal
atau artikel hampir semua selalu dikaitkan dan tersandingkan dalam aspek
karakter, apalagi bila ditinjau dalam dunia pendidikan baik itu formal atau non
formal, konteks kebiasaan ini disebut sebagai satu metode dalam memperbaiki
karakter peserta didik. Persepsi ini apakah salah? Menjawab petanyaan seperti
ini secara sederhana tentu benar, namun jauh dari asumsi tersebut hemat penulis
dari beberapa reprensi yang sudah dijelajahi, pada dasarnya habit adalah satu
point utama dalam diri setiap individu manusia dalam bertindak dikehidupan
sehari-hari. Tidak hanya aspek manusia saja ternyata habit juga dimiliki oleh
setiap makhluk yang bernyawa.
Pusat Bahasa Depdiknas mengartikan habit/ habituasi dalam bentuk
Nomina (kata benda) sebagai “pembiasaan pada, dengan, atau untuk sesuatu;
penyesuaian supaya menjadi terbiasa (terlatih).(Indonesia & Ketiga, 2008). Habit
adalah proses penciptaan situasi dan kondisi (persistence life situation) yang
memungkinkan individu pelaku habit dimana saja membiasakan diri untuk
berperilaku sesuai nilai dan telah menjadi karakter dirinya, karena telah
diinternalisasi dan dipersonifikasi melalui proses intervensi (Samani &
Hariyanto, 2011). Sejarah abstrak kata Habit (John L. Casti, 1994) secara
etimologis berasal dari bahasa Latin habitude (dari habere) pada abad pertengahan
habit menggambarkan keadaan sebenarnya pada konteks memiliki atau
memagang sesuatu “quality, interest, or property) to mark the formal fact of tenere (to
hold) or possidere (to possess) an exclusive right.”(Casti, 1994).
Dalam pengantar buku A History of Habit from Aristotle to Bourdieu
menegaskan bahwa habit berorientasi dan didistribusi lebih didalam hati, karena
dapat dideteksi tidak hanya dalam pikiran manusia, tetapi juga dalam perilaku
hewan non manusia, dinamika populasi, pola pertumbuhan tanaman, dan
kecenderungan sistem.(Sparrow, 2013) Keterangan ini memiliki makna bahwa
kajian habit memiliki aspek yang luas dan menarik perhatian dari berbagai ranah
pemikiran, untuk itu akan dibahas dengan lugas terkait habit dari berbagai ranah
pemikiran serta para pemikir-pemikir sesuai dengan keahlian mereka masing-
masing.
Habituasi atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan (Gunawan, 2012) namun
sengaja disini dimaksud bisa tanpa disadari si pelaku bahwa itu adalah sebuah
tindakan yang sudah menjadi darah daging karena sudah sering dilakukan.
Potensi dasar yang ada pada diri seseorang khusunya anak merupakan potensi
alam yang dibawa oleh anak sejak lahir atau bisa dikatakan potensi bawaan. Jadi,
potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak dapat
tercapai dengan baik. Orang tua didorong untuk mengajarkan anak-anak mereka
kebiasaan yang baik, juga dikenal sebagai menanamkan kebiasaan baik pada
anak-anak (Arief, 2002).
Habit adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Habit dapat dilatih dengan perintah, suri
tauladan, dan pengalaman khusus serta dapat juga menggunakan punishment
dan reward, namun punishment yang dimaksud disini bukan bersifat menyakiti
fisik bahkan fisikis anak begitu juga reward bukan yang mengakibatkan diri anak
menjadi tinggi hati. Lebih tepatnya kebiasaan baru bersifat positif dalam arti
selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu. Apalagi makna yang benar dan
positif selaras dengan norma dan nilai moral yang berlaku, baik agama maupun
adat dan budaya.
Terumuskannya indikator tujuan dari habit yakni untuk melatih serta
membiasakan anak secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan,
sehingga benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan
yang sulit ditinggalkan di kemudian hari. Inilah yang diharapkan dari
pembentukan kebiasaan-kebiasaan yang baik akan terbentuk karakter yang baik
pula pada diri anak. Karena kerakter terkait erat hubungannya dengan kebiasaan
yang sering dilakukan oleh anak. Selain karakter tentunya hal ini juga
berpengaruh pada seluruh aspek kepribadian anak nantinya. Pada intinya jika
anak terlatih dengan pola habit maka akan menjadikan kehidupan anak mudah
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam berbagai aspek.
Konsep habit dapat definisiakan “habits are built through interestdriven
creation activities undertaken as daily learning routines” (Chen, Chan, Wong, Looi,
Liao, Cheng, Wong, Mason, So, & Murthy, 2020). Lebih sederhananya dapat
dipetakan pada gambar berikut:
DORONGA
KONTINU
Dilatih Minat
Habit
menjadi kebiasaan yang dikuasai siswa. Artinya, suatu pelajaran harus mampu
menghasilkan stimulus dan respon yang dapat diamati serta mampu membantu
siswa menguasai pelajaran.
Konsep habituasi ini dikenal dengan keterkaitan conditioned stimuls (CS),
unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CS), dan unconditioned
response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon
yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR.
Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak
dipelajari, dan respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR (Walgito, 2004).
Keterangan ini dapat ditarik simpulan sederhana bahwa perilaku itu dapat
dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan, sesuatu yang sudah terbentuk
dari kegiatan dan perlakuan yang dilakukan secra terus menrus tersebut terjadi
karena ada kondisioning dengan mengaitkan adanya stimulus dengan respon.
Konsep-konsep dalam teori behaviorisme perspektif psikologi ini pada
akhirnya berkesimpulan:
1. Obyek sikologi adalah tingkah laku;
2. Semua tingkah laku disebabkan reflek; dan
3. Pembentukan tingkah laku dari kebisaan (habituation).
Teori Skinner Operant Conditioning bisa disebut penyempurna teori yang
digadangkan oleh Pavlov Classical Conditioniong, menurut Skiner (Sumadi
Suryabrata, 2013) pembentukan tingkah laku dengan beberapa cara diantarnya:
1. Adanya reinforcer (penguat) “hadiah” dalam membentuk tingkah laku;
2. Adanya komponen-komponen kecil yang disusun sehingga berurutan menuju
terbentuknya tingkah laku;
3. Hal-hal kecil yang dilakukan secara runtut sebagai reinforcer;
Melakukan pembentukan tingkah-laku, dengan menggunakan urutan
komponen-komponen yang telah tersusu itu. Kalau komponen pertama telah
dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan mengakibatkan komponen itu
makin cenderung untuk sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk, dilakukan
komponen kedua yang diberi hadiah (komponen pertama tidak lagi memerlukan
hadiah); demikian berulang-ulang, sampaikomponen kedua terbentuk. Setelah
itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat dan selanjutnya, sampai
seluruh tingkah-laku yang diharapkan terbentuk.
Analogi sederhana untuk merumuskan habit pada ranah pengkondisian,
ketika kita memandangi lampu berwarna hijau pertama kali, maka yang pertama
terlihat adalah warna yang muncul terlihat dengan jelas namun lama kelamaan
akan memudar dan menjenuhkan, sama halnya dengan mengkonsumsi obat ada
kemungkinan pengkonsumsian pertama memang berdampak baik bagi tubuh
namun jika hal ini diulang-ulang ada kemungkinan dosis obat tersebut tidak
mempan lagi dengan tubuh kita untuk penyembuhan satu penyakit. Bila
dikaitkan dengan teori maka fenomena seperti ini dapat dijelaskan dengan istilah
prinsip-prinsip dalam sebuah proses, pengadaptasian terhadap sebuah
rangsangan yang berkepanjangan yang disebabkan oleh “opponent-process” yang
menentang dan menetralkan efek langsung dari rangsangan (Schull, 1979).
Secara keseluruhan habit yang dimaksudkan Pavlov dalam eksperimemnya
tersebut menjelaskan bahwa mekanisme memorial pada hewan yang
dikondisikan, memori yang tersusun sejak lama terputus dengan memori baru
C. Hasil
Teori behaviorisme suatu aliran dalam psikologi pendidikan yang lebih
menekankan keberadaan manusia dalam pendidikan sebagai makhluk yang
memiliki aktivitas dalam bentuk perilaku lahiriyah yang dapat diamati. Yang
terpenting dalam belajar menurut kedua pesrpektif tersebut adalah adanya
latihan-latihan yang terjadi secara continue (terus-menerus). Hemat penulis habit
yang sudah mendarah daging menjadi tabi’at yang melekat pada diri akan
sangat berpengaruh pada aspek pemikiran, aspek jiwa maupun pengelolaan diri,
aspek cara bersosial, dan aspek keyakinan “keimanan”. Sederhananya
pemikiran; terkait kedewasaana dalam pengambilan keputusan, jiwa dan
pengelolaan diri; mempunyai prinsip hidup dan mampu mengontrol diri,
bersosial; mampu membawa diri keberbagai macam lingkungan dimana berada,
dan keyakinan; ketakwaan terhadap kepercayaan yang diantut.
Belajar mengacu pada perubahan yang relatif permanen dalam
pengetahuan atau perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman, belajar
mengacu pada proses dimana peserta didik mengubah perilaku mereka setelah
mereka mendapatkan informasi atau pengalaman. Belajar terjadi sebagai hasil
tanggapan terhadap peristiwa eksternal.
Inti pembiasaan ialah pengulangan, jika orangtua setiap masuk rumah
mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan.
Apabila anak masuk rumah tidak mengucapkan salam, maka orangtua
mengingatkan agar masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam, ini
merupakan salah satu cara membiasakan. Kadang-kadang ada kritik terhadap
pendidikan dengan pembiasaan karena cara ini tidak mendidik peserta didik
untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Kelakuannya berlaku
secara otomatis tanpa ia mengetahui buruk baiknya. Namun demikian, metode
pembentukan kebiasaan tetap sangat baik untuk digunakan karena yang akrab
sering kali benar, jangan sampai anak kita terbiasa atau berperilaku buruk. Hal
ini harus dilakukan oleh guru karena perilaku guru yang berulang-ulang,
meskipun dilakukan dengan cara yang main-main, akan mempengaruhi siswa
untuk terbiasa dengan perilaku tersebut.
Habit apabila disandingkan dengan proses belajar mengajar merupakan
salah satu metode pembelajaran yang mempunyai pengaruh besar dalam
Hemat penulis dari berbagai aspek penjelasan dan berbagai reprensi yang
dituangkan pada tulisan ini terkait habit yang sudah dijelaskan panjang lebar
pada poin pembahasan sebelumnya dan penulis menyimpulkan secara
keseluruhan bahwa, membangun kebiasaan yang baik adalah masalah mendasar
bagi kehidupan manusia karena perilaku kita sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
kita. Rutin/ Konsisten/ Istiqomah, adalah pola perilaku yang paling sering kita
ulangi, secara harfiah terukir di jalur saraf kita. Melalui pengulangan dan latihan,
dimungkinkan untuk membentuk (dan memelihara) kebiasaan baru di mana
mekanisme respons baru terbentuk. Cara yang baik untuk mulai membentuk
kebiasaan baru adalah dengan membuatnya tetap mudah dan sederhana.
D. Simpulan
Habituasi atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Habit adalah proses
pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan
yang telah ada. Habit dapat dilatih dengan perintah, suri tauladan, dan
pengalaman khusus serta dapat juga menggunakan punishment dan reward.
Perilaku itu dapat dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan, sesuatu yang
sudah terbentuk dari kegiatan dan perlakuan yang dilakukan secra terus menrus
tersebut terjadi karena ada kondisioning dengan mengaitkan adanya stimulus
dengan respon. Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan Islam
yang sangat penting bagi anak, karena dengan pembiasaan inilah akhirnya suatu
aktifitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Habit apabila disandingkan
dengan proses belajar mengajar merupakan salah satu metode pembelajaran
yang mempunyai pengaruh besar dalam prosesnya. Al-Qur’an memposisikan
habit sebagai metode mendidik manusia yang berlangsung secara bertahap, habit
sebagai teknik pendidikan yang dilakukan dengan menjadikan kebiasaan yang
baik, yang kemudian dapat dilakukan tanpa banyak usaha sebagai teknik
pendidikan.
Daftar Pustaka
Aarts, H., Paulussen, T., & Schaalma, H. (1997). Physical exercise habit: On the
conceptualization and formation of habitual health behaviours. Health
Education Research, 12(3), 363–374. https://doi.org/10.1093/her/12.3.363
Arief, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat Pers.
Chen, W., Chan, T. W., Wong, L. H., Looi, C. K., Liao, C. C., Cheng, H. N., Wong,
S. L., Mason, J., So, H.-J., & Murthy, S. (2020). IDC Theory: Habit and the
habit loop. Research and Practice in Technology Enhanced Learning, 15, 1–19.
Chen, W., Chan, T. W., Wong, L. H., Looi, C. K., Liao, C. C. Y., Cheng, H. N. H.,
Wong, S. L., Mason, J., So, H.-J., Murthy, S., Gu, X., & Pi, Z. (2020). IDC
theory: Habit and the habit loop. Research and Practice in Technology
Enhanced Learning, 15(1), 10. https://doi.org/10.1186/s41039-020-00127-7
Haryadi, T., & Aripin, A. (2015). Melatih Kecerdasan Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik Anak Sekolah Dasar Melalui Perancangan Game Simulasi
“Warungku.” ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual &
Multimedia, 1(02), 122–133.
https://doi.org/10.33633/andharupa.v1i02.963
Pratkanis, A. R., Breckler, S. J., & Greenwald, A. G. (2014). Attitude Structure and
Function. Psychology Press.
Ronis, D. L., Yates, J. F., & Kirscht, J. P. (1989). Attitudes, decisions, and habits as
determinants of repeated behavior. Attitude Structure and Function, 213,
39.
Samani, M., & Hariyanto. (2011). Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. PT
Remaja Rosdakarya.
Utari, R., Madya, W., & Pusdiklat, K. (2011). Taksonomi Bloom. Jurnal: Pusdiklat
KNPK, 1–7.
Wibowo, T. H. (2020). Kajian Teori Breaking Bad Habit Sebagai Solusi Memutus
Kebiasaan NegatifSiswa Dalam Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Islam,
6(2), 191–208. https://doi.org/10.37286/ojs.v6i2.83