0% found this document useful (0 votes)
183 views17 pages

Mangrove Vegetation Study

This document summarizes a study on the composition and structure of mangrove forest vegetation in Sawapudo Village, Soropia Subdistrict, Konawe Regency. The study found five mangrove species from three families. Rhizophora apiculata had the highest Important Value Index at the tree and seedling levels. The diversity index of mangroves at the study site was low, ranging from 1.13 to 1.43, indicating low species diversity. The mangrove forest in the village provides important ecological functions but faces threats from unsustainable logging and land conversion activities.

Uploaded by

Dion Ay
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
183 views17 pages

Mangrove Vegetation Study

This document summarizes a study on the composition and structure of mangrove forest vegetation in Sawapudo Village, Soropia Subdistrict, Konawe Regency. The study found five mangrove species from three families. Rhizophora apiculata had the highest Important Value Index at the tree and seedling levels. The diversity index of mangroves at the study site was low, ranging from 1.13 to 1.43, indicating low species diversity. The mangrove forest in the village provides important ecological functions but faces threats from unsustainable logging and land conversion activities.

Uploaded by

Dion Ay
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 17

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN MANGROVE

DI DESA SAWAPUDO KECAMATAN SOROPIA


KABUPATEN KONAWE

Composition and structure of the mangrove forest vegetation in sawapudo village sub-district
soropia konawe regency

Mujur Sukisto1, Aminuddin Mane Kandari2, Al Basri3


Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo

1). Mahasiswa Peneliti, 2). Pembimbing Utama, 3). Pembimbing Pendamping

ABSTRACT

MUJUR SUKISTO (D1B5 10 144). Composition and Structure of Vegetation


Mangrove Forest in Sawapudo Village, Soropia Subdistrict, Konawe District (guided by
Aminuddin Mane Kandari as first counselor and Al Basri as second counselor).
This study aims (1) to determine the composition and structure of mangroves found
in Sawapudo Village, Soropia District, Konawe District. (2) To determine the level of
diversity of mangrove species in Sawapudo Village, Soropia District, Konawe District. This
research was conducted in April 2017 at the Sawapudo Village, Soropia District, Konawe
District. Sampling of mangrove vegetation using the striped line method, the determination of
the transect was done by purposive sampling. The plot was made from the front formation
from the rear direction of the sea towards the land. Each sample plot is divided into 20 x 20 m
plots for tree category, 5 x 5 m for sapling size and 2 x 2 m for seedling size. The research
variables included the type of mangrove / species, the number of individuals per species, the
circumference of the tree at breast height, and the number of transects found in a species. The
mangrove species that were found were identified directly in the field using the Mangrove
Introduction Guide book in Indonesia (Noor et al., 2012). Data analysis was then carried out
in the form of density, frequency, dominance, important value index, and diversity index of
mangrove species.
The results showed that the composition of the mangrove species found at the study
site were three families, consisting of five species, namely the Rhizophoraceae family
consisting of species of Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza and Bruguiera
cylindrical. Sonneratiaceae is Sonneratia caseolaris and family Myrsinaceae is a species of
Aegiceras floridum. The highest important value index for the tree category was Rhizophora
apiculata with a value of 179.31%, and the lowest was Soneratia caseolaris with a value of
18.58%. The highest index of significance value of sapling level was found in Rhizophora
apiculata with a value of 84.81% and the lowest Aegiceras floridum 7.89%. The highest
value index at the highest seedling level was Rhizophora apiculata with a value of 60.78%,
the lowest was in the type of Aegiceras floridum 17.50%. The diversity index at tree level,
sapling and seedlings in the study location was classified as low, which ranged from 1.13 in
the tree category, 1.26 in the sapling category, and 1.43 in the seedling category.

Keywords: Vegetation composition, stand structure, diversity index, mangrove,


Sawapudo village.

1
RINGKASAN

MUJUR SUKISTO (D1B5 10 144). Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan


Mangrove di Desa Sawapudo Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe (dibimbing oleh
Aminuddin Mane Kandari sebagai pembimbing I dan Al Basri sebagai pembimbing II).
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui komposisi dan struktur mangrove yang
terdapat di Desa Sawapudo Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. (2) Untuk mengetahui
tingkat keanekaragaman jenis mangrove di Desa Sawapudo Kecamatan Soropia Kabupaten
Konawe. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 yang bertempat di Desa
Sawapudo Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Pengambilan sampel vegetasi mangrove
menggunakan metode garis berpetak, penentuan transek dilakukan secara purposive
sampling. Petak dibuat dari formasi depan dari arah laut keformasi belakang kearah darat.
Setiap petak contoh dibagi dalam petak berukuran 20 x 20 m untuk kategori pohon, 5 x 5 m
untuk ukuran pancang dan 2 x 2 m untuk ukuran semai. Variabel penelitian meliputi jenis
mangrove/spesies, jumlah individu tiap spesies, lingkar pohon setinggi dada, dan jumlah
transek ditemukannya suatu spesies. Spesies mangrove yang ditemukan diidentifikasi
langsung dilapangan menggunakan buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor
et al, 2012) selanjutnya dilakukan analisis data berupa kerapatan, frekuensi, dominansi,
indeks nilai penting, dan indeks keanekaragaman spesies mangrove.
Hasil penelitian memperlihatkan Komposisi jenis mangrove yang ditemukan pada
lokasi penelitian adalah tiga famili, terdiri dari lima spesies yaitu famili Rhizophoraceae
terdiri dari spesies Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza dan Bruguiera cylindrical.
Sonneratiaceae adalah Sonneratia caseolaris dan family Myrsinaceae adalah spesies
Aegiceras floridum. Indeks nilai penting kategori pohon tertinggi yaitu Rhizophora apiculata
dengan nilai 179,31%, dan yang terendah adalah Soneratia caseolaris dengan nilai 18,58%.
Untuk Indeks nilai penting tingkat pancang yang tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora
apiculata dengan nilai 84,81% dan terendah Aegiceras floridum 7,89%. Indeks nilai penting
pada tingkat semai tertinggi yaitu Rhizophora apiculata dengan nilai sebesar 60,78%,
terendah terdapat pada jenis Aegiceras floridum 17,50%. Untuk Indeks keanekaragaman pada
tingkatan pohon, pancang dan semai dilokasi penelitian tergolong rendah yaitu berkisar 1,13
pada kategori pohon, 1,26 pada kategori pancang, dan 1,43 pada kategori semai.

Kata Kunci : Komposisi Vegetasi, Struktur Tegakan, Indeks Keanekaragaman, Mangrove,


Desa Sawapudo.

2
PENDAHULUAN ditemukan 89 jenis flora, terdiri dari 35 jenis
pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis
Hutan mangrove merupakan tipe liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
hutan yang khas terdapat disepanjang pantai Diantara jenis flora mangrove yaitu
yang tumbuh dan berkembang di daerah Avicennia spp., Rhizophora spp., Bruguiera
pasang-surut pantai berlumpur. Ciri hutan spp., Sonneratisa spp., Xylocarpus spp.,
mangrove antara lain, umumnya tumbuh Lumnitzera excoecaria, dan Nypa fruticans
pada daerah intertidal dengan tanah (Soemodihardjo et al., 1993; Kemenhut,
berlumpur, berlempung dan berpasir; 2012). Hal ini memberikan gambaran bahwa
daerahnya tergenang air laut secara berkala, ekosistem hutan mangrove dengan
baik setiap hari maupun tergenang pada saat karakteristiknya menjadi habitat dari
pasang purnama; menerima pasokan air berbagai jenis flora dan juga fauna
tawar dari darat; terlindung dari gelombang mangrove.
besar dan arus pasang surut yang kuat, air Namun berbagai permasalahan yang
bersalinitas payau hingga asin (Bengen, dihadapi ekosistem mangrove saat ini cukup
2000; Wijaya, 2011). kompleks, diantaranya sebagian masyarakat
Hutan mangrove sebagai bagian dari pesisir dalam memenuhi kebutuhan
ekosistem hutan yang memiliki peranan hidupnya mengintervensi hutan mangrove
penting jika ditinjau pada aspek sosial, melalui alih fungsi mangrove menjadi
ekonomi dan ekologi. Pada aspek sosial tambak, pemukiman, dan penebangan untuk
hutan mangrove berfungsi sebagai penyedia berbagai kebutuhan. Menurut Setyawan et
berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan al. (2003 dan 2006), pemanfaatan secara
makhluk hidup lainnya. Pada aspek ekonomi langsung dalam ekosistem mangrove dan
hutan mangrove berfungsi sebagai penghasil penggunaan lahan disekitarnya secara nyata
kayu dan non kayu sedangkan pada aspek memengaruhi kelestarian ekosistem
ekologi hutan mangrove berfungsi sebagai mangrove beberapa aktivitas yang
habitat berbagai jenis hewan seperti mempengaruhi ekosistem mangrove adalah
kepiting, moluska, udang, burung dan konversi habitat menjadi tambak dan
serangga (Ahmad et al., 2011). Selain itu, penebangan secara berlebihan.
hutan mangrove juga menghasilkan berbagai Salah satu daerah yang memiliki
jasa lingkungan seperti menstabilkan garis hutan mangrove adalah pesisir pantai Desa
pantai (perlindungan terhadap abrasi, angin Sawapudo Kecamatan Soropia, Kabupaten
topan), mengendalikan kualitas air Konawe Sulawesi Tenggara. Hutan
(perlindungan terhadap instrusi air laut dan mangrove di Desa Sawapudo memiliki luas
pemurnian air tercemar), dan mitigasi 18 Ha yang kondisinya saat ini terus
perubahan iklim global (ekosistem yang mengalami tekanan. Berbagai tekanan yang
sangat produktif untuk mengurangi CO2 dihadapi adalah adanya aktivitas masyarakat
diatmosfer). Hutan mangrove dapat melalui kegiatan penebangan yang tidak
menyerap CO2 sebesar 500-600 ton CO2/ ha/ terkendali sehingga terjadi pengurangan
tahun (Cahyaningrum et al., 2014). luasan mangrove yang pada akhirnya
Indonesia merupakan negara dengan berdampak pada kerusakan ekosistem
panjang pantai mencapai 81.000 Km dan mangrove.
memiliki hutan mangrove yang sangat besar, Berdasarkan pada uraian tersebut
hampir mencapai 25% hutan mangrove maka perlu dilakukan kegiatan penelitian
dunia sebesar 15,24 juta hektar (Spalding, tentang struktur dan komposisi vegetasi
2010). Ekosistem hutan mangrove Indonesia mangrove di Desa Sawapudo Kecamatan
memiliki keanekaragaman hayati tinggi,

3
Soropia agar dapat memberikan data dan a. Data kualitatif yaitu pengumpulan data
informasi dasar tentang tingkat dengan melihat bentuk fisik yang bukan
keanekaragaman jenis mangrove yang ada, dalam bentuk angka. yang termasuk data
sehingga membantu pemerintah setempat kualitatif seperti bentuk pertumbuhan
dan masyarakat dalam menentukan strategi pohon dan lain sebagainya.
pengelolaan yang tepat agar mencapai b. Data kuantitatif adalah jenis data yang
kelestarian hutan mangrove tersebut. dapat diukur atau dihitung secara
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) langsung, yang berupa informasi atau
Untuk mengetahui komposisi dan struktur penjelasan yang dinyatakan dengan
mangrove yang terdapat di Desa Sawapudo bilangan atau berbentuk angka, Seperti
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. (2) nilai kerapatan, frekuensi, dominansi
Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman dan indeks nilai penting, indeks
jenis mangrove di Desa Sawapudo keanekaragaman.
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. 2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data
METODE PENELITIAN
sekunder.
Waktu dan Lokasi Penelitian a. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari
pengamatan langsung dilapangan yang
Penelitian ini dilaksanakan pada
terpilih sebagai sampel melalui observasi,
bulan April 2017, yang bertempat pada
pengamatan dan pengukuran yang
kawasan Hutan Mangrove Desa Sawapudo
dilakukan di lapangan.
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
Dalam penelitian ini data primernya
Dengan letak geografis berada pada garis
adalah sebagai berikut :
lintang 305’00”- 305’30”LS dan 122036’0”-
a. Nama jenis mangrove (Indonesia/ilmiah)
122036’30”BT.
Jenis tumbuhan yang dapat dikenali
dengan jelas nama jenisnya dapat langsung
Bahan dan Alat
dicatat baik itu nama Indonesia maupun itu
Bahan yang digunakan dalam nama ilmiahnya. Namun pada jenis-jenis
penelitian ini adalah kertas label, buku yang belum dapat diketahui nama ilmiah
petunjuk identifikasi jenis mangrove (Noor maupun nama Indonesianya, identifikasi
et al 2012) dan alat tulis menulis. Alat yang jenis dapat dilakukan menggunakan bantuan
digunakan dalam penelitian ini adalah patok masyarakat lokal yang kemudian dipadukan
kayu untuk tanda batas, meteran rol untuk dengan buku petunjuk identifikasi hutan
pengukuran petak, tali rafia untuk membuat mangrove atau buku panduan pengenalan
batas plot pengamatan, parang untuk mangrove di indonesia.
membersihkan petak atau plot pengamatan, b. Diameter batang.
Global Positioning System (GPS), kamera, Pengukuran diameter batang dilakukan
pita meter, dan kalkulator. dengan mengukur keliling batang
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
Jenis Sumber Data diameter pohon yang diperoleh dari hasil
1. Jenis Data pengukuran keliling batang kemudian dibagi
Jenis data yang digunakan dalam dengan ‘phi’ (π) atau 3,14.
penelitian ini adalah data kualitatif dan data c. Jumlah individu
kuantitatif. Jumlah individu setiap jenis mangrove
dilakukan dengan menghitung jumlah

4
individu setiap jenis pada yang meliputi Dimana :
letak dan keadaan fisik lingkungan (tanah, k = keliling batang (cm)
d = diameter setinggi dada (1,3 m)
topografi dan iklim), setiap petak ukur. π = konstanta dengan nilai 3,14
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh
dari instansi/lembaga yang terkait dengan 6. Dominansi Relatif suatu jenis (DR)
obyek penelitian yang dilakukan. Sumber DR = Dominasi suatu jenis x100%
data sekunder antara lain : Dominasi seluruh jenis
1. Data dan peta kawasan lokasi 7. Indeks nilai penting (INP)
penelitian, baik data yang berbasis - Untuk tingkat pancang dan semai dengan rumus :
digital maupun data manual
bersumber dari instansi yang terkait. Indeks nilai penting (INP) = KR + FR
2. Hasil penelitian/publikasi yang
- Untuk tingkat pohon dan tiang dengan rumus :
pernah dilakukan dan ada
hubungannya dengan penelitian ini Indeks nilai penting (INP) = KR + FR + DR
dan data-data pendukung lainnya
yang dapat menunjang penelitian ini. Dimana :

INP =Indeks nilai penting (%)


Analisis Data FR =Frekuansi relatif (%)
Data yang diperoleh dari hasil KR =Kerapatan relatif (%)
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui DR =Dominasi relatif (%)
gambaran tentang komposisi dan keragaman
8. Indeks keragaman (H’)
jenis vegetasi Kawasan Hutan Mangrove di Keanekaragaman jenis ditentukan dengan
Desa Sawapudo, dianalisis dengan menggunakan rumus Shannon Indeks of General
menggunakan rumus analisis vegetasi Diversity ( Shannon - Weiner, 1963 dalam Odum,
meliputi kerapatan, frekuensi,dan dominansi 1993) :
secara relatif atau terhitung dengan rumus
H’ = - Σ {(n.i/N) In (n.i/N)}
persamaan:
Dimana = H’ = indeks keanekaragaman Shannon-
1. Kerapatan suatu jenis (K) Wiener
K = Jumlah individu suatu jenis n.i = nilai penting dari spesies
Luas seluruh petak contoh N = total nilai penting
In = logaritma natural
2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) n.i/N = proporsi sampel dalam spesies
KR = Kerapatan suatu jenis x100%
Kerapatan seluruh jenis
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Frekuensi suatu jenis (F)
F = Jumlah petak contoh ditemukan suatu jenis Hasil Penelitian
Jumlah seluruh petak contoh
Komposisi Tegakan Mangrove
4. Frekuensi relatif suatu jenis (FR) Berdasarkan hasil pengamatan dan
FR = Frekuensi suatu jenis x100% identifikasi jenis mangrove di zona
Frekuensi seluruh jenis
pengamatan yang berbeda yaitu zona depan,
5. Dominansi (D) zona tengah, dan zona belakang, ditemukan
D = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis (LBD) 5 spesies mangrove yang terdiri dari 3
Luas petak contoh famili. Hasil pengamatan disajikan pada
Tabel 4.
LBD = 1/4 π d2 ; D =k
Π

5
Tabel 4. Rekapitulasi spesies, jumlah jenis pada setiap tingkatan vegetasi dan struktur jenis
pohon, pancang dan semai mangrove yang ditemukan di Desa Sawopudo Kecamatan
Soropia Kabupaten Konawe
No Spesies Famili Jumlah Individu
Ilmiah Lokal Pohon Pancang Semai
(individu/ha) (individu/ha) (individu/ha)

1 Rhizophora apiculata Bakau Minyak Rhizophoraceae 75 83 37


2 Bruguiera gymnorrhiza Tanjang Rhizophoraceae 33 43 27
3 Bruguiera cylindrica Tanjang putih Rhizophoraceae 15 21 35
4 Soneratia caseolaris Pidada Sonneratiaceae 12 19 21
5 Aegiceras floridum Mange Myrsinaceae 2 8
Jumlah 135 168 128
Sumber : Data primer tahun 2018

Berdasarkan Tabel 4 diketahui Jumlah individu yang diketemukan paling


bahwa jumlah jenis yang tertinggi adalah banyak yaitu pada tingkat pancang yaitu
jenis Rhizophora apiculata dengan individu sebesar 168 individu dengan jumlah jenis
sebesar 75 individu pada tingkat pohon, 83 yang ditemukan sebanyak 5 jenis. Pada
individu pada tingkat pancang, dan 37 tingkat pohon sebanyak 135 individu dengan
individu pada tingkat semai. Sedangkan jumlah jenis sebanyak 4 jenis. Dan jumlah
untuk jenis terendah ditemukan pada jenis individu yang ditemukan pada tingkat semai
Aegiceras floridum hanya ditemukan pada yaitu sebanyak 128 individu dengan jumlah
tingkat pancang sebanyak 2 individu dan jenis 5.
pada tingkat semai sebanyak 8 individu.
tinggi dan zonasi vegetasi tumbuhan
Analisis Vegetasi Mangrove Pada mangrove pada tingkat tingkat pohon yang
Tingkat Pohon ditemukan di lokasi penelitian adalah 4
spesies yang terdiri dari 3 famili. Hasil
Hasil analisis data yang telah
analisis Tegakan Mangrove kategori pohon
dikumpulkan di lokasi penelitian mengenai
dapat disajikan pada Tabel 5, yaitu sebagai
Struktur tegakan mangrove kategori pohon
berikut:
adalah deskripsi mengenai basal area,
kerapatan, dominansi, keragaman, diameter,

Tabel 5. Hasil analisis tegakan mangrove kategori pohon


No Jenis Kerapatan Frekuensi Dominansi INP
FR
A Pohon Indv/Ha KR (%) F (%) Dm2/Ha DR (%) %

1 Rhizophora apiculata 278 55.56 0.818 42.86 513.05 80.89 179.31

2 Bruguiera gymnorrhiza 122 24.44 0.682 35.71 115.43 18.20 78.36

3 Soneratia caseolaris 56 11.11 0.136 7.14 2.05 0.32 18.58

4 Bruguiera cylindrical 44 8.89 0.273 14.29 3.70 0.58 23.76

Jumlah 500 100 1.91 100 634.23 100 300


Sumber : Data primer tahun 2018

6
Berdasarkan hasil perhitungan pohon ditemukan pada jenis Rhizophora
menunjukan bahwa kerapatan pada tingkat apiculata dengan nilai 513.05 m2/Ha,
pohon tertinggi ditemukan pada jenis Sedangkan untuk nilai dominasi terendah
Rhizophora apiculata dengan nilai 278 ditemukan pada jenis Soneratia caseolaris
individu ha-1, sedangkan yang terendah dengan nilai 2,05 indv/ha dari keseluruhan
ditemukan pada Bruguiera cylindrical nilai total.
dengan nilai 44 individu ha-1, dengan
Analisis Vegetasi Mangrove Pada
kerapatan total 500 indvidu/ha. Frekuensi
Tingkat Pancang
pohon mangrove tertinggi berada pada
kategori sedang yaitu pada jenis Rhizophora Berdasarkan hasil perhitungan
apiculata dengan nilai sebesar 0,818 terhadap parameter kuantitatif untuk
(42,86%) dan frekuensi dalam kategori tingkatan pancang pada lokasi penelitian
sangat rendah adalah spesies Soneratia maka diperoleh hasil yang disajikan pada
caseolaris dengan frekuensi 0,136 (7,14%). Tabel 6.
Untuk dominansi nilai tertinggi pada tingkat

Tabel 6. Hasil analisis tegakan mangrove kategori pancang


No Jenis Kerapatan Frekuensi INP

Pancang K indv/Ha KR% F FR% (%)

1 Rhizophora apiculata 1230 49.40 0.74 35.41 84.81


2 Bruguiera gymnorrhiza 637 25.60 0.55 26.32 51.91
3 Soneratia caseolaris 311 12.50 0.07 3.35 15.85
4 Bruguiera cylindrical 281 11.31 0.59 28.23 39.54
5 Aegiceras floridum 30 1.19 0.14 6.70 7.89

Jumlah 2489 100 2.09 100 200


Sumber : Data primer tahun 2018

Kategori pancang yang ditemukan di perhitungan indeks nilai penting pada


lokasi penelitian adalah 5 spesies yang tingkat pancang INP tertinggi yaitu
terdiri dari 3 famili. Kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Rhizophora apiculata
pancang adalah spesies Rhizophora yaitu dengan nilai 84,81 %,. Sedangkan
apiculata sebesar 1230 individu/ha, untuk nilai kategori terendah terdapat pada
(49,40%), dan yang terendah adalah adalah jenis Aegiceras floridum dengan nilai 7,89
jenis Aegiceras floridum dengan nilai 30 %.
individu/ha dengan persentase relatif (1,19
Analisis Vegetasi Mangrove Pada
%). Frekuensi yang tertinggi berdasarkan
Tingkat Semai
dari hasil analisis data pada tingkat pancang
yaitu pada jenis Rhizophora apiculata Berdasarkan hasil perhitungan
dengan nilai frekuensi 0,74 dengan terhadap parameter kuantitatif untuk
presentase relatif 35,41%. Sedangkan untuk tingkatan semai pada lokasi penelitian maka
nilai frekuensi terendah ditemukan pada diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 7.
jenis Soneratia caseolaris yaitu 0,07 dengan
presentase relatif 3,35%. Berdasarkan hasil

7
Tabel 7. Hasil analisis tegakan mangrove kategori semai
No Jenis Kerapatan Frekuensi INP
Semai K KR F FR (%)
1 Rhizophora apiculata 3426 28.91 0.51 31.88 60.78
2 Bruguiera gymnorrhiza 2500 21.09 0.51 31.88 52.97
3 Soneratia caseolaris 3241 27.34 0.11 6.88 34.22
4 Bruguiera cylindrical 1944 16.41 0.29 18.13 34.53
5 Aegiceras floridum 741 6.25 0.18 11.25 17.50
Jumlah 11852 100 1.60 100 200
Sumber : Data primer tahun 2018

Kerapatan semai mangrove tertinggi pada jenis Rhizophora apiculata dengan


adalah spesies Rhizophora apiculata 3426 nilai 60,78% sedangkan INP terendah
individu/ha (28,91%), dan spesies terendah terdapat pada jenis Aegiceras floridum
adalah Aegiceras floridum degan nilai 741 dengan persentase indeks nilai sebesar
individu/ha (6,25%). Frekuensi tertinggi 17,50.
terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
Indeks Keanekaragaman Tegakan
dengan nilai 0,51 (31,88%,), sedangakn
Mangrove
untuk frekuensi terendah adalah spesies
Aegiceras floridum dengan sebesar 0,18 Hasil pengamatan indeks
dengan frekuensi relatif 11,25%. Indeks keanekaragaman disajikan pada Tabel 8,
nilai penting kategori semai tertinggi yaitu yaitu sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil pengamatan indeks keanekaragaman tingkat pohon, pancang dan semai
No Nama Indeks Keanekaragaman H"
Jenis Pohon Pancang Semai
1 Rhizophora apiculata 0.33 0.37 0.37
2 Bruguiera gymnorrhiza 0.34 0.35 0.36
3 Soneratia caseolaris 0.24 0.04 0.18
4 Bruguiera cylindrica 0.22 0.34 0.29
5 Aegiceras floridum 0.16 0.23
Jumlah 1.13 1.26 1.43
Sumber : Data primer tahun 2018

Berdasarkan data pada Tabel 7 untuk pada jenis Bruguiera cylindrical, sedangkan
tingkat pohon total nilai indeks pada kategori pancang dan semai untuk nilai
keanekaragaman jenis (H’) dengan Nilai terendah terdapat pada jenis Aegiceras
Indeks Keanekaragaman spesies pada florid . Adapun Nilai total Indeks
kategori pohon yaitu Bruguiera gymnorrhiza Keanekaragaman dari data yang telah
sedangkan pada kategori pancang dan semai dianalisis pada setiap tingkatan jenis
tertinggi yang tertinggi terdapat pada jenis mangrove yaitu 1,13 pada tingkat pohon,
Rhizophora apiculata, dan untuk jenis 1,26 pada tingkat pancang, dan 1,43 pada
terendah pada kategori pohon yaitu terletak tingkat semai.

8
Pembahasan dan berkembang sehingga jenis vegetasi
yang ditemukan hanya sedikit.
Komposisi Tegakan Mangrove
Selain itu daur hidup dari spesies
Berdasarkan Tabel 4 diketahui Rhizopora apiculata dengan benih yang
bahwa jumlah jenis yang tertinggi adalah dapat berkecambah pada waktu masih
jenis Rhizophora apiculata dengan individu berada pada tumbuhan induk sangat
sebesar 75 individu pada tingkat pohon, 83 menunjang distribusi yang luas dari spesies
individu pada tingkat pancang, dan 37 ini pada ekosistem mangrove. R. apiculata
individu pada tingkat semai. Sedangkan kecepatan tumbuhnya sangat tinggi dan daya
untuk jenis terendah ditemukan pada jenis adaptasinya sangat baik, karena jenis ini
Aegiceras floridum hanya ditemukan pada mempunyai sifat vivipar (biji sudah
tingkat pancang sebanyak 2 individu dan berkecambah pada buah yang masih
pada tingkat semai sebanyak 8 individu. menempel pada ranting). Menurut Kusmana
Jenis Rhizophora apiculata merupakan jenis (1996) sifat vivipar ini menyebabkan
tertinggi yang ditemukan di lokasi penelitian banyaknya semai yang tumbuh karena setiap
hutan mangrove dibandingkan jenis yang biji yang jatuh ke tanah telah siap
lain, hal ini berkaitan dengan daya adaptasi berkecambah. Faktor tanah yang berlumpur
jenis tersebut terhadap kondisi lingkungan. di lokasi penelitian juga sangat mendukung
Tinggi rendahnya jumlah individu jenis pertumbuhan semai jenis-jenis tersebut.
mangrove disebabkan karena cocok tidaknya Pakpahan (1993) mengatakan habitat yang
karaketristik lokasi bagi spesies mangrove baik bagi semai famili Rhizophoraceae
untuk berkembang, (Prasetyo, 2007). adalah tanah berlumpur dengan pasang surut
Tingginya jenis R. apiculata pada lokasi yang tidak menutupi tunas anakan.
penelitian disebabkan karena jenis tersebut Tingginya peluang kemunculan dari
tumbuh baik pada tanah berlumpur, halus, Famili Rhizophoraceae dibanding dari famili
dalam dan tergenang pada saat pasang lain yang ditemukan, diduga disebabkan
normal. Menyukai perairan pasang surut karena salinitas, kondisi tanah, dan tingkat
yang memiliki pengaruh masukan air tawar genangan yang sesuai habitat famili
yang kuat secara permanen. sesuai dengan Rhizophoraceae. Hal ini didukung oleh
tipe substrat lokasi penelitian. Hal ini sesuai pernyataan Setyawan et al., (2002), bahwa
pernyataan Noor et al. (2012) bahwa R. penyebab zonasi ini masih diperdebatkan
apiculata mempunyai tingkat dominansi dan kemungkinan disebabkan kombinasi
dapat mencapai 90% dari vegetasi yang berbagai faktor seperti salinitas, kondisi
tumbuh, tumbuh baik pada tanah berlumpur, tanah, tingkat genangan, ukuran dan
halus, dalam dan tergenang pada saat ketersediaan propagul, serta kompetisi antar
pasang normal di suatu lokasi. spesies. Pada sebagian besar hutan
Selain faktor lingkungan terdapat mangrove yang sudah dipengaruhi kegiatan
beberapa faktor lain yang menyebabkan manusia (antropogenik), zonasi sulit
jenis lain sedikit jumlah individunya di ditentukan akibat tingginya sedimentasi dan
lokasi penelitian yaitu salah satunya adalah perubahan habitat. Dalam hal ini
kebiasaan masyarakat yang melakukan ketersediaan propagul diduga lebih
penebangan kayu, pembukaan lahan menjadi berpengaruh dari faktor lain, dimana beting
tambak, pembuatan pemukiman. Akibatnya, lumpur baru akan didominasi tumbuhan
untuk vegetasi yang habitatnya tidak yang propagulnya paling banyak sampai di
memungkinkan untuk bergenerasi lebih tempat tersebut, misalnya di Segara anakan.
cepat butuh waktu yang lama untuk tumbuh

9
Berdasarkan tingkat berkembang menuju ke tingkat pohon akan
pertumbuhannya, hasil dari Tabel 3 mencerminkan potensi keanekaragaman
menunjukkan bahwa jumlah individu yang hayati sekaligus potensi plasma nutfah
diketemukan paling banyak yaitu pada dalam kawasan hutan, proses regenerasi
tingkat pancang yaitu sebesar 168 individu tegakan berjalan dengan baik karena disetiap
dengan jumlah jenis yang ditemukan areal hutan terdapat anakan pohon dengan
sebanyak 5 jenis. Sehingga jenis ini kondisi kerapatan fase semai > fase pancang
merupakan spesies yang proses > fase pohon (Indriyanto, 2006).
regenerasinya berjalan dengan lancar atau
baik. Sebaliknya spesies yang tidak Analisis Vegetasi Mangrove Pada
ditemukan pada tingkatan pohon Tingkat Pohon
dikarenakan adanya penebangan atau adanya
Hasil analisis data yang telah
tekanan pada spesies tersebut (Raunkiaer
dikumpulkan di lokasi penelitian mengenai
dalam Indryanto, 2006). Selanjunya pada
Struktur tegakan mangrove kategori pohon
tingkat pohon sebanyak 135 individu dengan
adalah deskripsi mengenai basal area,
jumlah jenis sebanyak 4 jenis.
kerapatan, dominansi, keragaman, diameter,
Mengindikasikan adanya gangguan dan
tinggi dan zonasi vegetasi tumbuhan
tekanan oleh faktor luar yang menyebabkan
mangrove pada tingkat tingkat pohon yang
kerusakan pada vegetasi hutan mangrove,
ditemukan di lokasi penelitian adalah 4
Hal ini juga disebabkan karena laju
spesies yang terdiri dari 3 famili. Hasil
pertumbuhan penduduk adanya aktifitas
analisis Tegakan Mangrove kategori pohon
manusia yang melakukan pengambilan
berdasarkan Tabel 5.
tegakan kayu untuk keperluan bangunan
Kerapatan jenis mangrove merupakan
rumah, pengambilan kayu untuk kebutuhan
parameter untuk menduga kepadatan jenis
ekonomi masyarakat, maupun untuk
mangrove pada suatu komunitas. Kerapatan
keperluan keramba ikan dan kayu bakar
jenis pada suatu area dapat memberikan
dengan cara melakukan penebangan,
gambaran ketersediaan dan potensi
pemanfaatan lokasi sekitar mangrove
tumbuhan mangrove, Suhardjono dan
sebagai lahan pemukiman. Akibatnya, untuk
Rugayah, (2007).
vegetasi yang habitatnya tidak
Berdasarkan hasil perhitungan
memungkinkan untuk bergenerasi lebih
menunjukan bahwa kerapatan pada tingkat
cepat butuh waktu yang lama untuk tumbuh
pohon tertinggi ditemukan pada jenis
dan berkembang sehingga jenis vegetasi
Rhizophora apiculata dengan nilai 278
yang ditemukan hanya sedikit. Menurut
individu ha-1, sedangkan yang terendah
Setyawan et al. (2002), sedikitnya jumlah
ditemukan pada Bruguiera cylindrical
spesies mangrove disebabkan besarnya
dengan nilai 44 individu ha-1, dengan
pengaruh antropogenik yang mengubah
kerapatan total 500 indvidu/ha.
habitat mangrove untuk kepentingan lain
Tegakan pada pohon mangrove
seperti pembukaan lahan untuk pertambakan
dilokasi penelitian merupakan tegakkan
dan pemukiman. Jumlah individu yang
yang termasuk dalam kategori rusak, hal ini
ditemukan pada tingkat semai yaitu
dikarenakan hanya sebanyak 500
sebanyak 128 individu dengan jumlah jenis
individu/ha yang diketemukan. Hal ini dapat
5. Keberadaan anakan spesies pohon dalam
terjadi karena adanya kegiatan eksploitasi
hutan akan mencerminkan kemampuan
sangat besar pada kawasan mangrove yang
hutan akan bergenerasi, sedangkan
menyebabkan tegakan mangrove pada
banyaknya spesies pohon yang akan
kategori pohon dapat berkurang, informasi

10
ini didapat dari warga serta informasi dari sebaran yang tidak merata dan kurang luas.
pemerintah Desa Sawopudo Kecamatan Hal ini sesuai dengan pernyataan Pramudji,
Soropia Kabupaten Konawe, yang (2003) yang menyatakan bahwa Jenis yang
bermukim disekitaran kawasan mangrove menyebar secara merata mempunyai nilai
yang menjadi objek penelitian, hal ini frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis
diperkuat dengan bekas penebangan hutan yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil
pohon mangrove yang ditemukan pada mempunyai daerah sebaran yang tidak
setiap lokasi pengamatan. merata dan kurang luas. Hal ini dapat terjadi
Frekuensi pohon adalah penyebaran karena disebabkan oleh daya adaptasi pada
suatu jenis pohon dalam suatu area. jenis setiap jenis yang berbeda-beda serta di
yang menyebar secara merata mempunyai pengaruh oleh adanya eksploitasi pada
nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis- beberapa jenis mangrove untuk
jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
kecil mempunyai daerah sebaran yang mangrove.
kurang luas. Menurut Raunkiaer dalam Dominansi suatu jenis merupakan
Indriyanto (2006) kriteria yang istilah yang digunakan untuk menyatakan
mengolongkan frekuensi atas 5 kelas, yaitu suatu jenis tumbuhan tingkat pohon dalam
kelas A dengan frekuensi 1 - 20% tergolong hal bersaing dengan tumbuhan lainnya,
sangat rendah, kelas B dengan frekuensi 21- dalam hal ini terkait dengan besarnya
40% tergolong rendah, kelas C dengan diameter tumbuhan. Sementara luas basal
frekuensi 41-60% tergolong kategori area suatu jenis pohon mangrove dapat
sedang, kelas D dengan frekuensi 61-80% diperoleh dari diameter pohon setinggi 1,5 m
tergolong tinggi dan kelas E dengan dari permukaan tanah atau setinggi dada dari
frekuensi 81-100% tergolong sangat tinggi. permukaan tanah (dbh = diameter at breast
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan hight) (Usman, 2013). Selanjuntnya kriteria
diketemukan bahwa frekuensi pohon dominansi relatif apabila terdapat >70%
mangrove tertinggi berada pada kategori maka kategori baik, apabila terdapat 50 % <
sedang yaitu pada jenis Rhizophora μ < 70% adalah kategori sedang dan
apiculata dengan nilai sebesar 0,818 kategori rusak apabila terdapat <50
(42,86%) dan frekuensi dalam kategori (KepMen LH No. 201 Th 2004)
sangat rendah adalah spesies Soneratia Dominansi menyatakan luas bidang
caseolaris dengan frekuensi 0,136 (7,14%). dasar suatu jenis terhadap luas keseluruhan
Frekuensi suatu jenis merupakan petak contoh, dapat juga dikatakan bahwa
penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu dominansi merupakan parameter yang
area. Suatu jenis dengan nilai frekuensi yang menyatakan tingkat terpusatnya penguasaan
besar maka menyebar secara merata. suatu jenis dalam suatu komunits tumbuhan.
Sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai Untuk dominansi nilai tertinggi pada tingkat
frekuensi kecil penyebaranya mempunyai pohon ditemukan pada jenis Rhizophora
daerah sebaran yang kurang luas. Tingginya apiculata dengan nilai 513.05 m2/Ha, jenis
frekuensi jenis Rhizophora apiculata ini menempati ruang tumbuh paling besar
menunjukan bahwa jenis ini menyebar serta memiliki diameter yang cukup besar
namun belum secara merata dikarenakan sehingga menghasilkan luas bidang dasar
masih tergolong dalam kategori sedang, yang besar pula. Jenis-jenis dengan ukuran
sementara frekuensi dalam kategori sangat besar mampu memanfaatkan sumber daya
rendah yaitu pada jenis Soneratia caseolaris, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam
ini menunjukan jenis ini mempunyai daerah suatu persaingan, juga mampu

11
memanfaatkan lingkungan yang yakni 0-300%, sedangkan kisaran INP untuk
ditempatinya secara efisien daripada jenis pancang dan semai yakni 0-200%
lainnya dalam satu tempat yang sama. (Fachrul, 2007).
Sedangkan untuk nilai dominasi terendah Berdasarkan hasil perhitungan
ditemukan pada jenis Soneratia caseolaris ditemukan jenis yang berperan dalam
dengan nilai 2,05 indv/ha dari keseluruhan komunitas tumbuhan yaitu Rhizophora
nilai total. apiculata yaitu dengan nilai 179,31% hasil
Dominansi relatif yang termasuk pada jenis ini menunjukkan bahwa jenis ini
dalam kategori baik adalah spesies merupakan yang paling mempengaruhi
Rhizophora apiculata, selain dari jenis komunitas tumbuhan, jenis ini berdampak
tersebut adalah termasuk dalam kategori besar terhadap kestabilan ekosistem karena
rusak. Hal ini mengambarkan bahwa memiliki kerapatan yang sangat tinggi,
kawasan mangrove yang menjadi objek penyebaran yang luas, sedangkan nilai
penelitian memiliki jumlah kekayaan jenis terendah terdapat pada jenis Soneratia
yang rendah, hal ini sejalan dengan caseolaris dengan nilai INP 18,58% hasil ini
pernyataan Usman, (2013) bahwa semakin menunjukan bahwa jenis ini merupakan
besar diameter pohon suatu tumbuhan, jenis yang kritis karena disusun oleh
maka luas basal area pohon juga semakin kerapatan, frekuensi dan dominasi yang
besar sementara tingginya dominansi relatif kecil yang berarti jenis ini sangat potensial
menunjukkan bahwa suatu kawasan untuk hilang dari ekosistem hutan
memiliki kekayaan jenis yang rendah. mangrove. Hal ini sejalan dengan Bengen
Indeks nilai penting (INP) (2000) yang menyatakan bahwa nilai
menggambarkan peranan keberadaan suatu penting berkisar antara 0-300. Ini
jenis dalam komunitas tumbuhan. Jenis yang memberikan gambaran bahwa semakin besar
memiliki INP tertinggi merupakan jenis nilai indeks nilai penting suatu jenis
yang sangat mempengaruhi suatu komunitas memberikan gambaran besarnya
tumbuhan. Indeks Nilai Penting (INP) sumberdaya lingkungan yang dimanfaatkan
merupakan indeks yang memberikan suatu oleh jenis tersebut dalam pertumbuhannya.
gambaran mengenai pentingnya peranan Tingginya indeks nilai penting jenis
atau pengaruh pada suatu vegetasi mangrove Rhizophora apiculata dan rendahnya indeks
dalam suatu lokasi penelitian. Indeks nilai nilai penting Soneratia caseolaris
penting biasa digunakan untuk menentukan memberikan gambaran bahwa kedua jenis
dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tersebut memiliki pengaruh yang perbedaan
tumbuhan lainnya, karena dalam suatu pada kondisi vegetasi . Hal ini sesuai dengan
komunitas yang bersifat heterogen, data pernyataan Prasetyo, (2007) bahwa area
parameter vegetasi dari nilai frekuensi, mangrove yang memiliki nilai penting tinggi
kerapatan dan dominansinya tidak dapat menandakan bahwa mangrove di area
menggambarkan komunitas tumbuhan tersebut dalam kondisi baik, sebaliknya
secara menyeluruh, maka untuk menentukan apabila kondisi ini berkurang atau berubah
nilai pentingnya yang mempunyai kaitan menjadi daratan karena sedimentasi dan
dengan struktur komunitas dapat diketahui rusak karena ulah manusia, maka perlu
dari indeks nilai pentingnya, yaitu suatu dilakukan rehabilitasi agar keseimbangan
indeks yang dihitung berdasarkan jumlah ekosistem terjaga.
seluruh nilai frekuensi relatif (FR),
kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif
(DR). Kisaran INP untuk tingkat pohon

12
Analisis Vegetasi Mangrove Pada habitat yang tidak cocok, dan adanya
Tingkat Pancang interaksi antara spesies dapat menyebabkan
rendahnya frekuensi kehadiran (Kepel et al.,
Berdasarkan hasil perhitungan
2012 dalam Alik et al., 2012).
terhadap parameter kuantitatif untuk
Indeks nilai penting pada suatu jenis
tingkatan pancang pada lokasi penelitian
mangrove akan memberikan gambaran
maka diperoleh hasil yang disajikan pada
mengenai besarnya potensi sumberdaya
Tabel 6. Pancang merupakan jenis mangrove
lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh
yang memiliki diameter batang antara 2,1-10
jenis tersebut dalam hal pertumbuhannya.
cm (Fachrul, 2007). Kategori pancang yang
Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa
ditemukan di lokasi penelitian adalah 5
semakin besar nilai indeks penting, maka
spesies yang terdiri dari 3 famili. Kerapatan
makin besar pula peranannya dalam
tertinggi pancang adalah spesies
komunitas tersebut. Berdasarkan hasil
Rhizophora apiculata sebesar 1230
perhitungan indeks nilai penting pada
individu/ha, (49,40%), dan yang terendah
tingkat pancang INP tertinggi yaitu
adalah adalah jenis Aegiceras floridum
ditemukan pada jenis Rhizophora apiculata
dengan nilai 30 individu/ha dengan
yaitu dengan nilai 84,81 %,. Sedangkan
persentase relatif (1,19) %.
untuk nilai kategori terendah terdapat pada
Frekuensi yang tertinggi berdasarkan
jenis Aegiceras floridum dengan nilai 7,89
dari hasil analisis data pada tingkat pancang
%. Dari hasil analisi INP yang dilakukan
yaitu pada jenis Rhizophora apiculata
didapatkan hasil bahwa nilai tersebut
dengan nilai frekuensi 0,74 dengan
menunjukkan Rhizophora apiculata sangat
presentase relatif 35,41% Ini menunjukan
didominasi pada kawasan tersebut dan
bahwa jenis tersebut mempunyai penyebaran
merupakan mangrove mayor hal ini karena
atau tingkat kemunculan yang tinggi atau
karakteristik morfologi yang dimiliki dapat
ditemukan pada sebagian besar plot dari
mendukung dalam kompetisi dengan
seluruh jumlah plot petak pengamatan.
mangrove yang minor maupun mangrove
Sedangkan untuk nilai frekuensi terendah
asosiasi. Seperti sistem perakaran dan
ditemukan pada jenis Soneratia caseolaris
mekanisme khusus untuk mengeluarkan
yaitu 0,07 dengan presentase relatif 3,35%.
garam agar dapat menyesuaikan diri dengan
Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut
baik dan mampu membentuk tegakan murni,
memiliki distribusi yang terbatas dalam
Supardjo, (2008).
komunitas tumbuhan atau hanya dapat
Sehingga hal ini memberikan
berkonsentrasi pada wilayah-wilayah
gambaran bahwa jenis Aegiceras floridum
tertentu hingga tingkat penyebarannya
merupakan jenis yang kritis karena disusun
sangat rendah. Ini mengindikasikan bahwa
oleh kerapatan, frekuensi dan dominansi
jenis tersebut merupakan spesies yang
yang kecil, yang berarti jenis-jenis tersebut
penyebarannya terbatas dan mempunyai
sangat potensial untuk hilang dari ekosistem
kemampuan adaptasi yang rendah terhadap
tersebut.
kondisi lingkungan pada lokasi penelitian.
Tingginya frekuensi pancang spesies
Analisis Vegetasi Mangrove Pada
Rhizophora apiculata mengindikasikan
Tingkat Semai
bahwa jenis ini menyebar secara merata
pada lokasi penelitian. Berbeda dengan jenis Semai mangrove merupakan vegetasi
Soneratia caseolaris yang mempunyai mangrove yang memiliki diameter batang ≤
frekuensi rendah disebabkan karena aktivitas 2 cm (Fachrul, 2007). Berdasarkan hasil
manusia. Tingginya tingkat eksploitasi, perhitungan terhadap parameter kuantitatif

13
untuk tingkatan semai pada lokasi penelitian kategori semai tertinggi yaitu pada jenis
maka diperoleh hasil yang disajikan pada Rhizophora apiculata dengan nilai 60,78%
Tabel 7. Kerapatan semai mangrove sedangkan INP terendah terdapat pada jenis
tertinggi adalah spesies Rhizophora Aegiceras floridum dengan persentase
apiculata 3426 individu/ha (28,91%), dan indeks nilai sebesar 17,50 rendah indeks
spesies terendah adalah Aegiceras floridum nilai disebabkan karena lokasi pengamatan
degan nilai 741 individu/ha (6,25%). terletak dekat dengan pemukiman warga
Sehingga berdasarkan pembagian kerapatan sehingga dari aktivitas manusia dapat
kelima jenis tersebut merupakan jenis yang mempengaruhi proeses pertumbuhan dari
tergolong banyak sekali karena memiliki jenis mangrove tersebut hal ini karena
nilai kerapatan ≥ 100 maka jenis tersebut bebarapa hal diantaranya pemanfaatan dari
cocok tumbuh pada lokasi penelitian yang jenis mangrove tersebut sebagai pemenuhan
kondisi tanahnya bersubtrat berlumpur dan masyarakat contoh seperti kayu bakar dan
pasir memberikan bahwa jenis tersebut lain sebagainya, serta adaanya pembuangan
memiliki pola penyesuaian yang besar sampah plastik yang tidak dapat terkontrol.
terhadap habitatnya. Hal ini sejalan dengan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Alik et
pendapat Alik et al.,(2012) yang al. (2012), yang menemukan pembuangan
menyatakan, tingginya kerapatan famili sampah ke habitat mangrove telah
Rhizoporaceae yang ditemukan pada mematikan banyak akar pasak yang tumbuh
mangrove kategori semai karena didukung di laut merah. Hilangnya banyak akar pasak
oleh keadaan substrat yang umumnya tersebut akan menurunkan luasan
berjenis lempung, lumpur halus, dan dalam permukaan respirasi dan pengambilan
yang sangat cocok untuk pertumbuhan nutrien oleh tanaman yang pada akhirnya
pancang Rhizoporaceae. menurunkan pertumbuhan tanaman.
Frekuensi semai merupakan analisis
yang menggambarkan suatu jenis semai Indeks Keanekaragaman Tegakan
mangrove dalam suatu area atau batas area. Mangrove
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan
Indeks Keanekaragaman merupakan
didapatkan hasil bahwa Frekuensi tertinggi
karakteristik dari suatu komunitas yang
terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
menggambarkan tingkat keanekaragaman
dengan nilai 0,51 (31,88%,), sedangakn
yang terdapat dalam komunitas tersebut
untuk frekuensi terendah adalah spesies
(Odum, 1993). Hasil pengamatan indeks
Aegiceras floridum dengan sebesar 0,18
keanekaragaman disajikan pada Tabel 8.
dengan frekuensi relatif (11,25 %).
Berdasarkan data pada Tabel 8 untuk tingkat
Tingginya frekuensi Rhizophora apiculata
pohon total nilai indeks keanekaragaman
disebabkan karena sifat adaptasi yang tinggi
jenis (H’) dengan Nilai Indeks
karena propagul berupa seedling yang dapat
Keanekaragaman spesies pada kategori
terbawa air kemana-mana memiliki biji
pohon yaitu Bruguiera gymnorrhiza
terapung yang sesuai untuk terdispersi
sedangkan pada kategori pancang dan semai
melalui air (Setyawan et al., 2006).
tertinggi yang tertinggi terdapat pada jenis
Secara umum, tumbuhan dengan INP
Rhizophora apiculata, dan untuk jenis
tinggi mempunyai daya adaptasi, daya
terendah pada kategori pohon yaitu terletak
kompetisi dan kemampuan reproduksi yang
pada jenis Bruguiera cylindrical, sedangkan
lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan
pada kategori pancang dan semai untuk nilai
yang lain dalam suatu lahan tertentu
terendah terdapat pada jenis Aegiceras
(irwanto 2009). Indeks nilai penting
florid . Adapun Nilai total Indeks

14
Keanekaragaman dari data yang telah 1,13 pada kategori pohon, 1,26 pada
dianalisis pada setiap tingkatan jenis kategori pancang, dan 1,43 pada kategori
mangrove yaitu 1,13 pada tingkat pohon, semai.
1,26 pada tingkat pancang, dan 1,43 pada
tingkat semai. Indeks keanekaragaman ini Saran
tergolong rendah menurut Barbour et al. Beberapa hal yang dapat disarankan
(1987) dalam Ningsih, (2008) yang adalah: Perlu adanya kegiatan Reboisasi,
menyatakan bahwa nilai H’ berkisar antara yaitu salah satu upaya mengembalikan
0-7 dengan kriteria 0-2 tergolong rendah, 2- sumber daya alam yang juga termasuk
3 tergolong sedang dan 3-7 tergolong dalam upaya rehabilitasi sehingga dapat
tinggi. Rendahnya keanekaragaman ini berkelanjutan, untuk mencegah hilangnya
disebabkan oleh vegetasi mangrove yang spesies Aegiceras floridum dan Soneratia
hanya didominasi oleh spesies-spesies caseolaris, mengingat Indeks nilai
tertentu saja. pentingnya yang sangat rendah dari
keseluruhan spesies yang ditemukan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dengan pendekatan secara bottom up yang
merupakan suatu teknik dalam rehabilitasi
Kesimpulan
hutan mangrove yang lebih banyak
Berdasarkan hasil pengamatan dan melibatkan masyarakat. Dengan demikian
pembahasan maka kesimpulan dari semua proses rehabilitasi (reboisasi) hutan
penelitian ini adalah sebagai berikut: mangrove yang dimulai dari proses
1. Komposisi jenis mangrove yang penanaman, perawatan, penyulaman
ditemukan pada lokasi penelitian dilakukan oleh masyarakat sehingga
sebanyakh 3 famili, yang terdiri dari 5 masyarakat merasa memiliki dan akan selalu
spesies Rhizophoraceae terdiri dari turut menjaga kelestarian hutan mangrove.
spesies Rhizophora apiculata, Bruguiera Sehingga baik pihak pemerintah maupun
gymnorrhiza, Bruguiera cylindrica, masyarakat setempat perlu menjaga hutan
Sonneratiaceae adalah Sonneratia mangrove demi menjaga kelestarian hutan
caseolaris dan famili Myrsinaceae adalah tersebut.
Aegiceras floridum.
2. Indeks nilai penting kategori pohon
tertinggi yaitu Rhizophora apiculata DAFTAR PUSTAKA
dengan nilai 179,31%, dan yang
Ahmad, F. Timban, J. Dan Suzana, B. 2011.
terendah adalah Soneratia caseolaris
Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di
dengan nilai 18,58%. Untuk Indeks nilai
Desa Palaes Kecamatan Likupang
penting tingkat pancang yang tertinggi
Barat Kabupaten Minahasa Utara.
terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
Jurnal ASE, Volume 7. No 2: 29-38
dengan nilai 84,81% dan terendah
Alik, T.S.D., Umar M.R., Priosambodo. D.
Aegiceras floridum 7,89%. Indeks nilai
2012. Analisis Vegetasi Mangrove di
penting pada tingkat semai tertinggi
Pesisir Pantai Mara’bombang -
yaitu Rhizophora apicul dengan nilai
Kabupaten Pinrang. Jurusan Biologi
sebesar 60,78%, terendah terdapat pada
Fakultas Matematika dan Ilmu
jenis Aegiceras floridum 17,50%. Untuk
Pengetahuan Alam Universitas
Indeks keanekaragaman pada tingkatan
Hasanuddin, Makassar.
pohon, pancang dan semai dilokasi
Barbour, M.G., J.H. Burk, and W.D. Pitts.
penelitian tergolong rendah yaitu berkisar
1987. Terrestrial Plant Ecology.

15
Second edition. Menlo Park CA.: Pengenalan Mangrove di Indonesia.
The Benjamin Cummings Pub. Co. PHKA/WI-IP. Cetakan Ulang Ketiga
Inc. Bogor.
Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan Odum, E.P., 1993 Dasar-Dasar Ekologi.
Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Edisi ke III. Terjemahan Tjahjono
Bogor: PKSPL-IPB. Samingan. Penerbit Gadjah Mada
Cahyaningrum ST, Hartoko A, Suryatni. Press. Yogyakarta.
2014. Biomassa Karbon Mangrove Pakpahan, A.M. 1993. Kerusakan dan upaya
Pada Kawasan Mangrove Pulau rehabi litasi hutan mangrove di
Kemujan Taman Nasional Cagar Alam Pulau Rambut Teluk
Karimunjawa. Diponegoro Journal Jakarta. Buletin Ilmiah Instiper
Of Maquares. III (3): 34-42. Yogyakarta.
Fachrul, dan Melati. 2007. Metode Sampling Peraturan Menteri Kehutanan, 2004.
Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Pedoman Pembuatan Tanaman
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Rehabilitasi Hutan Mangrove
Aksara. Jakarta. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Irwanto. 2009. Analisis Vegetasi untuk Lahan. diakses Tanggal 28 Maret
Pengolahan Kawasaaan Hutan 2016.
Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Pramudji. 2003. Keanekaragaman Flora di
Seram Bagian Barat, Provinsi Hutan Manggrove Kawasan Pesisit
Maluku. Tesis Program Studi Ilmu Teluk Mandar, Polewali, Propinsi
Kehutatan, Jurusan Ilmu-Ilmu Sulawesi Selatan: Kajian
Pertanian. (Online), (http:// Pendahuluan.(online)(http://cmsdata.
miftahhurrahman.googlepages iucn.org/downloads/ecological_mang
.com/Analisa_vegetasi_ diseram.pdf, rove_restoration_bahasa_indonesia_
diakses 11 Juli 2016). _72_dpi_.pdf. diakses 11 Mei 2016).
Kementerian kehutanan, Data dan Informasi Prasetyo. 2007. Distribusi Spasial
Mangrove Sempadan Pantai. 2012, Vegetasimangrove Di Kecamatan
Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Tanjung Palas Timur Kabupaten
DAS dan Perhutanan Sosial. Bulungan Kalimantan Timur Jurusan
Kepel, R. Ch., L. J. L. Lumingas, dan Parikanan Universitas
Hendrik B. A. Lumimbus, 2012. Muhammadiyah Malang. Surabaya.
Komunitas Mangrove di Pesisir Rugayah dan Suhardjono. 2007.
Namano dan Waisisil, Provinsi Keanekaragaman Tumbuhan
Maluku. Pasific Journal. 2 (7). Hal Mangrove di Pulau Sepanjang Jawa
1350-1353. Timur. Jurnal Biodiversitas (Online),
Kusmana, C. l996. Nilai ekologis hutan Jilid 8 No. 2. (http://
mangrove. Media Konservasi. V (1) : repository.usu.ac.id/bitstream/
17-24 123456789/ 5807/1/ 057004020. pdf.
Ningsih, S.S. 2008. Iventarisasi Hutan Diakses 11 Mei 2015).
Mangrove Sebagai Bagian dari Setyawan, A. D., K. Winarno, dan P. C.
Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Purnama, 2003. REVIEW: Ekosistem
Kabupaten Deli Serdang. Universitas mangrove di Jawa: 1. Kondisi
Sumatra Utara. Medan. Terkini.Biodiversitas.4 (2). Hal.130-
Noor, Yus Rusila,. M. Khazali dan I N.N. 142.
Suryadiputra. 2012. Panduan

16
Setyawan, A.D., Susilowati A., Sutarno. Melalui Optimalisasi Pemanfaatan
2002. Biodiversitas Genetic, Sumberdaya Kepiting Bakau (Scyllla
Spesies, dan Ekosistem Mangrove serrata) di TN Kutai Provinsi
Jawa. Petunjuk Praktikum Kalimantan Timur, IPB, Bogor
Biodiversitas; Studi Kasus
Mangrove. Jurusan Biologi FMIPA
UNS Surakarta.
Setyawan, A.D., Winarno, K. 2006.
Pemanfaatan Langsung Ekosistem
Mangrove di Jawa Tengah dan
Penggunaan Lahan di Sekitarnya;
Kerusakan dan Upaya Restorasinya.
Jurusan Biologi Fmipa. pusat
Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Biodiversitas,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (Lppm),
Universitas Sebelas Maret (Uns)
Surakarta 57126. Volume 7, Nomor
3 Juli 2006 Halaman: 282-291.
Soemodihardjo, S and S. Ishemat. 1993.
Country Reportz Indonesia, The
Status of Mangrove.
Spalding, M., Kainuma, M., and Collins, L.
2010. World Atlas of Mangroves.
Earthscan. London.
Supardjo, M.N. 2008. Identifikasi Vegetasi
Mangrove di Segoro Anak Selatan,
Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi, Jawa Timur. Program
Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro Jl. Prof.
Soedharto, SH Semarang. Jurnal
Saintek Perikanan Vol. 3 No. 2 2008
:9–1
Usman L, Syamsuddin, Sri NH. 2013.
Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau
Dudepo Kecamatan Anggrek
Kabupaten Gorontalo Utara. Nike:
Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Juni
2013
Wijaya, NI, 2011, Pengelolaan Zona
Pemanfaatan Ekosistem Mangrove

17

You might also like