Puisi
Sastra |
---|
Sastra lisan |
Genre tertulis utama |
Fiksi |
Nonfiksi |
Sejarah dan daftar |
Diskusi |
|
Puisi atau guritan adalah salah satu jenis karya sastra yang gaya bahasanya sangat ditentukan oleh irama, rima, serta penyusunan larik dan bait.[1] Penulisan puisi memakai bahasa yang cermat dan pilihan kata tepat, sehingga meningkatkan kesadaran orang akan pengalaman dan memberikan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan pemaknaan khusus.[2] Puisi mengandung seluruh unsur sastra di dalam penulisannya. Perkembangan dan perubahan bentuk dan isi pada puisi selalu mengikuti perkembangan selera, perubahan konsep estetika, dan kemajuan intelektual manusia. Puisi mampu membuat ekspresi dari pemikiran yang mempengaruhi perasaan dan meningkatkan imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Penyampaian puisi menggunakan bahasa yang memiliki makna mendalam dan menarik. Isi di dalam puisi merupakan catatan dan perwakilan dari pengalaman penting yang dialami oleh manusia.[3]
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter, serta rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun, perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih panjang, mengalir seperti mengutarakan cerita.
Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur, tetapi sebagai perwujudan imajinasi manusia yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu, puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain masuk ke dalam keadaan hatinya.
Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga bermacam-macam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zig zag, dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannya. Puisi kadang hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca, hal tersebut mungkin membuat puisi menjadi tidak atau kurang bisa dimengerti. Namun, penulis selalu memiliki alasan untuk segala keanehan yang dia ciptakan. Tak ada batasan bagi seorang penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru. Namun, beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi siber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri, yaitu pemadatan kata. Kebanyakan penyair aktif sekarang, baik pemula ataupun bukan, lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Mereka enggan atau tak mau melihat kaidah awal puisi tersebut.
Pembacaan puisi cenderung dinamis/elastis. Mengapa? Karena tidak ada patokan dalam nada atau gaya bahasanya.
Jadi, puisi merupakan seni yang memiliki perasaan ketika melantunkan dan menyelaraskannya, sehingga pendengar dapat merasakan emosi serta berimajinasi tentang maksud puisi tersebut.
Dasar-Dasar Membaca Puisi
[sunting | sunting sumber]Dalam pembacaan puisi terdapat dasar-dasar penting yang mencakup olah vokal, olah musikal, olah sukma, olah mimik, olah gerak, dan wawasan kesastraan. Jika dasar-dasar tersebut telah dikuasai, langkah selanjutnya akan sampai pada proses pembacaan. Pembacaan puisi perlu memperhatikan tahap-tahap, yaitu membaca dalam hati yang bertujuan agar puisi tersebut terapresiasi secara penuh, membaca nyaring dengan memperhatikan daya vokal, tempo, timbre, interpolasi, rima, irama dan diksi, membaca kritis, serta membaca puitis.[4]
Gerak
[sunting | sunting sumber]Gerak dalam pembacaan puisi meliputi ekspresi dan mimik, gestur, dan pantomimik. Ekspresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi, sedangkan mimik adalah gerak air muka. Gestur merupakan gerak tangan dan kaki saat membaca puisi yang disesuaikan dengan isi puisi. Sementara itu, pantomimik merupakan perpaduan ekspresi mimik wajah dan gerak-gerik tubuh.
Vokal
[sunting | sunting sumber]Vokal atau suara dalam pembacaan puisi terbagi menjadi artikulasi, intonasi, tempo, power, serta volume suara.
- Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata-kata. Kejelasan artikulasi dalam membaca puisi sangat dibutuhkan dalam pelafalan bunyi huruf vokal dan konsonan.
- Intonasi adalah yaitu tinggi rendah suatu nada pada kalimat yang memberikan penekanan dalam kata-kata tertentu di suatu kalimat. Dalam sebuah puisi, ada empat jenis intonasi sebagai berikut:
- Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
- Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya, suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan sebagainya.
- Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
- Modulasi meliputi perubahan bunyi suara. Misalnya, suara menjerit karena marah, suara mendesah karena lelah. Ketepatan intonasi atau irama ini bergantung kepada ketepatan penafsiran atas puisi yang dibacakan.
3. Karakter suara adalah ciri khas suara yang dimiliki oleh pembaca puisi. Seorang membaca puisi harus mampu memainkan karakter suara sesuai dengan kutipan puisi yang dibaca. Apabila dalam puisi diceritakan tentang pendirian seorang gadis, dia harus mampu mengubah suara seperti seorang gadis.
4. Tempo merupakan ukuran cepat lambatnya pembacaan dari suatu kata atau kalimat dalam puisi.
5. Power atau kekuatan suara merupakan bagian yang amat penting untuk diperhatikan saat membaca puisi. Suara seorang pembaca puisi harus mampu mengatasi suara penonton atau pendengarnya. Seorang pembaca puisi dituntut untuk memiliki vokal yang keras agar suaranya bisa terdengar oleh penonton.
Unsur-Unsur Puisi
[sunting | sunting sumber]Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi.
Struktur Fisik Puisi
[sunting | sunting sumber]Struktur fisik puisi terdiri dari beberapa hal di bawah ini.
- Perwajahan puisi (tipografi) merupakan bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan baris, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisi. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi berkaitan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Imaji merupakan kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Pengimajinasian dalam puisi berguna untuk memberi gambaran yang jelas menimbulkan suasana khusus membuat hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan, serta untuk menarik perhatian dan memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan.
- Kata konkret adalah kata yang dapat ditangkap dengan indra yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya, kata konkret salju melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dan lain-lain. Sementara itu, kata konkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain. Kata konkret merupakan syarat terjadinya pengimajian atau pencitraan.
- Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapun macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, dan paradoks.
- Rima atau Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi. Selanjutnya, rima mencakup hal-hal sebagai berikut.
- Onomatope adalah tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.
- Bentuk intern pola bunyi adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya.
- Pengulangan kata/ungkapan merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi.
- Tipografi merupakan teknik penulisan dalam puisi.
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi ataupun drama. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitas yang disebut bait. Tipografi merupakan aspek bentuk visual yang berupa tata hubungan, susunan baris, dan ukiran bentuk untuk mendapatkan kesan menarik agar indah dipandang. Tujuan tipografi dalam puisi adalah untuk keindahan indrawi dan untuk mendukung pengedepanan makna rasa dan suasana puisi.[5]
Struktur Batin Puisi
[sunting | sunting sumber]Struktur batin puisi terdiri dari hal-hal sebagai berikut.
- Tema/makna (sense) adalah pokok persoalan yang disampaikan pengarang dalam puisi. Tema sebuah puisi dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung. Makna puisi dapat ditemukan setelah membaca dan menafsirkannya. Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun keseluruhan.
- Rasa (feeling) adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisi. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan erat dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair. Misalnya, latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
- Nada (tone) adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain.
- Amanat/tujuan/maksud (intention) adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Jenis-Jenis Puisi
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan Periodisasi
[sunting | sunting sumber]Puisi Lama
[sunting | sunting sumber]Puisi lama adalah puisi yang penulisannya masih terikat oleh peraturan tertentu. Aturan di dalam puisi lama berkaitan dengan jumlah kata atau suku kata dalam tiap baris, jumlah baris yang terdapat dalam tiap bait, serta rima, dan irama.[6] Puisi lama umumnya merupakan puisi rakyat yang nama penulisnya anonim. Penulisan puisi lama masih mengikuti aturan-aturan yang jelas dan tidak dapat diubah. Aturan ini berhubungan dengan penentuan jumlah suku kata dalam tiap baris, jumlah baris pada tiap bait, dan penggunaan sajak. Puisi lama merupakan salah satu jenis sastra lisan yang disampaikan secara turun-temurun. Gaya bahasa pada puisi lama menggunakan majas dan sifatnya tetap serta klise. Kandungan isi dalam puisi lama menceritakan tentang sejarah kerajaan, kemegahan istana, dan kehidupan di dalamnya, serta kejadian-kejadian ajaib.[7] Jenis puisi lama yaitu mantra, pantun, karmina, seloka, gurindam, syair, dan talibun.[8]
Mantra
[sunting | sunting sumber]Penulisan mantra berbentuk bait dengan keberadaan rima yang tidak menentu. Mantra lebih mengutamakan irama dibandingkan rima. Bahasa yang digunakan di dalam mantra dianggap memiliki kekuatan sihir. Mantra hanya boleh diucapkan atau dibacakan oleh pawang atau dukun. Penggunaan utama dari mantra adalah untuk mencegah terjadinya bencana. Penggunaan mantra merupakan bagian dari budaya Indonesia. Dalam masyarakat Melayu, mantra dipakai untuk keperluan adat dan kepercayaan mistis, tapi jarang digunakan sebagai karya sastra.[9]
Contoh:
- Assalamu’alaikum putri satulung besar
- Yang beralun berilir simayang
- Mari kecil, kemari
- Aku menyanggul rambutmu
- Aku membawa sadap gading
- Akan membasuh mukamu
Pantun
[sunting | sunting sumber]Pantun adalah puisi lama yang terdiri atas empat baris dalam tiap bait. Setiap baris terdiri atas 8–12 suku kata. Baris di dalam pantun terbagi menjadi sampiran dan isi. Sampiran berada di baris pertama dan baris kedua, sedangkan isi berada di baris ketiga dan baris keempat. Pola sajak pada pantun adalah a-b-a-b. Pantun memperhatikan penggunaan rima. Kalimat pertama dan kalimat ketiga mempunyai bunyi akhir yang sama. Kalimat kedua dan keempat juga memiliki bunyi akhir yang sama.[10] Menurut bentuknya, pantun dibedakan menjadi pantun 12 baris, pantun 4 baris, pantun 6 baris dan pantun berkait.[11]
Contoh pantun nasihat:
- Kalau ada jarum patah
- Jangan dimasukkan ke dalam peti
- Kalau ada kataku yang salah
- Jangan dimasukkan ke dalam hati
Karmina
[sunting | sunting sumber]Karmina adalah puisi lama yang terdiri dari 2 baris dalam tiap bait. Baris pertama merupakan sampiran, sedangkan baris kedua merupakan isi. Karmina menggunakan sajak a–a dan tiap barisnya terdiri dari 8–12 suku kata.[12]
Contoh:
- Dahulu parang sekarang besi (a)
- Dahulu sayang sekarang benci (a)
Seloka
[sunting | sunting sumber]Seloka adalah pantun yang mempunyai beberapa bait saling sambung-menyambung. Nama lain dari seloka adalah pantun berkait atau pantun berantai. Baris pertama dan ketiga pada bait kedua menggunakan isi yang sama dengan baris kedua dan keempat dari bait pertama. Pola ini digunakan secara terus-menerus pada bait berikutnya.[13] Kata seloka merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu sloka. Seloka merupakan salah satu jenis puisi Melayu klasik yang berisikan pepatah atau perumpamaan. Pesan yang disampaikan di dalam seloka dapat berupa candaan, sindiran, atau ejekan. Seloka umumnya ditulis dalam bentuk pantun atau syair dengan empat baris. Selain itu, ada juga seloka yang ditulis lebih dari empat baris.[14]
Contoh:
- Lurus jalan ke Payakumbuh,
- Kayu jati bertimbal jalan.
- Di mana hati tak kan rusuh,
- Ibu mati bapak berjalan.
Gurindam
[sunting | sunting sumber]Gurindam adalah salah satu jenis puisi yang memadukan antara sajak dan peribahasa. Jumlah baris pada gurindam hanya dua dengan rima a-a. Gurindam berisi ajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan nasihat keagamaan. Baris pada gurindam disebut sebagai syarat dan akibat. Syarat merupakan baris pertama dan akibat sebagai baris kedua.[15] Baris pertama membahas tentang persoalan, masalah, atau perjanjian, sedangkan baris kedua memberitahukan jawaban atau penyelesaian dari bahasan pada baris pertama.[16]
Contoh:
- Kurang pikir kurang siasat (a)
- Tentu dirimu akan tersesat (a)
- Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
- Bagai rumah tiada bertiang (b)
- Jika suami tiada berhati lurus (c)
- Istri pun kelak menjadi kurus (c)
Syair
[sunting | sunting sumber]Syair merupakan salah satu jenis puisi lama yang berasal dari Arab. Penulisan syair mengutamakan penggunaan irama dan cerita. Tiap bait pada syair terdiri atas empat baris. Setiap baris memiliki jumlah antara 8-12 suku kata.[16]
Contoh:
- Pada zaman dahulu kala (a)
- Tersebutlah sebuah cerita (a)
- Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
- Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Talibun
[sunting | sunting sumber]Talibun adalah pantun yang memiliki susunan genap antara enam hingga sepuluh baris. Pada talibun, tiap bait terbagi menjadi sampiran dan isi. Pembagian baris sampiran dan baris isi ditentukan oleh jumlah baris keseluruhan yang kemudian dibagi menjadi dua.[13] Talibun umumnya digunakan dalam acara berbalas pantun sebagai pengganti pantun empat larik seuntai. Penggunaan talibun di dalam acara berbalas pantun memudahkan pengungkapan gagasan dalam bentuk dialog.[17]
Contoh:
- Kalau anak pergi ke pekan
- Yu beli belanak pun beli sampiran
- Ikan panjang beli dahulu
- Kalau anak pergi berjalan
- Ibu cari sanak pun cari isi
- Induk semang cari dahulu
Rubaiat
[sunting | sunting sumber]Rubaiat adalah puisi lama dari Arab yang berbentuk pantun. Tiap bait dari rubaiat tersusun atas empat baris. Sajak yang digunakan berpola a-b-a-b. Pesan yang disampaikan di dalam rubaiat berbentuk epigram.[12]
Gaza
[sunting | sunting sumber]Gaza merupakan puisi lama yang berasal dari Persia. Tiap bait pada gaza terdiri delapan baris. Tiap baris diakhiri dengan kata yang sama. Gaza menceritakan kisah asmara atau cinta kasih.[18]
Kit'ah
[sunting | sunting sumber]Kit'ah merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Isi kit'ah merupakan nasihat-nasihat. Tujuan dari pemberian nasihat adalah sebagai bentuk pendidikan.[18]
Masnawi
[sunting | sunting sumber]Masnawi merupakan puisi lama yang berasal dari Persia. Irama yang digunakan ialah akhiran kata yang sama tiap dua baris. Masnawi berisi pujian terhadap kemuliaan tingkah laku seseorang.[19]
Nazam
[sunting | sunting sumber]Nazam merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Penulisan nazam hanya 12 baris. Nazam memberikan cerita yang berkaitan dengan kehidupan para penghuni istana, yaitu raja atau sultan, bangsawan, dan budak.[19]
Bidal
[sunting | sunting sumber]Bidal termasuk dalam jenis puisi lama yang beberapa isi barisnya dirangkap untuk menjelaskan pemerian. Setiap rangkap dapat menjelaskan keseluruhan cerita tanpa perlu memahami baris rangkap lainnya. Bidal berbentuk kalimat singkat yang mengandung kiasan atau perwakilan dari keadaan nyata. Tujuan penggunaan kiasan dalam bidal adalah sebagai bentuk penentangan atau penyindiran. Pesan utama dalam bidal adalah nasihat, peringatan, atau sindiran, dan sebagainya. Pengungkapan pikiran dan perasaan dilakukan melalui pengibaratan dan perbandingan.[20]
Puisi Baru
[sunting | sunting sumber]Puisi baru adalah puisi yang tidak memiliki aturan-aturan tertentu dalam penulisannya. Kebebasan penulisan dalam puisi baru meliputi jumlah baris, suku kata, atau rima.[7] Penulis dari puisi baru tidak anonim. Perkembangan puisi baru terjadi secara lisan maupun tulisan. Puisi baru menggunakan majas yang berubah-ubah. Pesan yang disampaikan di dalam puisi baru biasanya tentang kehidupan. Penulisan puisi baru lebih rapi dan simetris serta banyak menggunakan sajak pantun dan syair. Tiap baris memiliki kesatuan sintaksi dengan rima akhir yang teratur.[21]
Balada
[sunting | sunting sumber]Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Himne
[sunting | sunting sumber]Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
- Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
- Mengagungkan namaMu dengan cara sendiri
- Menggeliat derita pada lekuk dan liku
- bawah sayatan khianat dan dusta.
- Dengan hikmat selalu kupandang patungMu
- menitikkan darah dari tangan dan kaki
- dari mahkota duri dan membulan paku
- Yang dikarati oleh dosa manusia.
- Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
- dunia kehilangan sumber kasih
- Besarlah mereka yang dalam nestapa
- mengenalMu tersalib di dalam hati.
- (Saini S.K)
Ode
[sunting | sunting sumber]Ode adalah sajak lirik untuk menyatakan pujian terhadap seseorang, benda, peristiwa yang dimuliakan, dan sebagainya.[22] Nada dan gaya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
- Generasi Sekarang
- Di atas puncak gunung fantasi
- Berdiri aku, dan dari sana
- Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
- Generasi sekarang di panjang masa
- Menciptakan kemegahan baru
- Pantun keindahan Indonesia
- Yang jadi kenang-kenangan
- Pada zaman dalam dunia
- (Asmara Hadi)
Epigram
[sunting | sunting sumber]Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
- Hari ini tak ada tempat berdiri
- Sikap lamban berarti mati
- Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
- Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
- (Bintang)
Romansa
[sunting | sunting sumber]Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Kata romansa berasal dari bahasa Prancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
Elegi
[sunting | sunting sumber]Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Ini berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
- Senja di Pelabuhan Kecil
- Ini kali tidak ada yang mencari cinta
- di antara gudang, rumah tua, pada cerita
- tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
- menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
- Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
- menyinggung muram, desir hari lari berenang
- menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
- dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
- Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
- menyisir semenanjung, masih pengap harap
- sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
- dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
- (Chairil Anwar)
Satire
[sunting | sunting sumber]Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Kata satire berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim, dsb.).
Contoh:
- Aku bertanya
- tetapi pertanyaan-pertanyaanku
- membentur jidat penyair-penyair salon,
- yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
- sementara ketidakadilan terjadi
- di sampingnya,
- dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
- termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
- (WS Rendra)
Berdasarkan Bentuk
[sunting | sunting sumber]Distikon
[sunting | sunting sumber]Distikon adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
- Berkali kita gagal
- Ulangi lagi dan cari akal
- Berkali-kali kita jatuh
- Kembali berdiri jangan mengeluh
- (Or. Mandank)
Terzina
[sunting | sunting sumber]Terzina adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
- Dalam ribaan bahagia datang
- Tersenyum bagai kencana
- Mengharum bagai cendana
- Dalam bah’gia cinta tiba melayang
- Bersinar bagai matahari
- Mewarna bagaikan sari
- (Sanusi Pane)
Kuatren
[sunting | sunting sumber]Kuatren adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh:
- Mendatang-datang jua
- Kenangan masa lampau
- Menghilang muncul jua
- Yang dulu sinau silau
- Membayang rupa jua
- Adi kanda lama lalu
- Membuat hati jua
- Layu lipu rindu-sendu
- (A.M. Daeng Myala)
Kuint
[sunting | sunting sumber]Kuint adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
- Hanya Kepada Tuan
- Satu-satu perasaan
- Hanya dapat saya katakan
- Kepada tuan
- Yang pernah merasakan
- Satu-satu kegelisahan
- Yang saya serahkan
- Hanya dapat saya kisahkan
- Kepada tuan
- Yang pernah diresah gelisahkan
- Satu-satu kenyataan
- Yang bisa dirasakan
- Hanya dapat saya nyatakan
- Kepada tuan
- Yang enggan menerima kenyataan
- (Or. Mandank)
Sekstet
[sunting | sunting sumber]Sekstet adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
- Merindu Bagia
- Jika hari’lah tengah malam
- Angin berhenti dari bernapas
- Sukma jiwaku rasa tenggelam
- Dalam laut tidak terwatas
- Menangis hati diiris sedih
- (Ipih)
Septima
[sunting | sunting sumber]Septima adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
- Indonesia Tumpah Darahku
- Duduk di pantai tanah yang permai
- Tempat gelombang pecah berderai
- Berbuih putih di pasir terderai
- Tampaklah pulau di lautan hijau
- Gunung gemunung bagus rupanya
- Ditimpah air mulia tampaknya
- Tumpah darahku Indonesia namanya
- (jawir)
Oktaf atau Stanza
[sunting | sunting sumber]Oktaf/Stanza adalah puisi yang dalam tiap bait terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
- Awan
- Awan datang melayang perlahan
- Serasa bermimpi, serasa berangan
- Bertambah lama, lupa di diri
- Bertambah halus akhirnya seri
- Dan bentuk menjadi hilang
- Dalam langit biru gemilang
- Demikian jiwaku lenyap sekarang
- Dalam kehidupan teguh tenang
- (Sanusi Pane)
Soneta
[sunting | sunting sumber]Soneta adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi, soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda, diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdua yang dianggap sebagai Pelopor/Bapak Soneta Indonesia. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
- Gembala
- Perasaan siapa ta ‘kan nyala (a)
- Melihat anak berelagu dendang (b)
- Seorang saja di tengah padang (b)
- Tiada berbaju buka kepala (a)
- Beginilah nasib anak gembala (a)
- Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
- Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
- Pulang ke rumah di senja kala (a)
- Jauh sedikit sesayup sampai (a)
- Terdengar olehku bunyi serunai (a)
- Melagukan alam nan molek permai (a)
- Wahai gembala di segara hijau (c)
- Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
- Maulah aku menurutkan dikau (c)
- (Muhammad Yamin)
Puisi Kontemporer
[sunting | sunting sumber]Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan pula sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer sering kali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggap tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut.
- Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
- Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
- Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi Mantra
[sunting | sunting sumber]Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah sebagai berikut.
- Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami, melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
- Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
- Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
- Shang Hai
- ping di atas pong
- pong di atas ping
- ping ping bilang pong
- pong pong bilang ping
- mau pong? bilang ping
- mau mau bilang pong
- mau ping? bilang pong
- mau mau bilang ping
- ya pong ya ping
- ya ping ya pong
- tak ya pong tak ya ping
- ya tak ping ya tak pong
- sembilu jarakMu merancap nyaring
- (Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
Puisi Mbeling
[sunting | sunting sumber]Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling".
Puisi mbeling adalah bagian dari gerakan mbeling yang dicetuskan oleh Remy silado, suatu gerakan ditujukan untuk mendobrak sikap rezim orde baru yang dianggap feodal dan munafik. Dalam bahasa Jawa, mbeling berarti nakal atau memberontak terhadap kemapanan dengan cara-cara yang menarik perhatian.[23] Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Puisi mbeling berciri mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
- Sajak Sikat Gigi
- Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
- Di dalam tidur ia bermimpi
- Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
- Ketika ia bangun pagi hari
- Sikat giginya tinggal sepotong
- Sepotong yang hilang itu agaknya
- Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
- Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
- (Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
Selain itu, puisi mbeling juga menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan, dan menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Puisi Konkret
[sunting | sunting sumber]Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyair.
Contoh:
- Doktorandus Tikus I
- selusin toga
- me
- nga
- nga
- seratus tikus berkampus
- diatasnya
- dosen dijerat
- profesor diracun
- kucing
- kawin
- dan bunting
- dengan predikat
- sangat memuaskan
- (F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut.
- Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangan.
- Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
- Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
- Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
Berdasarkan Aspek Ungkapan
[sunting | sunting sumber]Puisi Lirik
[sunting | sunting sumber]Puisi lirik banyak menggunakan lirik yang mengungkapkan perasaan yang dialami penulisnya. Pengungkapan suasana lebih utama daripada tema, Makna puisi dipahami dengan memperhatikan suasana batin penulis. Penyampaian pesan-pesan moral tidak menjadi tujuan utama dalam puisi lirik.[24]
Puisi Epik
[sunting | sunting sumber]Puisi epik menggunakan kisah dalam menyampaikan pesan. Gaya penulisannya berbentuk prosa dengan tetap menggunakan unsur-unsur puisi. Epik juga disebut sebagai sajak naratif. Isi puisi epik menceritakan petualangan atau perjalanan seorang pahlawan atau tokoh. Perjalanan sang tokoh selalu disertai dengan berbagai perbuatan luhur.[25]
Puisi Santai
[sunting | sunting sumber]Puisi santai adalah puisi yang tidak terlalu ambisius untuk menjadi puisi. Ia lahir dari pengalaman sehari-hari yang tidak dapat diremehkan. Ia tidak bersaing dengan puisi kontemporer yang masih mengandung unsur dialog keras dengan para pendahulunya, seperti kelahiran kembali mantra pada puisi Sutardji Calzoum Bachri. Puisi-puisi santai ini belum banyak dibuat jadi buku, tapi kemunculannya dapat dipandang sebagai gejala yang disebabkan oleh budaya baru masyarakat digital. Melalui Facebook atau Instagram, para penyair ini mengasah peristiwa sehari-hari dalam sajian bahasa puitis. Mereka bebas memilih gaya: mantra, pantun, lirik, dramatik, humor, dll. Untuk menyebut puisinya itu sekadar urusan yang tidak harus ambisius sebagai sastra, Arip Senjaya sebagai misal menerbitkan buku kumpulan puisi Seperti Bukan Cinta yang mengindikasikan lahirnya corak baru puisi Indonesia ini. Puisi tersebut membicarakan apa saja terjadi setiap hari. Alih-alih menjadi puisi sastrawi, puisi-puisi dalam buku tersebut malah membangun kesan encer dan bercanda. Namun, pengamat sastra Indonesia asal Jerman Berthold Damshäuser memandang puisi-puisi santai Arip Senjaya itu tak bisa diremehkan dan penting bagi perkembangan alternatif puisi Indonesia khususnya. [butuh rujukan]
Keunikan Puisi
[sunting | sunting sumber]Keunikan dari puisi terletak pada penggunaan bahasa kreatif dan berirama, serta penggunaan kata-kata yang dipilih secara selektif dan memiliki makna mendalam. Berbeda dengan tulisan lain, puisi memiliki struktur teratur dan harmonis, sehingga menghasilkan irama dan rima yang menyenangkan untuk didengar atau dibaca.
Selain itu, puisi juga memiliki penggunaan bahasa khas yang unik, seperti metafora, simbol, dan personifikasi, hingga membuatnya lebih eksploratif dan kreatif. Puisi juga mampu mengungkapkan perasaan atau pengalaman yang mendalam dengan cara lebih intens dan emosional, sehingga seringkali digunakan sebagai wadah ekspresi diri atau bahkan sebagai bentuk terapi.
Dengan keunikan-keunikan tersebut, puisi bisa menjadi sebuah karya seni sastra yang memiliki daya tarik dan keindahan tersendiri, serta bisa menjadi sarana untuk merangsang imajinasi, menginspirasi, dan memberikan makna mendalam kepada pembaca atau pendengar.[26]
Peranan
[sunting | sunting sumber]Media Komunikasi
[sunting | sunting sumber]Puisi merupakan salah satu media komunikasi karena memiliki pengirim pesan, medium, dan penerima pesan. Pesan berupa pengalaman yang hendak disampaikan oleh penyair sebagai pengirim pesan. Medium yang digunakan adalah bahasa dan penerimanya adalah pembaca. Komunikasi di dalam puisi tidak hanya berupa data objektif, tetapi juga data subjektif. Data ini berupa sikap, perasaan, dan imajinasi dari pembicara.[27]
Meningkatkan Proses Berpikir Kreatif
[sunting | sunting sumber]Puisi tidak hanya menyampaikan perasaan penulis, tetapi juga sebagai produk dari proses penciptaan kreatif. Penciptaan puisi melibatkan strategi, analisis, seleksi, dan sintesis. Kegiatan berpikir kreatif ini dilakukan melalui pemilihan kata dan peringkasan bahasa. Kata-kata di dalam puisi dipilih secara hati-hati, sehingga dibaca dengan makna indah serta menyampaikan pesan dari penyair secara tepat dan mewakili banyak pengertian. Selain itu, pola bunyi pada puisi juga memiliki keindahan yang disesuaikan dengan selera penulis.[28]
Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
[sunting | sunting sumber]Puisi dapat digunakan untuk pembelajaran sastra yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis dapat dilakukan melalui puisi. Keterampilan membaca diasah dengan pembacaan puisi. Keterampilan menyimak dapat dilatih dengan cara mendengarkan puisi melalui rekaman. Sementara itu, keterampilan berbicara dapat terlatih dengan ikut serta dalam bermain drama. Kemudian, keterampilan menulis dilatih dengan kegiatan diskusi sastra yang hasilnya dapat dituliskan dalam bentuk esai atau puisi.[29]
Menunjang Pembentukan Watak
[sunting | sunting sumber]Puisi dalam pembelajaran sastra memiliki nilai guna apabila dapat memberikan hiburan dan manfaat. Manfaat puisi dalam pembelajaran sastra ialah pemberian nilai-nilai yang berkaitan dengan tujuan hidup manusia. Selain itu, manfaat puisi juga diperoleh dari segi pengetahuan dari berbagai teori hasil pengembangan dalam penelitian jenis sastra.
Sebagai Bentuk Pendorong Refleksi
[sunting | sunting sumber]Puisi adalah jenis karya sastra yang dikenal dengan susunan kalimat dan diksi yang menyimpan makna khusus di dalamnya. Umumnya, puisi dibuat dalam bentuk bait dengan pesan yang tersirat di dalamnya. Hal ini membuat puisi juga dikenal sebagai karya sastra yang dibuat untuk menyampaikan pesan bagi pembaca. Dalam puisi, kita dapat mengungkapkan berbagai hal, seperti kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan dalam bahasa indah. Puisi bisa juga menjadi sarana untuk merenungkan makna dan pesan di balik kata-kata yang terpilih secara cermat, serta memperdalam pemahaman terhadap diri sendiri atau dunia di sekitar.[26]
Membaca Puisi
[sunting | sunting sumber]Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi.
- Rima dan irama
- Artikulasi
- Ekspresi mimik wajah
- Pernafasan
- Vokal
- Intonasi[30]
Lihat Pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ S.Pd, Utami Pratiwi. Bahasa Indonesia Untuk SMK. DIVA PRESS. ISBN 978-623-293-457-3.
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2023-04-11.
- ^ Mahliatussikah 2015, hlm. 11.
- ^ Emzir; Rohman, Syaifur; Wicaksono, Andri. Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya. Sleman: Garudhawaca. hlm. 239–241. ISBN 978-602-6581-36-5.
- ^ Emzir; Rohman, Syaifur; Wicaksono, Andri. Tentang Sastra: Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya. Sleman: Garudhawaca. hlm. 232. ISBN 978-602-6581-36-5.
- ^ Ahyar 2019, hlm. 35.
- ^ a b Ahyar 2019, hlm. 36.
- ^ Ahyar 2019, hlm. 35-36.
- ^ Sumaryanto 2010, hlm. 9-10.
- ^ Kosasih 2008, hlm. 9.
- ^ BAHASA INDONESIA : - Jilid 1. ESIS. ISBN 978-979-734-507-5.
- ^ a b Sumaryanto 2010, hlm. 15.
- ^ a b Kosasih 2008, hlm. 11.
- ^ Sumaryanto 2010, hlm. 13.
- ^ Kosasih 2008, hlm. 13.
- ^ a b Sumaryanto 2010, hlm. 11.
- ^ Sumaryanto 2010, hlm. 36.
- ^ a b Sumaryanto 2010, hlm. 16.
- ^ a b Sumaryanto 2010, hlm. 17.
- ^ Sumaryanto 2010, hlm. 18.
- ^ Ahyar 2019, hlm. 37-38.
- ^ "Arti kata ode - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2019-02-22.
- ^ Remy., Sylado, (2004). Puisi mbeling (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9799100127. OCLC 58535904.
- ^ Nuryatin dan Irawati 2016, hlm. 36.
- ^ Nuryatin dan Irawati 2016, hlm. 35.
- ^ a b Dwija Putra, I Made. "Puisi: Memahami Struktur, Unsur, Jenis, dan Cara Menulis Puisi". Punbz.com. Diakses tanggal 2023-04-11.
- ^ Mahliatussikah 2015, hlm. 12.
- ^ Mahliatussikah 2015, hlm. 11-12.
- ^ Suswandari dan Hatmo 2018, hlm. 5-6.
- ^ "Puisi". Sastra.co.id. Diakses tanggal 12 Desember 2022.
Daftar Pustaka
[sunting | sunting sumber]- Ahyar, Juni (Oktober 2019). Apa Itu Sastra: Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra (PDF). Yogyakarta: Deepublish. ISBN 978-623-02-0145-5.
- Greene, Roland; et al., ed. (2012). The Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4 rev.). Princeton, NJ: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-15491-6.
- Kosasih, E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia (PDF). Jakarta: Nobel Edumedia. ISBN 978-602-8219-57-0.
- Nuryatin, A., dan Irawati, R. P. (2016). Pembelajaran Menulis Cerpen (PDF). Semarang: Penerbit Cipta Prima Nusantara. ISBN 978-602-8054-88-1.
- Mahliatussikah, Hanik (2015). Pembelajaran Puisi Teori dan Penerapannya dalam Kajian Puisi Arab (PDF). Malang: Universitas Negeri Malang. ISBN 978-979-495-785-1.
- Sumaryanto (2010). Mengenal Puisi dan Syair. Semarang: PT. Sindur Press. ISBN 978-979-067-054-9.
- Afrizatul (2020), Puisi Rakyat: Pengertian, Jenis, Unsur serta Contoh.
- Suswandari, M., dan Hatmo, K. T. (2018). Ontologi Puisi (PDF). Kebumen: CV. Intishar Publishing. ISBN 978-602-5692-57-4.