Showing posts with label Aceh. Show all posts
Showing posts with label Aceh. Show all posts

Tari Ranup lam Puan

Tari Ranup lam Puan adalah sebuah tarian tradisional suku Aceh yang berasal dari wilayah Banda Aceh. Tari ini diciptakan oleh Yuslizar pada tahun 1959 berdasarkan adat istiadat yang ada di Aceh, terutama adat menyambut dan menghormati tamu. Tamu biasanya disambut dengan penuh kehormatan dalam sebuah rumah dengan menyajikan sirih.



KOMPONEN-KOMPONEN TARI

Peralatan/Bahan: 
Bate (Puan) 
Ranub (Sirih, Pinang, Kapur, Gambir, dan Cengkeh) 
Ceuradi (alas puan) 
Sange (tutup bate) 



Fungsi Ranub:


Fungsi Ranub untuk suguhan kepada tamu (dapat dimakan ) guna menghormati yang menyuguhkannya.



NILAI-NILAI FILOSOFI DAN TRADISI MARTABAT



Bagi Masyarakat Aceh Sirih (Ranub) memilili berbagai dimensi makna simbolik, disamping dimensi fungsional yaitu:



Sirih (Ranub) sebagai simbol Pemulia Tamu



Sirih sebagai simbol pemulia tamu atau penghormatan terhadap sesorang yang dihormati. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Aceh untuk menjamu tamunya. Dalam tradisi Jamuan raja-raja di Aceh, seperti Jamuan kepada Sir James Lancastle utusan Raja Inggris James I pada masa Sultan Alauddin Riayatsyah Saidil Mukammal (1602 M), sirih sudah merupakan suguhan persembahan kepada tamu-tamu agung. Tradisi penyuguhan sirih untuk memuliakan tamu sudah merakyat sejak dari dahulu kala dalam masyarakat Aceh.


Berkaitan dengan adat menyuguhkan sirih tersebut, dapat diartikasn sebagai simbol kerendahan hati dan sengaaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.


Sirih (Ranub) sebagai sumber perdamaian dan Kehangatan Sosial



Sirih bermakna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial tergambat ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, peusijuek, meu-uroh, dan upacara-upacara lainnya. Semua upacara-upacara tersebut diawali dengan menyuguhkan sirih sebelum upacara tersebut dimulai.



Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial


Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial, Sirih sering diungkapkan dengan Istilah Ranub Sigapu sebagai pembuka komunikasi. Setiap buku yang dikarang masyaraakat Aceh, ranub sigapu menjadi bagian yang paling awal dari isi buku tersebut.


NILAI-NILAI IDENTITAS KEACEHAN, DAN HAK PATEN 



Tari Ranub Lampuan sampai saat ini sudah menjadi salah satu identitas/icon tarian tradisional Aceh yang menglobal/universal. Karena itu sesuai dengan gerak, lagu, properti, dan fungsinya harus dilindungi dan dilestarikan (tidak diubah-ubah), dan seharusnya diusulkan HAKI nya.







umber: http://maa.acehprov.go.id

Kesultanan Aceh



Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sulthan Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh pada zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.