Sejarah musik
Musik ditemukan di setiap budaya, baik masa lalu maupun masa kini, menyesuaikan antara waktu dan tempat. Karena semua orang di dunia, termasuk kelompok suku yang paling terisolasi pun memiliki bentuk musik, dapat disimpulkan bahwa musik mungkin telah hadir di leluhur manusia sebelum penyebaran manusia di seluruh dunia. Akibatnya, musik mungkin telah ada selama setidaknya 55,000 tahun dan musik pertama mungkin telah ada di Afrika dan kemudian berkembang menjadi bagian dasar dari kehidupan manusia.[1][2]
Budaya musik ini dipengaruhi oleh semua aspek-aspek lain budaya tersebut, termasuk sosial dan organisasi ekonomi, iklim, dan akses ke teknologi. Emosi dan ide-ide yang diungkapkan musik tersebut, situasi di mana musik dimainkan dan didengarkan, dan sikap terhadap pemain musik dan komposer semua bervariasi antara daerah dan periode. "Sejarah musik" merupakan sub-bidang musikologi yang berbeda dan sejarah yang mempelajari musik (terutama seni musik Barat) dari perspektif kronologis.
Musik Zaman Kuno
[sunting | sunting sumber]Musik Mesir mulai tahun 2000 SM)
[sunting | sunting sumber]Sejarah musik beserta alat-alat musik bangsa Mesir diketahui berkat adanya monumen-monumen berupa prasasti seperti harpa-harpa dalam bentuk bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, lyra, gitar, mandoling dan seruling tunggal maupun ganda. Pada makam-makam yang megah tertulis pada dindingnya riwayat kehidupan rumah tangga bangsa Mesir dan dari situ kita melihat bahwa seni musik mengambil peranan besar dalam mengiringi kebaktian seperti tari-tarian, ratapan pada kematian dan juga jamuan-jamuan makan.[3]
Musik Yunani (mulai tahun 1100 SM)
[sunting | sunting sumber]apa yang kita sebut bangsa Yunani dan bangsa yang menyebut dirinya Hellas, adalah bangsa yang sebagian besar berasal daru Indo-German. Hellas adalah putra dari Raja PhityeaA di Thessalia yang jadi mitos nenek moyang suku Hellas.[3]
Masa Mistis (sebelum 110 SM)
[sunting | sunting sumber]Seperti Bangsa-Bangsa Kuno yang lain, meyakini bahwa seni berasal langsung dari dewa-dewa. Dewa dan Pelindung kesenian adalah Apollo, yang ketika lahir merobek kain kain lampin yang bersulakan emas dan kemudian dibalutkan padanya oleh Dewa-Dewi kahyangan dan berteriak: "citara itu akan dipersembahkan padaku dan saya akan mengumumkan kemauan yang tak terpatahkan dari Zeus". Kepahlawanannya yang pertama adalah mengalahkan python yaitu seekor naga yang datang dari kegelapan. karenanya madah Yunani terkait dengan kejadian itu, dan di kota delphi kesenian Pythis dirayakan dengan nyanyian dan permainan musik dengan alat musik berdawai.[3]
Musik Arab dan bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam
[sunting | sunting sumber]Masa prasejarah (3000-1000 SM)
[sunting | sunting sumber]Sumber pertama dalam musik Arab terdapat pada prasasti Asyria dari abad 7 SM. Arab memiliki peranan penting dalam musik terutama bagi daerah Mesir dan Mesopotamia. hal ini terjadi karena Arab berdagang sejak dulu, maka arab berkontak dengan bangsa-bangsa sekitarnya, termasuk berdagang dengan orang Mesopotamia, Yahudi kemudian Yunani. Pegaruh timbal balik tampak kemudian pada nama alat musik Arab yang dipakai di lain tempat dengan nama berbeda-beda, semisal gendang yang bernama tabl dalam bahasa tibrani disebut tibela. Sebelum lahir agama Islam tampaknya orag Arab memakai musik juga untuk agama animis, sama seperti kebudayaan sekitarnya. Dewa Dhu'l-Shara dihormati dengan madah-madah; dukun (sha'ir) melalui musik dapat memanggil roh (Jinn), dsb.[3]
Sebelum agama Islam (abad 1-7 M)
[sunting | sunting sumber]Raja-raja di Arab Selatan memang mendukung musik dan sastra; maka hingga sekarang orang Arab Utara memandang daerah Yemen Selatan sebagai tempat lahirnya musik Arab yang sebenarnya.Namun kerajaan Arab Selatan jatuh (berkaitan dengan jatuhnya Mesopotamia) maka terjadilah transmigrasi dari Selatan ke Utara pada abad 2. Dengan demikian berkembanglah musik pada tiga pusat: Syria, Mesopotamia, dan daerah Arab Barat.[3]
Musik Tiongkok (mulai tahun 2000 SM)
[sunting | sunting sumber]Bangsa Tiongkok menceritakan asal mula susunan nada mereka pada tahun 2700 S.M., pada masa pemerintahan Kaisar Hoang Ty yang menunjuk seseorang yang bernama Ling-Lun untuk membuat peraturan serta menentukan dasar dari ilmu olah nada atau seni dengan nada-nada. Ling-Lun mengemban tugas tersebut pergi ke daerah Sing Yung, dekat mata air sungai Hoang-Ho, dimana terdapat sebuah gunung dan berhutan kayu serta bambu yang lebat. Di Hutan tersebut Ling-Lun mendapatkan gagasan untuk membuat pipa-pipa seruling dari ranting bambu degan berbagai macam ukuran, dan di dalam Hutan tersebut terdapat sepasang burung ajaib yang bernama Fung-Hoang. Burung jantan yang disebut Fung menyanyikan enam nada dan Burung Betina yang disebut Hoang menyanyikan enam nada yang lainnya dan berpadu menjadi kesatuan nada yang disebut "nada jantan" dan "nada betina", atau lebih dikenal dengan "nada-setengah". Kemudian Ling-Lun menirukan nada burung yang didengarnya tersebut dengan serulingnya sehingga timbul nada yang terendah, F, yang diberi nama Kung atau "nada besar".[3]
"Nada besar" ini kemudian bernama Istana Kaisar dan seruling yang membawakan nada tersebut dibuatnya dengan ranting bambu dengan nama Hoang-Tschung yang memiliki arti Jam Kuning. Nada tersebut adalah nada yang dikeluarkan oleh burung ajaib Fung Hoang, maka Ling-Lun menetapkan nada tersebut sebagai nada-purba atau nada permulaan. Dengan penemuan ini Ling-Lun kembali ke istana untuk menentukan nada yang tepat, ia menuangkan semacam biji gandum berwarna hitam yang disebut dengan Chou, kedalam seruling bambu untuk mengetahui nada dasar yang diinginkan. Bangsa Tiongkok telah mengetahui cara mengukur interval nada dengan menggunakan pengaruh gabungan antara mitos dan perhitungan matematis, menurut keterangan oleh Amiot dalam bukunya "Memoire sur la Musique des Chinois".[3]
Musik India (mulai tahun 1500 SM)
[sunting | sunting sumber]Bangsa India kuno menganggap bahwa musiknya berasal dari Dewa-dewanya. Saraswati, isteri dari brahma, menganugerahkan kepada umat manusia, yaitu disebut: Vina. Maka dari itu Saraswati dianggap sebagai pelindung dari seni-suara (seni-musik). Di dalam kitab Veda, buku suci dari penganut Brahma, tepatnya dalam rigveda (1500 SM) terdapat hymne-hymne yang termasuk dalam bidang seni musik.
Para Brahmana menyimpan banyak naskah nyanyian kuno yang mempunyai kekuatan gaib. Beberapa lagu dianggapnya dapat membuat mukjizat-mukjizat besar, seperti memaksa manusia atau hewan untuk bergerak menurut apa yang dikehendaki oleh penyanyi. Tangga nada yang tertua yang terdapat pada bangsa india mirip dengan tangga nada kuno di Tiongkok yang terdiri dari 5 tingkat. dengan demikian terbuktilah bahwa di antara kedua bangsa tersebut ada hubungan yang dekat sejak zaman kuno. Seperti pada bangsa Tiongkok, tangga nada india lama-kelamaan berubah juga menjadi tangga-nada dengan 7 tingkat. Di dalam kitab suci Narayan terkandung sebuah teori musik dalam bentuk syair. (seperti juga Felix Drusche yang menulis karyanya dalam bentuk syair). Irama lagu india adalah sangat berubah-ubah, disebabkan oleh besarnya atau banyaknya corak bait syair-syair Hindu. Alat musik india adalah Vina, yaitu alat musik petik india. Alat itu mempunyai 7 dawai dengan jangkauan nada yang lebih luas dari 2 oktaf. Usia dari alat ini dikenal dari dongeng bahwa alat ini ditemukan oleh Saraswati, dewi seni india, dan adalah alat yang paling disukai oleh dunia yang beradab.
Alat kedua yang berdawai adalah Magaudi, yang berbentuk gitar; kemungkinan besar berasal dari Arab. pawang-pawang ular India menggunakan alat ini dengan 4 dawai, yang biasa untuk "menyihir" ular. Adapun alat tiup yang sudah di kenal bangsa India seperti seruling-tunggal dan seruling ganda. Terdapat juga alat gesek, sejenis biola yang namanya Serinda juga digunakan dalam seni musik India.[3]
Musik Jepang (mulai tahun 600 SM)
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 54 M, Raja Dairi dari bangsa Jepang yang masih abudaya mengirim utusan untuk mempersembahkan hadiah atau bulubekti kepada kaisar Tiongkok dan karena hubungan seperti ini, mengalirlah kebudayaan kuno dari Tiongkok itu ke negeri Jepang. Watak kedua bangsa tersebut sangat berbeda. Bangsa Jepang lebih bersungguh-sungguh dan tekun. Namun musik pada bangsa Jepang masih sekeluarga dengan musik bangsa Tiongkok. Bangsa Jepang memiliki macam-macam alat musik tiup, yang ditiup lurus maupun miring/silang. Selain itu Jepang juga memiliki alat musik berdawai seperti mandolin (luit), Shamisen, Kokin, dan Biwa.
Jepang juga memiliki kekayaan akan alat musik pukul (perkusi) yang tidak kalah dengan Tiongkok. Alat musik tersebut antara lain: kendang/tifa, pauka, tambur genta, dan keprak-kayu.
Para olah musik di Jepang tidaklah terpandang. Mereka masuk golongan yang rendah walaupun tidak terendah. Sebaliknya seni musik Jepang adalah seni yang mendapat tempat di negerinya dan sebagai seni yang berharga/terhormat.[3]
Musik Indonesia
[sunting | sunting sumber]Zaman prasejarah (sebelum abad 1 M)
[sunting | sunting sumber]1. Imigrasi Pra-Melayu
Pada tahun 2500-1500 SM terjadi suatu perpindahan bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara. Mereka membawa serta kebudayaan bambu serta teknik pengolahan ladang. Terutama di Annam (Tiongkok Selatan) Mereka mengembangkan semacam lagu pantun dimana putra dan putri bernyanyi dengan cara sahut-menyahut.[3]
2. Imigrasi Proto-Melayu pada zaman Perunggu (abad 4 SM) pada sekitar abad ke 4 SM dri daerah Tiongkok Selatan bernama Annam. Tangga nada pelog ikut dibawah ke Indonesia oleh kelompok Proto-Melayu. Alat musik yang dibawah adalah Gong-gong dan ditemukan di pulau Jawa.[3]
Musik Abad Pertengahan
[sunting | sunting sumber]Musik Monofon (Gregorian)
[sunting | sunting sumber]Istilah 'monofon' berasal dari dua kata, yaitu monos (berarti tunggal - bhs Yunani), dan phooneoo berarti berbunyi. Sehingga istilah 'musik monofon' ialah suatu jenis musik yang terdiri dari satu suara saja, tanpa iringan apapun juga. Kalimat "tanpa iringan apapun juga" benar-benar perlu dicantumkan agar monofoni ini dapat dibedakan dari monodi.
Menurut para pakar musik, musik Abad Pertengahan merupakan puncak kesempurnaan artistik musik monofon atau disebut Musik Gregorian.[3]
Nama
[sunting | sunting sumber]Istilah musik Gregorian ini baru dipakai oleh Sri Paus Leo (847-885) dalam suatu surat kepada pemimpin biara, Abas Honoratus yang menyebutkan carmen Gregorianum(nyanyian Gregorian). Nyanyian ini sebenarnya sudah ada sebelum Paus Gregorian meninggal pada tahun 604 dan dipengaruhi secara khusus oleh Paus tersebut. Macam-macam tulisan tentang musik Gregorian juga harus hati-hati untuk dibaca karena banyak versi seperti karangan Auguste Gevaert (1828-1908), seorang musikolog, komponis, dirigen asal Belgia, yang sangat menekankan pengaruh musik Yunani dalam pembentukan lagu Gregorian.[3]
Sumber
[sunting | sunting sumber]- ^ Wallin, Nils Lennart; Steven Brown; Björn Merker (2001). The Origins of Music. Cambridge: MIT Press. ISBN 0-262-73143-6.
- ^ Krause, Bernie. (2012). "The Great Animal Orchestra: Finding the Origins of Music in the World's Wild Places," Little Brown/Hachette, New York.
- ^ a b c d e f g h i j k l m 1937-, Prier, Karl-Edmund, S.J.,; Indonesia), Pusat Musik Liturgi (Yogyakarta, (1991). Sejarah musik (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. ISBN 9789798133039. OCLC 35950075.