Lompat ke isi

Kegiatan seksual manusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Eksplorasi seksual yang ditampilkan dalam sketsa erotis karya Thomas Rowlandson.

Kegiatan seksual manusia atau perilaku seksual manusia adalah tindakan yang dilakukan manusia untuk mengalami dan menunjukkan seksualitasnya. Manusia melakukan berbagai tindakan seksual, mulai dari yang dilakukan sendiri (misalnya masturbasi) sampai yang dilakukan bersama-sama dengan manusia lain (misalnya persetubuhan, seks nonpenetrasi, seks oral, dan lain-lain) dalam beragam pola frekuensi dan untuk bermacam alasan. Kegiatan seksual biasanya membangkitkan berahi dan menimbulkan perubahan fisiologis pada manusia yang terangsang, beberapa di antaranya tampak jelas, sedangkan yang lain tidak begitu jelas. Kegiatan seksual juga dapat meliputi tindakan dan aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketertarikan seksual atau melengkapi kehidupan seks manusia lain, misalnya strategi untuk mencari atau memikat pasangan (masa pacaran) ataupun interaksi antarpribadi (misalnya percumbuan atau BDSM). Aktivitas seksual dapat mengiringi berahi.

Kegiatan seksual manusia mengandung aspek sosiologis, kognitif, emosional, perilaku, dan biologis. Aspek tersebut meliputi ikatan pribadi, saling berbagi emosi dan fisiologi sistem reproduksi, gairah seksual, persetubuhan, serta perilaku seksual dalam berbagai bentuknya.

Dalam beberapa kebudayaan, kegiatan seksual hanya dianggap pantas dilakukan oleh pasangan yang telah menikah, sedangkan hubungan di luar nikah dan perzinaan dipandang tabu. Beberapa kegiatan seksual dianggap ilegal secara universal atau di beberapa wilayah, sementara beberapa yang lain dianggap menyimpang dari norma masyarakat atau budaya tertentu. Dua contoh kegiatan seksual yang dianggap tindakan kejahatan di hampir semua negara adalah kekerasan seksual dan kegiatan seksual yang melibatkan seseorang di bawah umur.

Fisiologi

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi Kama sutra India ini memperlihatkan seorang wanita di atas seorang pria, menggambarkan ereksi pria, yang merupakan salah satu respons fisiologis terhadap gairah seksual pria.

Respons fisiologis selama stimulasi seksual cukup mirip antara pria dan wanita, serta bisa dibagi dalam empat fase.[1]

  • Selama fase eksitasi, ketegangan otot dan aliran darah meningkat di dalam dan di sekitar organ seksual, jantung, pernapasan, dan tekanan darah meningkat. Pria dan wanita mengalami sex flush (peronaan) pada kulit tubuh bagian atas dan wajah. Pada wanita, biasanya vagina akan mengeluarkan cairan lubrikasi dan klitorisnya menjadi semakin menonjol[1] sementara Penis pria mengalami ereksi.
  • Selama fase plateau, detak jantung dan ketegangan otot semakin meningkat. Kandung kemih pria menutup untuk mencegah urin bercampur dengan air mani. Klitoris seorang wanita mungkin sedikit tertarik kebelakang dan vaginanya mengeluarkan lebih banyak cairan lubrikasi, otot organ kelamin luar akan membengkak dan menegang serta berkurang diameternya.[1]
  • Selama fase orgasme, pernapasan menjadi sangat cepat dan otot panggul memulai serangkaian kontraksi ritmis. Baik pria maupun wanita mengalami siklus cepat kontraksi otot dari otot panggul bagian bawah. Wanita juga sering mengalami kontraksi rahim dan vagina. Pengalaman ini dapat digambarkan sebagai hal yang sangat menyenangkan, tetapi sekitar 15% wanita tidak pernah mengalami orgasme dan setengahnya melaporkan pernah memalsukan orgasme.[1] Beberapa komponen genetik dikaitkan dengan seberapa sering wanita bisa mengalami orgasme.[1]
  • Selama fase resolusi, otot-otot mengendur, tekanan darah turun, dan tubuh kembali ke keadaan istirahat. Meskipun secara umum dilaporkan bahwa wanita tidak mengalami periode refraktori dan dengan demikian bisa mengalami orgasme tambahan, atau beberapa orgasme segera setelah mengalami orgasme pertama,[2][3] beberapa sumber menyatakan bahwa pria dan wanita mengalami periode refraktori karena wanita mungkin juga mengalami periode setelah orgasme di mana rangsangan seksual tidak menghasilkan kenikmatan.[1][4] Periode ini dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa hari dan biasanya lebih lama untuk pria daripada wanita.[1]

Disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk bereaksi secara emosional atau fisik terhadap rangsangan seksual dengan cara yang diproyeksikan oleh orang sehat pada umumnya; hal ini dapat mempengaruhi berbagai tahapan dalam siklus respons seksual, yaitu hasrat, kenikmatan dan orgasme.[5] Dalam berbagai media, disfungsi seksual sering dikaitkan dengan laki-laki, tetapi kenyataannya justru lebih sering terjadi pada perempuan (43 %) daripada laki-laki (31 %).[6]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g Daniel L. Schacter; Daniel T. Gilbert; Daniel M. Wegner (2010). Psychology. Macmillan. hlm. 335–336. ISBN 978-1429237192. Diakses tanggal 10 November 2012. 
  2. ^ Rosenthal, Martha (2012). Human Sexuality: From Cells to Society. Cengage Learning. hlm. 134–135. ISBN 9780618755714. Diakses tanggal 17 September 2012. 
  3. ^ "The Sexual Response Cycle". University of California, Santa Barbara. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 July 2011. Diakses tanggal 6 August 2012. 
  4. ^ Irving B. Weiner; W. Edward Craighead (2010). The Corsini Encyclopedia of Psychology, Volume 2. John Wiley & Sons. hlm. 761. ISBN 978-0470170267. Diakses tanggal 10 November 2012. 
  5. ^ Kontula, O & Mannila, E (2009). Sexual Activity and Sexual Desire. Routledge, 46(1). retrieved 20 August 2012, from here.
  6. ^ Jha S., Thakar R. (2010). "Female sexual dysfunction". European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 153 (2): 117–123. doi:10.1016/j.ejogrb.2010.06.010. PMID 20678854. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]