Showing posts with label bedah mulut. Show all posts
Showing posts with label bedah mulut. Show all posts

Kelenjar Saliva

Anatomi dan Klasifikasi



            
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Saliva


Saliva diproduksi oleh tiga kelenjar ludah utama yaitu kelenjar parotid, submandibular , dan kelenjar sublingual, dan berbagai kelenjar ludah minor. Diperkirakan terdapat  600 hingga 1000  kelenjar saliva minor yang terdapat pada labial, bukal, lingual, palatal, retromolar. Selain itu, ada tiga set kelenjar ludah minor lidah seperti kelenjar Weber, ditemukan di sepanjang perbatasan lidah lateralis, itu kelenjar von Ebner, sekitar papila sirkumvalata, dan kelenjar dari Blandin dan NUHN, juga dikenal sebagai kelenjar lingual anterior, ditemukan di ventral lidah bagian anterior.
Kelenjar saliva mayor dapat  dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sel sekretori dan jenis dari saliva yang diproduksi yaitu serosa, mukosa, dan campuran serosa dan mukosa. sel serosa menghasilkan air liur lebih encer dan kaya enzim. Sedangkan sel mukosa mengeluarkan cairan yanng lebih kental dengan glikoprotein saliva berlimpah yang dikenal sebagai mucins. 

Kelenjar parotid terutama terdiri dari sel serosa. Kelenjar submandibular adalah campuran dari jenis sel mukosa dan serosa, sedangkan kelenjar sublingual dan saliva minor kelenjar adalah jenis sel mukosa. Saliva parotis mensekresikan melalui duktus Stensen, lubang yang terlihat pada mukosa bukal disekitar molar pertama atau molar kedua rahang atas. Kelenjar saliva  submandibular mensekresikan melalui duktus Wharton, yang mengaliri saliva dari masing-masing kelenjar submandibular  dan keluar di caruncles sublingual di kedua sisi frenulum lingual. 

Saliva sublingual dapat masuk ke dasar dasar mulut secara langsung melalui saluran pendek dan independen yakni duktus Rivinus. Satu atau lebih dari duktuss ini dapat berkumpul untuk membentuk saluran utama dari kelenjar saliva sublingual yang dikenal sebagai Bartholin Duct. Kelenjar saliva minor mensekresikan  mucin  ke mukosa melalui duktus yang pendek.1




Gambar 2. Duktus Stensen 



Gambar 3. Duktus Wharthon

Infeksi Odontogenik

INFEKSI ODONTOGENIK


Definisi

Infeksi odontogenik adalah infeksi yang bersumber dari kerusakan gigi atau jaringan penyangga yang disebabkan oleh flora normal rongga mulut yang menjadi pathogen karena perubahan kualita maupun kuantitas.  Infeksi odontogenik merupakan penyakit periodontal yang dikarakteristikkan oleh infeksi pulpa akibat karies yang diawali dengan akumulasi plak dan kalkulus.1

Etiologi

Infeksi sering disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme termasuk bakteri, fungi dan berbagai jenis parasit lain. Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran berbagai macam bakteri aerob dan anaerob yang memiliki fungsi sinergis. Infeksi tahap awal bisa dimulai oleh bakteri aerob dan bakteri anaerob berperan pada tahap selanjutnya.

Junstensen (1981) mengemukakan bahwa 50% infeksi geligi dan sinusitis disebabkan oleh bakteri anaerob. Kruger (1984) mengemukakan bahwa 90% infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri anaerob atau kombinasi keduanya.

Francis (1986) menyebutkan bahwa bakteri anaerob yang ditemukan pada infeksi odontogenik adalah :

  • Bacteroides
  • Peptococcus
  • Peptostreptococcus

Sedangkan bakteri aerob adalah :

  • Streptococcus viridans
  • S. hemoliticus
  • Styaphylococcus 2

Patogenesis

penyebaran infeksi bersumber gigi akan melalui 3 tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium, dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melaui suatu luka atau pun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen apical atau marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen periapikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi disekitar periapikal di daerah membrane periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membrane periodontal diapikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut berupa inflamasi akut atau kronis. Apabila terjadi akut akan berupa periodontiti apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

Pada infeksi sekitar foramen apical terjadi nekrosis jaringan disertai akumulasi leukosit yang banyak dan sel-sel inflamasi lainnya. Sedangkan pada jaringan disekitar abses akan tampak hiperemi pembuluh darah dan edema. Buila masa infeksi bertambah maka tulang sekitarnya akan tersangkut, dimulai dengan hiperemi pembuluh darah kemudian infiltrasi leukosit dan akhirnya terjadi proses supurasi. Penyebaran selanjutnya akan melalui kanal tulang menuju permukaan tulang dan periosteum. Tahap berikutnya periosteum akan pecah dan pus akan berkumpul pada suatu tempat diantara spasium sehingga membentuk nsuatu rongga patologis.

Keterlibatan suatu spasium tergantung pada gigi penyebab, letak apeks gigi penyebab terhadap insersi otot yang melekat sekitar gigi dan kedekatannya kearah bukal atau lingual. Pada keadaan tertentu dapat terkena lebih dari satu spasium, hal ini merupakan keadaan yang sangat serius didalam penyebaran infeksi sampai dapat menimbulkan suatu penyebaran yang lebih jauh kearah atas kepala dan kebawah leher sampai ke mediastinum.

Manifestasi Sistemik

Demam

Termeratur normal berkisar antara 36,5 - 37,5 ºC dengan rata-rata 37. Pada anak-anak sekitar 0,3 derajat lebih tinggi dan temperatur pada axila atau inguinal biasanya 1-3 derajat lebih rendah. Peningkatan suhu merupakan salah satu gejala infeksi, tetapi harus diingat bahwa peningkatan suhu merupakan salah satu manifestasi penyakit neoplasma, seperti limphoma, inflamasi yang bukan infeksi seperti rheumatoid arthitis atau akibat seperti pada tirotoxicosis.

Peningkatan temperatur pada infeksi disebabkan pusat termogulasi pada hipotalamus distimulasi oleh endogen pirogen yang diaktivasi oleh endotoksin bakteri pelepasan granulosit, monosit dan makrofag.

Gejala Infeksi

Gejalan yang muncul pada proses inflamsi terlihat pada beberapa tingkatan dan tidak selalu terlihat pada semua penderita dengan infeksi.  Gejala-gejala tersebut berupa: Rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau odema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat ransangan pada saraf sensorik yang sebabkan pembengkakan atau perluasan jaringan infeksi. 

Limphadenopati

Pada infeksi akut, kalenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infekksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamsi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. 


Rencana Perawatan

Sebelumnya kita terlebih dahulu mengetahui prinsip penanganan infeksi yaitu:

1. Penilaian berat ringannya infeksi
2. Evaluasi dari tingkatan mekanisme pertahanan tubuh
3. Menentukan apakah penderita memerlukan perawatan spesialis
4. Lakukan intervensi bedah
5. Berikan terapi suportif
6. Pilih antibiotik yang sesuai
7. Evaluasi dan monitor keadaan penderita

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka perawatan infeksi orofacial yang disebabkan oleh infeksi odontogenik pertama-tama harus ditujukan pada eliminasi simtom akutnya. Dalam hal ini penilaian stadium infeksi, pengambilan keputusan yang tepat untuk memberikan antibiotika, melakukan insisi untuk drainase atau menghilangkan penyebab infeksi sangat menentukan perkembangan infeksi selanjutnya.

Infeksi odontogenik yang disertai dengan keadaan gawat darurat perlu ditangani secepatnya. Adapun dasar-dasar perawatannya sebagai berikut :

Penanganan gawat darurat.

Kondisi penderita yang  cukup buruk perlu dirawat inap rumah sakit dan perlu diinfus untuk mengatasi dehidrasi. Jangan lupa awasi tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, kultur specimen.

Penanganan infeksi

Mengingat uji kultur  dan uji kepekaan belum diketahui maka digunakan terapi empiris yaitu Penisilin yang efektif terhadap bakteri aerob dan anaerob. Bila infeksi mereda sampai 2-3 hari berarti antibiotika secara empiris yang digunakan telah memadai. Bila tidak maka digunakan antibiotika hasil uji kepekaan.

Perawatan jaringan infeksi

Bila fluktuasi positif maka segera lakukan insisi untuk drainase Tujuan utama tindakan pembedahan adalah menghilangkan sumber infeksi (pulpa nekrosis/saku periodontal yang dalam), memberikan drainase untuk kumpulan pus dan jaringan nekrotik dan mengurangi ketegangan jaringan sehingga meningkatkan aliran darah dan zat-zat yang berguna untuk pertahanan tubuh pada lokasi infeksi.


Perawatan gigi sumber infeksi

Setelah tanda-tanda inflamasi mereda, gigi yang merupakan infeksi primer, segera lakukan ekstraksi, bila perlu kuretase sampai jaringan nekrosis pada soket bekas ekstraksi bersih.

Bedah Prepostetik

1.      Alveolplasty
Alveoloplasty adalah prosedur beda yang biasanya dilakukan untuk mempersiapkan linggir alveolar karena adanya bentuk yang irreguler pada tulang  alveolar  berkisar  dari  satu  gigi  sampai  seluruh  gigi  dalarahang, dapat dilakukan segera sesudah pencabutan atau dilakukan tersendiri sebagai prosedur korektif yang dilakukan kemudian.
a.       Simple alveolplasty/ Primary alveolplasty
Tindakan ini dilakukan bersamaan dengan pencabutan gigi , setelah pencabutan gigi sebaiknya dilakukan penekanan pada tulang alveolar soket gigi yandicabut . Apabila setelah penekanan masih terdapat bentuk yang irreguler pada tulang alveolar maka dipertimbangkan untuk melakukan alveolplasty. Petama dibuat flap mukoperiosteal kemudian bentuk yang irreguler diratakan dengan bor , bone cutting forcep atau keduanya setelah itu  dihaluska dengan   bone  file.  Setela bentuk  tulang  alveola baik dilakukan penutupan luka dengan penjahitan. Selain dengan cara recontouring tadi apabila diperlukan dapat disertai dengan tindakan interseptal alveolplasty yaitu pembuangan tulang interseptal, hal ini dilakukan biasanya pada multiple ekstraksi
b. Secondary alveolplasty
Linggir alveolar mungkin membutuhkan recountouring setelah beberapa lama pecabutan gigi akibat adanya bentuk yang irreguler. Pembedahan dapat dilakukan dengan membuat flap mukoperiosteal dan bentuk yang irregular dihaluskan dengan bor, bone cutting forcep dan dihaluskan dengan bone file setelah bentuk irreguler halus luka bedah dihaluskan dengan penjahitan.





2. Alveolar augmentasi
Pada keadaan resorbsi tulang yang hebat , maka diperlukan tindakan bedah yang lebih sulit dengan tujuan : Menambah besar dan lebar tulang rahang, menambah kekuatan rahang, memperbaiki jaringan pendukung gigi tiruan. Terdapat beberapa cara untuk menambah ketinggian linggir alveolar Yaitu :
a.  Dengan cangkok tulang autogenous, tulang dapat diperoleh tulang iliak atau costae
b. Dengan melakukan osteotomi.
Visor Osteotomi dan Sandwich osteotomi
c. Penambahan dengan menggunakan Hydroxilapatit.
Hidroxilapatit merupakan suatu bahan alloplastik yang bersifat Biocompatible  yang  dapat  digunakan  untumenambah  ketinggian tulang alveolar.

3. Bedah Jaringan Lunak
Meliputi Papillary hyperplasia, fibrous hyperplasia, flabby ridge, . Papillary hyperplasia merupakan suatu kondisi yang terjadi pada daerah palatal yang tertutup oleh protesa, dimana kelihatan adanya papilla yang multipel dan mengalami peradangan. Fibrous hyperplasia dapat terjadi karena adanya trauma  dari  gigi  tiruan  dan  adanya  resorpsi  tulansecara  patologiatau fisiologis  sehingga  menyebabkan  peradangadan  adanya  jaringan  fibrous diatas linggir tulang alveolar. Flabby ridge yaitu adanya jaringan lunak yang berlebih dimana terlihat jaringan lunak yang bergerak tanpa dukungan tulang yang memadai.

1.      Fragiskos. Oral surgery, hal. 243-4, 272,276

2.      Pedersen. Bedah Mulut hal. 119,128-131, 135