Hukuman mati di Brunei
Hukuman mati adalah hukuman yang dapat diganjar oleh sistem hukum Brunei, meskipun negara ini tidak pernah menghukum mati siapa pun sejak kemerdekaannya pada tahun 1984. Penghukuman mati terakhir di Brunei dilaksanakan pada tahun 1957 ketika negara tersebut masih dijajah Inggris.[1]
Kejahatan yang dapat diganjar hukuman mati di Brunei meliputi pembunuhan, terorisme, perdagangan narkoba, membantu tindakan bunuh diri, pembakaran, penculikan, pengkhianatan, pemberontakan, dan sumpah palsu.[1] Pada April 2014, Brunei memperkenalkan hukum pidana Syariah yang mengganjar hukuman mati untuk tindakan perzinahan, sodomi, pemerkosaan, murtad dari agama Islam, penistaan agama, pernyataan diri sebagai Tuhan, nabi, atau rasul, dan penghinaan terhadap Islam.[1][2] Orang-orang yang dikecualikan dari hukuman mati adalah individu di bawah 18 tahun, wanita hamil, dan orang yang cacat mental.[1]
Di Brunei Darussalam, penghukuman mati dilakukan dengan cara digantung, dan sejak 2014 juga meliputi hukuman rajam.[2] Namun, pada 5 Mei 2019, Sultan Brunei mengeluarkan moratorium de facto terhadap penghukuman mati selama lebih dari dua dasawarsa, termasuk untuk penghukuman mati yang dilakukan berdasarkan Syariah.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e "The Death Penalty in Brunei". www.deathpenaltyworldwide.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-13. Diakses tanggal 20 Januari 2021.
- ^ a b "Brunei Law To Allow Death By Stoning For Gay Sex". The Huffington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-25. Diakses tanggal 28 July 2015.