0% found this document useful (0 votes)
142 views10 pages

Areca Nut Tannin Extraction Study

This document summarizes a study on the level of tannin in areca nut seeds (Areca catechu L.) based on heating time and powder size. The study found that heating biji pinang seeds for different lengths of time (2, 3, and 4 hours) and grinding them into different size powders (60, 80, and 100 mesh) did not significantly influence the level of active tannins extracted. The optimum level of active tannin, 11.0022%, was achieved with a heating time of 3 hours and a powder size of 80 mesh. The study used an extraction method and chemical tests to determine tannin levels under various experimental conditions.

Uploaded by

Krisna Wardana
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
142 views10 pages

Areca Nut Tannin Extraction Study

This document summarizes a study on the level of tannin in areca nut seeds (Areca catechu L.) based on heating time and powder size. The study found that heating biji pinang seeds for different lengths of time (2, 3, and 4 hours) and grinding them into different size powders (60, 80, and 100 mesh) did not significantly influence the level of active tannins extracted. The optimum level of active tannin, 11.0022%, was achieved with a heating time of 3 hours and a powder size of 80 mesh. The study used an extraction method and chemical tests to determine tannin levels under various experimental conditions.

Uploaded by

Krisna Wardana
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

KADAR TANIN BIJI PINANG (Areca catechu L) BERDASARKAN LAMA

PEMANASAN DAN UKURAN SERBUK

The Level Of Tannin Areca Nut Seed (Areca Catechu L) Based On


The Heating Length And Dust Size

Karina, Yuliati Indrayani, Sondang M Sirait.


Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl Imam Bonjol Pontianak 78124
Email : karinavitrik@gmail.com

ABSTRACT

Areca nut plant (Areca catechu L) had been used for adhesive medicine and tanner.
Areca nut plant contained many tannins in the seed. Tannin was a component of
organic substance which was very complex, consists of fenolic compound which was
difficult to be separated and cristalize, precipate the protein from solution and
compound with protein. This research purposed to know the influence of the heating
lenght and optimum dust size along with the interaction of two factors above toward
the level of tannin areca nut seed. This research was experiment used
extractionmethod with the heating length about 2 hours, 3 hours, and 4 hours along
with the dust size about 60 mesh, 80 mesh, and 100 mesh. The extract was tested to
establish the highest level of active tannin. The result of various analysis
investigation showed that the factor of heating length and dust size along with the
interaction of two factors above were not influential toward the level of active
tannin. The level of optimum active tannin attained on the heating length about 3
hours with the dust size 80 mesh in the mount of 11,0022%.
Keywords : areaca nut, tannin, heating length.

PENDAHULUAN
Tanin adalah senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai
beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri, anti oksidan serta
sebagai bahan baku pencampur utama dalam proses perekatan pengganti fenol .
Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa
fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari
larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty dkk,2008). Tanin
juga merupakan suatu senyawa makro melekul yang diperoleh dari tanaman dan
mempunyai manfaat sebagai penghambat nutrisi dan penghambat enzim sehingga
hidrolisis pati menjadi rendah, (Firdausi dkk, 2013).
Tanin banyak ditemukan pada hampir semua bagian organ tanaman. Salah
satu tanaman yang banyak mengandung tanin yaitu pinang, yang merupakan salah
satu jenis tumbuhan monokotil tergolong palem-paleman yang banyak ditanam tepi –
tepi jalan raya khususnya daerah Kabupaten Sambas. Biji pinang ini masih belum
termanfaatkan dengan baik sehingga sebagian besar biji pinang menjadi limbah dan
sampah organik. Sebagian kecil masyarakat pedalaman memanfaatkan biji pinang
sebagai obat cacing, obat sakit gigi, bahan pewarna, bahan penyamak, dan bahan
perekat. Tumbuhan pinang yang banyak mengandung tanin terdapat pada bagian biji,
yang menyebabkan tanin sukar diektraksi, Untuk itu perlu dilakukan pembuatan
serbuk agar mempermudah proses ektraksi tanin dari dalam biji pinang dan zat aktif
dari biji tersebutakan semakin banyak yang dapat diekstrak karena luas permukaan
biji tersebut semakin besar dengan luas kontak pelarut pengekstrak ( Bangun dkk,
2013) dengan perlakuan biji pinang menjadi serbuk dapat meningkatkan kontak antar
senyawa pelarut dan zat terlarut, diharapkan dapat meningkatkan proses pelarut
tanin oleh air (Sulastry, 2009).
Selain ukuran serbuk, kadar tanin yang dapat diekstrak juga dipengaruhi oleh
lama pemanasan, yang merupakan perlakuan fisik yang dapat mempengaruhi
komposisi kimia bahan atau perubahan struktur karbohidrat dinding selnya (Wahyuni
dkk, 2008). Lama pemanasan juga akan berpengaruh terhadap rendemen ekstraksi
tanin yang dihasilkan.Namun masalahnya apakah lama pemanasan dan ukuran
serbuk serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap kadar tanin biji
pinang (Areca catechu L) serta belum diketahui lama pemanasan dan biji pinang
yang optimum sehingga dapat menghasilkan kadar tanin yang paling tinggi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama pemanasan dan ukuran serbuk
optimum serta interaksi kedua faktor tersebut terhadap terhadap kadar tanin biji
pinang (Areca catechu L).

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan adalah biji Pinang (Areca catechu L), air ( aquades),
KMnO4 (0,1 N), HCL (37%), larutan indigo karmin, formaldehida (37%). Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah crusher, ayakan, timbangan digital, penangas
air,thermometer, gelas piala, kertas saring, oven, desikator, labu ukur, erlemeyer,
buret, pipet ukur, stopwatch.

Pembuatan Serbuk Biji Pinang


Biji pinang yang telah dikupas kulitnya, dibersihkan dan dipotong dan
digiling hingga menjadi serbuk. Kemudian diayak menggunakan pengayakan dengan
masing- masing ukuran serbuk 60 mesh, 80 mesh, 100 mesh, dan dikering oven
hingga mencapai kadar air 10% - 20 %.

Pembuatan dan Perhitungan Rendemen Tanin


Menimbang 25 gr serbuk biji pinang dengan ukuran serbuk sesuai dengan
perlakuan dimasukkan masing – masing serbuk kemudian kedalam erlenmeyer 500
ml, dan tambahkan air dengan perbandingan 1 : 5 sehingga air yang diperlukan
sebanyak 125 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 700 C, dengan masing – masing
perlakuan 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Selanjutnya hasil proses ektraksi disaring dengan
kertas saring. Ekstrak tersebut diuapkan dalam oven pada suhu 700 C hingga kering
dan terbentuk kristal tanin, dan masukkan kedalam desikator selama 2 menit,
kemudian ditimbang. Menurut Pari, (1990) dalam Karlinasari dkk, (2002) rendemen
ekstrak tanin dihitung dengan persamaan

berat padatan pada ekstrak (gr)


Rendemen ekstrak tanin (%) = x100 %
berat serbuk biji pinang (gr)

Penentuan Kadar Tanin Aktif


Penentuan kadar tanin aktif dari ekstrak menurut Sutarmidji, (1994) dalam
Sulastry, (2009) menimbang 1,5 g tanin kemudian dimasukkan kedalam gelas piala
100 ml, ditambahkan air 50 ml, panaskan pada suhu 600C selama lebih kurang 30
menit, setelah dingin larutan disaring kedalam labu ukur 250 ml, dan ditambahkan
air sampai tanda batas garis, Larutan tersebut diambil 25 ml larutan dimasukkan
kedalam erlenmeyer,dan menambahkan larutan indigo karmin sebanyak 20 ml.
Selanjutnya menambahkan larutan KMnO4 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
dari biru menjadi hijau.Titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna hijau berubah
menjadi kuning emas ( A ml ). Perubahan warna menjadi kuning emas menunjukkan
adanya tanin di dalam sampel.
Penitratan blanko dilakukan dengan memipet 20 ml larutan indigo karmin
kedalam erlenmeyer, kemudian menambahkan air 10 ml ( P ml ) dan dititrasi seperti
contoh diatas ( B ml ). Kadar aktif dihitung dengan persamaan.

P x ( A – B ) x 0,00416
Kadar tanin aktif ( % ) = x 100 %
bobot contoh dalam (gr)

Keterangan :
0,00416= Bobot setara 1ml KMnO4 0,1 N, Berat contoh = Berat awal sampel (gr). P =
Volum pengeceran larutan blanko (ml), A = Banyaknya KMnO4 yang ditambah
kedalam larutan tanin (ml), B = Banyaknya KMnO4 yang ditambah kedalamlarutan
blanko (ml).

Catatan
Larutan indigo karmin dibuat dengan cara : 6 gr Natrium – Indigo tindisulfonat
dilarutkan kedalam 500 ml aquades dan dipanaskan. Setelah dingin ditambahkan 50
ml asam sulfat dan ditambahkan aquades sampai 1 liter kemudian disaring.
Larutan 0,1N KmnO4 dibuat dengan cara : 3,3 gr KMnO4 dilarutkn dalam 1 liter
aquades dan dipanaskan selama 10 -15 menit, kemudian diencerkan sampai 2,5 liter
dengan aquades.

Kereaktifan Tanin
Kereaktifan tanin terhadap formaldehida diuji dengan bilanganStiansy yang
dapat menunjukkan jumlah komponen yang dapat bereaksi dengan formaldehid yang
sering disebut polyflafonoid. Penentuan bilangan Stiansy dilakukan berdasarkan
Laks dkk, (1988)dalam Karlinasari dkk, (2002) yaitu dengan menimbang sebanyak
0,1 gr ekstrak tanin lalu dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambah 8 ml air
kemudian ditutup lalu dikocok, kemudian dipanaskan hingga 15 menit diatas
penangas air pada suhu 1000C. Apabila larutan tersebut memiliki endapan maka
disaring untuk kemudian dibilas dengan 2 ml air, bila tidak terdapat endapan maka
larutan tersebut langsung ditambahkan 2 ml air. Selanjutnya pada larutan tersebut
ditambahkan 2 ml formaldehida dan 1 ml HCL, larutan tersebut ditutup kembali dan
dipanaskan selama 30 menit diatas penangas air dengan suhu 1000C. Setelah itu
larutan tersebut didinginkan, lalu disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan dengan oven dengan suhu 70 0C. Kemudian ditimbang sampai konstan
dan diperoleh sejumlah serbuk. Bilangan stiansy dihitung sebagai berikut:

berat ekstrak yang tidak larut (gr)


Bilangan Stiansy (%) = x 100 %
berat ekstrak tanin (gr )

Analisa Data
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan faktorial
RAL (Rancangan Acak Lengkap), metode percobaan adalah 3 x 3 dengan tiga kali
ulangan. dua faktor yang diteliti yaitu lamanya pemanasan (faktor A) dan ukuran
serbuk (Faktor B) kedua faktor yang diteliti adalah :
Faktor A Lama pemanasan, dengan 3 sub faktor:
a1 = Lama pemanasan 2 jam
a2 = Lama pemanasan 3 jam
a3 = Lama pemanasan 4 jam
Faktor B Ukuran serbuk , dengan 3 sub faktor :
b1 = Ukuran serbuk 60 mesh
b2 = Ukuran serbuk 80 mesh
b3 = Ukuran serbuk 100 mesh
HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Tanin


Hasil analisis rata- rata rendemen ekstrak tanin biji pinang (A. catechu ) pada
penelitian ini berkisar antara 16,7209 % (a2b1) sampai dengan 19,5007 % (a1b1).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata- Rata Rendemen Ekstrak Tanin (g). (The Avarage Level Of Extract
Tannin (g) )

Lama Pemanasan Ukuran serbuk (B) Rerata


(A)
60 mesh 80 mesh 100 mesh
2 jam 19,5007 17,3036 18,6469 18,4837
3 jam 17,7209 17,8083 18,1332 17,8880
4 jam 17,6138 18,1230 16,7213 17,4860

Rerata 18,2784 17,7149 17,8338 -

Lama Pemanasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan faktor lama
pemanasan (A) dan ukuran serbuk (B) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
rendemen ekstrak biji pinang (A. catechu ) sedangkan interaksi antara kedua
faktor(AB) tidak berpengaruh terhadap rendemen ekstrak tanin yang dihasilkan. Rata
– rata rendemen ekstrak tanin tertinggi pada perlakuan lama pemanasan 2 jam
dengan ukuran serbuk 60 mesh (a1b1) sebesar 19,5007 % dan rata- rata rendemen
ekstrak tanin terendah pada perlakuan lama pemanasan 4 jam dan ukuran serbuk 100
mesh (a3b3) yaitu sebesar 16,7213 %.
Hasil rerata rendemen ekstrak tanin tersebut menunjukkan bahwa pemanasan
yang terlalu lama pada proses ekstraksi akan menyebabkan menurunnya rendemen
ekstrak tanin biji pinang ( A. catechu ). Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi dkk
(2007) yang menyatakan bahwa proses ekstraksi yang terlalu lama akan
mengakibatkan menurunnya rendemen ekstrak tanin, dan hal ini akan
mempengaruhi kadar tanin yang dihasilkan. Menurut Prasetyo dkk, (2015) bahwa
semakin lama pemanasan maka ekstraksi kandungan tanin yang dihasilkan
cenderung menurun.
Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa lama pemanasan 2 jam
menghasilkan rendemen tertinggi ekstrak tanin biji pinang (A. catechu).

Ukuran Serbuk
Analisis sidik ragam diketahui bahwa ukuran serbuk berpengaruh sangat nyata
terhadap rendemen ekstrak tanin yang dihasilkan. Rendemen tertinggi dihasilkan
pada ukuran serbuk 60 mesh (b1) sebesar 18,2784 %. Hal ini sesuai pendapat
Bangun dkk, (2013) yaitu ukuran partikel yang baik digunakan antara 50 mesh – 70
mesh , Hal ini disebabkan semakin halus ukuran serbuk maka pada proses
penggilingan yang dilakukan secara berulang – ulang akan memecah pori- pori sel
yang mengakibatkan tanin teruap dan tertinggal di dalam mesin penggiling sehingga
berdampak pada menurunnya kandungan tanin pada serbuk (Depkes RI, 2000).
Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) terhadap ukuran serbuk menunjukkan tidak
ada perbedaan diantara ke -3 ukuran terhadap rendemen ekstrak tanin yang
dihasilkan. Dilihat pengamatan ukuran serbuk yang terbaik untuk mendapatkan
persentase rendemen tertinggi pada ukuran serbuk 60 mesh (b1)

Kadar Tanin Aktif


Hasil analisis kadar tanin aktif biji pinang (A. catechu ) pada penelitian ini
berkisar dari 10,6485% (a1b1) sampai dengan 11,0022% (a3b2)`.Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata- Rata Kadar Tanin Aktif (%). (The Average Level Of Extract Tannin
Active (%)).
Lama Ukuran serbuk (B) Rerata
Pemanasan (A)
60 mesh 80 mesh 100 mesh
2 jam 10,6485 10,7854 10,9443 10,7927

3 jam 10,9451 10,7386 10,9579 10,8805

4 jam 10,8690 11,0022 10,7679 10,8797

Rerata 10,8209 10,8421 10,8900

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lama pemanasan (A) dan ukuran
serbuk (B) serta interaksi kedua faktor tidak berpengaruh terhadap kadar tanin biji
pinang (A. catechu) . Rata – rata kadar tanin aktif tertinggi pada perlakuan lama
pemanasan 4 jam (a3) dengan ukuran serbuk 80 mesh (b2) sebesar 11,0022 %, dan
rata – rata kadar tanin terendah pada perlakuan lama pemanasan 2 jam (a1) dengan
ukuran serbuk 60 mesh (b1) yaitu 11,8209 %

Lama Pemanasan
Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa faktor lama pemanasan tidak
berpengaruh terhadap besarnya kadar tanin aktif yang dihasilkan. Kadar tanin aktif
tertinggi terdapat pada lama pemanasan 3 jam (a2) sebesar 10,8805%, diikuti lama
pemanasan 4 jam (a3) sebesar 10,8792 % dan lama pemanasan 1 jam (a2) sebesar
10,7927 %.
Hasil rata- rata kadar tanin aktif menunjukkan bahwa pemanasan 3 jam
merupakan pemanasan yang paling efektif terhadap kadar tanin aktif biji pinang.
Hasil penelitian ini didukung oleh Elvriani, ( 2010 ) yang menyatakan bahwa kadar
tanin tertinggi pada kulit manggis mencapai 15,393 % dengan lama pemanasan 3
jam.
Secara umum lama pemanasan terhadap kadar tanin biji pinang memberikan
pengaruh terhadap kadar tanin yang dihasilkan. Dilihat dari pengamatan bahwa
pemanasan 3 jam lebih tinggi dari pemanasan 2 jam dan 4 jam. Hal ini dikarenakan
pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan menurunnya kadar tanin aktif, hal
ini diduga karena pemanasan terlalu lama menyebabkan larutnya zat- zat non tanin
yang berdampak pada menurunnya kadar tanin aktif, apabila proses ekstraksi/
pemanasan terlalu singkat maka kadar tanin yang didapat kurang optimal.
Pernyataan ini sesuai pendapat Sukardi dkk, (2007), Proses ektraksi yang terlalu
lama akan mengakibatkan rusaknya kandungan tanin sedangkan Proses ekstraksi
yang terlalu singkat akan menghasilkan kandungan tanin yang kurang optimal. Hasil
uji beda nyata jujur (BNJ) menunjukan tidak ada perbedaan antara lama pemanasan 2
jam, 3 jam dan 4 jam terhadap kadar tanin.

Ukuran Serbuk
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui ukuran serbuk tidak berpengaruh
terhadap kadar tanin aktif. Kadar tanin aktif tertinggi dicapai pada ukuran serbuk
100 mesh (b3) sebesar 10,8900 %, selanjutnya ukuran serbuk 80 mesh (b2) sebesar
10,8421 % kemudian 60 mesh (b2) sebesar 10,8209 .
Berdasarkan dari pengamatan ukuran serbuk yang paling efektif digunakan
yaitu 100 mesh hal ini menunjukkan bahwa semakin halus ukuran serbuk maka
kadar tanin aktif cenderung semakin tinggi. Sesuai pendapat Ermiati dan Naufalin,
(2013) yang menyataka ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas
bidang interfasial antara fase padat dan fase cair, sehingga komponen bioaktif yang
terkandung di dalam terekstrak lebih banyak sehingga nilai kereaktifan
Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata antara ukuran serbuk 60 mesh, 80 mesh dan 100 mesh terhadap nilai kadar
tanin aktif. Namun dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran
serbuk yang terbaik pada penelitian ini adalah 100 mesh (b1).

Interaksi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara
lama pemanasan dan ukuran serbuk terhadap kadar tanin biji pinang (A. catechu).
Lama pemanasan dan ukuran serbuk pada setiap bahan mempunyai batas optimum,
dimana penambahan waktumelampaui batas optimumnya menjadi tidak berpengaruh
terhadap kadar tanin aktif biji pinang.

Kereaktifan Tanin
Hasil analisis sidik ragam data kereaktifan tanin terhadap formaldehide pada
penelitian ini rerata berkisar antara 70,6195 % (a2b3) sampai dengan 81,8807 %
(a3b2)lebih jelasnya dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata Kereaktifan Tanin Dalam (%). (The Average Of Tannin Being
Active (%)).
Lama Pemanasan Ukuran serbuk (B) Rerata
(A)
60 mesh 80 mesh 100 mesh
2 jam 73,6704 77,0548 79,2728 76,6660
3 jam 75,4356 81,8194 70,6195 75,9581
4 jam 74,9309 81,8807 79,7861 78,8659

Rerata 74,6789 80,2516 76,5594

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lama pemanasan (A) dan ukuran
serbuk (B) serta interaksi kedua faktor tidak berpengaruh terhadap kadar tanin biji
pinang (A. catechu) . Rata – rata kadar tanin aktif tertinggi pada perlakuan lama
pemanasan 4 jam (a3) dengan ukuran serbuk 80 mesh (b2) sebesar 11,0022 %, dan
rata – rata kadar tanin terendah pada perlakuan lama pemanasan 2 jam (a1) dengan
ukuran serbuk 60 mesh (b1) yaitu 10,8209 %

Lama Pemanasan
Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa faktor lama pemanasan tidak
berpengaruh terhadap besarnya kadar tanin aktif yang dihasilkan. Kadar tanin aktif
tertinggi terdapat pada lama pemanasan 3 jam (a2) sebesar 10,8805%, diikuti lama
pemanasan 4 jam (a3) sebesar 10,8792 % dan lama pemanasan 1 jam (a2) sebesar
10,7927 %.
Hasil rata- rata kadar tanin aktif menunjukkan bahwa pemanasan 3 jam
merupakan pemanasan yang paling efektif terhadap kadar tanin aktif biji pinang.
Hasil penelitian ini didukung oleh Elvriani, ( 2010 ) yang menyatakan bahwa kadar
tanin tertinggi pada kulit manggis mencapai 15,393 % dengan lama pemanasan 3
jam. Secara umum lama pemanasan terhadap kadar tanin biji pinang memberikan
pengaruh terhadap kadar tanin yang dihasilkan.
Dilihat dari pengamatan bahwa pemanasan 3 jam lebih tinggi dari pemanasan
2 jam dan 4 jam. Hal ini dikarenakan pemanasan yang terlalu lama akan
menyebabkan menurunnya kadar tanin aktif, hal ini diduga karena pemanasan terlalu
lama menyebabkan larutnya zat- zat non tanin yang berdampak pada menurunnya
kadar tanin aktif, apabila proses ekstraksi/ pemanasan terlalu singkat maka kadar
tanin yang didapat kurang optimal. Pernyataan ini sesuai pendapat Sukardi dkk,
(2007) proses ektraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan rusaknya kandungan
tanin sedangkan Proses ekstraksi yang terlalu singkat akan menghasilkan kandungan
tanin yang kurang optimal. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) menunjukan tidak ada
perbedaan antara lama pemanasan 2 jam, 3 jam dan 4 jam terhadap kadar tanin.
Ukuran Serbuk
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui ukuran serbuk tidak berpengaruh
terhadap kadar tanin aktif. Kadar tanin aktif tertinggi dicapai pada ukuran serbuk
100 mesh (b3) sebesar 10,8900 %, selanjutnya ukuran serbuk 80 mesh (b2) sebesar
10,8421 % kemudian 60 mesh (b2) sebesar 10,8209 .
Berdasarkan dari pengamatan ukuran serbuk yang paling efektif digunakan
yaitu 100 mesh hal ini menunjukkan bahwa semakin halus ukuran serbuk maka
kadar tanin aktif cenderung semakin tinggi. Sesuai pendapat Ermiati dan Naufalin,
(2013) yang menyataka ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas
bidang interfasial antara fase padat dan fase cair, sehingga komponen bioaktif yang
terkandung di dalam terekstrak lebih banyak sehingga nilai kereaktifan
Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata antara ukuran serbuk 60 mesh, 80 mesh dan 100 mesh terhadap nilai kadar
tanin aktif. Namun dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran
serbuk yang terbaik pada penelitian ini adalah 100 mesh (b1).

Interaksi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara
lama pemanasan dan ukuran serbuk terhadap kadar tanin biji pinang (A. catechu).
Lama pemanasan dan ukuran serbuk pada setiap bahan mempunyai batas optimum,
dimana penambahan waktumelampaui batas optimumnya menjadi tidak berpengaruh
terhadap kadar tanin aktif biji pinang.

Penentuan Kadar Tanin Optimum.


Berdasarkan pengamatan rendemen ekstrak tanin, kadar tanin aktif dan
kereaktifan tanin yang diperoleh dari ekstraksi menunjukkan hasil yang bervariasi,
perbedaan ini disebabkan oleh daya larut tanin yang berbeda. Berdasarkan penelitian
Wardani dkk, (2010) penentuan kadar tanin optimum dapat dilihat dari kadar tanin
aktif tertinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa lama pemanasan dan ukuran
serbuk yang optimum terhadap kadar tanin biji pinang yaitu lama pemanasan 3 jam
dengan ukuran serbuk 80 mesh (a2b2) sebesar 11,0022 %

PENUTUP
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lama pemanasan dan ukuran
serbuk optimum terhadap kadar tanin biji pinang yaitu lama pemanasan 4 jam
dengan ukuran serbuk 80 mesh serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar tanin aktif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai persentase kandungan tanin
dengan menggunakan faktor perlakuan yang berbeda seperti jenis pelarut, perlakuan
suhu ektraksi, metode ekstraksi dengan harapan didapat kadar tanin yang lebih
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun AR, Aminah S, Hutahaean RS, Ritonga MY. 2013. Pengaruh Kadar Air
Dosis Dan Lama Pengendapan Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai
Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Jurnal Teknik Kimia 2 : 7
– 14.

Desmiaty Y, Ratih H, Dewi MA, Agustin R. 2008. Penentuan Jumlah Tanin Total
pada Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang
Darah (Exchoecaria bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru
Prusia. Ortocarpus. Jurnal Tanin Handbook 8:106-109.

Elvriani Y. 2010. Ekstraksi Tannin dari Kulit Buah Manggis dengan Variasi
Konsentrasi Solvent, Rasio Bahan Terhadap Solvent dan Waktu Ekstraksi. [
skripsi ] Palembang : Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.

Erminawati, dan Naufalin R. 2013. Sifat Fisikokimia dan Aktivitas Antioksidan


Sarang Semut (Myrmecodia pendans) Sebagai Pengawet Alami Pangan.
Patpi 1 : 1 - 15

Handayani, A. D. 2007. Pengaruh Suhu terhadap Yield Karotenoid pada Ekstraksi


Kulit Udang dengan Menggunakan Minyak Kelapa Sawit. National
Conference: Design dan Aplication ofTechnology 2007. Surabaya. 2: 1-4.

Karlinasari L, Roffael, Suminar S, Achmadi. 2002. Penggunaan Tanin Kulit Acacia


mangium Wild, Pada Resin Sistem, Jurnal Hasil Hutan 5 : 1 – 5.

Sulastri T. 2009. Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji
Pinang Sirih (Areca catechu. L). Jurnal Chemica10 : 59-63

Supriadi A, Santoso A. 2009. Produksi Perekat Tanin Dari Kulit Mangium Sebagai
Upaya Peningkatan Nilai Tambah Limbah Industry Pulp. Buletin Hasil Hutan
16 : 1 – 8

Wardani AR, dkk. 2010. Pengaruh Cairan Penyari Terhadap Rendemen dan Kadar
Tanin Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L). Jurnal Farmasi
Indonesia 2 : 57-61.

You might also like