0% found this document useful (0 votes)
96 views10 pages

Pharmacon Analisis Perencanaan Dan Pengadaan Obat Antibiotik Berdasarkan Abc Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi Rsu Monompia Kotamobagu

This document summarizes a study that aimed to classify antibiotic drugs in planning and procurement based on the ABC Critical Index at the Pharmacy Installation of RSU Monompia Kotamobagu hospital. The study used retrospective and prospective data from January to December 2017 on antibiotic drug usage and interviews to determine drug criticality levels. The results showed that grouping antibiotics based on critical index ABC analysis identified: Group A with 9 items (23%); Group B with 16 items (46%); and Group C with 11 items (31%).

Uploaded by

RidhoAF
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
96 views10 pages

Pharmacon Analisis Perencanaan Dan Pengadaan Obat Antibiotik Berdasarkan Abc Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi Rsu Monompia Kotamobagu

This document summarizes a study that aimed to classify antibiotic drugs in planning and procurement based on the ABC Critical Index at the Pharmacy Installation of RSU Monompia Kotamobagu hospital. The study used retrospective and prospective data from January to December 2017 on antibiotic drug usage and interviews to determine drug criticality levels. The results showed that grouping antibiotics based on critical index ABC analysis identified: Group A with 9 items (23%); Group B with 16 items (46%); and Group C with 11 items (31%).

Uploaded by

RidhoAF
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.

4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT ANTIBIOTIK


BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI RSU
MONOMPIA KOTAMOBAGU

1) 1) 2)
Firra Fitrianingsih Sondakh , Widya Astuty , Jonly Uneputty
1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
2)
Program Studi Farmasi FST Universitas Prisma Manado, 95115

ABSTRACT

Pharmaceutical service is a support service and also main revenue center in hospital, therefor if
there is a problem with pharmaceutical supply because it is not carefully managed and full of
responsibility then there will be a decrease in terms of hospital income. To overcome the problems related
to hospital pharmacy logistics supplies, it is necessary to manage the pharmaceutical logistics carefully
and responsibly by planning before conducting the procurement stage. This study aims to classify
antibiotic drugs in the planning and procurement based on the ABC Critical Index at the Pharmaceutical
Installation of RSU Monompia Kotamobagu. This research is descriptive research with prospective
retrospective data retrieval base on document of antibiotic drugs usage from January – December 2017
and interview and filling out questionnaires to know the level of criticality of drugs in Pharmacy
Installation of Monompia General Hospital Kotamobagu. The results showed that grouping of antibiotic
drugs base on critical index ABC analysis, got group A with NIK 9,5 – 12, there were 9 items of antibiotic
drugs or as much as 23 %. Group B with NIK 6,5 – 9,4 contained 16 items of antibiotic drugs or as much
as 46 %. Group C with NIK 4 – 6,4 consists of 11 antibiotic drug items or 31 %.

Keywords: Planning, Procurement, Antibiotics, ABC Critical Index.

ABSTRAK

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan penunjang dan sekaligus revenue center utama di dalam
rumah sakit, oleh karena itu jika terjadi masalah pada persediaan perbekalan farmasi karena tidak dikelola
secara cermat dan penuh tanggung jawab maka akan terjadi penurunan dalam hal pendapatan rumah sakit.
Untuk mengatasi permasalahan yang menyangkut perbekalan logistik farmasi rumah sakit, maka
dibutuhkan pengelolaan logistik farmasi yang cermat dan bertanggung jawab dengan melakukan
perencanaan sebelum melakukan tahap pangadaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan obat
antibiotik dalam perencanaan dan pengadaan berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi RSU
Monompia Kotamobagu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara
prospektif dan retrospektif yang didasarkan pada dokumen penggunaan obat Antibiotik dari bulan Januari –
Desember tahun 2017 serta wawancara dan pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat kekritisan obat di
Instalasi Farmasi RSU Monompia Kotamobagu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelompokkan
obat Antibiotik berdasarkan analisis ABC indeks kritis, didapatkan kelompok A dengan NIK 9,5 - 12,
terdapat 9 item obat antibiotik atau sebanyak 23 %. Kelompok B dengan NIK 6,5 – 9,4 terdapat 16 item
obat antibiotik atau sebanyak 46 %. Kelompok C dengan NIK 4 – 6,4 terdiri dari 11 item obat antibiotik
atau sebanyak 31 % .

Kata kunci: Perencanaan, Pengadaan, Antibiotik, ABC Indeks Kritis.

42
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN dengan kebutuhan dan anggaran, sehingga


Rumah sakit adalah fasilitas pelayanan untuk menghindari ketidaksesuaian
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kekosongan obat dapat digunakan metode
kesehatan perorangan secara paripurna yang yang tepat. Pengadaan merupakan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat perealisasian kebutuhan yang telah
jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan direncanakan dan disetujui melalui
di rumah sakit menitikberatkan pelayanan pembelian, baik secara langsung maupun
yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Obat – tender dari distributor, produksi/pembuatan
obatan yang merupakan sediaan farmasi sediaan farmasi baik steril maupun non steril,
adalah salah satu faktor terpenting sebagai dan juga yang berasal dari sumbangan/hibah.
penunjang pelayanan pada pasien.
Masalah kekosongan obat di rumah
Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri sakit berdampak pada tidak terpenuhinya
Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 kebutuhan pasien akan terapi obat yang
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit optimal. Salah satu jenis obat yang penting
(RS), menyebutkan bahwa pelayanan farmasi dalam pelayanan rumah sakit yaitu obat
rumah sakit merupakan bagian yang tidak antibiotik. Penggunaan antibiotik ditujukan
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengobati penyakit –
rumah sakit yang berorientasi kepada penyakit infeksi. Frekuensi pemakaian
pelayanan pasien, penyediaan obat yang antibiotik yang tinggi tetapi tidak diimbangi
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik dengan ketentuan yang sesuai atau tidak
yang terjangkau bagi semua lapisan rasional dapat menimbulkan dampak negatif
masyarakat (Maimun, 2008). (Kartika et al, 2014).
Pelayanan kefarmasian merupakan Berdasarkan data yang diperoleh dari
suatu pelayanan penunjang dan sekaligus Instalasi Farmasi RSU Monompia
revenue center utama di dalam rumah sakit. Kotamobagu, diketahui bahwa total
Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari pemakain obat antibiotik untuk pasien umum
90% pelayanan kesehatan di rumah sakit selama periode Januari - Desember 2017 di
menggunakan perbekalan farmasi (obat- instalasi Farmasi RSU Monompia
obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan Kotamobagu sebesar 36.244 obat antibiotik
alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran dengan total investasi sebesar Rp.
dan gas medik). Oleh karena itu, jika terjadi 761.013.005.
masalah pada persediaan perbekalan farmasi Obat antibiotik merupakan salah satu
karena tidak dikelola secara cermat dan persediaan farmasi yang utama karena obat
penuh tanggung jawab maka akan terjadi ini digunakan untuk mengobati penyakit
penurunan dalam hal pendapatan rumah sakit infeksi. Oleh karena besarnya kebutuhan
(Suciati dan Adisasmito, 2006). pasien terhadap obat antibiotika di apotek
Perencanaan merupakan proses RSU Monompia Kotamobagu sehingga
kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan instalasi farmasi harus melakukan suatu
harga perbekalan farmasi yang sesuai perencanaan dan pengadaan obat yang baik

42
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

serta pengendalian obat yang ketat untuk Analisis data dilakukan untuk
menghindari terjadinya kekosongan obat menganalisis perencanaan dan pengadaan
yang dapat menghambat proses pelayanan obat berdasarkan ABC Indeks Kritis adalah
obat kepada pasien. menghitung nilai pemakaian, menghitung
Penelitian ini bertujuan untuk nilai investasi, dan menentukan nilai kritis
mengelompokkan obat antibiotik dalam obat.
perencanaan dan pengadaan berdasarkan 1. Nilai Pemakaian
ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi RSU Data yang dibutuhkan untuk melakukan
Monompia Kotamobagu. analisis ABC nilai pemakaian yaitu
daftar nama obat antibiotik, jumlah
METODE PENELITIAN pemakaian selama satu tahun periode
Penelitian ini dilaksanakan di RSU bulan Januari – Desember 2017.
Monompia Kotamobagu pada bulan Januari Kemudian data yang sudah terkumpul
– Juni 2018. Penelitian ini merupakan diolah menggunakan Microsoft excel.
penelitian deskriptif dengan pengambilan Hasil pengolahan yang didapatkan
data secara prospektif dan retrospektif yang selanjutnya akan diurutkan dari jumlah
didasarkan pada dokumen penggunaan obat pemakaian terbesar sampai pemakaian
Antibiotik dari bulan Januari – Desember terkecil sehingga didapatkan tiga
tahun 2017 serta wawancara dan pengisian kelompok obat dengan jumlah pemakaian
kuesioner untuk mengetahui tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
kekritisan obat di Instalasi Farmasi RSU 2. Nilai Investasi
Monompia Kotamobagu. Data yang diperlukan untuk mengetahui
Sumber data dalam penelitian ini analisis ABC nilai investasi yaitu jumlah
terbagi dalam dua bagian yaitu data primer pemakaian obat antibiotik pada periode
dan data sekunder . Data primer yang bulan Januari – Desember 2017 dan
diambil berupa data yang diperoleh melalui daftar harga satuan obat untuk
wawancara terhadap bagian di Instalasi memperoleh analisis ABC nilai investasi
Farmasi yang terkait dalam perencanaan dan yaitu dengan cara mengalikan antara
pengadaan. Proses pengumpulan data jumlah pemakaian dari setiap obat
dilakukan melalui wawancara kepada dengan harga obat persatuan. Hasil nilai
responden serta membagikan kuesioner investasi tersebut kemudian diurutkan
kepada para dokter yang terlibat dalam dari yang tertinggi hingga terendah.
peresepan obat. Data sekunder diperoleh dari 3. Kelompok obat antibiotik ABC indeks
laporan pencatatan obat yang ada di kritis
Instalasi Farmasi RSU Monompia Datayangdiperlukanuntuk
Kotamobagu. Tujuannya untuk mengetahui mengetahui kelompok obat berdasarkan
nilai persediaan dan efisiensi pengelolaan analisis ABC indeks kritis yaitu terlebih
persediaan obat antibiotik yang direncanakan dahulu mengetahui nilai kritis setiap obat
pada bulan Januari – Desember 2017. beserta nilai pemakaian dan nilai investasi
yang telah dikelompokkan terlebih dahulu.

43
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

Nilai kritis obat diperoleh dari hasil Monompia Kotamobagu tentang perencanaan
kuesioner penentuan kekritisan obat dan pengadaan obat yang dilakukan
antibiotik yang telah di isi oleh para dokter didapatkan hasil bahwa proses perencanaan
yang terlibat dengan peresepan obat dan pengadaan obat serta alat kesehatan di
antibiotik di RSU Monompia Kotamobagu. RSU Monompia Kotamobagu dengan
Adapun Kriteria kekritisan obat : menggunakan metode konsumsi dengan
1) Kelompok X : obat yang tidak boleh melihat pemakaian pada periode sebelumnya
diganti dan harus selalu tersedia dalam dan juga dilakukan pembelian langsung
rangka proses perawatan pasien. sewaktu – waktu berdasarkan kebutuhan
Kekosongan obat tidak dapat rumah sakit.
ditoleransi. Perencanaan obat dilakukan
2) Kelompok Y : obat yang dapat diganti berdasarkan kebutuhan dimana jika stok obat
dengan obat lain yang tersedia berkurang maka akan segera dilakukan
walaupun tidak memuaskan karena pemesanan. Pemesanan obat dilakukan
tidak sesuai dengan keinginan, dan secara langsung kepada distributor –
kekosongan kurang dari 48 jam masih distributor yang bekerjasama dengan rumah
dapat ditoleransi. sakit. Rumah sakit tidak menggunakan
3) Kelompok Z : obat yang dapat diganti, sistem e-katalog untuk pemesanan obat
kekosongan lebih dari 48 jam dapat dikarenakan sistem manajemen belum
ditoleransi. berjalan dengan baik serta Rencana
Selanjutnya setiap kelompok diberi bobot, X Kebutuhan Obat (RKO) yang telah dibuat
= 3, Y = 2, dan Z = 1. sebelumnya juga tidak berjalan dengan baik.
Setelah didapat indeks kritisnya maka Penentuan pengadaan persediaan
selanjutnya obat dikelompokkan menjadi : perbekalan farmasi dilakukan dengan melihat
1) Kelompok A, dengan NIK 9,5 – 12 atau berpatokan pada Formularium rumah
2) Kelompok B, dengan NIK 6,5 – 9,4 sakit. Dalam pelaksanaan terdapat beberapa
3) Kelompok C, dengan NIK 4 – 6,4 obat yang dipesan tidak terdaftar dalam
Kelompok A dengan NIK tertinggi formularium rumah sakit.
yaitu 12, mempunyai arti bahwa obat Pengadaan obat dilakukan untuk
tersebut adalah obat dalam kategori kritis kebutuhan pemakaian selama 1 bulan dengan
bagi sebagian pamakaiannya, atau bagi satu proses pemesanan secara langsung dengan
atau dua pamakai, tetapi juga mempunyai distributor- distributor resmi maupun
nilai investasi dan turn over yang tinggi distributor lainnya yang bekerja sama dengan
(Fatra et al, 2011) rumah sakit. Untuk Pengalokasian anggaran
tiap kebutuhan persediaan obat – obatan
HASIL DAN PEMBAHASAN tidak ditetapkan secara tepat karena
Proses Perencanaan dan Pengadaan Obat perencanaan serta pengadaan obatnya hanya
Antibiotik berdasarkan kebutuhan, yaitu obat yang
Berdasarkan hasil penelitian yang stoknya sudah berkurang atau sudah habis di
dilakukan di Instalasi Farmasi RSU gudang dan di apotek rumah sakit yang akan

44
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

menjadi dasar dari perencaanaan kebutuhan. untuk menentukan waktu pemesanan kembali
Menurut Suciati dan Adisasmito (2006), karena tidak diketahuinya jumlah stok yang
salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan tersedia (Suyatno, 2012).
dalam perencanaan obat yaitu anggaran
pengadaan obat. Hal tersebut juga didukung Analisis ABC Indeks Kritis
oleh hasil penelitian Rumbay et al (2015) Hasil telaah laporaan pemakaian obat
yang menyebutkan bahwa kekurangsesuaian tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat 35
dana pengadaan obat secara tidak langsung item obat antibiotik baik dengan gologan
mengakibatkan berkurangnya kesesuaian yang sama maupun berbeda yang tersedia
ketersediaan obat. Namun penerapan metode dalam merek dagang maupun generik yang
konsumsi masih kurang efektif karena digunakan oleh pasien umum pada periode
kekosongan obat masih sering terjadi. bulan Januari – Desember 2017 di Instalasi
Masalah kekosongan obat ini karena tidak Farmasi RSU Monompia Kotamobagu.
terkontrolnya persediaan obat dan sulit
Berdasarkan analisis ABC indeks kritis Nilai Pemakaian
yang telah dilakukan, maka diperoleh data –
data sebagai berikut :

Hasil dari analisis ABC berdasarkan nilai pemakaian dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel. 1 Hasil Analisis ABC Nilai Pemakaian


Kelompok Jumlah % Jumlah Item %
Pemakaian Pemakaian Obat Item
Antibiotik Obat
A 28.104 78 8 23
B 4.712 13 9 26
C 3.428 9 18 51
Total 36.244 100 35 100

Obat kelompok A merupakan pemakaian sebanyak 3.428 dengan nilai


kelompok dengan yang nilai pemakaian pemakaian 9% yang terdiri dari 18 item
tertinggi terdiri dari 8 item obat dan jumlah obat.
pemakaian sebanyak 28.104 dengan nilai Dapat dilihat pada kelompok A,
pemakaian 78 %. Kelompok B dengan nilai kelompok nilai pemakaian tinggi yang
pemakaian sedang memiliki jumlah item memiliki jumlah pemakaian paling banyak
sedang berada diantara kelompok A dan C diantara kelompok obat B dan C dalam
dengan jumlah pemakaian sebanyak 4.712 waktu setahun, namun kelompok ini
dengan nilai pemakaian 13 %. Kelompok C memiliki jumlah item obat yang sedikit.
dengan nilai pemakaian rendah jumlah

45
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

Dengan jumlah pemakaian paling pengendalian persediaan selalu dapat


banyak perlu perhatian khusus agar tidak terkontrol. Untuk obat kelompok C ini dapat
terjadi kekosongan obat di instalasi Farmasi menjadi prioritas utama untuk dikurangkan
RSU Monompia Kotamobagu. Kelompok jika dana yang tersedia tidak cukup untuk
obat B perlu perhatian khusus agar permintaan kebutuhan obat.

Nilai Investasi

Hasil dari analisis ABC berdasarkan nilai investasi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel. 2 Hasil analisis ABC nilai investasi


Jumlah Jumlah Item % Item
Kelompok Investasi % Biaya Obat
Obat
(Rp) Antibiotik
A 596.556.150 78 9 26
B 133.222.253 17 8 23
C 30.962.844 5 18 51
Total 761.013.005 100 35 100

Berdasarkan analisis ABC nilai Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih


investasi pada Tabel 2 menunjukan bahwa ketat dan secara periodik setiap satu bulan
kelompok A yang terdiri dari 9 item obat pada obat kelompok A. Kelompok obat B
memiliki nilai investasi tertinggi yaitu 78 % dengan nilai investasi sedang memerlukan
atau dengan biaya investasi sebesar Rp. perhatian khusus pada pengendalian agar
596.827.908 dari total investasi keseluruhan. selalu terkontrol. Obat kelompok C dengan
Kelompok B dengan nilai investasi sedang jumlah fisik besar tetapi memiliki nilai
dengan jumlah 8 item obat dengan nilai investasi yang kecil, sehingga obat yang
investasi sebesar Rp. 133.222.253 atau tergolong kelompok C tidak memerlukan
sebesar 17 % dari keseluruhan total investasi. pengendalian ketat seperti kelompok A dan
Kelompok C, dengan nilai investasi rendah B. Pengendalian dan pemantauan tidak ketat
dengan jumlah 18 item obat dengan nilai dan cukup
investasi sebesar Rp. 30.962.844 dengan sederhana, pengawasan fisik dapat dilakukan
persentase sebesar 5 % dari total investasi 6 bulan sekali (Reski et al, 2014).
keseluruhan.

Kelompok obat antibiotik ABC indeks kritis

Hasil dari analisis ABC indeks kritis dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

46
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

Tabel. 3 Hasil Analisis ABC Indeks Kritis


Kelompok NIK Jumlah Item % Item Obat
Obat
A 9,5 – 12 8 23
B 6,5 – 9,4 16 46
C 4–6,4 11 31
Total 35 100

Kelompok A dengan nilai indeks kritis perhitungan kuantitatif yang sesuai (Rahman,
antara 9,5-12 didapatkan 8 item obat atau 23 2014).
% dari total keseluruhan penggunaan obat Kelompok C dengan nilai indeks kritis
antibiotik periode Januari antara 4,0-6,4 didapatkan 11 item obat atau
- Desember 2017. Obat – obatan ini tidak 31 %. Kelompok ini biayanya tidak terlalu
boleh terjadi kekosongan mengingat efek besar sehingga pengendaliannya tidak terlalu
terapinya terhadap pasien. Pemesanan dapat ketat. Bentuk pengendalian kelompok ini
dilakukan dalam jumlah sedikit tetapi meliputi kontrol yang cukup yang dilakukan
frekuensi pemesanan lebih sering dan karena oleh departemen pengguna yang dapat
nilai investasinya yang cukup besar dilakukan setiap 3 bulan sekali dan perkiraan
berpotensi memberikan keuntungan yang kasar dapat digunakan sebagai dasar
besar pula untuk RS, maka kelompok ini perencanaan untuk pengadaan berikutnya
memerlukan pengawasan dan monitoring (Reski et al, 2016).
obat dengan ketat, pencatatan yang akurat
dan lengkap, serta pemantauan tetap oleh KESIMPULAN
pengambil keputusan yang berpengaruh, Pengelompokkan obat Antibiotik
misalnya oleh Kepala Instalasi Farmasi dan berdasarkan analisis ABC indeks kritis,
Kepala Bagian Logistik secara langsung didapatkan kelompok A dengan NIK 9,5 – 12
( Suciati dan Adisasmito, 2006). terdiri dari 9 item obat antibiotik atau
Kelompok B dengan nilai indeks kritis sebanyak 23 %. Kelompok B dengan NIK
antara 6,5-9,4 didapatkan 16 item obat atau 6,5 – 9,4 terdiri dari 16 item obat antibiotik
46 % . Pengawasan terhadap obat kelompok atau sebanyak 46 %. Sedangkan kelompok C
B analisis ABC indeks kritis ini juga perlu dengan NIK 4 – 6,4 terdiri dari 11 item obat
diperhatikan dan tingkat persediaan dapat antibiotik atau sebanyak 31 % .
ditekan serendah mungkin. Kelompok B
merupakan kelompok yang berperan penting SARAN
dalam pengobatan namun tidak sekritis pada Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
kelompok A sehingga tidak perlu dilakukan tentang perencanaan dan pengadaan obat
pemantauan untuk semua item obat, berdasarkan ABC Indeks Kritis dengan
umumnya kelompok B hanya sebagian saja menggunakan metode Economic Order
yang perlu dipantau dengan model Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP).

47
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

DAFTAR PUSTAKA Fatra, A., Misnaniarti, dan Ainy, A. 2011.


Anonim. 1999. Keputusan Menteri Analisis Perencanaan dan
Kesehatan No. Pengadaan Persediaan Obat
1333/MenKes/SK/1999 tentang Antibiotik Melalui Metode ABC
Standar Pelayanan Rumah Sakit. Indeks Kritis di Instalasi Farmasi
Departemen Kesehatan RI, Rumah Sakit Daerah Besemah.
Jakarta. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 2 (2) : 136-144
______ . Undang – Undang No. 40 Tahun
2004 tentang Standar Pelayanan Fauziyah, S., Radji, M., dan Nurgani, A.
Farmasi di Rumah Sakit. MenKes 2011. Hubungan Penggunaan
RI, Jakarta. Antibiotika Pada Terapi Empiris
dengan Kepekaan Bakteri di ICU
______ . 2008. Pedoman Teknis RSUP Fatmawati Jakarta. Jurnal
Pengadaan Obat Publik dan Farmasi Indonesia. 3 (5) : 150-
Perbekalan Kesehatan unutk 158
Pelayanan Kesehatan Dasar.
Departemen Kesehatan Republik Febriawati H. 2013. Manajemen Logistic
Indonesia, Jakarta. Farmasi Rumah Sakit. Katalog
Dalam Terbitan, Yogyakarta.
Atmaja, H., Karuna. 2012. Penggunaan
Analisis ABC Indeks Kritis Untuk Gyssen, IC. 2001. Quality Measures Of
Pengendalian Persediaan Obat Antimicrobial Drug Use.
Antibiotik di Rumah Sakit M. H. International Journal
Thamrin Salemba. [Tesis]. Ofantimicrobial Agents. 17 (1) : 9-
Universitas Indonesia Depok. 19

Calhoun, G.L., and Campbell, K.A. 1985. Hartono, J., Puji. 2007. Analisis Proses
ABC And Critical Indexing. In Perencanaan Kebutuhan Obat
Hand Book Of Health Care Publik Untuk Pelayanan
Material Management. Kesehatan Dasar (PKD) di
Puskesmas se Wilayah Kerja
Departemen Kementerian kesehatan RI. Dinas Kesehatan Kota
2010. Materi Pelatihan Tasikmalaya. [Skripsi].
Manajemen Kefarmasian di Universitas Diponegoro Semarang.
Instalasi Farmasi Kabupaten /
Kota. Direktorat jendral Bina
farmasi dan alat kesehatan, Kartika, F., Harsono, S.B., dan Sarimanah,
Jakarta. J. 2014. Analisis Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Rawat

48
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

Inap Deman Tifoid (ICD A01.0) Jurnal Manajemen dan


Di Rumah Sakit Umum Daerah Pelayanan Farmasi. 1 (1) : 238-
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013 239
Dengan Metode ATC/DDD.
Jurnal Farmasi Indonesia. 2 (11) :
158-167 Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R.
Maimun, A. 2008. Perencanaan Obat 1997. Managing Drug Supply.
th
Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Manage Sciences For Health 7
Metode Konsumsi dengan Analisis Printing. Boston, massachussets.
ABC dan Reorder Point Terhadap Rahman. 2014. Analisis Pengendalian
Nilai Persediaan dan Turn Over Obat Berdasarkan Metode Pareto
Ratio di Instalasi Farmasi RS di Instalasi Farmasi Rawat Inap
Darul Istiqomah Rumah Sakit Umum Bahteramas
Kaliwungu Kendal. [Tesis]. Provinsi Sulawesi Tenggara
Universitas Diponegoro Semarang. Tahun 2014. [Skripsi].
Universitas Muhamaddiyah
Mashuda, A. 2011. Pedoman Cara Kendari.
Pelayanan Kefarmasian Yang
Baik. Kerjasama Direktorat Reski, V., Sakka, A., Ismail, C.S. 2016.
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Analisis Perencanaan Obat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Berdasarkan Metode ABC Indeks
Republik Indonesia Dengan Kritis di Puskesmas Kandai
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Indonesia, Jakarta. Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. 4 (1) : 1-9
Negara, K.S. 2014. Analisis Implementasi Rumbay, N., Kandou, G., dan Soleman, T.
Kebijakan Penggunaan 2015. Analisis Perencanaan Obat
Antibiotika Rasional Untuk di Dinas Kesehatan Kabupaten
Mencegah Resistensi Antibiotika Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmu
di RSUP Sanglah Denpasar : Kesehatan Masyarakat
Studi Kasus Infeksi Methicillin Universitas Sam Ratulangi. 5(2b)
Resistant Staphylococcus Aureus. : 469-478
Jurnal Administrasi Kebijakan
Kesehatan. 1 (1) : 42-49 Satibi. 2014. Manajemen Obat di Rumah
Sakit. Universitas Gajah Mada,
Pratiwi, F., I. Dwiprahasto., dan E. Yogyakarta.
Budiarti. 2011. Evaluasi
Perencanaan dan Pengadaan Obat Sastramihardja S., Herry S. 1997.
di Instalasi Farmasi Dinas Penggunaan Obat yang Rasional
Kesehatan Kota Semarang. di Tempat Pelayanan Kesehatan.

49
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol.7 No.4 NOVEMBER 2018 ISSN 2302 - 2493

Majalah kedokteran Indonesia, pengembangan manajemen


hal 47. Indonesia, Jakarta.
Seto, S. 2004. Manajemen Farmasi. Suciati, S. dan Adisasmito, W.B.B.

Airlangga University Press, 2006.Analisis perencanaan obat


Surabaya. berdasarkan ABC indeks kritis di
instalasi farmasi. Jurnal
Silalahi, B.N.B. 1989. Prinsip manajemen manajemen pelayanan kesehatan.
rumah sakit. Lembaga 1 (9) : 19-26

50

You might also like