0% found this document useful (0 votes)
478 views98 pages

Invasive Weeds in Bogor Garden

This document summarizes Gunar Widiyanto's thesis which aimed to identify and characterize invasive ruderal weeds in the Bogor Botanical Garden. Seven invasive weed species from six families were found and grouped into three clusters based on aggressiveness. Group 1 contained Dioscorea bulbifera with the highest score. Group 2 contained Cissus sicyoides, Cissus nodosa, and Mikania micrantha. Group 3 contained Ficus elastica, Paraserianthes falcataria, and Cecropia adenopus. Groups 1 and 2 were woody climbers while Group 3 were trees. Species scoring over 50 significantly disturbed the garden's ecosystem stability.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
478 views98 pages

Invasive Weeds in Bogor Garden

This document summarizes Gunar Widiyanto's thesis which aimed to identify and characterize invasive ruderal weeds in the Bogor Botanical Garden. Seven invasive weed species from six families were found and grouped into three clusters based on aggressiveness. Group 1 contained Dioscorea bulbifera with the highest score. Group 2 contained Cissus sicyoides, Cissus nodosa, and Mikania micrantha. Group 3 contained Ficus elastica, Paraserianthes falcataria, and Cecropia adenopus. Groups 1 and 2 were woody climbers while Group 3 were trees. Species scoring over 50 significantly disturbed the garden's ecosystem stability.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 98

i

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA


RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

GUNAR WIDIYANTO
A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Identification and Characteristic of Ruderal Invasive Weeds in
Bogor Botanical Garden

Gunar Widiyanto1, Edi Santosa2, Adolf Pieter Lontoh2


1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
2
Staff pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB

Abstract

Invasive weeds become important issues in Indonesia due to ecological


and economical production concern of agriculture. Plant invation effected
consequences of very high ecological loss and economical cost. Several thing of
economic cost be able to quantification such as herbiside cost and yield loss. The
ecological loss is the priceless disadvantages and difficult to quantified eg
ecosystem damage, decrease recreation area, extinct of certain species etc. This
research intent on identify and characterization of ruderal invasive weeds, looking
for spreading pattern along with those influence factors to get the precisely
controlling method and to know economic consequences from the existense of
ruderal invasive weeds in Kebun Raya Bogor. This researh used scoring method
and continued with multivariate analysis which showed by dendogram. The
dendogram is made by neighbour joining single linkage method. The results
showed that there are seven species invasive weeds from six familly which
divided into three groups according to its aggresiveness. Component of Group 1
is Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) with total score 69. Group 2 consist of
Cissus sicyoides L. (Vitaceae) with total score 75, Cissus nodosa L. (Vitaceae)
with total score 67 and Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) with total score
78. Group 3 consist of Ficus elastica Roxb. (Moraceae) with total score 56,
Paraserianthes falcataria (Fabaceae) with total score 48 and Cecropia adenopus
(cecropiaceae) total skor 45. Component of Group 1 and Group 2 are woody
climber those included in kind of vines whereas component of Group 3 are kind of
tree. Based on our investigation invasive weed species which have score more
than 50 be able to made significant disturbance and threaten the ecosystem
stabillity of Bogor Botanical Garden.
i

RINGKASAN

GUNAR WIDIYANTO. Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma


Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA dan
ADOLF PIETER LONTOH).
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma
ruderal invasif, melihat pola penyebaran gulma ruderal invasif serta faktor yang
mempengaruhi pola penyebarannya guna mencari metode pengendalian yang
tepat dan mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di
areal Kebun Raya Bogor.
Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif gulma ruderal
invasif pada semua vak (petak) yang terdapat di dalam Kebun Raya Bogor.
Identifikasi gulma dan studi pustaka untuk karakteristik gulma yang ditemukan.
Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Data
sekunder berupa peta lingkungan KRB, keadaan umum KRB, manajemen
perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang. Data
pengamatan lalu dinilai berdasarkan kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993),
dimana gulma dengan skor lebih dari 50 dianggap signifikan mengganggu dan
memerlukan pengendalian. Data dianalisis dengan Minitab 14 dan ditampilkan
dalam bentuk dendogram.
Hasil pengamatan dan penilaian terdapat tujuh spesies gulma invasif dari
enam famili. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian adalah Mikania
micrantha H.B.K. (Asteraceae) total skor 78, Cissus sicyoides L. (Vitaceae) total
skor 75, Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) total skor 69, Cissus nodosa L.
(Vitaceae) total skor 67, Ficus elastica Roxb. (Moraceae) total skor 56,
Paraserianthes falcataria (Fabaceae) total skor 48 dan Cecropia adenopus
(cecropiaceae) total skor 45. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter
morfologi dan botani gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung
menyebar secara acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif
cenderung berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin,
hewan dan manusia (pengunjung).
ii

Hasil analisis menunjukkan pengelompokkan gulma berdasarkan tingkat


invasif terbagi menjadi tiga grup. Anggota Grup 1 yaitu Dioscorea bulbifera L.
Grup 2 terdiri dari tiga gulma yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume
dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan terdiri dari tiga gulma yaitu Ficus
elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria.
Grup 1 dan 2 merupakan golongan gulma kayu pemanjat (woody climber) yang
termasuk dalam jenis vines. Grup 3 merupakan golongan pohon. Semua anggota
Grup 1 dan 2 merupakan gulma dengan total skor diatas 50 poin. Artinya
kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan
habitat di Kebun Raya Bogor.
Terkait hal tersebut perlu penanganan yang tepat untuk pengendalian
kelompok gulma tersebut. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan metode
pengendalian manual dan kultur teknis dianggap paling tepat. Manajemen gulma
di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara konvensional. Tindakan tersebut
dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma yang belum terintegratif, estimasi
kerugian ekonomi yang belum mantap dan jumlah tenaga kerja menjadi faktor
utama yang masih perlu ditingkatkan.
iii

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA


RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

GUNAR WIDIYANTO
A24070111

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iv

Judul : IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-

GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA


BOGOR
Nama : GUNAR WIDIYANTO

NIM : A24070111

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS.
NIP 19700520 199601 1 001 NIP 19570711 198111 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.


NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :
v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal


7 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Bambang Suryanto
dan Ibu Erlik Supeni.
Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan pertamanya di TK
Tunas Muda, kemudian pada tahun 2001 lulus dari SDN Lerep 06. Penulis
kemudian melanjutkan studi di SMPN 24 Semarang dan lulus pada tahun 2004.
Tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan studinya di SMAN 4 Semarang dan
ditahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI.
Selama kuliah penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan. Diantaranya
Festifal Tanaman XXXI, Agrosportmen 2009 dan Semai 45. Keorganisasian yang
pernah diikuti antara lain UKM Musik Agriculture Ekspession dan organisasi
mahasiswa daerah Patra Atlas Semarang. Penulis juga pernah menjadi finalis
lomba bisnis plan pada ITB Entrepreneur Challenge 2011.
vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kekuatan hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi
Gulma – Gulma Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor disusun oleh penulis
sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Herdhata Agusta, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan masukan yang membangun pada skripsi ini.
3. Kedua orang tua yang tak pernah lelah memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis.
4. Segenap dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang
telah memberikan ilmu dan pelayanan selama penulis menempuh masa studi.
5. Ibu Elly Kristiati yang telah memberikan bimbingan lapang selama penelitian,
serta segenap staf KRB yang telah membantu jalannya penelitian.
6. Teman-teman AGH 44 yang selalu menjadi sumber inspirasi, serta yang telah
memberikan bantuan selama ini baik berupa fisik maupun spiritual.
7. Keluarga besar dan teman-teman angkatan 44 Organisasi Mahasiswa Daerah
Patra Atlas Semarang atas kebersamaannya selama ini. Kita untuk selamanya.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan dan dapat bermanfaat juga untuk kemajuan ilmu pengetahuan
terutama bagi pertanian di Indonesia.

Bogor, Desember 2011

Penulis
vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................viii


DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................... 3
Hipotesis.................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
Keadaan Umum Kebun Raya Bogor ....................................................... 5
Klasifikasi Gulma.................................................................................... 7
Gulma Ruderal ........................................................................................ 9
Gulma Invasif ........................................................................................ 10
Karakteristik Gulma Invasif .................................................................. 11
Model Langkah dan Tahapan Invasi ..................................................... 13
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 16
Waktu dan Tempat ................................................................................ 16
Alat dan Bahan ...................................................................................... 16
Metode Penelitian.................................................................................. 16
Pelaksanaan ........................................................................................... 16
Pengamatan ........................................................................................... 17
Analisis.............................................................................................. 1818
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 2121
Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ................................ 21
Pengelompokan Gulma Invasif ......................................................... 3737
Dominasi Gulma ............................................................................... 4141
Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor ........................................ 4243
Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan ........................................ 4646
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 5252
Kesimpulan ....................................................................................... 5252
Saran .................................................................................................. 5252
DARTAR PUSTAKA ................................................................................... 5454
LAMPIRAN .................................................................................................. 5858
viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif........................................ 19

2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ............ 22

3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma


Invasif di Kebun Raya Bogor ........................................................ 24

4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan


Kewarganegaraan .......................................................................... 25

5. Skoring Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor .............................. 38

6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari variabel: D.


bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M.
micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P.
falcataria. ...................................................................................... 39

7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun


Raya Bogor ................................................................................... 42

8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor


Tahun 2011 ................................................................................... 49
ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides) ..................................... 7

2. Jenis Gulma Rumput ................................................................... 8

3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma


(Rejmanek, 1995) ........................................................................ 11

4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010) ... 13

5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ...................... 23

6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B ...................... 26

7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor .............. 27

8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O ................... 28

9. Peta penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun


Raya Bogor ................................................................................. 29

10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ........ 30

11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di


Kebun Raya Bogor ...................................................................... 30

12. Serangan Ficus elastica Roxb pada vak IV.F ............................. 31

13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor ........... 32

14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D .................... 33

15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor .................. 34

16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor ................................ 35

17. Peta Penyebaran C.sicyoides Blume di Kebun Raya Bogor ....... 36

18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor ......... 37

19. Dendogram Pengelompokan Tingkatan Gulma Invasif di


Kebun Raya Bogor ...................................................................... 40
x

Nomor Halaman

20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak


II.C .............................................................................................. 45

21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya


Bogor ........................................................................................... 46
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L.................................................... 59

2. Deskripsi Cissus sicyoides L .......................................................... 62

3. Deskripsi Paraserianthes falcataria .............................................. 63

4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K ............................................. 64

5. Deskripsi Ficus elastica Roxb ....................................................... 66

6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan .................................. 68

7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson ....................................... 69

8. Deskripsi Pistia stratiotes L ........................................................... 70

9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.)


Hartog............................................................................................. 71

10. Deskripsi Oryza barthii A. Chev ................................................... 72

11. Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq .................................. 73

12. Deskripsi Cissus nodosa Blume ..................................................... 74

13. Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 ............................ 75

14. Kebun Raya Bogor ......................................................................... 85


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan


kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut
Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada
tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu
definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan
tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik,
tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis
gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat
buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia
(Sastroutomo, 1990).
Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya
terhadap aktivitas manusia atau pertanian. Bagi pertanian, gulma tidak
dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan
unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa
allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama
dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau
menambah biaya untuk usaha pengendalian. Mengingat keberadaan gulma
menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka dilakukan usaha-usaha
pengendalian secara teratur dan terencana. Pengendalian gulma bukan lagi
merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang memerlukan
langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman
dan Yakub, 2002).
Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun, tingkat keganasan,
morfologi batang, habitat dan lokasi tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat
dibagi menjadi gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma yang
umum ditemui pada agroekosistem atau sistem pertanaman yang spesifik lainya
seperti kehutanan. Gulma ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua
sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta api, bandara dan sebagainya.
2

Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber


gulma bagi wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena
minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di
perkotaan selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota.
Namun demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik.
Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan
program pengendalian baik secara preventif maupun eradikatif.
Radosevich et al. (2007) menyatakan globalisasi telah menjadikan
terjadinya transportasi material biologis seperti tanaman eksotik ke seluruh dunia.
Hal tersebut telah mendorong terjadinya introduksi dan kolonialisasi tanaman non
natif dari seluruh penjuru dunia terutama pada lokasi-lokasi yang baru. Kebun
Raya Bogor adalah kawasan konservasi ex-situ dan penelitian tanaman tropika
serta tempat pendidikan lingkungan dan pariwisata yang berdiri sejak 193 tahun
yang lalu. Hampir 50% dari 3423 jenis tanaman koleksi yang terdapat di Kebun
Raya Bogor merupakan tanaman eksotik (Subarna, 2002). Tidak menutup
kemungkinan sebagian dari tanaman introduksi tersebut akan menjadi “invader”.
Perubahan tersebut salah satunya dipicu oleh agroekologi yang mendukung
reproduksi atau perkembanganya. Spesies invasif tersebut akan mengancam
biodiversitas dan integritas ekosistem Kebun Raya Bogor yang tidak ternilai
harganya.
Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah ekspansi geografis dari
suatu spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi
ini mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya eksotik, tumbuhan
asing, walaupun ini bukan satu-satunya definisi yang tepat. Invasi tumbuhan
membawa konsekuensi biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi.
Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi seperti biaya pengendalian
dengan herbisida dan penurunan produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak
mudah dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan areal rekreasi,
punahnya spesies atau jenis tertentu. Di Asia Tenggara belum ada yang
mengestimasikan biaya sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju
seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan invasif ini pada tanaman
budidaya dan padang rumput saja berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya
3

(Pimentel et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun


waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar
(Purwono, 2002).
Langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sumber daya untuk
mendeteksi spesies invasif. Kita dapat meningkatkan peluang untuk menemukan
suatu spesies invasif pada tingkat populasi yang masih kecil. Semakin dini
diantisipasi keberadaan spesies invasif tersebut akan mengurangi tingkat
kerusakan dan membuat kontrol berikutnya menjadi lebih murah dan efektif.
Namun demikian, mendeteksi spesies invasif relatif sulit untuk dilakukan dan
kriteria tersebut bersifat situasional dan terbatas pada lokasi tertentu. Banyak
faktor yang mengurangi kemungkinan mendeteksi spesies invasif. Seperti halnya
kepadatan populasi yang rendah dari suatu spesies, bukan berarti spesies tersebut
tidak mungkin berpotensi sebagai spesies invasif (Mehta et al., 2007).
Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman
tertentu berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian.
Selain itu, identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati
baru yang saat ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian
berkelanjutan. Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman lebih banyak
dibandingkan dengan agroekologi pertanian. Tingginya keragaman tersebut
membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi
gulma dengan tanaman.

Tujuan

1. Mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif di Kebun


Raya Bogor dan pola penyebarannya, guna mencari metode pengendalian
yang tepat.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola penyebaran gulma ruderal invasif
di Kebun Raya Bogor.
3. Mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal
Kebun Raya Bogor.
4

Hipotesis

1. Gulma ruderal invasif memiliki spesifikasi tertentu pada areal tertentu.


2. Terdapat gulma ruderal invasif dari golongan teki, rumput dan daun lebar
yang spesifik untuk daerah tertentu.
3. Penyebaran gulma ruderal invasif yang utama adalah oleh angin, air, hewan
dan transportasi manusia.
5

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Kebun Raya Bogor

Indonesia memiliki dua puluh kebun raya yang tersebar di Jawa Barat
(Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Kuningan), Jawa Timur
(Kebun Raya Purwodadi), Bali (Kebun Raya Eka Karya), Jawa Tengah (Kebun
Raya Baturaden), NTB (Kebun Raya Lombok Timur), Batam (Kebun Raya
Batam), Sumatera Utara (Kebun Raya Samosir), Jambi (Kebun Raya Bukit Sari),
Sumatera Barat (Kebun Raya Solok), Lampung (Kebun Raya Liwa), Kalimantan
Barat (Kebun Raya Sambas, Kebun Raya Danau Lait), Kalimantan Tengah
(Kebun Raya Katingan), Kalimantan Timur (Kebun Raya Sungai Wain), Sulawesi
Selatan (Kebun Raya Enrekang, Kebun Raya Pucak), Sulawesi Tenggara (Kebun
Raya Kendari), Sulawesi Utara (Kebun Raya Minahasa) (LIPI, 2009).
Peranan Kebun Raya Bogor saat ini dapat dilihat dari beberapa sudut.
Pertama dari segi preservasi sumber genetik tanaman. Intensifikasi penebangan
dan konversi hutan yang tinggi mengakibatkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan
yang belum sempat dikembangkan atau bahkan sama sekali belum diketahui oleh
kita tentang kegunaannya akan hilang. Sehubungan dengan hal tersebut, Kebun
Raya Bogor (KRB) sebagai lokasi konservasi “ex-situ” melakukan eksplorasi
tumbuhan di kawasan hutan, mendata, mengkoleksi dan melestarikan. Sebagai
tempat pariwisata, KRB selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal dan
mancanegara. Dari dua puluh kebun raya yang ada di Indonesia hanya lima
diantaranya yang telah mengalami pembangunan fisik dan memiliki fasilitas
penunjang yang layak bagi wisatawan. KRB merupakan salah satu dari lima
kebun raya yang mempunyai sarana dan prasarana terlengkap.
Kebun Raya Bogor sebagai instansi pendidikan, melakukan penelitian dan
pengembangan diberbagai bidang antara lain di bidang taksonomi, biosistematik,
botani terapan dan hortikultura. KRB juga berlaku sebagai hutan kota dilihat dari
lokasinya yang berada tepat di tengah Kota Bogor. KRB mampu menyerap emisi
karbon dan memberikan suplai oksigen di tengah kepadatan aktivitas lalu lintas
Kota Bogor.
6

Deskripsi mengenai Kebun Raya Bogor menurut Subarna (2002) adalah


merupakan salah satu lembaga botani bersejarah di Indonesia, yang juga dikenal
dengan baik di dunia Internasional. Hal yang melatar belakangi berdirinya kebun
raya ini didasarkan pada dua tujuan, yaitu: untuk melakukan eksploitasi kekayaan
alam hayati Indonesia dan melaksanakan percobaan-percobaan tumbuhan yang
mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia. Kebun Raya Bogor
merupakan kebun raya yang ke-13 tertua di dunia.
Secara geografis Kebun Raya Bogor terletak pada 6.370 Lintang Selatan
dan 106.320 Bujur Timur. Secara administratif Kebun Raya Bogor terletak di
tengan-tengah kota Bogor, provinsi Jawa Barat, berdampingan dengan Istana
Presiden Bogor atau sekitar 60 km sebelah selatan Jakarta. Kawasan Kebun Raya
Bogor berada pada ketinggian 260 m dpl, dengan luas keseluruhannya mencapai
87 ha. Jenis tanah di kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya merupakan jenis
tanah latosol coklat kemerahan. Topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar
dengan kemiringan lahan 3 – 15 % dan sedikit bergelombang (Subarna, 2002).
Kawasan Kebun Raya Bogor termasuk daerah basah dengan curah hujan
yang tinggi antara 3000 – 4000 mm per tahun dan termasuk tipe hujan A. Hasil
pengamatan stasiun curah hujan pada tahun 2010, KRB memiliki 241 hari hujan
dengan jumlah curah hujan 5081.7 mm (LIPI, 2010). Suhu harian KRB berkisar
antara 21.40 – 30.20 C. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan
Kebun Raya Bogor termasuk tipe kawasan dataran rendah basah yang secara
spesifik termasuk kedalam jenis kawasan hujan tropika dataran rendah yang
ditandai dengan curah hujan tinggi dan keadaan yang selalu hijau. Kawasan KRB
dilalui oleh dua aliran sungai, yaitu sungai Ciliwung dan sungai kecil Cibalok
yang memotong Kebun Raya menjadi dua bagian. Tetapi untuk keperluan sistem
hidrologi di dalam kawasan kebun raya, hanya berasal dari sungai Cibalok.
Sungai ini berasal dari air buangan rumah tangga masyarakat kawasan sekitar
yang kemudian terkumpul dalam satu saluran menjadi sungai kecil dan memasuki
kawasan kebun raya (Subarna, 2002).
Kebun Raya Bogor terkenal dengan keunikan koleksi vegetasinya yang
terdiri dari 3423 jenis tanaman yang terbagi dalam 192 taman koleksi (Vak).
Spesiesnya terdiri dari 54% tumbuhan asli dan 46% tumbuhan yang ditanam.
7

Beberapa koleksi merupakan koleksi yang termasuk dalam kategori unik, langka
dan spesifik. Selain itu sebagian merupakan koleksi yang telah berusia lebih dari
100 tahun. Tanaman di Kebun Raya Bogor dikenal dengan tingkat status
kelangkaan berdasarkan redlist book. Kebun Raya Bogor saat ini telah menjadi
pulau habitat. Salah satu jenis yang mendiami pulau habitat ini adalah burung.
Tercatat setidaknya terdapat 56 spesies burung mendiami wilayah KRB.

Klasifikasi Gulma

Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi


gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan
karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya. Dalam
prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi
botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki,
rumput dan daun lebar. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas:
gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit.
Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan.
Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristik-
karakteristik tersebut.
Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat
dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini
mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya
membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu.
Dengan karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan
secara manual.

Gambar 1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides)


8

Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau


pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama
sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida
berbeda.

a b

Gambar 2. Jenis Gulma Rumput


(a) Axonopus compressus
(b) Andropogon aciculatus

Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar


yang berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap
bahan kimia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata
yang memungkinkan cairan masuk. Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada
nodus atau titik memencarnya daun.
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua
musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan
gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai
perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan
semusim panas (summer annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di
musim semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun
yang sama. Gulma semusim dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat
di musim dingin, tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim
semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim merupakan gulma yang dapat
9

hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan
awal, kecambah biasanya berbentuk roset. Setelah mengalami musim dingin
bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan kemudian mati. Gulma tahunan
adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini
adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan perakaran yang sama.
Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuh-
tumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu
disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode
pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999).
Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap
keadaan air kontinu atau paling tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk
periode waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai
marginal (tepian), emergent (gabungan antara tenggelam dan terapung),
submerged (melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating
(mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999).
Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan
parasit. Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat
menyebabkan penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang
juga epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman
inang akan kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh
parasit tersebut.

Gulma Ruderal

Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah


mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang
penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air,
gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang
tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi
bukan digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002).
Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya dijumpai di
tempat-tempat ruderal yang berasal dari bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa
(dalam arti luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi jalan, rel
10

kereta api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan


sampah, dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu
telah mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma
yang dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang
sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang
terjadi disebabkan adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan
waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya
diawali dari jenis-jenis yang semusim kemudian berubah menjadi herba menahun
dan akhirnya akan didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.

Gulma Invasif

Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak


seperti rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati
dan menyebar ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan
kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan
vegetasi asli dan bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat
kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies
asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai
spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan
gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi
kesehatan manusia (Campbell, 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al.
(2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk
mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena
tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada
spesies asli.
Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik
menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya.
Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada
sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru,
dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif.
Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-usul tumbuhan invasif
bisa dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan
11

pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma


tersebut menggangu obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang
berhasil mapan pada habitat baru. Dipandang dari sudut biogeografi, ada
tumbuhan asing, eksotis, alien, jenis eksotik. (3) Kolonial, tumbuhan yang
berhasil pada daerah yang sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang
dari sudut ekologis, dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi
(Rejmanek, 1995). Istilah ini dapat tumpang tindih satu dengan yang lain seperti
digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995).

Berdasarkan Gambar 3 bagian yang berwarna abu-abu dapat digolongkan


dalam kelompok gulma invasif. Tjitrosoedirdjo (2010) menyatakan bahwa
tumpang tindih seperti Gambar 3 tidak menjadi masalah, yang penting adalah
bagaimana masalah gulma yang ditimbulkan dapat dikelola dengan baik. Perlu
ada pendekatan non konvensional pada pengelolaan gulma invasif. Pendekatan
konvensional dalam studi gulma lebih fokus kepada studi metoda
pengendaliannya daripada pengaruhnya pada ekosistem.

Karakteristik Gulma Invasif

Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Viabilitas biji lama dan dikendalikan secara internal, sehingga
perkecambahan bersifat tidak kontinu.
2. “Self-compatible”, tetapi tidak autogamus atau apomistik.
12

3. Biji diproduksi sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu.


4. Biji dapat diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan.
5. Propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun jarak jauh.
6. Kalau tumbuhan tahunan, ramet mudah putus dan sukar untuk dicabut dari
tanah.
Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan eksotik yang bersifat
invasif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif,
sehingga mampu mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu:
1. Pertumbuhan yang cepat.
2. Perakarannya banyak dan rapat, sehingga mendominasi perakaran
disekitarnya.
3. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi
biji.
4. Metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang disukai hewan atau biji
ringan sehingga mudah terbawa angin.
5. Biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat mendominasi areal.
6. Memiliki senyawa allelopati yang menghambat pertumbuhan jenis
tumbuhan lokal.
Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi karakter tumbuhan
asing invasif, antara lain:
1. Cepat membangun naungan yang lebat.
2. Tumbuhan invasif juga dapat bersifat different phenology tumbuh lebih
dulu, daun hijau lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu.
3. Biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang dapat
mengendalikan pertumbuhan populasinya.
Booth et al. (2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu
habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat sederhana. Tingkat
kerentanan habitat pada invasi tergantung pada banyak faktor dan berubah dari
waktu ke waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami invasi yaitu
spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya jenis gulma tertentu memiliki
beberapa sifat yang memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh
sistem manajemen habitat tersebut
13

Model Langkah dan Tahapan Invasi

Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui


proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan
naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk
ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi
sering membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada
proses ini terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi
baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru
mendiami semua relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang
sukses (Mashhadi dan Radosevich, 2004).
Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup
sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi (Gambar 4). Tahapan atau
subdivisi seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan
untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat
harus dapat membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi.
Tahapan invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh
tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan
kesulitan yang mungkin timbul. Hanya langkah dalam invasi sesuai untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi tumbuhan itu.

Gambar 4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010)


14

Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1. Berada di daerah baru. Periode atau tahapan dimana tanaman budidaya dan
tanaman hias mulai dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai
mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi feral. Tumbuhan yang
tidak dikultivasi pada tahapan ini sejajar dengan periode dorman dari propagul.
2. Mapan secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini
setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada daerah baru tersebut, tanpa
bantuan dari manusia.
3. Mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan ini apabila
setidaknya ada satu populasi di daerah baru tersebut yang mempunyai peluang
bagus untuk tetap bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP
tercapai).
4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan
itu sudah menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya yang
mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah tercapai.
Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju dari satu tahap ke
tahapan berikutnya:
1. Imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan home range-nya dan
mencapai daerah baru, oleh karenanya melewati pembatas penyebaran. Pada
kasus ini banyak imigrasi yang difasilitasi oleh manusia.
2. Adanya pertumbuhan dan reproduksi yang independen setidaknya satu
individu. Pada daerah baru itu setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh,
berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias harus tumbuh
sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda dari kultivasi manusia.
3. Pertumbuhan populasi taraf MVP (the minimum viable population)
tercapai. Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk
menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini memerlukan perubahan
cara pandang, subyek investigasi bukan lagi individu tetapi populasi di daerah
baru yang menjadi subyek penting.
4. Akuisisi lokasi baru. Pada langkah ini tumbuhan menginvasi lokasi lain
dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah berbeda.
15

Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah utama dimana suatu


tumbuhan harus menghadapinya dalam rangkaian proses invasi. Hal tersebut
menciptakan urutan kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak dapat
dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya. Masalah yang timbul
dikelompokan dalam langkah ini menurut hubungan dan waktu kejadiannya
sehingga memberikan dasar untuk analisa yang sistematik.
Kebutuhan untuk menganalisis kemampuan gulma invasif sebelum invasi
terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian demi penelitian menunjukkan bahwa
spesies invasif menimbulkan kerusakan terhadap spesies asli, ekosistem,
pertanian, dan keselamatan manusia. Pada saat ini belum ada data penelitian
yang komprehensif mengenai model invasif yang berlaku umum. Hal tersebut
karena gulma memiliki dinamika dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu
langkah mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang ditimbulkan oleh
spesies invasif (Reichard, 2001).
16

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei
2011. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, Kota
Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain kamera digital, buku lapang,papan jalan,
amplop kertas berukuran 35 cm x 25 cm dan penggaris. Bahan yang digunakan
adalah spesimen gulma invasif baik berupa spesimen utuh atau berupa bagian
tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya Bogor.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif untuk gulma


ruderal invasif pada semua “vak” (petak) yang terdapat di kawasan Kebun Raya
Bogor. Data hasil pengamatan kemudian diolah dengan metode skoring dan diuji
dengan multivariate cluster analysis.

Pelaksanaan

1. Melakukan wawancara dengan pihak KRB yang terkait untuk


mendapatkan informasi gulma-gulma yang dianggap mengganggu. Berdasarkan
informasi tersebut, dilakukan pengamatan pada setiap vak terhadap invasi atau
serangan dari tumbuhan asing (gulma). Apabila terdapat serangan maka
dilakukan pencatatan, dokumentasi, serta pengambilan spesimen contoh baik
berupa tumbuhan utuh atau salah satu bagian saja dari gulma yang ditemukan
sebagai bahan pembuatan herbarium untuk keperluan identifikasi.
2. Melakukan identifikasi dan studi pustaka untuk mengetahui jenis dan
karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium
SEAMEO Biotrop, Bogor.
17

3. Melakukan pengelompokkan gulma invasif dengan cara penilaian


(skoring) menurut Hiebert dan Stubbendieck (1993) dan dimodifikasi oleh
Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu dengan membuat dua puluh karakteristik gulma
dengan nilai 0 – 5 poin pada setiap karakter dengan nilai maksimal 100 poin.
Gulma dengan total skor lebih dari 50 poin perlu mendapat perhatian khusus.
Nilai yang diperoleh dari setiap karakteristik kemudian diolah dengan uji
multivariate cluster untuk melihat pengelompokkan dari gulma-gulma tersebut.
4. Pengumpulan data sekunder berupa peta lingkungan Kebun Raya Bogor,
keadaan umum Kebun Raya Bogor, manajemen perawatan dan pengendalian
gulma serta data lain yang menunjang.

Pengamatan

. Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap gulma-gulma invasif


yang ditemukan. Komponen pengamatannya antara lain:
1. Deskripsi spesies (nama, jenis, botani). Pengamatan dilakukan secara
eksploratif terhadap spesies gulma invasif di KRB. Spesimen gulma diamati
secara langsung karakter morfologinya, kemudian spesimen dibuat menjadi
herbarium untuk keperluan identifikasi lebih lanjut.
2. Titik penyebaran. Gulma invasif yang ditemukan diplot ke dalam peta
dasar KRB. Satu titik penyebaran dapat terdiri satu atau lebih individu dan dapat
terjadi asosiasi antar spesies gulma.
3. Luas penutupan. Penutupan kanopi di duga dari diameter penutupan
kanopi masing-masing spesies. Jika ada gulma yang saling menutupi, maka luas
penutupan masing-masing ditentukan secara subjektif dengan memperkirakan luas
penutupan masing-masing spesies.
4. Cara perbanyakan. Pengamatan organ perbanyakan dilakukan langsung
pada spesimen gulma yang diambil. Apabila tidak ditemukan organ perbanyakan
maka dicari dari literatur.
5. Pola penyebaran.
Setelah dilakukan identifikasi kemudian ditentukan pola penutupan dan
dilakukan perhitungan terhadap potensi kerugian yang ditimbulkan. Potensi
18

kerugian dihitung dari perkiraan nilai rupiah jika gulma tidak dikendalikan atau
jumlah biaya pengendalian serta kerugian material yang mungkin hilang.

Analisis

1. Penyebaran
Penyebaran gulma diamati dari seluruh vak yang ada. Luas Data luas
penutupan tiap spesies dan data titik penyebaran yang telah di plot kedalam peta
dasar KRB diolah menggunakan program ARC view GIS 3.3 untuk menentukan
luas penutupan kanopi total.
2. Invasif
Pengelompokan gulma invasif berdasarkan kriteria dari Hiebert dan
Stubbendieck (1993). Kriteria adalah pada Tabel 1.
3. Nisbah Jumlah Dominasi
Nisbah jumlah dominasi gulma (NJD- Nilai Jumlah Dominasi) dihitung
menurut Moenandir (1993) dengan persamaan:

Namun karena berat kering gulma relatif sulit diperoleh, maka NJD dimodifikasi
menjadi:
; NJD dalam satuan persen (%)

Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Frekuensi Mutlak yaitu keberadaan jenis gulma tertentu relatif terhadap


total vak yaitu 192 vak. Misalnya, gulma A ditemukan pada 20 vak, maka
Frekuensi Mutlaknya adalah:

Kerapatan Relatif (FR) dihitung dengan rumus:

Titik penyebaran dianggap sebagai potensi penyebaran gulma di KRB.


19

Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif

Kriteria Skor
1. Luas areal populasi
a. Kurang dari 0.5 ha 2
b. 0.5 – 1 ha 4
c. Lebih dari 1 ha 5
2. Tingkat kelimpahan populasi
a. Tersebar 1
b. Merata 3
c. Luas dan padat 5
3. Tingkat dampak visual terhadap lanskap
a. Tidak ada dampak visual 0
b. Sedikit berdampak visual 2
c. Dampak visual cukup besar 4
d. Dampak visual sangat besar 5
4. Regenerasi vegetatif
a. Tidak ada pertumbuhan setelah penyiangan 0
b. Mampu tumbuh kembali dari akar atau umbi 3
c. Beberapa bagian tanaman merupakan propagul yang layak 5
5. Kemampuan untuk menyelesaikan siklus reproduksi
a. Tidak mampu melengkapi siklus reproduksi 0
b. Mampu melengkapi siklus reproduksi 5
6. Cara reproduksi
a. Vegetatif 1
b. Biji 3
c. Vegetatif dan biji 5
7. Reproduksi vegetatif
a. Tidak memiliki reproduksi vegetatif 0
b. Reproduksi vegetatif mempertahankan populasi 1
c. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi 3
d. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi dengan cepat 5
8. Frekuensi reproduksi seksual untuk tanaman dewasa
a. Hampir tidak pernah 0
b. Sekali dalam 5 tahun atau lebih 1
c. Setiap tahun 3
d. Sekali atau lebih dalam setahun 5
9. Jumlah biji pertanaman
a. Sedikit (1- 10) 1
b. Sedang (11-1000) 3
c. Banyak (lebih dari 1000) 5
10. Media penyebaran biji
a. Tidak mempunyai media penyebaran biji 0
b. Hanya mempunyai satu media penyebaran biji 3
c. Mampunyai satu atau lebih media penyebaran biji 5
11. Kemampuan peyebaran
a. Berpotensi kecil untuk penyebaran jauh 0
b. Berpotensi besar untuk penyebaran jauh 5
20

Tabel 1. (Lanjutan) Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif

Kriteria Skor
12. Kelimpahan dan jarak propagul ke areal
a. Tidak ada sumber propagul dalam areal 0
b. Terdapat beberapa sumber propagul, tetapi tidak mudah menyebar 1
c. Terdapat beberapa sumber propagul, dan mudah menyebar 3
d. Terdapat banyak sumber propagul dalam areal 5
13. Kemampuan kompetitif
a. Kurang kompetitif 0
b. Cukup kompetitif 3
c. Sangat kompetitif 5
14. Persyaratan perkecambahan
a. Membutuhkan tanah terbuka dan pengolahan lahan 0
b. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi tetapi dalam kondisi
khusus 3
c. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi dalam berbagai
kondisi 5
15. Senyawa allelopati
a. Tidak memiliki senyawa allelopati 0
b. Memiliki senyawa allelopati cukup kuat 3
c. Memiliki senyawa allelopati sangat kuat 5
16. Pengendalian biologis
a. Pengendalian biologis dapat dilakukan 0
b. Terdapat potensi untuk pengendalian biologis 3
c. Pengendalian biologis tidak dapat dilakukan 5
17. Pembentukan naungan
a. Pembentukan naungan berjalan lambat 0
b. Pembentukan naungan cukup cepat 3
c. Pembentukan naungan cepat dan lebat 5
18. Pengaruh pada areal
a. Sedikit atau tidak memberi efek pada tanaman asli 0
b. Menyerang dan mengubah tanaman asli 3
c. Menyerang dan menggantikan tanaman asli 5
19. Dampak yang ditimbulkan di daerah lain
a. Tidak diketahui menimbulkan dampak di daerah lain 0
b. Menimbulkan dampak di daerah lain, tetapi berbeda iklim 1
c. Sedikit berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama 2
d. Cukup berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama 4
e. Berdampak besar di daerah lain dengan iklim yang sama 5
20. Tingkat usaha yang dibutuhkan
a. Dapat dikendalikan dengan sekali pengendalian manual / kimia 0
b. Dapat dikendalikan dengan satu atau dua kali pengendalian manual 3
/ kimia
c. Diperlukan pengendalian manual / kimia secara berulang kali 5

Data dianalisis dengan Minitab 14, dan dijadikan dalam bentuk dendogram.
Dendogram dibuat dengan metode neighbour joining single linkage.
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

Setelah dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapang, maka


dapat diketahui tingkat penyebaran gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor
dengan mendata setiap lokasi vak yang terserang oleh gulma tersebut yang tersaji
dalam Tabel 2. Terdapat tujuh spesies gulma yang dipilih berdasarkan informasi
yang diberikan oleh pihak KRB. Gulma-gulma tersebut sebelumnya sudah
menjadi perhatian khusus di KRB dan sebelumnya telah dilakukan penelitian
terhadap salah satu jenis gulma yaitu Cissus sicyoides Blume. Berdasarkan ploting
dan pengamatan langsung di lapang kemudian dilakukan proses digitasi dengan
software ARCview GIS 3.3 untuk menghitung banyaknya titik penyebaran dan
luas penutupan masing-masing spesies gulma invasif yang ada di Kebun Raya
Bogor (Gambar 5).
Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak semua jenis gulma
dengan tingkat penyebaran yang tinggi memiliki luas penutupan yang besar.
Habitus gulma dan bentuk tajuk mempengaruhi luas penutupannya, seperti kasus
gulma Mikania micrantha dan Cecropia adenopus. Lokasi dan titik penyebaran
Cecropia adenopus lebih besar dibandingkan dengan Mikania micrantha, namun
dalam satu titik penyebaran, luas penutupan Mikania micrantha jauh lebih besar.
Mikania micrantha merupakan tanaman merambat yang memiliki kemampuan
membentuk naungan yang cukup besar dalam waktu singkat.
Pola penyebaran gulma invasif di Kebun Raya Bogor erat kaitannya
dengan karakteristik botani gulma tersebut, terutama mekanisme perbanyakan dan
cara penyebarannya. Gulma invasif yang mekanisme perbanyakannya secara
vegetatif menyebar tidak jauh dari tanaman induknya. Organ perbanyakan
vegetatif pada umumnya tidak mampu menyebar jauh, kecuali ada bantuan dari
manusia. Namun demikian gulma dengan perbanyakan vegetatif cenderung
memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat, sehingga mampu mendominasi
areal dan menyerang tanaman koleksi. Gulma invasif di Kebun Raya Bogor yang
perbanyakannya secara vegetatif adalah Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides
22

Blume., Mikania micrantha H.B.K. dan Cissus nodosa Blume. Pengamatan di


lapang menunjukan gulma-gulma itu dijumpai menyebar secara kelompok.

Tabel 2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor


Frekuensi

Nama Spesies Lokasi Penyebaran (vak) Mutlak
vak
(%)
I.F , VI.C , XI.D , XII.A , XII.C, XII.E ,
XIII.J , XV.A , XV.B , XV.C , XV.D ,
XV.E , XV.F , XV.G , XV.J a.b , XVI.A ,
XVI.G , XVII.B , XVII.D , XVII.E ,
Dioscorea XVII.G , XVIII.A , XVIII.B , XVIII.D ,
XIX.A , XIX.B , XIX.D , XIX.F , XIX.G , 44 22.91%
bulbifera L.
XIX.H , XIX.I , XIX.K , XIX.M , XIX.N ,
XIX.Z , XX.B , XX.D , XX.E , XXIII ,
XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A ,
XXV.B
I.K , I.L , II.C , III.E , III.J , III.K , IV.B ,
IV.C , IV.F , V.L , VI.B , VI.C , VIII.D ,
Ficus elastica IX.D , XI.D , XII.A , XII.B , XII.C, XII.E 28 14.58%
Roxb. , XV.I , XV.J a , XVI.F , XVIII.D , XIX.M
, XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C, XXV.A
I.B , II.F , II.L , II.K , II.P , III.G , IV.A ,
Cecropia IV.B , IV.D , IV.H , V.L , VI.C , VII.E ,
adenopus VIII.D , XI.A , XI.D , XII.C , XIII.J , 26 13.54%
Mart. ex Miq. XVII.B , XIX.K , XIX.M , XXIII ,
XXIV.A , XXIV.B , XXV.A , XXV.B
II.F , II.L , II.O , II.P , III.G , III.L , IX.D ,
Cissus XII.B , XII.C , XII.E , XV.A , XV.B ,
sicyoides XV.C , XV.F , XV.G , XV.I , XVI.A , 25 13.02%
Blume. XVI.F , XVII.E , XVIII.A , XVIII.D ,
XIX.G , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A
II.F , II.P , IV.I , V.H , XII.A , XII.C ,
Cissus nodosa XII.E , XV.C , XV.K , XVII.D , XIX.A ,
18 9.37%
Blume. XIX.C , XIX.M , XIX.N , XX.D , XXIII ,
XXIV.A , XXV.A

Mikania II.L , II.O , II.Q , IV.H , XI.A , XVII.B ,


micrantha XVII.D , XVII.E , XVIII.B , XVIII.D , 13 6.77%
H.B.K. XX.D , XXIV.A , XXV.A

Paraserianthes
I.B , I.I , II.C , II.D , II.F , II.L , II.K 7 3.64%
falcataria

Keterangan : Frekuensi Mutlak =


23

Gambar 5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor


24

Tabel 3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma Invasif di


Kebun Raya Bogor

Jumlah Titik Luas Penutupan


No Nama spesies
Penyebaran Total (m2)
1. Dioscorea bulbifera L. 138 5 641.0
2. Ficus elastica Roxb. 94 2 585.0
3. Cissus sicyoides Blume. 94 2 154.0
4. Mikania micrantha H.B.K 32 1 642.5
5. Cecropia adenopus Mart. ex Miq. 53 1 457.5
6. Cissus nodosa Blume. 68 873.1
7. Paraserianthes falcataria 14 385.0

Gulma invasif yang perbanyakannya melalui biji dan penyebarannya


dibantu oleh angin atau hewan mampu menyebar lebih jauh dari tanaman
induknya. Ficus elastica Roxb., Cecropia adenopus Mart. ex Miq. dan
Paraserianthes falcataria merupakan jenis gulma invasif di Kebun Raya Bogor
(KRB) yang dijumpai di lapang menyebar secara acak. Jenis gulma tersebut
penyebaran bijinya dibantu oleh angin dan hewan.
Pada periode tahun 2003 – 2004 terdapat 56 jenis burung dari 46 marga
yang ada di Kebun Raya Bogor, dengan kelimpahan 10 – 50 individu tiap jenisnya
(Tirtaningtyas, 2004). Burung – burung tersebut memanfaatkan pepohonan yang
terdapat di KRB sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu pohon
yang dimanfaatkan burung adalah Ficus sp. Berdasarkan hasil pengamatan
Tirtaningtyas (2004) terhadap aktivitas burung di KRB, Ficus sp memiliki nilai
fungsi jenis tumbuhan untuk aktivitas burung sebagai tempat makan sebesar
5.21%, sebagai tempat istirahat 5.88%, sebagai tempat gerak berpindah sebesar
5.21%, sebagai tempat bersosialisasi sebesar 4.54% dan tempat vocal sebesar
22.83%. Pohon albasia (Paraserianthes falcataria) memiliki nilai fungsi sebagai
tempat bersosialisasi dan sebagai tempat vocal sebesar 4.54%.
Kebun Raya Bogor juga merupakan tempat tinggal beberapa jenis kalong,
salah satunya adalah Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus). Berdasarkan hasil
inventarisasi Rukmana (2003) di Kebun Raya Bogor terdapat 13 pohon dari tujuh
spesies yang dihuni oleh Kalong Kapauk. Salah satu pohon yang menjadi tempat
tinggal jenis kalong ini adalah Ficus elastica. Dari hasil pengamatan, Ficus
25

elastica dihuni oleh 269 ekor kalong pada pagi hari dan 284 ekor pada sore hari
(Rukmana, 2003). Berdasarkan penelitian Tirtaningtyas (2004) dan Rukmana
(2003), diduga burung dan kalong merupakan media penyebar propagul biji
F.elastica dan P.falcataria yang kemungkinan termakan kemudian disebarkan
melalui kotoran atau menempel pada tubuh kalong dan burung.
Selain melalui media angin dan hewan, aktivitas pengunjung diduga
memberikan peran dalam penyebaran beberapa jenis gulma yang ada di KRB.
Pengunjung KRB (Tabel 4) dapat secara sengaja ataupun tidak sengaja membawa
dan memindahkan propagul gulma dari satu tempat ketempat yang lain.

Tabel 4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan


Kewarganegaraan
Wisatawan
Tahun Total
Asing Domestik
2003 16 183 1081 221 1 097 404
2004 13 913 928 425 942 338
2005 13 209 944 270 957 479
2006 12 408 896 905 909 313
2007 16 055 939 757 955 812
2009 17 538 779 510 797 048
2010 20 218 824 803 845 021
Sumber: Laporan Tahunan PKT Kebun Raya Bogor (2003- 2010)

Pada mulanya empat diantara tujuh spesies gulma tersebut adalah tanaman
koleksi di Kebun Raya Bogor yaitu Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides
Blume., Cissus nodosa Blume. dan Paraserianthes falcataria. Keempat spesies
gulma tersebut memiliki kemampuan perbanyakan diri yang cepat, sehingga lama-
kelamaan menyebar dan menyerang tanaman koleksi lain yang ada di KRB. Tiga
jenis gulma lainnya tidak berasal dari KRB, seperti misalnya Mikania micrantha
yang juga merupakan gulma umum di wilayah pertanian. Spesies Ficus elastica
Roxb. dan Cecropia adenopus Mart. ex Miq yang saat ini masih belum diketahui
asal mula penyebarannya di KRB.

Dioscorea bulbifera L.
Dioscorea bulbifera L merupakan spesies gulma dengan tingkat serangan
paling tinggi (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 1). Jenis Dioscorea ini
26

merupakan jenis tanaman merambat dengan bentuk daun yang lebar. Spesies ini
merupakan tanaman koleksi yang kemudian menyebar di sebagian wilayah KRB.
D.bulbifera L menjadi masalah di Kebun Raya Bogor karena perbanyakan dan
pertumbuhannya sangat cepat, mampu tumbuh baik dalam kondisi ternaungi atau
dalam kondisi terbuka. Selain sifat-sifat tersebut gulma D.bulbifera L juga
merugikan tanaman koleksi yang menjadi inangnya. Mekanisme serangan spesies
ini awalnya melilit pada batang tanaman inangnya. Lama-kelamaan tumbuh
semakin ke atas dan menutup seluruh tajuk (Gambar 6). Berdasarkan
pengamatan, serangan D.bulbifera L pada Vak XX.B sudah terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama. Apabila hal ini dibiarkan akan menyebabkan tanaman
inang tidak mampu berfotosintesis dan pada akhirnya akan mati. Secara agronomi,
Dioscorea merupakan tanaman pangan kelompok umbi-umbian. Hidajat (1993)
menggolongkan D.bulbifera L sebagai sumber pangan. Umbi udara D.bulbifera L
juga berperan sebagai organ perbanyakan.

Gambar 6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B

Serangan paling parah dari jenis Dioscorea ini terdapat pada vak XI.D ,
XII.B , XII.C, XVII.G dan XX.B . Koleksi pada vak XI.D yang diserang antara
lain famili Burseraceae, Meliaceae, Sapotaceae. Vak XII.B dan XII.C koleksi
yang diserang antara lain famili Anacardiaceae, Annonaceae, Apocynaceae,
Caesalpiniaceae, Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lecythidaceae, Magnoliaceae,
Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Papilionaceae, Rubiaceae, Sapindaceae,
Saptaceae, Sterculiaceae, Ulmaceae, Urticaceae, Verbenaceae. Pada vak XVII.G
famili yang diserang antara lain Celastraceae, Ebenaceae dan Rhamnaceae. Pada
vak XX.B koleksi famili yang diserang adalah Annonaceae, Lauraceae,
Proteaceae, Verbenaceae. Gulma D.bulbifera L lebih dominan pada sisi Tenggara
27

Wilayah KRB. Hal tersebut dikarenakan gulma ini merupakan tanaman koleksi
yang berasal dari wilayah tersebut yaitu tepatnya berasal dari vak XV.B
(Gambar 7).

D.bulbifera L.

Gambar 7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor

Mikania micrantha H.B.K


Mikania micrantha H.B.K merupakan gulma yang umum menyerang areal
pertanian (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 4). Gulma ini mendapat
perhatian khusus pada perkebunan karet karena spesies ini mempunyai senyawa
allelopati yang menekan pertumbuhan karet (Nasution, 1986). Mikania micrantha
H.B.K merupakan tumbuhan herba yang merambat, sering dijumpai pada kondisi
lahan yang sedikit terganggu. Di KRB gulma ini lebih sering ditemukan pada sisa
batang pohon yang telah mati atau pada tumpukan serasah. Selain itu sering juga
ditemukan pada daerah ruderal seperti tepi kolam, tepi sungai dan juga tumbuh
28

merambat di pagar-pagar. Meskipun biasa dijumpai pada areal ruderal, di


beberapa vak serangan M. micrantha cukup parah bahkan hampir menutup tajuk
sejumlah tanaman koleksi sehingga menghambat proses fotosintesis (Gambar 8).
Gulma M. micrantha menyerang tanaman koleksi Agave vivivara yang terdapat di
vak II.O. Pada beberapa titik penyebaran gulma ini juga ditemukan berasosiasi
dengan gulma merambat lainnya dalam menyerang tanaman koleksi.

Gambar 8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O

Gulma Mikania micrantha kurang mendapat perhatian dalam pengendalian


gulma di KRB karena menyerang lebih banyak pada lingkungan ruderal
dibandingkan di lingkungan koleksi. Kerugian yang lebih sering ditimbulkan
Mikania micrantha adalah mengurangi keindahan lanskap di KRB. Namun
demikian gulma ini berpotensi besar dapat menyerang tanaman inang secara luas
karena Mikania micrantha mudah berkembang biak baik melalui biji maupun dari
potongan batangnya. Pengendalian manual yang efektif adalah melalui
pendongkelan dan harus diiringi dengan pengayapan dan penyingkiran dari
permukaan tanah agar tidak tumbuh kembali (Nasution, 1986).
Beberapa vak mengalami serangan Mikania micrantha yang cukup
dominan pada bagian-bagian tertentu antara lain vak II.Q, II.O, XVII.B, XXIV.A,
dan XXV.A (Gambar 9). Pada vak II.Q gulma ini menyebar dan mendominasi
wilayah di tepi kolam II.Qc serta menyerang beberapa pohon palem yang berada
di sekitar kolam. Pada vak II.O gulma ini mengelompok pada satu sisi yaitu
sebelah selatan wilayah vak II.O. Beberapa jenis koleksi yang diserang antara
lain tanaman Agave vivivara dan koleksi dari famili Cactaceae. Pada vak XVII.B
gulma ini menutupi sebagian tajuk pada sejenis tanaman pagar, tumbuh pada sisa
tanaman yang mati dan menyebar di sepanjang tepi sungai. Pada vak XXIV.A
29

gulma ini tumbuh pada sisa batang pohon yang mati, pada tumpukan serasah dan
yang paling dominan tumbuh di sepanjang pagar KRB. Pada vak XXV.A gulma
ini tumbuh mengelompok pada pagar yang berada di tepi aliran sungai.

M.micrantha H.B.K

Gambar 9. Peta Penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor

Cecropia adenopus Mart. ex Miq


Cecropia adenopus Mart. ex Miq adalah tanaman pengganggu berhabitus
pohon di KRB (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 11). Gulma ini
merupakan tipe tumbuhan pioneer yang tumbuh secara acak baik pada lingkungan
ruderal dan diantara tanaman koleksi yang ada di KRB. Namun demikian
pertumbuhan gulma ini lebih baik pada lingkungan ruderal. Pada lingkungan
ruderal gulma ini banyak dijumpai di pagar-pagar, tepi sungai dan beberapa di tepi
jalan setapak. Pada beberapa vak gulma ini tumbuh diantara sela-sela batang
utama pohon yang berukuran besar (Gambar 10) dan juga tumbuh diantara
tanaman koleksi yang berhabitus semak. Kerugian yang ditimbulkan memberikan
30

dampak lebih besar pada aspek visual lingkungan ruderal dibanding kompetisinya
dengan tanaman koleksi yang ada di KRB.Penyebaran gulma ini dapat dilihat
pada Gambar 11. Penyebaran gulma ini merata hampir di semua bagian KRB.

(a) (b)
Gambar 10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor
(a) C. adenopus yang Telah Berumur Kurang Lebih 5 Tahun
(b) C. adenopus Berumur Kurang dari 1 Tahun yang Menempel
pada Pohon Bungur (Lagestroemia loudinii)

C.adenopus Mart. ex Miq

Gambar 11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor
31

Ficus elastica Roxb


Ficus elastica Roxb merupakan tanaman pengganggu di KRB dan
termasuk dalam keluarga beringin (Moraceae) yang tumbuh epifit (Deskripsi
spesies disajikan pada Lampiran 5). Gulma ini memiliki sifat yang merugikan
inangnya yaitu melilit batang tanaman inang sehingga terlihat seperti mencekik
yang mengakibatkan laju respirasi terganggu. Gulma ini memiliki beberapa tahap
mekanisme serangan pada tanaman inang. F. elastica Roxb muda awalnya hidup
epifit diantara percabangan batang utama tanaman inangnya (Sastrapradja, 1984).
Secara perlahan akar F. elastica Roxb muda mulai tumbuh menuju permukaan
tanah. Akar-akar tersebut membelit batang utama tanaman inang hingga rapat dan
mulai menutupi seluruh permukaan batang (Gambar 12). Pada tahap ini F.
elastica Roxb tidak lagi tumbuh secara epifit, karena akar-akarnya mampu
mengambil nutrisi dari tanah. Selanjutnya, akar-akar yang membelit batang utama
inangnya mulai menyatu kemudian menjadi satu kesatuan batang yang solid dan
kokoh. Kanopi F. elastica Roxb dewasa mampu menutup tajuk tanaman inang,
sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Pada akhirnya F. elastica
Roxb akan mengakibatkan kematian pada tanaman inang.

Gambar 12. Serangan Ficus elastica Roxb pada Vak IV.F

Penyebaran gulma ini merata di seluruh kawasan KRB. Lokasi


penyebaran Ficus elastica Roxb di KRB hanya pada wilayah yang memiliki
banyak koleksi pohon-pohon besar yang ditunjukkan pada Gambar 13. Gulma F.
elastica Roxb memiliki kecenderungan terhadap tanaman yang akan dijadikan
32

inangnya diantaranya memilih pohon besar dengan tinggi lebih dari 10 m


,memiliki kulit kayu yang kasar dan mempunyai ruang diantara percabangan
batang utamanya. Sifat pohon yang demikian mendukung benih dari Ficus
elastica Roxb untuk berkecambah dan bertahan hidup. F. elastica Roxb sering
dijumpai hidup secara soliter dalam setiap satu pohon yang dijadikan inangnya.
Beberapa koleksi pohon yang diserang oleh gulma Ficus elastica Roxb
diantaranya famili Anacardiaceae, Arecaceae, Burseraceae, Fabaceae, Lauraceae,
Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Protaceae, Sabiaceae, Sapindaceae dan
Sapotaceae.

F.elastica Roxb

Gambar 13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor


33

Paraserianthes falcataria
Paraserianthes falcataria atau yang lebih dikenal dengan Albasia,
merupakan tanaman berhabitus pohon (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran
3). Di KRB pohon besar ini merupakan koleksi di Vak II.C. Pohon ini menjadi
gulma karena penyebaran bijinya yang banyak cukup mengganggu pada koleksi
lain yang berada di sekitarnya. Gangguan yang ditimbulkan tumbuhan Albasia
muncul diantara tanaman koleksi, apabila tajuk pohon semakin lebar dan
mengurangi cahaya matahari bagi tanaman di bawahnya. Namun demikian hingga
saat ini belum ada kerugian yang signifikan terhadap tanaman inang. Kerugian
yang ditimbulkan lebih berdampak kepada penurunan kualitas visual lanskap pada
beberapa vak di Kebun Raya Bogor.
Penyebaran Albasia hanya mencakup wilayah vak yang berada tidak
terlalu jauh dengan sumber inokulum. Penyebaran biji yang dibantu oleh angin
menyebabkan tumbuhan ini menyebar acak. Kondisi di lapang menunjukan
semakin dekat lokasi vak dengan sumber inokulum, maka semakin tinggi jumlah
individu Albasia yang tumbuh. Lokasi vak yang cukup banyak mendapat
gangguan dari spesies ini antara lain vak II.O dan vak II.D. Jenis koleksi yang
terganggu pada umumnya berhabitus semak atau perdu (Gambar 14). Seperti
misalnya pandan (Pandanaceae) dan Cycadanaceae.

Gambar 14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D

Tingginya penyebaran Albasia ini diduga bukan dianggap tanaman


pengganggu oleh pengelola KRB. Kerugian yang ditimbulkan lebih kepada
dampak visual lanskap vak yang diserang. Gulma ini juga kurang mendapatkan
perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena pertumbuhannya yang
lambat dan penyebarannya tidak luas (Gambar 15) . Kayu Albasia memiliki nilai
34

ekonomi dan pada waktu-waktu tertentu pohon tersebut ditebang untuk diambil
kayunya. Selain itu daun-daun Albasia yang berguguran diharapkan akan
menyuburkan lahan.

P.falcataria

Gambar 15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor

Cissus sicyoides Blume. dan Cissus nodosa Blume.


Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume merupakan spesies
berhabitus liana dari suku Vitaceae (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 2
dan 12). Ciri khusus yang membedakan keduanya adalah pada Cissus sicyoides
Blume memiliki daun sedikit lebih tebal, bergerigi dan batangnya memiliki
lapisan lilin, sedangkan Cissus nodosa Blume memiliki warna daun yang lebih
gelap, daun tidak bergerigi dan tidak memiliki lapisan lilin pada batangnya.
Gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume menjadi perhatian di
KRB karena kedua jenis gulma ini sangat mudah berkembang biak. Gulma jenis
35

cissus mampu memperbanyak diri hanya melalui potongan kecil dari bagian
batang atau akar hawanya. Sifat yang merugikan dari tanaman ini antara lain lebih
menyukai tempat di bagian atas tajuk pohon, sehingga dapat menghambat
masuknya sinar matahari dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis
yang menyebabkan kematian pada tanaman inang (Agustin, 2005). Pola serangan
C.sicyoides berbeda dengan serangan C.nodosa. C.sicyoides menyerang tanaman
inang dengan menutup bagian atas tajuk tanaman, sedangkan C.nodosa
menyerang dengan menggantung dari bagian atas tajuk hingga mecapai ke
permukaan tanah (Gambar 16).

(a) (b)
Gambar 16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor
(a) Serangan Cissus sicyoides Blume pada Vak II.O
(b) Serangan Cissus nodosa Blume pada Vak II.F

Berdasarkan Roemantyo dan Purwantoro (1990), kecenderungan Cissus


sicyoides Blume. sebagai gulma pada pohon, tercatat telah merambati 38 suku, 97
genus, dan 117 jenis pohon di KRB. Suku Fabaceae merupakan yang paling
banyak ditumbuhi oleh Cissus. Terdapat 15 jenis yang tergolong dalam 12 genus.
Famili lain adalah Arecaceae (12 jenis, 9 genus), Apocynaceae (6 jenis, 6 genus),
Dipterocarpaceae (8 jenis, 5 genus), Lauraceae (8 jenis, 5 genus) dan Verbenaceae
(6 jenis, 5 genus). Selain bentuk pohon, Cissus juga menyerang koleksi perdu
seperti bambu (Poaceae), Agavaceae, Pandanaceae dan koleksi tumbuhan
merambat seperti Araceae. Bila dibandingkan dengan jumlah spesimen koleksi
tanaman yang berbentuk pohon, sekitar 2.66% pohon koleksi telah dijalari oleh
gulma Cissus sicyoides Blume. Cissus sicyoides Blume tidak hanya menjadi
masalah di KRB saja. Berdasarkan database Seameo Biotrop tahun 2011 saat ini
Cissus sicyoides Blume telah menjadi spesies invasif yang umum di Indonesia
terutama di Jawa Barat, Bali dan Sulawesi (SEAMEO, 2011).
36

Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume adalah tanaman koleksi
yang sebelumnya hanya berada di vak XVII.F dan XI.B. Penyebaran spesies ini
cukup cepat, sehingga mendominasi pada beberapa vak di KRB, antara lain II.O
(Taman Mexico), II.P, II.F, XVII.I, XX.B dan sebagian XXIV.B (Gambar 17 dan
18). Koleksi yang diserang pada vak II.O adalah jenis kaktus atau termasuk
dalam famili Cactaceae. Beberapa koleksi yang terserang Cissus pada vak II.P
diantaranya famili Acanthaceae, Caesalpiniaceae, Euphorbiaceae, Myrtaceae, dan
Papilionaceae. Pada vak II.F jenis koleksi yang diserang antara lain famili
Araceae dan Icacinaceae. Pada vak XVII.I menyerang koleksi Annonaceae,
Clusiaceae, Ebenaceae, Icacinaceae, Lauraceae, Lecthdaceae, Rutaceae dan
Meliaceae. Pada vak XX.B menyerang sebagian pohon pinus dan tumbuh
sepanjang pagar KRB. Pada vak XXIV.B menyerang jenis palem dan tumbuh
sepanjang pagar pembatas vak XXIV.B dan XXIV.C.

C. sicyoides Blume

Gambar 17. Peta Penyebaran C. sicyoides di Kebun Raya Bogor


37

C. nodosa Blume

Gambar 18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor

Pengelompokan Gulma Invasif

Pengelompokan gulma dilakukan dengan metode skoring (penilaian) yang


dikembangkan oleh Hiebert dan Stubbendieck (1993), dan dimodifikasi oleh
Tjitrosoedirdjo (2010). Terdapat 20 kriteria penilaian untuk masing-masing
gulma dengan total nilai maksimal yang mungkin adalah 100 poin. Menurut
Stubbendieck et al. (1992) spesies gulma yang memiliki poin lebih dari 50 dapat
memberikan dampak signifikan yang mengganggu dan memerlukan pengendalian
yang cermat.
Pada Tabel 5 menunjukkan peringkat gulma invasif di KRB. Spesies
gulma yang dianggap mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat,
secara berurutan dari peringkat pertama adalah Mikania micrantha H.B.K total
38

nilai 78 poin, Cissus sicyoides L total nilai 75 poin, Dioscorea bulbifera L total
nilai 69 poin, Cissus nodosa L total nilai 67 poin, Ficus elastica Roxb total nilai
56 poin. Sedangkan spesies gulma yang dianggap tidak membahayakan
biodiversitas di KRB adalah Paraserianthes falcataria total nilai 48 poin dan
Cecropia adenopus total nilai 45 poin. Nilai masing-masing gulma kemudian
diolah menggunakan program Minitab 14 untuk melihat pengelompokkan
(Gambar 19).

Tabel 5. Penilaian Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor

Spesies

Kriteria M. C. D. C. F.
P. C.
micrantha sicyoides bulbifera nodosa elastica
falcataria adenopus
H.B.K L. L. L. Roxb.
1 2 2 4 2 2 2 2
2 1 1 3 1 3 1 3
3 2 4 4 4 0 2 2
4 5 5 3 5 3 0 0
5 5 5 5 5 5 5 5
6 5 5 5 5 3 3 3
7 3 5 3 5 0 0 0
8 5 5 5 5 5 5 5
9 3 3 3 3 5 5 3
10 5 5 0 5 5 5 5
11 3 0 3 0 3 3 3
12 3 3 3 3 3 3 0
13 5 5 5 5 3 3 3
14 5 5 5 5 3 3 3
15 3 0 0 0 0 0 0
16 5 3 3 3 3 3 3
17 3 5 5 3 0 0 0
18 5 5 5 5 5 0 0
19 5 4 0 0 0 0 0
20 5 5 5 5 5 5 5
∑ 78 75 69 67 56 48 45
39

Hasil Analisis Pengelompokkan menggunakan Minitab 14 menunjukan


tingkat kemiripan tujuh spesies gulma dan proses aglomerasi antar spesies gulma
penting di KRB (Tabel 6). Secara umum, tingkat agresifitas gulma memiliki
kesamaan yaitu sekitar 73%. Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan
Paraserianthes falcataria memiliki tingkat kemiripan tertinggi sebesar 94.2051%.
Kedua spesies tersebut merupakan gulma yang memiliki nilai terkecil dan
dianggap tidak berbahaya. Gulma dengan skor terbesar Mikania micrantha H.B.K
memiliki tingkat kemiripan tertinggi dengan gulma Cissus sicyoides Blume dan
Cissus nodosa Blume sebesar 82.2538%. Pada tingkat persamaan 80%, spesies
invasif tergabung dalam tiga grup.

Tabel 6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari Variabel: D. bulbifera


L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C.
adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria

Tingkat Nomor
Langkah Nomor Tingkat Kelompok Kelompok
Kemiripan Kelompok
Kelompok Jarak Tergabung Baru
(%) Baru
1 6 94.2051 0.115897 5 7 5 2
2 5 91.7379 0.165242 2 3 2 2
3 4 86.3497 0.273006 4 5 4 3
4 3 82.2538 0.354925 2 6 2 3
5 2 76.6799 0.466402 1 2 1 4
6 1 73.1352 0.537297 1 4 1 7

Analisis Pengelompokkan kemudian ditampilkan dalam bentuk


dendogram menggunakan program Minitab 14. Gambar 19 menunjukan bahwa
ketujuh gulma tersebut mengelompok menjadi tiga grup. Grup 1 dengan garis
merah memiliki satu anggota yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 dengan garis
hijau memiliki tiga anggota yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume
dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan garis biru memiliki tiga anggota
yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes
falcataria.
40

Gambar 19. Dendogram Pengelompokkan Tingkatan Gulma Invasif di


Kebun Raya Bogor

Grup 1 dan 2 merupakan kelompok gulma dengan total nilai tinggi yaitu
diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan
terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor. Terkait hal tersebut perlu
adanya suatu metode yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut.
Anggota Grup 1 dan 2 merupakan golongan tumbuhan kayu pemanjat (woody
climber). Menurut Herklots (1976) ada dua karakteristik penting yang dimiliki
oleh tumbuhan pemanjat. Pertama, mempunyai kemampuan yang lebih cepat
untuk tumbuh, dengan melihat bentuknya yang lemah dan tipis tapi sangat kuat.
Kedua, mekanisme yang aman bagi pertumbuhannya untuk mencegah penyelipan
pada tumbuhan lain.
Menurut Putz dan Mooney (1991), tumbuhan kayu pemanjat dapat
dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan ekologi dan morfologinya antara lain,
liana, vines, hemiepifit dan herbaceus epifit. Gulma Grup 1 dan Grup 2 termasuk
jenis vines yaitu tumbuhan merambat yang memiliki batang yang lentur dan tipis.
Umumnya tanaman pemanjat ini mulai tumbuh dari semaian bibit terestrial dan
biasanya berkembang pada suatu tempat di tepi hutan. Melvinda (2005)
menambahkan tumbuhan ini memerlukan banyak sinar matahari, hawa yang tidak
terlalu lembab dan tidak ada gangguan angin yang cukup kencang untuk
pertumbuhannya. Dengan mengikuti aturannya bahwa tumbuhan ini dikenal
41

sebagai tanaman herbaceus, meskipun sebagian termasuk dalam golongan


subwoody.
Terdapat empat tipe tanaman memanjat berdasarkan cara memanjatnya
diantaranya twiners, stickers, clingers dan hookers (Menninger, 1970). Kelompok
gulma Grup 1, Dioscorea bulbifera L termasuk kedalam tipe twiners yaitu
pertumbuhan batangnya melilit pada batang tanaman inang dan tumbuh secara
vertikal. Pada spesies Dioscorea bulbifera L arah lilitanya adalah ke kiri.
Kelompok gulma pada Grup 2, Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume
dan Mikania micrantha H.B.K termasuk ke dalam tipe clingers yaitu tumbuh
memanjat pada tanaman inangnya dengan menggunakan bantuan sulur atau akar
hawanya.
Berdasarkan pembagian jenis tanaman memanjat oleh Putz dan Mooney
(1991), Ficus elastica Roxb sebenarnya dapat juga dimasukan ke dalam kelompok
hemiepifit, namun kategori tumbuhan hemiepifit tidak terlalu jelas jenis
pemanjatannya. Beberapa jenisnya ada yang mulai tumbuh sebagai epifit dan
setiap jenisnya dapat berbeda, mungkin epifit atau bukan. Tumbuhan ini juga
memiliki bagian seperti batang yang merambat dan sebenarnya bagian tersebut
adalah akar.

Dominasi Gulma

Perhitungan Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) dilakukan berdasarkan


pengamatan visual (visual estimation) pada semua vak (petak) yang ada di KRB
tanpa menggunakan petak contoh. Nilai penting diperoleh dengan menjumlahkan
dua komponen yaitu Kerapatan Relatif dan Frekuensi Relatif. Kerapatan Relatif
dihitung dari banyaknya titik penyebaran spesies gulma tertentu dibagi total titik
penyebaran semua spesies. Titik penyebaran digunakan untuk menggantikan
kerapatan nisbi pada perhitungan NJD yang baku. Hal tersebut dikarenakan pada
beberapa titik penyebaran terdapat lebih dari satu jenis gulma yang berasosisasi.
Titik penyebaran dianggap sebagai potensi sumber penyebaran gulma di KRB.
Perhitungan Frekuensi Relatif diperoleh dari jumlah vak yang berisi spesies
tertentu dibagi dengan jumlah seluruh vak yaitu 192. Hal ini karena pengamatan
yang dilakukan tidak menggunakan petakan contoh.
42

Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa spesies Dioscorea bulbifera L. yang


termasuk ke dalam golongan tumbuhan pemanjat merupakan gulma paling
dominan di KRB, dengan NJD sebesar 27.66%. Gulma dominan peringkat dua
dan tiga merupakan golongan pohon berkayu, yaitu Ficus elastica Roxb. dengan
NJD 18.23% dan Cissus sicyoides Blume. dengan NJD 17.30 %. Selisih NJD
Dioscorea bulbifera L. terpaut cukup jauh apabila dibandingkan dengan gulma
peringkat kedua dan ketiga. Apabila dibandingkan dengan urutan peringkat
penilaian gulma pada tabel 4 spesies gulma dengan nilai diatas 50 poin, rata-rata
memiliki NJD diatas 10%. Namun Mikania micrantha H.B.K yang menempati
urutan pertama dengan nilai tertinggi yaitu 78 poin, pada perhitungan NJD berada
pada urutan keenam dengan NJD sebesar 7.27%.

Tabel 7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun


Raya Bogor
No. Spesies Gulma NJD (%)
1. Dioscorea bulbifera L. 27.66
2. Ficus elastica Roxb. 18.23
3. Cissus sicyoides Blume. 17.30
4. Cecropia adenopus Mart. ex Miq. 13.45
5. Cissus nodosa Blume. 12.48
6. Mikania micrantha H.B.K 7.27
7. Paraserianthes falcataria 3.59
Total 100

Peringkat NJD tujuh spesies gulma di KRB tidak sama dengan peringkat
penilaian gulma berdasarkan dua puluh kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993).
NJD pada Tabel 6 dihitung menggunakan dua komponen data yaitu jumlah relatif
dan frekuensi relatif. Kedua komponen data ini diperoleh dari pengamatan
langsung keberadaan gulma yang terdapat di KRB. Besarnya NJD menunjukan
eksistensi ketujuh spesies gulma yang menyebar di wilayah KRB. Penilaian
gulma berdasarkan metode Hiebert dan Stubbendieck (1993) dihitung berdasarkan
total poin yang diperoleh dari dua puluh karakteristik gulma. Secara umum
karakteristik tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu diamati dari dampak
langsung dan tak langsung terhadap lingkungan. Karakteristik yang diamati dari
dampak langsung pada lingkungan diantaranya kelimpahan populasi, dampak
43

visual terhadap lanskap, kemampuan membentuk naungan dan sebagainya.


Karakteristik yang diamati dari dampak tak langsung diantaranya tingkat usaha
pengendalian yang dibutuhkan, dampak yang ditimbulkan di daerah lain, media
penyebaran biji dan sebagainya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan
spesies gulma yang memiliki nilai NJD kecil, berpotensi untuk menjadi spesies
invasif yang mengancam biodiversitas di KRB. Nilai NJD kecil dapat disebabkan
gulma tersebut merupakan spesies baru yang sengaja diintroduksi atau menyebar
secara alami ke lingkungan KRB.

Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor

Unit kebersihan tanaman koleksi di KRB bertugas merawat tanaman


koleksi dengan membersihkan gulma. Pembagian kerja unit kebersihan di Kebun
Raya Bogor dibagi dalam 12 lingkungan. Pada setiap lingkungan terdapat 4 – 8
orang pekerja yang bertanggung jawab dalam lingkungan tersebut. Banyaknya
pekerja pada setiap lingkungan tergantung pada luasan pada setiap lingkungan.
Kondisi di lapang menunjukan jumlah tenaga kerja tersebut masih kurang dan
perlu adanya tambahan tenaga kerja untuk pengendalian gulma. Kekurangan
tenaga tersebut saat ini di atasi dengan melakukan sistem gorol, yaitu semua
pekerja secara bersama-sama membersihkan satu lingkungan ke lingkungan
berikutnya secara bergiliran.
Pada tahun 2007 terjadi perubahan sistem pembagian kerja menjadi divisi
khusus seperti penyapu, pembersih rumput, dan koleksi. Setiap divisi
melaksanakan tugasnya masing-masing untuk seluruh wilayah KRB. Sistem ini
dinilai kurang efektif, sehingga hanya berjalan selama satu tahun kemudian
dirubah kembali seperti semula hingga saat ini. Selain dengan sistem gorol,
pengendalian gulma juga dilakukan rutin setiap hari Jumat yaitu kerja bakti oleh
seluruh karyawan KRB. Lokasi kerja bakti ditentukan dengan memilih vak yang
mengalami serangan gulma cukup parah, informasi serangan gulma berdasarkan
laporan dari penanggung jawab pada masing-masing vak. Pengendalian gulma
juga dilakukan setiap satu tahun sekali pada bulan Agustus yaitu perlombaan
untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Hadiah diberikan
kepada karyawan yang berhasil mengumpulkan gulma paling banyak.
44

Pembersihan gulma dilakukan secara rutin 10 – 14 hari. Penyiangan


dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mencegah persaingan antara tanaman
dan gulma terhadap unsur hara dan air. Penyiangan antara tanaman dan gulma
dilakukan secara manual meliputi pembersihan gulma dan tumbuhan penggangu
lainnya serta pembuatan bokoran pada tanaman koleksi (Melvinda, 2005).
Pengendalian gulma juga dilakukan di sepanjang jalan setapak yang ditumbuhi
oleh rumput liar.
Metode pengendalian tanaman pengganggu seperti jenis D. bulbifera L.,
F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa
L. dan P. falcataria masih dilakukan secara konvensional. Pengendalian gulma D.
bulbifera L. dan jenis Cissus lebih mendapat perhatian khusus karena gulma ini
termasuk yang paling sulit dikendalikan. D. bulbifera L. perlu digali umbinya dan
buah yang jatuh di tanah harus diambil satu per satu, umbi dan buah dicacah
kemudian dibakar. Pengendalian gulma M. micrantha H.B.K. dan jenis Cissus
lebih diperhatikan untuk tidak meninggalkan sisa-sisa tanaman. Terutama untuk
jenis Cissus yang mampu memperbanyak diri melalui akar nafasnya, perlu ekstra
hati-hati. Hal tersebut karena bila secara tidak sengaja menjatuhkan bagian akar
hawa ini diatas tanah maka akar tersebut akan menjadi individu baru.
Tanaman penggangu yang berhabitus pohon seperti F. elastica Roxb., C.
adenopus, P. falcataria dapat langsung ditebang. Pengendalian F. elastica Roxb.
mungkin yang dirasa paling sulit dibandingkan C. adenopus dan P. falcataria.
Ficus memiliki sifat epifit pada pohon-pohon yang cenderung tinggi, sehingga
jika pekerja akan memotongan batang F. elastica Roxb. harus memanjat keatas
pohon inangnya (Gambar 20).
Kenyataan di lapang menunjukan permasalahan gulma di KRB masih
belum bisa tertangani seluruhnya. Hal ini dikarenakan selain masalah jumlah
tenaga kerja dan metode pengendalian juga disebabkan persepsi setiap pekerja
terhadap gulma yang berbeda – beda. Kegiatan perawatan kebun yang dilakukan
cenderung bersifat mempertahankan estetika yaitu dengan memberikan kesan vak
yang bersih dan rapi. Tindakan tersebut dilakukan untuk menjaga kenyamanan
dan memudahkan pengunjung mendapatkan akses ke semua tanaman koleksi yang
ada di Kebun Raya Bogor.
45

Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan melakukan


penyempurnaan metode yang sudah ada. Sistem pembagian wilayah KRB
menjadi 12 lingkungan dinilai relevan. Permasalahan ketersediaan tenaga kerja
dapat diatasi dengan perekrutan tenaga honorer atau dengan menambah peralatan
mekanis. Metode pengendalian gulma dengan cara manual dan dipadukan
dengan metode kultur teknis dinilai paling tepat untuk diterapkan saat ini.
Pengendalian manual memiliki keunggulan mudah dalam pelaksanaannya dan
hasilnya cepat terlihat. Pengendalian gulma dengan kultur teknis dapat dilakukan
dengan pembuatan bokoran pada tanaman koleksi, pemupukan tepat dosis, dan
lain sebagainya. Upaya tersebut diharapkan akan menjadi sistem pengendalian
gulma terpadu yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi.

Gambar 20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak II.C

Pengendalian gulma secara kimia tidak dilakukan untuk gulma yang


berada di dalam vak atau gulma yang bersifat epifit. Bahan kimia dikhawatirkan
akan berpengaruh atau bersifat racun terhadap tanaman koleksi di Kebun Raya
Bogor. Pengendalian kimia hanya dilakukan pada rumput liar yang berada di tepi
jalan atau lokasi-lokasi yang cukup jauh dengan tanaman koleksi. Harapan
mendatang dapat dilakukan pengendalian secara biologis untuk jenis-jenis gulma
invasif yang ada mengingat pentingnya penerapan pengendalian gulma terpadu.
46

Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan

Melihat kerugian dan ancaman bagi kelangsungan habitat yang


ditimbulkan oleh gulma invasif di KRB, perlu dilakukan tindakan manajemen
gulma invasif yang berkelanjutan demi menjaga kestabilan ekosistem KRB dan
lingkungan di sekitarnya. Menurut Larson et al. (2011), terdapat tiga pilar penting
dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial dan
ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap penyebab, dampak
serta kontrol pada gulma invasif.
Gambar 21 menunjukkan permasalahan pengendalian gulma di Kebun
Raya Bogor. Sasaran yang ingin dicapai dari pertimbangan faktor lingkungan
terhadap manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah dapat mengetahui sejauh
mana tahapan invasi yang telah terjadi. Pengetahuan tersebut berguna untuk
tindakan pengendalian lebih lanjut. Hal tersebut karena sebagian gulma yang
berbahaya di KRB, pada mulanya merupakan tanaman koleksi, namun berubah
status menjadi gulma karena pertumbuhannya yang tidak terkendali. Tidak
menutup kemungkinan keberadaan spesies gulma yang ada di KRB menjadi
ancaman atau bahkan telah menyebar di lingkungan sekitar wilayah KRB.

Gambar 21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya Bogor

Selain berfungsi sebagai taman kota, KRB merupakan lokasi wisata yang
ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Hal ini
dikarenakan lokasi KRB yang berada di tengah Kota Bogor dan akses yang
47

mudah untuk menuju kesana (Kebun Raya Bogor pada Lampiran 14). Kegiatan
pengunjung yang keluar masuk wilayah KRB serta tingginya aktivitas manusia di
sekitar wilayah KRB diduga menjadi media penyebaran propagul gulma.
Setiap hari, wilayah KRB yang bersebelahan dengan Pasar Bogor
menjadi lokasi berjualan sayuran asal berbagai daerah. Tidak mustahil, propagul
gulma yang berasal dari KRB dapat terangkut secara tidak langsung termasuk
tersebar ke areal pembuangan sampah milik publik. Dengan demikian, peluang
propagul gulma menyebar keluar wilayah KRB cukup besar. Lodge et al. (2006)
menyatakan bahwa luasnya penyebaran dan masalah waktu sejak gulma tersebut
mulai menjadi ancaman membuat eradikasi menjadi sulit atau bahkan tidak
mungkin untuk dilakukan. Hal yang dapat ditekankan adalah mencegah
penyebaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh gulma tersebut.
Tindakan eradikasi perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
terdegradasinya spesies asli karena eradikasi yang dilakukan mungkin juga
bedampak kepada ekosistem.
Dukungan sosial dari stakeholder merupakan hal yang sangat penting
dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan. Stakeholder – stakeholder yang
terlibat dalam kasus ini antara lain pihak manajemen KRB, Dinas Pertamanan,
Lembaga Peneliti dan Individu yang terlibat. Seluruh stakeholder diharapkan
dapat saling berkoordinasi dengan baik dalam satu sistem yang berbasis ilmu
pengetahuan (Moser et al., 2009). Pihak manajemen KRB memberikan informasi
beserta data pendukung tentang jenis gulma yang menjadi ancaman kepada
lembaga penelitian. Lembaga penelitian yang terkait dapat melakukan riset
berdasarkan data dari pihak KRB. Hasil riset tersebut dapat dijadikan pedoman
oleh pihak yang terkait untuk melakukan tindakan pengendalian di wilayah
publik. Dinas terkait juga memberikan informasi yang sama kepada individu
yang terkait untuk pengendalian lahan pribadi. Pada akhirnya, proses tersebut
perlu melibatkan elemen masyarakat sehingga akan menghilangkan beragam
persepsi tentang pengertian dan dampak dari gulma invasif (Callaham et al.,
2006), serta turut membangun pemahaman ekologi dan apresiasi terhadap
biodiversitas (Gobster, 2005).
48

Hingga saat ini belum ada data yang pasti tentang kerugian material di
KRB yang disebabkan oleh gulma invasif. Ada kemungkinan karena proses
degradasi tanaman inang akibat gulma invasif tersebut berlangsung lambat dan
memerlukan proses bertahun-tahun sehingga pengaruh langsung pada kerugian
koleksi tidak segera diketahui. Oleh karena itu, gulma invasif perlu dilihat dalam
kerangka jangka panjang. Langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan
menghitung berapa biaya operasional yang dibutuhkan untuk pengendalian gulma
dalam satu periode. Biaya operasional diantaranya upah tenaga kerja, biaya
pengadaan peralatan dan mesin, kebutuhan bahan bakar, kebutuhan Round up
Diasumsikan permasalahan gulma di KRB dapat teratasi dengan baik sehingga
ada penghematan sebesar biaya operasional untuk pengendalian gulma. Satu hal
yang pasti dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah harus
mempertimbangan dari segi ekonomi.
Pilihan yang paling efisien adalah dengan mempertimbangkan waktu
dimana suatu spesies mulai menjadi ancaman bagi lingkungan. Tentu saja
prediksi harus dilakukan dengan tepat waktu pada ambang ekonominya. Prediksi
yang terlalu lama maka akan menimbulkan kerugian akibat serangan gulma yang
sudah melewati ambang batas, tetapi apabila terlalu cepat maka merupakan
pemborosan. Pertimbangan yang dapat diambil adalah melihat hubungan antara
kepadatan populasi dan dampak ekonomi, sehingga manajer dapat membuat
prioritas dan mengindari biaya pengendalian yang sia-sia (Yokomizo et al., 2009).
Manajemen gulma invasif berkelanjutan merupakan program jangka panjang.
Termasuk tindakan pemantauan untuk mencegah terjadi re-invasi yang artinya
manajemen harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pengendalian gulma
yang sama.
Tabel 8 menunjukan sensus kematian tanaman koleksi di KRB. Pada
tahun 2011 jumlah tanaman yang mati sekitar 240 tanaman yang terdiri atas 58
famili. Sebagian besar kematian disebabkan oleh busuk, tumbang, cendawan dan
faktor lain. Dari data tersebut terlihat bahwa proses kematian tidak secara spesifik
diketahui. Tidak menutup kemungkinan bahwa kematian tersebut merupakan
akumulasi dari dampak faktor agronomis seperti keberadaan gulma. Koleksi KRB
nilainya sangat tinggi, oleh karena itu, perlu ada metode penghitungan kerugian
49

ekonomi sehingga dapat menjadi alasan ilmiah untuk meningkatkan alokasi


anggaran untuk pemeliharaan koleksi.
Kesuksesan manajemen gulma invasif berkelanjutan tidak dilihat
berdasarkan banyaknya jenis gulma invasif yang berhasil dikendaliakan atau
luasan yang telah dikerjakan. Kesuksesan lebih dilihat apabila setiap stakeholder
memiliki arti penting satu dengan yang lainnya. Program yang realistis dan dapat
terlaksana merupakan alasan yang kuat bagi setiap stakeholder untuk terus
memberikan dukungannya.
Selain gulma daratan, terdapat juga gulma-gulma perairan. Walaupun saat
ini tidak menjadi masalah serius di KRB, tetapi metode pengendalian yang
dilakukan diduga dapat mempengaruhi eksistensi gulma tersebut di perairan
sekitar KRB. Hal tersebut karena ada dua sungai yang mengalir melewati KRB.
gulma tersebut adalah Limnocharis flava, Bacopa caroliniana, Pistia stratiotes,
Sagittaria sagittifolia dan Oryza barthii (Deskripsi pada Lampiran 6, 7, 8, 9 dan
10). Dengan demikian upaya pengendalian gulma di KRB baik gulma spesifik
maupun gulma umum perlu dilakukan secara terintegrasi. Hal tersebut untuk
meminimalisasi penyebaran gulma di dalam KRB dan keluar KRB. mendukung
hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan yang lebih mendalam tentang keberadaan
gulma di KRB terhadap kestabilan agroekologi di dalam maupun di luar KRB.

Tabel 8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011

Penyebab Kematian
Famili Lain-
Busuk Tumbang Cendawan Kering
lain
Acrostichaceae √
Anacardiaceae √
Annonaceae √ √
Apocynaceae √
Araceae √
Araliaceae √ √
Arecaceae √ √ √ √
Aspidiaceae √
Aspleniaceae √
Asteraceae √
Bignoniaceae √
Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
50

Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor


Tahun 2011

Penyebab Kematian
Famili Lain-
Busuk Tumbang Cendawan Kering
lain
Blechnaceae √
Burseraceae √
Caesalpiniaceae √ √ √ √
Clusiaceae √
Combretaceae √ √
Connaraceae √
Cyatheaceae √
Davalliaceae √
Dennstaedtiaceae √
Dryopteridaceae √
Ebenaceae √
Euphorbiaceae √ √ √
Gentianaceae √ √
Lauraceae √ √ √
Loganiaceae √
Malpighiaceae √
Marattiaceae √
Menispermaceae √
Mimosaceae √ √ √
Monimiaceae √
Moraceae √
Myrtaceae √ √
Nymphaeaceae √ √ √ √
Ochnaceae √
Oleaceae √ √
Ophioglossaceae √
Papilionaceae √ √ √
Pittosporaceae √
Podocarpaceae √
Polygonaceae √
Polypodiaceae √
Rhamnaceae √
Rhizophoraceae √
Rubiaceae √ √ √
Rutaceae √
Sabiaceae √
Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
51

Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor


Tahun 2011

Penyebab Kematian
Famili Lain-
Busuk Tumbang Cendawan Kering
lain
Salvadoraceae √
Sapindaceae √
Schizaeaceae √
Selaginellaceae √
Sterculiaceae √
Taenitidaceae √
Thelypheridaceae √
Thymelaeaceae √
Vitaceae √
Woodsiaceae √
Sumber: Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
52

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat tujuh spesies gulma invasif dari enam famili yang ditemukan di
Kebun Raya Bogor. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian menurut
kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993) dan dimodifikasi oleh
Tjitrosoedirdjo (2010), adalah sebagai berikut, Mikania micrantha H.B.K.
(Asteraceae), Cissus sicyoides L. (Vitaceae), Dioscorea bulbifera L.
(Dioscoreaceae), Cissus nodosa L. (Vitaceae), Ficus elastica Roxb.
(Moraceae), Paraserianthes falcataria (Fabaceae) dan Cecropia adenopus
(cecropiaceae). Ketujuh spesies gulma tersebut tidak ada yang termasuk
golongan rumput dan teki. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan
metode pengendalian manual dan kultur teknis dinilai paling tepat.
2. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter morfologi dan botani
gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung menyebar secara
acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif cenderung
berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin, hewan
dan manusia (pengunjung).
3. Manajemen gulma di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara
konvensional. Tindakan tersebut dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma
yang belum terintegratif dan estimasi kerugian ekonomi yang belum mantap
menjadi faktor utama yang masih perlu ditingkatkan.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk gulma invasif yang berada di
sekitar wilayah Kebun Raya Bogor untuk melihat sejauh mana korelasi
dengan gulma yang ada di dalam Kebun Raya Bogor.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik pengendalian gulma
secara biologis dan terpadu untuk mengatasi masalah gulma invasif di Kebun
Raya Bogor.
53

3. Manajemen alokasi biaya untuk pengendalian gulma sebaiknya lebih


disempurnakan atau dipisahkan tersendiri dari biaya perawatan.
54

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, E. A. 2005. Pengendalian Gulma Cissus sicyoides dengan Menggunakan


Beberapa Jenis Herbisida Sistemik. Skripsi. Program Studi Agronomi.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Anderson, W. D. 1977. Weeds Science : Principle. West Publishing. New York.


US. 598 hal.

Baker, H.G. 1974. The evolution of weeds. Annual Review of Ecology and
Systematic 5: 1-24.

Backer,C.A and Bakhuizen R.C. 1965. Flora of Java. NVP Noor Dhoff.
Groningen Netherlands. 641 p.

Bimantoro, R. 1981. Uwi (Dioscorea SPP) bahan pangan non beras yang belum
diolah. Buletin Kebun Raya Bogor vol.5 : 7-18.

Booth, B. D., S. D. Murphy, and S.R. Radosevich. 2004. Invasive ecology of


weeds in agricultural system, p.29-45 . In Inderjit (Ed.). Weeds Biology
and Management. Kluwer Academic Publisher. Netherland.

Callaham, M.A., G. Gonzalez, C.M. Hale, L. Haneghan, S.L. Lanchnic, X.M.


Zou. 2006. Policy and management responses to earthworm invasions in
North America. Biological Invasion. 8:1317-1329.

Campbell, S. 2005. A global perspective on forest invasive species: the problem,


causes, and consequences, p.9-10. In Mckenzie, P., Brown, C., Su, J., Wu,
J. (Eds.). The Unwelcome Guests. FAO. Bangkok.

Gobster, P.H. 2005. Invasive species as ecological threat: is restoration an


alternative to fear-based resource management. Ecological Restoration. 23:
261-270.

Herklots, G. 1976. Flowering Tropical Climber. Dawson Science History


Publication.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Yayasan Sarana Wana Jaga.
Jakarta.

Hidajat, E. 1993. Dioscorea bulbifera L. sumber karbohidrat. Warta Kebun Raya


1 (3) : 15 -20.

Hiebert, R.D. and J. Stubbendiek. 1993. Handbook for Ranking Exotic Plants for
Management and Control. Natural Resource Report
NPS/NRMWRO/NRR-93/08. U.S Departmen of Inferior National Park
Service. Denver Colorado.
55

Kleiber, M. 1968. Weeds. Victor C.N Blight. Australia. 484 hal.

Larson. D.L, L.P. Mao, G. Quiram, L. Sharpe, R. Stark, S. Sugita, A.Weiler.


2011. A framework for sustainable invasive species management:
environmental, social, and economic objective. Journal of Environmental
Management 92: 14-22.

Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara N. 2003. PROSEA: Plant Resourse of


South East Asia 12 (Medical and Poisonous Plant vol.3). Prosea
Foundation. Bogor. 664 hal.

LIPI. 2009. Kebun Raya Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.


Jakarta.

LIPI. 2010. Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor
Tahun 2010. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Lodge, D.M, S. Williams, H.J. Maclsaac, K.R. Hayes, B. Leung, S. Reichard,


R.N. Mack, P.B. Moyle, M. Smith, D.A. Andow, J.T. Carlton, A.
McMichael . 2006. Biological invasion: recommendations for U.S policy
and management. Ecological Applications 16: 2035-2054.

Mashhadi, H. R., and S.R. Radosevich. 2004. Invasive plants, p. 1-28. In Inderjit
(Ed.). Weeds Biology and Management. Kluwer Academic Publisher.
Netherland.

Mehta, S.V., R.G. Haight, F.R. Homans, S. Polasky, and R.C. Venette. 2007.
Optimal detection and ontrol strategies for invasive species management.
Ecological Economic 61: 237-245.

Melvinda, L. 2005. Inventarisasi dan Karakterisasi tumbuhan Kayu Pemanjat


(Woody Climber) Sebagai Tanaman Konservasi Ex-Situ di Kebun Raya
Bogor. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP. Universitas
Pakuan. Bogor.

Menninger, E. 1970. Flowering Vines of the World. Heartside Press Incorporated.


New York. 410 hal.

Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press.


Jakarta. 122 hal.

Moser, W.K., E.L. Barnard, R.F. Billings, S.J. Crocker, M.E. Dix, A.N. Gray,
G.G. Ice, M.S. Kim, R. Reid, S.U. Rodman, W.H. McWilliams. 2009.
Impact of nonnative invasive species on US forest and recommendations
for policy and management. Journal of Forestry 107: 320-327.
56

Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera


Utara dan Aceh. P4TM. Tanjung Morawa. 269 hal.

Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi (diterjemahkan dari : A Primer of


Conservation Biology, penerjemah : Supriatna, J., Indrawan, M.,
Kramadibrata, P.). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Purwono, B. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing


Invasif. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The
Nature Conservacy. Jakarta.

Putz, F.E and H.A. Mooney. 1991. The Biology of Vines. Cambridge University
Press. New York.

Radosevich, S.R., J.S. Holt and C.M. Ghersa. 2007. Ecology of Weeds and
Invasive Plants : Relationship to Agriculture and Natural Resource
management. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey. 454
hal.

Reichard, S. 2001. The search for patterns that enable prediction of invasion. In
R.H. Groves, F.D. Panetta, and J.G. Virtue (Eds.). Weeds Risk
Assessment. CSIRO. Australia.

Rejmanek, M. 1995. What makes a species invasive?, p3-13. In Pysek, P., Prach,
K., Rejmanek, M. (Eds.). Plant Invasion General Aspect and Specific
Problems. SPB Academic Publishing. Amsterdam.

Roemantyo dan R.S. Purwantoro. 1990. Potensi Cissus sicyoides sebagai Gulma
Pohon Studi Kasus KRB. Prosiding Konferensi X HIGI. Malang. Hal 16 -
25.

Rukmana, W.I. 2003. Studi Populasi Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus,


Linnaeus 1758) di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Konservasi Sumberdaya
Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Nusa Bangsa Bogor. Bogor.

Sastrapradja, S. dan J.J. Afriastini. 1984. Kerabat Beringin. Lembaga Biologi


Nasional – LIPI. Bogor. 118 hal.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


216 hal.

SEAMEO. 2011. Invasive Alien Species. http://www.biotrop.org/database.php.


[09 Agustus 2011].

Steenis, C.G.G.J. 1978. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta. 495 hal.
57

Stubbendieck, J., C.H. Butterfield, and T.R. Flessner. 1992. An Assesment of


Exotic Plant Species at Pipestone National Monument and Wilson’s Creek
National Battlefield. U.S. Department of the Inferior National Park
Service. Colorado.

Subarna, A. 2002. Sekilas tentang Kebun Raya Bogor. DOKINFO dan


Perpustakaan Sub bagian Jasa dan Informasi. KRB-LIPI. Bogor.

Sukman, Hj. Y, and Yakub. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raya
Grafindo Persada. Jakarta. 159 hal.

Tirtaningtyas, F.N. 2004. Dinamika Keberadaan dan Penggunaan Habitat oleh


Burung di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas
Nasional Jakarta. Jakarta.

Tjitrosemito, S. 2004. The concept of invasive alien species. Regional Training


Course on Integrated Management of Invasive Alien Plant Species.
BIOTROP. Bogor. 16 hal.

Tjitrosoedirdjo, S. 2010. Konsep gulma dan tumbuhan invasif. Jurnal Gulma dan
Tumbuhan Invasif Tropika I no.2 : 89-100.

Weber, E. 2003. Invasive Plant Species of the World. A Reference Guide to


Environtmental Weeds. CAB International Publishing. 548 hal.

Yokomizo, H., H.P. Possingham, M.B. Thomas, Y.M. Buckley. 2009. Managing
the impact of invasive species: the value of knowing the density-impact
curve. Ecological Application. 19: 376-386.
58

LAMPIRAN
59

Lampiran 1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L.

Famili : Dioscoreaceae (gadung


gadungan)
Nama Lokal
Indonesia : Huwi buah, Huwi upas, Huwi
blicik, Huwi artapel, Jejubug
basu, Jejubug endog, Huwi
gandul.
Malaysia : Ubi atas , Ubi
singapura
Inggris : Air potato, Air
yam
China : Huang yao zi

Distribusi
Berasal dari Asia kemudian tersebar luas ke daerah Tropika Asia, Afrika
dan Amerika dengan pusat penyebaran adalah Indonesia, Malaysia dan Afrika. Di
Indonesia banyak ditemukan di Pulau Jawa dengan ketinggian hingga 800 mdpl
(Bimantoro, 1981). Habitat liarnya di hutan, di batas-batas hutan atau ditanam di
kebun-kebun penduduk.

Botani
Merupakan tanaman merambat, panjangnya mencapai 3-20 m. Batangnya
melilit pada pohon maupun semak. Berbentuk bulat, halus, tidak bercabang,
diameternya 0.5 – 0.7 cm. Daunnya tunggal, berbulu, bersusun berseling pada
batang, bentuknya bulat, pada bagian pangkal daun terdapat lekukan dan menebal,
sedangkan ujung daunnya meruncing, sehingga helaian daun ini tampak berbentuk
jantung atau hati. Permukaan bagian atas daun berwarna hijau gelap dan
mengkilat, permukaan bagian bawah daun lebih terang, terdiri atas 7 – 13 tulang
daun. Besar daun 8 cm x 6 cm sampai 40 cm x 30 cm.
Bunga beraturan selalu berkelamin satu dan berumah dua. Muncul pada
bulan Mei – Agustus. Perbungaannya dalam bentuk tandan tumbuh pada ketiak
60

daun terdiri atas 2 – 6 bunga atau kadang-kadang bergabung dalam bentuk pseudo
terminal recemes. Panjang perbungaan jantan 2 – 12 cm, memiliki enam benang
sari yang fertile atau berkurang tiga menjadi staminodia. Panjang perbungaan
betina 12 – 35 cm, bakal buah tenggelam, beruang tiga, bakal biji dua buah per
ruang (Steenis,1978). Bunga tidak bertangkai, kecil dan sering gugur. Umumnya
bunga Dioscorea berwarna hijau atau kehijauan.
Berbuah sepanjang tahun. Buah berbentuk bulat panjang, bagian sisinya
sejajar dan di kedua ujungnya membulat atau berbentuk kapsul. Bila telah masak
warnanya coklat, tetapi di bagian tengahnya tebal. Bagian yang tebal ini adalah
biji yang sebenarnya dan yang di bagian sisinya merupakan sayap yang berfungsi
untuk memudahkan penyebaran. Penyebarannya dapat dibantu oleh air.
Tanaman ini membentuk umbi akar yang merupakan dasar batang yang
mengalami modifikasi, menggembung sebagai persediaan makanan dan air. Umbi
ini biasanya berpasangan, yang besar berpasangan dengan yang kecil. Bentuknya
bulat atau berbentuk kepingan seperti kipas angin, berbulu atatu berakar kasar.
Kulitnya berwarna coklat kemerah-merahan, sedangkan daging umbi berwarna
putih kekuning-kuningan. Pada tanaman dewasa hampir di setiap ketiak daunnya
tumbuh umbi (Umbi atas/bulbil) yang bentuknya bulat atau berbentuk seperti
kentang, tidak bertangkal, warna kulitnya abu-abu hingga abu-abu kecoklatan,
halus dan agak pecah-pecah sangat kecil, bagian dalamnya berwarna hijau, hijau
kekuningan. Bulbil memiliki ukuran panjang 4 – 15 cm, lebar 4 – 13 cm dan
tebal 4 – 7.5 cm. Sebenarnya umbi ini adalah tunas cabang yang dorman.
Pertumbuhannya cepat pada kondisi terbuka dan sedikit ternaungi.
Tumbuhan ini mampu memperbanyak diri melalui biji, umbi dan stek batang.
Perbanyakan melalui umbi akar terjadi ketika umbi berada pada kondisi udara
yang kering dan telah mengalami masa dorman. Tunas baru akan muncul pada
bagian atas umbi atau berdekatan dengan bekas batang yang dulu.
Proses perbanyakan melalui biji prosesnya cukup panjang hingga
membentuk umbi yang utuh. Pertumbuhan pertama akan sangat lambat dan hanya
memiliki beberapa daun. Akar pertama muncul tapi tebalnya tidak memadai.
Akar-akar yang baru akan tumbuh dari batang. Batang kemudian akan membesar
dan mulai membentuk umbi. Setelah beberapa lama, batang, daun dan akar akan
61

mati, hingga tersisisa umbi kecil saja. Setelah melewati masa dorman umbi ini
mulai tumbuh, dengan batang yang lebih besar. Proses ini berulang sampai tiga
tahun lamanya hingga membentuk umbi penuh.
Perbanyakan juga dapat terjadi melalui bulbil. Seandainya pangkal batang
tumbuhan ini dipotong, maka pada potongan batang atas akan tetap membentuk
bulbil, terutama dalam kondisi ternaungi. Menurut Hidajat (1993), berdasarkan
pengalaman yang diamati pada tumbuhan liar Dioscorea bulbifera L. yang
merambat pada tiang listrik di dalam Kebun Raya Bogor, ternyata sisa batang
yang masih melilit pada tiang listrik tersebut tampaknya masih tetap segar sampai
lebih dari satu minggu, kemudian mulai muncul bulbil pada ketiak daun sebesar
kelereng berwarna ungu kehitaman. Setelah satu minggu daun berangsur-angsur
layu dan gugur, begitupun batangnya menjadi kering, tetapi batangnya tetap
menempel pada batang tersebut. Bulbil yang dihasilkan cukup banyak dan
umumnya sangat peka terhadap sentuhan sehingga mudah terjatuh ke tanah.
Bulbil yang jatuh ke tanah biasanya tersebar oleh aliran air hujan atau dibawa oleh
pengunjung.
62

Lampiran 2. Deskripsi Cissus sicyoides L.

Famili : Vitaceae
Nama Lokal
Sisus, Areuy hariang

Distribusi
Berasal dari daearah Afrika
tropika. Pertama kali ditemukan di
Bogor kemudian menyebar ke Bali dan
Sulawesi (Heyne, 1987).

Botani
Merupakan tumbuhan terna memanjat, panjangnya 5 – 15 m, hampir
selalu tumbuh di tempat dengan kelembapan yang cukup tinggi. Batang dilapisi
lilin tipis, hampir selalu bulat silindris, rapuh, jika dibengkokan mudah patah dan
menimbulkan suara. Alat pembelit berhadapan atau dekat daun, panjang.
Kedudukan daun berseling, bertangkai , yang terbawah kerapkali melekuk, bentuk
bulat telur memanjang dengan ujung meruncing panjang, pangkal berbentuk
jantung dan bergerigi. Bunga dalam anak payung cukup kecil, berhadapan dengan
daun, anak payung bertangkai pendek, bercabang 2 – 3 kali, berkelamin 2, dan
kelopaknya berbentuk cawan. Buah buni berbentuk bola buah pir, bila tua
berwarna merah atau hitam (Backer dan Bakhuizen , 1965).
Cissus sicyoides L. memiliki akar hawa yang pada umumnya berwarna
merah kehijauan, menggantung dalam jumlah yang cukup banyak. Akar hawa ini
biasanya tumbuh pada cabang-cabang yang letaknya di bagian atas. Tumbuhan ini
mampu bertahan hidup dengan akar hawanya saja meski batang utamanya
dipotong. Tumbuhan sisus banyak ditemukan pada tempat-tempat yang suhunya
berkisar antara 22.5 0C – 26.5 0C dan kelembapan relatifnya 80 % – 85 %
(Roemantyo dan Purwantoro, 1990).
63

Lampiran 3. Deskripsi Paraserianthes falcataria

Famili : Fabaceae
Nama Lokal
Indonesia : Sengon, Jeunjing
(Sunda),
Sika (Maluku)
Inggris : Batai

Distribusi : Menyebar di seluruh jawa, Maluku dan Irian Jaya.

Botani
Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi
batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda
bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih.
Tajuk berbentuk perisai , jarang, selalu hijau. Daun berwarna hijau pupus,
tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 –
15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25 helai daun, dengan anak daun
yang kecil dan mudah rontok. Bunga tersusun dalam bentuk malai berukuran
sekitar 0.5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap
kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah sengon
berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 – 12
cm. Setiap polong berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda
berwarna hijau dan berubah menjasi kuning sampai coklat saat tua. Tekstur biji
berlilin dan agak keras. Penyerbukan dibantu oleh angin dan serangga.
64

Lampiran 4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K.

Famili : Asteraceae
Nama Lokal :
Mikania, Sembung rambat
(Jawa),
Areuy kapituheur (Sunda).

Distribusi
Tanaman ini berasal dari Amerika, kemudian diintroduksi dari Paraguay
pada tahun 1949 ke Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1965 digunakan sebagai
penutup tanah dan hingga saat ini menyebar ke seluruh Indonesia. Di Papua dapat
ditemukan di Merauke, Timika, Nabire dan Sorong. Mikania micrantha telah
menggantikan spesies Mikania cordata yang merupakan tumbuhan asli Indonesia
(Weber, 2003).

Botani
Tumbuh menjalar dengan panjang 3 – 6 m. Batangnya
membelit/memanjat berwarna hijau muda adakalanya bercorak ungu, bentuknya
bersegi atau bertulang membujur berambut halus. Pada buku-bukunya terdapat
dua helai daun berhadapan, tunas baru dan perbungaan. Antara pertautan kedua
tangkai daun terdapat anggota badan (appendage) yang tidak berambut. Buku-
buku yang berada di permukaan tanah mengeluarkan akar. Daun yang berada di
ujung batang ukurannya lebih kecil. Helai daun berbentuk hati atau bulat telur
segi tiga, pangkalnya bersegi tumpul, permukaan tak berambut. Panjang daun 3 –
8 cm dan lebar 1.5 – 6 cm. Tangkai daun berambut halus yang panjangnya 1 – 6
cm. Perbungaan tumbuh dari ketiak daun dan ujung batang/cabang, perbungaan
bercabang-cabang, tiap cabang dengan banyak kepala bunga yang tersusun
berbentuk malai rata yang longgar. Daun tajuk berwarna putih berbentuk tabung
panjangnya 2.5 – 3 mm berlekuk lima, kepala sari hitam keabu-abuan, putik
berwarna putih, bulu tambahan atau papus banyak, panjangnya 2.5 mm, mula-
mula berwarna putih kemudian menjadi kemerahan. Buah berwarna coklat
65

kehitaman, panjang 2 mm mempunyai banyak papus kemerah-merahan


panjangnya kurang lebih 2.5 mm (Nasution, 1986).
Lazim ditemukan di semak-semak, tepi hutan, hutan sekunder yang masih
muda, di tepi jalan dan tepi sungai. Tumbuh pada tanah lembab atau agak kering
di areal terbuka atau sedikit ternaungi. Dapat ditemukan pada ketinggian 0 – 2000
mdpl. Tumbuh dominan membentuk jalinan berlapis, adakalanya membelit dan
memanjat pohon lain sehingga menutupi tajuk pohon yang dipanjatnya.
Pertumbuhannya akan semakin cepat pada lahan terganggu seperti lahan bekas
terbakar. Buah dan bunganya muncul sepanjang tahun. Penyebaran bijinya
dibantu oleh media angin. Perbanyakan utama secara vegetatif melalui potongan
batangnya dengan tingkat perkecambahan lebih dari 95%. Tingkat perkecambahan
melalui biji hanya 60% (Nasution, 1986).
66

Lampiran 5. Deskripsi Ficus elastica Roxb.

Famili : Moraceae
Nama Lokal
Indonesia : Karet kebo, karet hutan,
kadjai (Sumatera)
Inggris : Assam rubber, Indian
rubbertree
Melayu : Rambong
Filipina : Balete

Distribusi
Tumbuh pada ketinggian 0 – 500 m di daerah tropis dan subtropis.

Botani
Pohon dengan tinggi 8 – 40 m. Dalam keadaan liar mula-mula hidupnya
epiphytis, berkecambah pada pohon lain, banyak akar udara yang menuju ke
tanah, yang nantinya masing-masing menjadi batang, kemudian tumbuh bersatu
menjadi satu batang yang besar. Bagian yang muda merah, gundul, daun
penumpu tunggal, bentuk lanset, dari luar merah atau kuning, mengkerut dari
dalam keputih-putihan dengan panjang 2.5 – 16 cm. Tulang daun samping halus
dan sangat rapat berurutan. Daun tersebar bertangkai cukup panjang, seperti kulit,
memanjang atau elliptis, kerapkali dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing,
tepi rata, dari atas hijau tua dan mengkilat, dari bawah lebih muda dan buram,
berbintik-bintik transparan yang rapat, gundul dengan ukuran panjang 8 – 38 cm
dan lebar 4 – 20 cm. Buah Ficus kerapkali duduk berpasangan, pada
permulaannya tertutup dengan seludang, kuning kehijauan, 1 – 1.5 cm
panjangnya. Bunga gal (bunga serangga), bunga jantan dan betina dalam satu
bunga periuk tersebar pada seluruh permukaan (Steenis, 1978).
Ficus memiliki simbiosis mutualisme dengan tawon ficus, suatu kerjasama
yang sangat erat hubungannya, sehingga kelanjutan dari hidup tumbuhan Ficus
tergantung dengan adanya tawon ficus begitu pula sebaliknya (Steenis, 1978).
Tawon ficus menyimpan telur-telurnya pada bunga gal. Bunga gal sebenarnya
67

adalah bunga betina mandul yang tampak seperti gelembung yang berleher
pendek. Pada saat tawon ficus menyimpan telur-telurnya inilah terjadi
penyerbukan dari serbuk sari yang menempel di tubuh tawon ficus menuju kepala
putik. Penyebaran biji Ficus elastica Roxb dibantu oleh angin.
Ficus elastica Roxb tumbuh menumpang dengan pertumbuhan batang
yang membelit batang pohon inangnya. Pada tingkat pertumbuhan berikutnya,
akar F.elastica Roxb akan tumbuh mengitari batang inang ini, yang kemudian
saling bertemu sehingga membentuk rajutan batang F.elastica Roxb.
Pertumbuhan batang akan terus menutupi keseluruhan batang pohon inangnya.
Tajuk pohon inang juga akan tertutup oleh tajuk F.elastica Roxb, tentu saja
lama-kelamaan pohon inang pun mati (Sastrapradja, 1984).
68

Lampiran 6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan

Famili : Limnocharitaceae
Nama Lokal : Slada sawah kuning,
genjer, centongan
Distribusi : Berasal dari Amerika tropis
kemudian menyebar ke Asia
Tenggara
Lokasi: Vak II.Qc, II Qe dan II Qd

Botani
Termasuk tumbuhan air yang tegak, tingginya bisa mencapai 1 meter.
Memiliki daun tunggal dengan tangkai berbentuk segitiga tebal, di dalam tangkai
ini berongga dan bergetah putih, panjang tangkai 10-50 cm. Bentuk daun
membulat sampai menjantung seperti anak panah, tulang daun secara paralel dari
pangkal ke ujung daun, warna daun hijau agak kekuningan, kasap dan agak tebal.
Perbungaan memayung, muncul dari tengah, tangkai 10-50 cm, bunga
mengelompok di ujung tangkai 5-15 kuntum, kelopak berwarna hijau, mahkota
putih dan benagsari berwarna kuning. Masa berbunga sepanjang tahun. Buah
majemuk berbentuk elips dengan diameter 1-2 cm. Perbanyakan menggunakan
biji dan anakan. Habitat genjer tumbuh ditempat-tempat basah seperti kolam dan
sawah, pada ketinggian sampai 1300 m dpl.

Kondisi di Kebun Raya Bogor


Genjer memiliki pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cukup cepat.
Awalnya genjer merupakan tanaman air koleksi di kolam vak II Qc, namun saat
ini genjer telah berkembangbiak dengan cepat, bahkan genjer ini mulai
menginvasi kolam lain di dekatnya. Tanaman ini memiliki potensi invasi yang
paling besar dibanding spesies lainnya. Jumlah populasi terbanyak pada vak II Qc.
Pada vak II Qe dan II Qd populasi genjer berupa individu-individu dewasa yang
menyebar, namun belum membentuk koloni yang besar tetapi telah memiliki
jumlah anakan yang banyak disekitar tanaman dewasa. Rencana pengendalian
oleh manajemen Kebun Raya Bogor akan dilakukan pada akhir tahun 2011 yang
dibarengi dengan renovasi kolam.
69

Lampiran 7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson

Famili : Scrophulariaceae
Nama Lokal : Bakopa
Lokasi : Vak II Qe
Distribusi : Kawasan pantai Amerika Utara bagian tengah dan selatan.

Botani
Tumbuhan bergerombol mengapung di permukaan air, seolah-olah
membentuk sebuah pulau. Habitatnya adalah di rawa-rawa atau kolam.
Tumbuhan air kecil ini berbatang bulat coklat dan berdaging dihiasi oleh bulu-
bulu halus, panjang batang 24-60 cm. Daun tak bertangkai, berseling berhadapan
mulai dari permukaan hingga ke ujung batang, berbentuk elips dengan panjang 1-
2 cm dan lebar 0.5-1 cm. Terdapat rambut halus pada permukaan bawah.
Perbungaan muncul di ketiak daun, terutama pada daun, terutama pada daun
bagian atas. Bunga dengan tiga kelopak hijau dan lima mahkota berwarna violet,
tedapat empat tangkai sari dengan kepala sari yang berlurik violet dan kandung
telur berwarna kuning. Perbanyakannya berupa split koloni. Masa berbunga pada
bulan Februari – Maret.

Kondisi di Kebun Raya Bogor


Pada mulanya tanaman koleksi. Petumbuhan cepat. Mekoloni, menutup
hampir sepertiga bagian kolam vak II Qe. Tanaman yang mudah beradaptasi/
tahan/kuat, mampu hidup di darat juga. Pada waktu kolam dibersihkan, tanaman
ini dibuang ke tepi kolam, namun masih bisa bertahan hidup. Lama-kelamaan bisa
menutup seluruh kolam. Rencana perawatan/ pengendalian oleh manajemen
Kebun Raya Bogor akan dilakukan pada akhir tahun 2011 yang dibarengi dengan
renovasi kolam.
70

Lampiran 8. Deskripsi Pistia stratiotes L.

Famili : Araceae
Nama Lokal : Kapu-kapu, Kiambang
Distribusi : Tumbuh di daerah tropik
dan subtropik.
Lokasi : Vak II Qa

Botani
Merupakan tumbuhan air tawar. Biasanya ditemukan mengapung pada
kolam-kolam ikan ataupun pada air yang mengalir secara perlahan. Terkadang
dapat menjadi gulma pada lahan persawahan. Tumbuhan air mengapung yang
secara sepintas mirip seperti lobak ini sebenarnya masih satu keluarga dengan
talas-talasan. Batangnya sangat pendek. Daun tersusun indah berbentuk roset atau
seperti susunan bunga ros, berbulu lembut dan empuk pada kedua permukaan
daunnya, berwarna hijau muda. Panjang daun sekitar 15 cm atau bahkan bisa lebih
apabila mendapat media yang subur. Perbungaannya tunggal dan sangat kecil.
Bunga ini tumbuh ditengah-tengah susunan mahkota daun dengan panjang sekitar
1 cm. Seperti halnya keluarga talas-talasan maka bunga Pistia inipun terdiri dari
dua bagian yaitu seludang dan tongkol. Seludang berwarna hijau muda
kekuningan sampai agak keputihan. Pada bagian luar seludang berbulu halus dan
lembut pada bagian dalamnya tidak berbulu. Pada pertengahan seludang akan
berlekuk dan menyempit. Sementara tongkol lebih pendek dari pada seludang dan
sebagian dari tongkol menyatu dengan seludang. Buahnya berwarna hijau dan
berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini berkembangbiak melalui rimpang.

Konsisi di Kebun Raya Bogor


Sebenarnya bukan tanaman koleksi di Kebun Raya, namun dicoba untuk
djadikan tanaman koleksi. Perbanyakannya cepat dan penyebarannya luas karena
tanaman ini mudah terbawa oleh arus air, tersebar dalam koloni dan individu-
individu pada kolam vak II Qa.
71

Lampiran 9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.) Hartog

Famili : Alismataceae
Nama Lokal : Bia-bia, eceng
Lokasi : Vak II Qc
Distribusi : Berasal dari Brazil
kemudian menyebar ke
Eropa dan Asia bagian
utara.

Botani
Batang bawah membengkak dan mengeluarkan perakaran yang merayap
serta menghasilkan umbi yang membulat. Daun keluar dari tangkai yang bersudut
tiga dan bervariasi panjangnya. Daun terdiri tegak di atas air, berbentuk seperti
anak panah dan licin sedangkan daun yang masih terendam air berbentuk memita.
Tangkai bunga muncul langsung dari bagian akar dan membentuk beberapa
lingkar cabang perbungaan, terdapat tiga kuntum tiap cabangnya, mahkota bunga
berwarna putih dengan noktah ungu pada bagian dasar. Perbanyakan dilakukan
dengan rimpang dan anakan dengan masa berbunga sepanjang tahun.

Kondisi di Kebun Raya Bogor


Pada mulanya merupakan tanaman koleksi. Populasinya semakin banyak,
berupa koloni yang semakin menyebar menutup hampir seperempat bagian kolam
vak II Qc. Pada saat air kolam menurun/ agak surut pertumbuhan lebih cepat.
Tumbuh di tepian kolam dengan genangan air tidak terlalu tinggi.
72

Lampiran 10. Deskripsi Oryza barthii A. Chev.

Famili : Poaceae
Distribusi : Banyak dijumpai di
kawasan Afrika
Lokasi : Vak II Qd dan Vak II
Qe

Botani
Tumbuhan ini umumnya berada di areal persawahan. Berumpun, tegak,
tingginya lebih dari 1.8 m karena sebagian tanamannya tertanam di lumpur.
Seludangnya sedikit kasar, ligulanya sedang, helaian daunnya rata,
memita/menggaris, panjangnya 40-65 cm, lebar 2 – 3 cm, ujungnya meruncing.
Tangkai perbungaannya tegak, mendukung spikelet yang akan menjadi bulir.
Spikelet panjangnya 8 - 12 mm, jangutnya sangat panjang, lemma bagian luar
panjangnya 3 mm, lemma fertile bergranula, kasar dengan bristile seperti rambut-
rambut, peleanya serupa. Bulirnya melonjong , berwarna kuning emas dengan
masa berbunga bulan Maret – Juni.

Kondisi di Kebun Raya Bogor


Merupakan tanaman koleksi di Vak II Qd. Namun telah menyebar ke Vak
II Qe. Sifatnya tidak merugikan bagi tanaman lain. Pertumbuhannya lambat dan
tumbuh secara berkoloni.
73

Lampiran 11. Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq.

Famili : Cecropiaceae
Nama Lokal : Pohon Daun Payung,
Pumpwood (Inggris)
Distribusi
Berasal dari Amerika Selatan,
ditemukan sepanjang Mexico Selatan
sampai Colombia, kemudian menyebar
hampir di semua wilayah Jawa Barat.

Botani
Tumbuhan berumah dua berhabitus pohon ini mempunyai tinggi 15 – 20m.
Batangnya memiliki rongga pada setiap ruasnya. Daun tersusun berselang dan
mengelompok pada ujung batang. Daun tipe menjari dengan 7 – 10 ruas tiap
daun, memiliki diameter 30 – 50 cm. Bunga jantan memiliki dua stamen, posisi
bunga betina berada diatas bunga jantan. Buahnya berukuran kecil memiliki satu
biji di dalamnya. Biji berukuran 2mm memiliki endosperm dan kotiledon pipih.
Tumbuhan ini memiliki umur 20 tahun, mulai memproduksi bunga dan buah
setelah berusia 3 – 6 tahun. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, dengan
pembungaan dibantu oleh angin. Penyebaran biji dibantu oleh angin dan hewan
terutama oleh kelelawar dan burung. Tumbuhan ini merupakan tipe tumbuhan
pioneer, yang biasa ditemukan di tepi hutan, tepi jalan dan selokan. Di Jawa Barat
tumbuhan ini hidup pada ketinggian 0 – 1600 m dpl (Lemmens and
Bunyapraphastsara, 2003).
74

Lampiran 12. Deskripsi Cissus nodosa Blume.

Famili : Vitaceae
Nama lokal : Ki barera lalakona (sunda), Galing ijo,
Paliran (jawa), Grape Ivy, Javanese
Treebine
Distribusi : Tersebar di seluruh pulau Jawa pada
ketinggian antara 200 – 500 mdpl.

Botani
Perdu memanjat panjangnya 5 sampai 10 m. Daun berbentuk bulat telur
memanjang, semakin meruncing pada ujung dan membulat pada bagian pangkal.
Panjang daun 6 - 18 cm dan lebar 2.5 – 7 cm. Kuncup bunga berbentuk segitiga
elips. Mahkota bunga berwarna merah keunguan dan berwarna hijau pada bagian
ujungnya, tebal dengan panjang 4 mm. Buah menyerupai Cerry dengan diameter
20 – 25 mm, berwarna merah gelap dan rasanya asam. Batangnya berwarna
merah dan memiliki akar hawa. Perbanyakan melalui biji dan organ vegetatif
terutama batang dan akar hawa (Backer and Bakhuizen, 1965).
75

Lampiran 13. Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011


Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Merrillia caloxylon Swingle. Rutaceae XXIV.A. 180 1/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris flabellata Thunb. Acrostichaceae XIX.C.II. 53 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris flabellata Thunb. Acrostichaceae XIX.C.II. 54a 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Dryopteris syrmatica (Willd.) Kuntze Dryopteridaceae XIX.C.II. 55 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Microlepia sp. Dennstaedtiaceae XIX.C.I. 70a 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Selaginella willdenovii (Desv. ex Poir.) Baker Selaginellaceae XIX.C.II. 9 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium nidus L. Aspleniaceae XIX.C.II. 15 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Cyathea batjanensis (H. Christ) Copel. Cyatheaceae XIX.C.II. 25 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris longipinnula Wall. Acrostichaceae XIX.C.II. 47 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium belangeri (Bory) Kuntze Aspleniaceae XIX.C.I. 53 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook. Ophioglossaceae XIX.C.I. 20 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium longissimum Blume Aspleniaceae XIX.C.I. 31 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris ensiformis Burm. f. Acrostichaceae XIX.C.I. 36 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris semipinnata L. Acrostichaceae XIX.C.I. 44 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris semipinnata L. Acrostichaceae XIX.C.I. 44 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium longissimum Blume Aspleniaceae XIX.C.I. 45 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook. Ophioglossaceae XIX.C.I. 46 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook. Ophioglossaceae XIX.C.I. 47-47a 2/8/2011 Hasil Inspeksi 2
Didymochlaena lunulata Desv. Aspidiaceae XIX.C.I. 52a 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium pallidum Blume Woodsiaceae XIX.C.III. 12 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Tectaria vasta (Blume) Copel. Aspidiaceae XIX.C.III. 26 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium bantamense Blume Woodsiaceae XIX.C.III. 40 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris ensiformis Burm. f. Acrostichaceae XIX.C.III. 94 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium nidus L. Aspleniaceae XIX.C.III. 124 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium pallidum Blume Woodsiaceae XIX.C.III. 143 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1

75
76

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Tectaria vasta (Blume) Copel. Aspidiaceae XIX.C.III. 144 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Tectaria sp. Aspidiaceae XIX.C.III. 151 2/8/2011 Hasil Inspeksi 1
Eugenia uniflora L. Myrtaceae XV.J.B.XIX. 4a 2/25/2011 Akar Busuk 1
Trigonostemon laevigatus Mull. Arg. Euphorbiaceae XV.J.B.XIX. 10 10/11/2010 Leher Batang Busuk 1
Tecoma stans (L.) Juss. ex H.B. & K. Bignoniaceae XI.H. 51 10/12/2010 Akar Busuk 1
Verschaffeltia splendida H.A. Wendl. Arecaceae X.D. 128 11/10/2010 Batang Busuk 1
Phaleria capitata Jack var. grandis Valeton Thymelaeaceae XI.B.VI. 57 11/11/2010 Batang,Akar Busuk 1
Phaleria capitata Jack var. fruticosa Valeton Thymelaeaceae XI.B.VII. 216 11/11/2010 Batang,Akar Busuk 1
Ligustrum sp. Oleaceae IV.A. 211b 11/11/2010 Cendawan 1
Cyrtostachys sp. Arecaceae XIV.A. 159 11/15/2010 Cendawan 1
Fagraea racemosa Jack ex Wall. Loganiaceae X.G. 126 11/23/2010 Busuk 1
Heritiera sp. Sterculiaceae IX.D. 234 11/15/2010 Kering 1
Cinnamomum sp. Lauraceae XX.B. 164a 11/23/2010 Kering 1
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.C. 1 8/14/2010 Busuk 1
Nymphaea lotus L. var. rubra Nymphaeaceae II.Q.C. 44 8/14/2010 Kering 1
Nymphaea lotus L. var. rubra Nymphaeaceae II.Q.C. 41 11/19/2010 Habis Dimakan Ikan 1
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.C. 61 8/14/2010 Umbi Busuk 1
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.C. 66 8/14/2010 Umbi Kering 1
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.C. 68 11/24/2010 Habis Dimakan Ikan 1
135-135a-
Nymphoides indica (L.) Kuntze Gentianaceae II.Q.A. 135b 9/30/2010 Kering dan Hilang 3
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.A. 143 11/2/2010 Busuk Umbi 1
Nymphaea lotus L. Nymphaeaceae II.Q.B. 59 11/2/2010 Busuk Umbi 1
Nymphaea sp. Nymphaeaceae II.Q.A. 150 6/2/2010 Kering 1
Nymphaea sp. Nymphaeaceae II.Q.A. 151 6/2/2010 Kering 1
Nymphaea lotus L. var. rubra Nymphaeaceae II.Q.A. 139 7/31/2010 Umbi Busuk 1

76
77

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Polyalthia celebica Miq. Annonaceae X.G. 117a 3/14/2011 Tumbang 1
Nymphoides indica (L.) Kuntze Gentianaceae II.Q.A. 140 1/12/2010 Hilang Hanyut 1
Pittosporum moluccanum (Lam.) Miq. Pittosporaceae XI.B.XV. 229-229a 3/14/2011 Tumbang 2
Terminalia citrina (Gaertn.) Roxb. ex Flem. Combretaceae XI.B.XII. 27 3/14/2011 Tumbang 1
Calamus sp. Arecaceae XIX.C.VIII. 73 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Selliguea sp. Polypodiaceae XIX.C.VIII. 79 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Sphaerostephanos polycarpus (Blume) Copel. Thelypteridaceae XIX.C.VIII. 80 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Dryopteris sp. Aspidiaceae XIX.C.VIII. 83 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium sp. Aspleniaceae XIX.C.VIII. 89 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Thelypteridaceae Thelypteridaceae XIX.C.VIII. 90 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris pellucida Presl Acrostichaceae XIX.C.VIII. 93 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Cyathea squamulata (Blume) Copel. Cyatheaceae XIX.C.VIII. 99 3/10/2011 Hasil Inspeksi 1
Lygodium circinnatum (Burm. f.) Sw. Schizaeaceae XIX.C.V. 3 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Marattia fraxinus Sm. (cf.) Marattiaceae XIX.C.V. 24d 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm. Marattiaceae XIX.C.V. 30 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm. Marattiaceae XIX.C.V. 31 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm. Marattiaceae XIX.C.V. 32 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Tectaria melanocaula (Blume) Copel. Aspidiaceae XIX.C.V. 37 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm. Marattiaceae XIX.C.IV. 5a 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Blechnum orientale L. Blechnaceae XIX.C.IV. 21-21a 3/28/2011 Hasil Inspeksi 2
Pronephrium nitidum Holttum Thelypteridaceae XIX.C.IV. 18 4/28/2011 Hasil Inspeksi 1
Tectaria sp. Aspidiaceae XIX.C.IV. 23 3/28/2011 Hasil Inspeksi 1
Cyathea sp. Cyatheaceae XIX.C.IV. 25 3/28/2011 Hasil Inspeksi 1
Pteris sp. Acrostichaceae XIX.C.IV. 27 3/28/2011 Hasil Inspeksi 1
Didymochlaena truncatula (Sw.) J. Sm. Aspidiaceae XIX.C.XII. 13 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1

77
78

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Nephrolepis sp. Davalliaceae XIX.C.XII. 88a 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Marattia sp. Marattiaceae XIX.C.XII. 17 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Angiopteris sp. Marattiaceae XIX.C.XII. 74 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Coniogramma serrulata Fee Taenitidaceae XIX.C.XII. 106 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium sp. Woodsiaceae XIX.C.XII. 107 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium accedens Blume Woodsiaceae XIX.C.XII. 111 3/23/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium spiniferum Woodsiaceae XIX.C.XII. 113 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium silvaticum (Bory) Sw. Woodsiaceae XIX.C.XII. 119 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium accedens Blume Woodsiaceae XIX.C.XII. 122 3/23/2011 Hasil Inspeksi 1
Blechnum sp. Blechnaceae XIX.C.XII. 124 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium cf. accedens Blume Woodsiaceae XIX.C.XII. 126 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium xiphophyllum (Baker) C. Chr. Woodsiaceae XIX.C.XII. 130 4/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Asplenium nidus L. Aspleniaceae XIX.C.XI. 13 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Lygodium circinnatum (Burm. f.) Sw. Schizaeaceae XIX.C.XI. 65 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Lygodium salicifolium Presl Schizaeaceae XIX.C.XI. 148 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Blechnum orientale L. Blechnaceae XIX.C.XI. 159 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Pronephrium sp. Thelypteridaceae XIX.C.XI. 171a 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. Araceae XIX.C.XI. 173 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. Araceae XIX.C.XI. 174 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Polypodiaceae Polypodiaceae XIX.C.XI. 190 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Coniogramma sp. Taenitidaceae XIX.C.XI. 192 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Microsorium punctatum (L.) Copel. Polypodiaceae XIX.C.XI. 194 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Diplazium accedens Blume Woodsiaceae XIX.C.XI. 195 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd. Blechnaceae XIX.C.XI. 196a 5/2/2011 Hasil Inspeksi 1
Hamelia patens Rubiaceae V.E. 161a-161b 1/20/2011 Kering,Busuk Akar 2

78
79

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati KebunRaya Bogor Tahun 2011


Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Acoelorrhaphe wrightii (Griseb. & H.A. Wendl.)
H.A. Wendl. ex Bec Arecaceae V.J. 11a] 2/10/2011 Kering 1
Podocarpus sp. Podocarpaceae V.F. 139 12/20/2011 Busuk Akar 1

Diospyros cauliflora Blume Ebenaceae IV.D. 127 1/2/2011 Busuk Akar 1


Aiphanes aculeata Willd. Arecaceae XIV.A. 107a 2/17/2011 Busuk 1
Garcinia dulcis Kurz Clusiaceae VI.C. 373 2/9/2011 Rigidoporus 1
Canarium sp. Burseraceae VI.B. 165a 2/9/2011 Rigidoporus 1
Enterolobium cyclocarpum (Jacq.) Griseb. Mimosaceae I.C. 79-79a 3/14/2011 Tumbang Keropos 2
Gleditsia assamica Bor Caesalpiniaceae I.C. 113 3/14/2011 Tumbang 1
Parkia timoriana (DC.) Merr. Mimosaceae I.C. 146 2/14/2011 Batang Atas Patah 1
Triplaris americana L. Polygonaceae X.G. 97 3/14/2011 Batang Atas Patah 1
Parsonsia cumingiana A. DC. Apocynaceae XVII.A. 2a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Strophanthus caudatus (Burm. f.) Kurz var.
undulata Franch. Apocynaceae XVII.A. 16 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston Apocynaceae XVII.A. 27a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Anodendron rubescens Teijsm. & Binn. Apocynaceae XVII.A. 44 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Odontadenia macrantha (Roem. & Schult.)
Markgraf Apocynaceae XVII.A. 51a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Anodendron paniculatum DC. Apocynaceae XVII.A. 52a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Beaumontia jerdoniana Wight. Apocynaceae XVII.A. 63-63a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Beaumontia multiflora Teijsm. & Binn. Apocynaceae XVII.A. 67a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Beaumontia multiflora Teijsm. & Binn. Apocynaceae XVII.A. 68-68a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng. Apocynaceae XVII.A. 69a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Chilocarpus sp. Apocynaceae XVII.A. 75 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Alyxia alata Markgr. Apocynaceae XVII.A. 78a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng. Apocynaceae XVII.A. 114 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1

79
80

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Leuconotis eugenifolius A. DC. Apocynaceae XVII.A. 158-158a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Wrightia glabra (L.) Kuntz Apocynaceae XVII.A. 132a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Alyxia sp. Apocynaceae XVII.A. 154-154a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Apocynaceae Apocynaceae XVII.A. 155a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Willughbeia integer Pohl Apocynaceae XVII.A. 160a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Alyxia reinwardtii Blume Apocynaceae XVII.A. 168 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Leuconotis eugenifolius A. DC. Apocynaceae XVII.A. 167 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston Apocynaceae XVII.A. 26-26a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Parameria laevigata (Juss.) Moldenke Apocynaceae XVII.A. 39-39a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Beaumontia grandiflora (Roxb.) Wall. Apocynaceae XVII.A. 61-61a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Ichnocarpus ovatifolius A. DC. Apocynaceae XVII.A. 79a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Melodinus lancifolius Ridl. Apocynaceae XVII.A. 80-80a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Chilocarpus suaveolens Blume Apocynaceae XVII.A. 98a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Azima sarmentosa (Blume) Benth. & Hook. Salvadoraceae XVII.A. 103 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng. Apocynaceae XVII.A. 115a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston Apocynaceae XVII.A. 122 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Apocynaceae Apocynaceae XVII.A. 136-136a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Ichnocarpus ovatifolius A. DC. Apocynaceae XVII.A. 137 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Parsonsia cumingiana A. DC. Apocynaceae XVII.A. 139-139a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Strophanthus preussii Engl. & Pax ex Pax Apocynaceae XVII.A. 140a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Willughbeia coriacea Wall. Apocynaceae XVII.A. 145 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Strophanthus divaricatus (Lour.) Hook. & Arn. Apocynaceae XVII.A. 147-147a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Bischofia javanica Blume Euphorbiaceae XVII.A. 149 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Streblus sp. Moraceae XVII.A. 152 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Alyxia sp. Apocynaceae XVII.A. 153-153a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2

80
81

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Cryptocarya nitens Koord. & Valeton Lauraceae XX.A. 63b 8/18/2011 Kering Mendadak 1
Willughbeia integer Pohl Apocynaceae XVII.A. 160a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Strophanthus caudatus (Burm. f.) Kurz Apocynaceae XVII.A. 17a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Ochrosia citrodora Lauterb. & K. Schum. Apocynaceae XVII.A. 163-163a 7/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Cryptocarya laevigata Blume Lauraceae XX.A. 106 8/8/2011 Kering 1
Cinnamomum iners Reinw. ex Blume Lauraceae XX.A. 76 8/18/2011 Penggerek Batang 1
Beilschmiedia roxburghiana Nees Lauraceae XX.A. 40 8/18/2011 Tumbang 1
Litsea glutinosa (Lour.) C.B. Rob. Lauraceae XX.C. 50a 8/18/2011 Kering/Rayap 1
Limonia alata Wall. Rutaceae XV.J.B.XVI. 4a 8/18/2011 Penggerek Batang 1
Bauhinia monandra Kurz Caesalpiniaceae XV.J.B.XXI. 22 8/18/2011 Kering 1
Ochna kirkii Oliver Ochnaceae VI.B. 114 8/18/2011 Kering 1
Swintonia sp. Anacardiaceae VII.F. 72 8/18/2011 Kering 1
Koordersiodendron pinnatum Merr. Anacardiaceae VII.F. 73-73a 8/18/2011 Kering 2
Baccaurea motleyana Mull. Arg. Euphorbiaceae VIII.F. 70a 8/18/2011 Kering 1
Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae VIII.B. 189 8/18/2011 Kering 1
Brownea capitella Jacq. Caesalpiniaceae XII.B.IX. 111 4/18/2011 Busuk Akar 1
Rhopaloblaste ceramica (Miq.) Burret Arecaceae XIII.L. 219b 7/20/2011 Busuk Akar 1
Victoria amazonica (Poepp.) Sowerby Nymphaeaceae XX.G.A. 19a 6/27/2011 Batang Lapuk 1
Victoria amazonica (Poepp.) Sowerby Nymphaeaceae XX.G.A. 18 7/8/2011 Cendawan 1
Batang Busuk
Erythrina crista-galli L. var. hasskarlii Papilionaceae I.C. 77 5/2/2011 Tumbang 1
Calamus ciliaris Blume Arecaceae XII.C. 331 6/9/2011 Cendawan 1
Trevesia sundaica Miq. Araliaceae XII.B.VII. 72 6/21/2011 Busuk Akar 1
Kibara serrulata (Blume) Perk. Monimiaceae XII.B.VII. 195 6/21/2011 Busuk Akar 1
Lysiloma latisiliqua (L.) Benth. Mimosaceae XV.J.A.XXII. 11 7/22/2011 Kering 1
Carallia sp. Rhizophoraceae IV.E. 183b 7/19/2011 Busuk Akar 1

81
82

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Myxopyrum nervosum Blume Oleaceae XVII.B. 117-117a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 2
Coccothrinax crinita Becc. Arecaceae V.K. 148 7/7/2011 Dicuri Orang 1
Myxopyrum nervosum Blume Oleaceae XVII.B. 62 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Myxopyrum nervosum Blume Oleaceae XVII.B. 107a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Jasminum elongatum (Bergius) Willd. Oleaceae XVII.B. 111-111a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 2
Jasminum sp. Oleaceae XVII.B. 114 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Jasminum sp. Oleaceae XVII.B. 118a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Randia longiflora Lam. Rubiaceae XVII.C. 77a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Coptosapelta tomentosa (Blume) Valeton ex K.
Heyne Rubiaceae XVII.C. 79 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Schefflera elliptica Harms Araliaceae XVII.C. 138a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Schefflera elliptica Harms Araliaceae XVII.C. 155 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
Ligustrum robustum (Roxb.) Blume Oleaceae XVII.C. 195-195a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 2
Stephania japonica (Thunb. ex Murr) Miers Menispermaceae XVII.C. 204a 9/13/2011 Hasil Inspeksi 1
207-207a-
Paederia sp. Rubiaceae XVII.C. 207b 9/13/2011 Hasil Inspeksi 3
Schefflera longifolia (Blume) Vig. Araliaceae XVII.C. 152 9/27/2011 Hasil Inspeksi 1
Polyalthia sp. Annonaceae XVII.C. 187 9/27/2011 Hasil Inspeksi 1
Caesalpinia sappan L. Caesalpiniaceae XVII.C. 189 9/27/2011 Hasil Inspeksi 1
Canthium dicoccum (Gaertn.) Teijsm. & Binn. Rubiaceae XVII.C. 191 9/27/2011 Hasil Inspeksi 1
Vernonia obtusifolia Less. Asteraceae XVII.C. 192 9/27/2011 Hasil Inspeksi 1
Oleaceae Oleaceae XVII.C. 194-194a 9/27/2011 Hasil Inspeksi 2
Aganope thyrsiflora (Benth.) Polhill Papilionaceae XVII.D. 1 10/11/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia fulva Blume ex Korth. Caesalpiniaceae XVII.D. 124-124a 10/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Bauhinia scandens L. Caesalpiniaceae XVII.D. 119 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia sp. Caesalpiniaceae XVII.D. 160 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1

82
83

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Callerya dasyphylla (Miq.) Schot Papilionaceae XVII.E. 13a 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Spatholobus sp. Papilionaceae XVII.D. 168 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Combretum sp. Combretaceae XVII.D. 170 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia sp. Caesalpiniaceae XVII.D. 176 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia sp. Caesalpiniaceae XVII.D. 177-177a 10/12/2011 Hasil Inspeksi 2
Derris trifoliata Lour. Papilionaceae XVII.D. 179 10/12/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia sp. Caesalpiniaceae XVII.E. 3 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia scandens L. Caesalpiniaceae XVII.E. 17a 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Entada phaseoloides (L.) Merr. Mimosaceae XVII.E. 18 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Acacia pseudointsia Miq. Mimosaceae XVII.E. 51 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Piptadenia macrocarpa Benth. Mimosaceae XVII.E. 52 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Acacia pennata (L.) Willd. Mimosaceae XVII.E. 60 10/18/2011 Hasil Inspeksi 1
Aganope heptaphylla (L.) Polhill Papilionaceae XVII.E. 70a 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Rhynchosia sp. Papilionaceae XVII.E. 71a 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Aganope heptaphylla (L.) Polhill Papilionaceae XVII.E. 72-72a 10/25/2011 Hasil Inspeksi 2
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet Papilionaceae XVII.E. 85 10/18/2011 Hasil Inspeksi 1
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet Papilionaceae XVII.E. 86 10/18/2011 Hasil Inspeksi 1
Derris elegans Benth. Papilionaceae XVII.E. 88 10/18/2011 Hasil Inspeksi 1
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet Papilionaceae XVII.E. 89a 10/18/2011 Hasil Inspeksi 1
Bauhinia cf. integrifolia Roxb. Caesalpiniaceae XVII.E. 114 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Ormocarpum orientale (Spreng.) Merr. Papilionaceae XVII.E. 122 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Horsfieldia sp. Myristicaceae XVII.E. 136 10/25/2011 Hasil Inspeksi 1
Connarus euphlebius Merr. subsp. euphlebius
var. euphlebius Connaraceae XVII.F. 8-8a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Connarus lucens Schellenb. Connaraceae XVII.F. 30-30a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Sabia javanica (Blume) Backer ex Chen Sabiaceae XVII.F. 44-44a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2

83
84

Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011
Nama Famili Vak No Tanggal Keterangan Spesimen
Allophylus cobbe (L.) Raeusch Sapindaceae XVII.F. 133 9/22/2011 Hasil Inspeksi 1
Ricinodendron heudelotii Pierre Euphorbiaceae XVII.F. 50 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitis voineriana Baltet Vitaceae XVII.F. 56a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitaceae Vitaceae XVII.F. 57-57a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Cissus hastata (Miq.) Planch. Vitaceae XVII.F. 69a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Cissus repens Lam. Vitaceae XVII.F. 94a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitis voineriana Baltet Vitaceae XVII.F. 95 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Cissus apoensis Elmer Vitaceae XVII.F. 128-128a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Ventilago sp. Rhamnaceae XVII.F. 165-165a 9/22/2011 Hasil Inspeksi 2
Ryssopterys timoriensis (DC.) A. Juss. Malpighiaceae XVII.F. 170a 9/22/2011 Hasil Inspeksi 1
Ryssopterys timoriensis (DC.) A. Juss. Apocynaceae XVII.F. 172a 9/22/2011 Hasil Inspeksi 1
Berchemia floribunda Wall. Rhamnaceae XVII.F. 174 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Tetrastigma sp. Vitaceae XVII.F. 203 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Ventilago sp. Rhamnaceae XVII.F. 205 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitis sp. Vitaceae XVII.F. 214-214a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Vitaceae Vitaceae XVII.F. 217a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Caesalpinia sp. Caesalpiniaceae XVII.F. 223 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Rourea minor (Gaertn.) Alston Connaraceae XVII.F. 228 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Agelaea sp. Connaraceae XVII.F. 231 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Ampelocissus thyrsiflora Planch. Vitaceae XVII.F. 235-235a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2
Roureopsis sp. Connaraceae XVII.F. 236a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitis geniculata Miq. Vitaceae XVII.F. 239 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Tetrastigma sp. Vitaceae XVII.F. 241 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch. Vitaceae XVII.F. 242 10/4/2011 Hasil Inspeksi 1
Vitis geniculata Miq. Vitaceae XVII.F. 288-288a 10/4/2011 Hasil Inspeksi 2

84
85

Lampiran 14. Kebun Raya Bogor

Keterangan : Batas Wilayah Kebun Raya Bogor

85

You might also like